• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Mamay Surmayadi

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Ciremai merupakan gunungapi Tipe A yang tercatat pernah tujuh kali meletus sejak tahun 1698 hingga 1937. Letusan Ciremai ini berskala kecil yang menghasilkan abu vulkanik disertai hembusan uap. Berdasarkan catatan sejarah ini, jeda antar letusan terpendek adalah 3 tahun, sedangkan terpanjang adalah 112 tahun. Meskipun bukan sebagai dasar perhitungan kuantitatif dalam penentuan prakiraan bahaya gunungapi, jeda 112 tahun sejak tahun 1937 menjadikan Ciremai sebagai gunungapi yang memiliki probabilitas untuk meletus dalam kurun waktu sekitar 30 tahun kedepan. Sejak tahun 1937 hingga sekarang, Ciremai tidak memperlihatkan gejala letusan. Meskipun demikian, catatan geologi menunjukkan Gunungapi Ciremai masa lampau pernah mengalami letusan berskala menengah dan besar yang berpotensi mengalami perulangan pada masa yang akan datang.

Ciremai merupakan salah satu gunungapi aktif di Jawa Barat. Dengan ketinggian 3078 m di atas permukaan laut Ciremai juga adalah gunungapi tertinggi di Jawa Barat. Secara administrasi, gunungapi ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Majalengka, Kuningan, dan Cirebon. Lokasi geografisnya berada pada 6º 53,5’ Lintang Selatan, dan 108º 24’ Bujur Timur. Adapun kota terdekat ke gunung ini adalah Kuningan. Puncak gunung ini dapat dijangkau dari jalur Palutungan dan Linggajati (Kuningan) dan Apuy (Majalengka).

Informasi Umum

Ciremai 127

Sistem Pemantauan Gunung Api

di Bandung secara real-time. Peningkatan teknologi sistem monitoring gunungapi dapat meningkatkan kualitas pemahaman proses aktvitas vukanisme gunungapi sehingga pengambilan keputusan penangan krisis gunungapi dapat lebih cepat dilakukan. Upaya mitigasi untuk memperkecil atau meniadakan risiko bencana melalui sistem peringatan dini sehingga pengungsian penduduk di kawasan rawan bencana dapat dilakukan.

Sistem jaringan peralatan monitoring G. Ciremai, Jawa Barat. Pemantauan Gunungapi Ciremai dilakukan secara kontinu

melalui peralatan pencatat gempa dan deformasi, serta menempatkan Pos Pengamatan Gunungapi Ciremai di Desa Sampora, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan. Transmisi data dilakukan secara telemetri dari lokasi alat di lapangan ke Pos Gunungapi Ciremai dan melalui VSAT (Very Small Aperture Terminal) sebagai sistem transmisi data berbasis satelit dari Gunungapi Ciremai terkirim langsung ke Kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Kawasan Rawan Bencana (KRB) merupakan kawasan yang pernah terlanda dan diidentifikasi berpotensi terancam bahaya letusan pada masa yang akan datang. Sehubungan Ciremai sebagai gunungapi yang masih aktif dan memiliki potensi bahaya letusan, maka Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi menerbitkan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Ciremai. Berdasarkan potensi ancamannya, KRB Ciremai dibagi menjadi tiga, secara bertingkat dari tinggi ke rendah, yaitu Kawasan Rawan Bencana III, II, dan I.

Kawasan Rawan Bencana III

KRB III merupakan kawasan yang selalu terancam aliran awan panas, lava, gas racun, dan hujan awbu lebat yang disertai lontaran batu pijar dalam radius 1.5 km dari pusat letusan jika terjadi letusan. KRB III Ciremai terkonsentrasi di kawasan puncak yang tidak memiliki pemukiman dan aktivitas manusia secara permanen.

Kawasan Rawan Bencana II

KRB II merupakan kawasan yang berpotensi terlanda aliran awan panas, lava, lahar hujan, dan hujan abu lebat yang disertai lontaran batu dalam radius 4 km dari pusat letusan. KRB II Ciremai melingkupi kawasan puncak dan lereng bagian tengah dalam radius sekitar 4 – 6 km dari puncak. KRB II Ciremai yang berada di sektor barat dan tenggara lebih melampar ke lereng yang lebih bawah sehingga berpotensi menimbulkan ancaman lebih besar terhadap jiwa manusia dan kehidupannya, dibandingkan dengan sektor lainnya.

Zona perluasan KRB II sektor barat melingkupi Desa Argamukti dan Argalingga di Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. Jumlah penduduk Desa Argamukti dan Argalingga (table 2) adalah 5.867 jiwa (Kecamatan

Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Argapura Dalam Angka 2018), Meskipun demikian, jumlah penduduk yang berada pada KRB II adalah sekitar 580 jiwa. Sementara itu, zona perluasan KRB II sektor tenggara melingkupi Kampung Palutungan, Desa Cisantana di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Jumlah penduduk Desa Cigugur adalah 6.284 jiwa (Kecamatan Cigugur Dalam Angka 2018). Perkiraan jumlah penduduk Kampung Palutungan yang berada di KRB II adalah sekitar 650 jiwa.

