• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Mitigasi Bencana

mungkin dilanda terutama yang berada di arah bukaan dengan konsentrasi pemukiman relatif besar.

Sistem Pemantauan

Pemantauan kegiatan G. Papandayan dilakukan dengan metode pengamatan visual dan seismik dari Pos Pengamatan Gunungapi Papandayan yang terletak di kampung Pusparendeng, Desa Pakuwon, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut.

Pemantauan visual gunungapi yang tampak secara kasat mata di permukaan berupa: hembusan asap, bualan lumpur, perubahan kegiatan solfatara dan fumarola serta suhu kawah aktif dilakukan secara berkala oleh petugas pengamat. Pengamatan seismik dilakukan untuk memantau kegiatan gempa-gempa vulkanik dan tektonik dengan menggunakan alat seismograf. Saat ini pengamatan kegempaan G. Papandayan menggunakan satu seismometer, yaitu station Maung.

Lokasi Sta. Seismometer Manung (MANG)

Papandayan 107 Peta KRB G. Papandayan.

Galunggung 109

Galunggung17

Gunungapi Galunggung adalah gunungapi aktif tipe A yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya (sebagian besar) dan sebagian kecil wilayahnya termasuk ke dalam Kabupaten Garut, Jawa Barat. Koordinat geografi daerah kawahnya terletak pada 7°15’ LS dan 108°03’ BT’.

Gunung Galunggung menempati daerah seluas 275 km2

dengan diameter 27 km (barat laut-tenggara) dan 13 km (timur laut-barat daya). Di bagian barat berbatasan dengan G. Karasak, di bagian utara dengan G. Talagabodas, di bagian timur dengan G. Sawal dan di bagian selatan berbatasan dengan batuan Tersier Pegunungan Selatan.

Informasi Umum

Gunung Galunggung tumbuh di dalam depresi yang berbentuk sepatu kuda akibat dari longsoran sebagian besar tubuh gunungapi ke arah tenggara. Proses tersebut dinamakan volcanic debris avalanche dan menghasilkan morfologi yang dinamakan perbukitan sepuluh ribu di sebelah tenggara G. Galunggung.

Gunung Galunggung mempunyai danau kawah di bagian puncaknya sehingga apabila terjadi erupsi gunung ini berpotensi mengeluarkan lahar letusan. Mitigasi fisik telah dilakukan dengan membuat terowongan untuk mengurangi volume danau kawah. Terowongan tersebut terhubung dengan Sungai Cikunir.

Galunggung 111

Sejarah dan Karakteristik Letusan

Letusan yang terjadi dalam catatan sejarah letusan terjadi sebanyak 4 kali, yaitu pada 1822, 1894, 1918 dan 1982 – 1983 dengan durasi letusan selama beberapa jam hingga beberapa bulan. Letusan 1822, terjadi dalam satu hari, pada tanggal 8 Oktober 1822, antara pukul 13.00 hingga pukul 17.00 WIB, yang mengakibatkan 4011 orang meninggal dunia. Letusan 1894, berlangsung selama 13 hari, yaitu pada tanggal 7-19 Oktober 1894. Letusan 1918, terjadi dalam 4 hari, yaitu pada tanggal 16 - 19 Juli 1918, kubah lava G. Jadi terbentuk. Letusan terakhir tahun 1982 - 1983, terjadi dalam 9 bulan, pada tanggal 5 April 1982 - 8