Data kependudukan Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka dan Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan (Kecamatan Argapura Dalam Angka 2018; Kecamatan Cigugur Dalam Angka 2018)

Kawasan Rawan Bencana I

KRB I merupakan kawasan yang berpotensi terlanda lahar, perluasan aliran awan panas dan lava serta hujan abu lebat dan lontaran batu pijar dalam radius 8 km dari pusat letusan. KRB I yang berasal dari potensi ancaman lahar berada disepanjang alur sungai yang berhulu di kawasan puncak dan mengalir ke lereng bawah bagian barat, barat laut, utara, timur laut, timur, dan tenggara. Zona potensi ancaman lahar ini meliputi kawasan yang cukup luas, sembilan kecamatan di wilayah Kabupaten Majalengka, sembilan kecamatan di wilayah Kabupaten Kuningan, dan enam kecamatan di Kabupaten Cirebon. Data statistik kependudukan memperlihatkan jumlah polulasi 24 kecamatan tersebut

Ciremai 129 Peta Kawasan Rawan Bencana G. Ciremai, Jawa Barat.

(Kabupaten Majalengka Dalam Angka 2019; Kabupaten Kuningan Dalam Angka 2019; Kabupaten Cirebon Dalam Angka 2019) adalah 1.234.496 jiwa. Meskipun demikian,

perkiraan jumlah penduduk di KRB I Gunungapi Ciremai yang rawan terhadap landaan lahar adalah sekitar 30.000 jiwa.

Data kependudukan beberapa kecamatan di Kabupaten Majalengka, Kuningan, dan Cirebon (Tahun 2019)

Slamet 131

20

Slamet

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Sejarah letusan G. Slamet mulai tercatat pada tahun 1772 dan termasuk gunungapi yang sering meletus melalui beberapa lubang letusan di dalam Kawah IV. Letusan terakhir G. Slamet terjadi pada tahun 2014, dan setelah letusan ini telah terjadi beberapa peningkatan aktivitas vulkanik, khususnya kegempaan, seperti yang terjadi pada tahun 2019, meskipun tidak diakhiri dengan letusan.

Berdasarkan catatan sejarah letusan, pada umumnya letusan G. Slamet adalah letusan abu disertai lontaran sekoria dan batu pijar, kadang-kadang mengeluarkan lava pijar. Letusannya berlangsung beberapa hari, pada keadaan luar biasa mencapai beberapa minggu. Periode istirahat G. Slamet terpendek antara dua letusan lk. 1 tahun dan terpanjang 53 tahun. Untuk periode istirahat lk. 1 tahun kemungkinan masih satu fase letusan atau kegiatan lanjutan.

Slamet termasuk gunungapi tipe strato, merupakan gunungapi kedua paling tinggi di Pulau Jawa setelah G. Semeru. Bentuk lerengnya teratur kecuali di bagian lereng barat laut dan barat daya. Secara geografi terletak pada posisi 07º14’30’’ Lintang Selatan dan 109º12’30’’ Bujur Timur dengan ketinggian 3432 m di atas permukaan laut (dpl). Secara administrasi G. Slamet masuk dalam kawasan Kabupaten Pemalang, Banyumas, Brebes, Tegal dan Purbalingga.

Informasi Umum

Seperti gunungapi lainnya di Indonesia, G. Slamet menunjukkan kegiatan erupsinya yang berupa erupsi eksplosif dan efusif. Erupsi eksplosif mengeluarkan bom vulkanik, lapilli, pasir, abu, dan kemungkinan awan panas letusan, sedangkan erupsi efusif berupa leleran lava sehingga merupakan gunungapi lapis atau strato.

Bila terjadi letusan/erupsi besar, maka bahaya utama letusan G. Slamet atau bahaya primer (bahaya langsung akibat letusan) adalah luncuran awan panas, lontaran piroklastik (bom vulkanik, lapili, pasir dan abu) dan mungkin aliran lava. Sedangkan bahaya sekunder (bahaya tidak langsung dari letusan) adalah lahar hujan yang terjadi setelah letusan apabila turun hujan lebat di sekitar puncak. Jauhnya sebaran jatuhan piroklastik, tergantung pada ketinggian lontaran dan kencangnya angin yang bertiup pada saat terjadi letusan, terutama penyebaran hujan abu dan pasir.

Slamet 133

KRB dan Potensi Ancaman Jiwa

Untuk menjelaskan tingkat kerawanan kawasan bila G. Slamet meletus, maka dibuatlah peta Kawasan Rawan Bencana G. Slamet (E.K. Abdurachman, R.D dkk, 2006) yang terbagi dalam 3 kawasan, yaitu: Kawasan Rawan Bencana III, Kawasan Rawan Bencana II, dan Kawasan Rawan Bencana I.

• Kawasan Rawan Bencana III

Daerah yang terancam oleh material lontaran, sebagian

besar pemukiman yang terletak di lereng dan kaki utara, baratlaut dan selatan. Pada KRB ini tidak diperkenankan untuk hunian tetap ataupun dibudidayakan untuk tujuan komersial secara permanen.

• Kawasan Rawan Bencana II

Adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lontaran atau guguran batu (pijar), hujan

No KABUPATEN KECAMATAN KELURAHANDESA/ JUMLAH JUMLAH KK

1 Pemalang Pulosari Clekatakan 6.693 1.775

2 Pemalang Pulosari Batursari 3.314 920

3 Pemalang Pulosari Penakir 5.819 1.64

4 Pemalang Pulosari Gunungsari 4.24 1.304

5 Pemalang Pulosari Jurangmangu 1.352 420

6 Pemalang Pulosari Gambuhan 8.731 2.447

7 Pemalang Pulosari Karangsari 5.302 2.416

8 Pemalang Pulosari Siremeng 5.258 1.83

9 Tegal Bumijawa Sigedong 7.285 1.818

10 Tegal Bumijawa Guci 5.279 1.392

11 Tegal Bumijawa Batumirah 4.503 1.21

12 Tegal Bojong Rembul 8.85 2.339

13 Tegal Bojong Dukuhtengah 3.121 935

abu lebat dan lahar.

• Kawasan Rawan Bencana I

Adalah kawasan yang letaknya berpotensi terlanda lahar dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini terletak di sepanjang sungai/di dekat lembah sungai atau di bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak. Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu pebat dan lontaran batu (pijar).

Daerah G. Slamet mulai dari puncak hingga kakinya dibagi ke dalam 5 wilayah kabupaten. Sektor barat - baratlaut termasuk wilayah Kabupaten Brebes, sektor

utara termasuk wilayah Kabupaten Tegal, sektor timurlaut - tenggara termasuk wilayah Kabupaten Purbalingga dan sektor selatan - baratdaya termasuk wilayah Kabupaten Banyumas.

Pendataan penduduk (2019-2020) dititikberatkan pada pengumpulan data kependudukan yang termasuk ke dalam daerah KRB I dan KRB II dengan radius 4 - 8 km dari puncak. Wilayah tersebut sewaktu-waktu penduduknya akan terkena dampak akibat letusan. Data kependudukan di daerah G. Slamet dan sekitarnya yang termasuk kedalam daerah KRB I dan KRB II tersebut dapat dilihat dalam tabel.

Slamet 135

No KABUPATEN KECAMATAN KELURAHANDESA/ JUMLAH JUMLAH KK

14 Tegal Bojong Kedawung 3.312 924

15 Tegal Bojong Suniarsih 2.508 617

16 Brebes Paguyangan Pandansari 10.212 3.399

17 Brebes Sirampog Igirklanceng 2.78 931

18 Brebes Sirampog Dawuhan 7.635 2.462

19 Brebes Sirampog Batusari 3.111 1.01

20 Banyumas Karanglewas Sunyalangu 4.911 1.317

21 Banyumas Kedungbanteng Windujaya 2.556 723

22 Banyumas Kedungbanteng Melung 2.241 522

23 Banyumas Baturraden Kutasari 5.623 1.747

24 Banyumas Baturraden Pandak 2.708 780

25 Banyumas Baturraden Pamijen 2.792 695

26 Banyumas Baturraden Kemutug Lor 4.933 1.503

27 Banyumas Baturraden Karangmangu 2.857 842

28 Banyumas Sumbang Sikapat 4.084 1.208

29 Banyumas Sumbang Limpakuwus 4.915 1.578

30 Purbalingga Kutasari Karangaren 1.568 538

31 Purbalingga Kutasari Cendana 5.083 1.647

32 Purbalingga Mrebet Serayu Karanganyar 2.962 921

33 Purbalingga Mrebet Serayu Larangan 4.09 1.228

34 Purbalingga Mrebet Sangkanayu 6.014 1.976

35 Purbalingga Karangreja Serang 8.469 2.446

36 Purbalingga Karangreja Kutabawa 6.172 1.666

Sistem Pemantauan Gunung Api

Salah satu strategi mitigasi bencana letusan G. Slamet adalah dengan melakukan pemantauan aktivitas G. Slamet secara intensif dan kontinyu 24 jam. Dibangun juga Pos Pengamatan G. Slamet yang terletak di Desa Gambuhan, Kab. Pemalang yang berdiri sejak tahun 1986 yang digunakan untuk memantau operasional peralatan dan data pemantauan yang terekam di Pos PGA. Di Pos PGA Slamet ada 3 orang Pengamat Gunungapi yang juga bertugas di antaranya membuat laporan aktivitas G. Slamet setiap harinya.

Dengan menerapkan berbagai macam metode pemantauan gunungapi, seperti visual, seismik dan deformasi, hingga saat ini jaringan pemantauan G. Slamet dilengkapi dengan 5 stasiun seismik, 3 stasiun Tiltmeter yang dipasang baik di puncak maupun lereng dan sekitar G. Slamet, serta 2 CCTV untuk membantu pemantauan visual.

Dieng 137

Dieng21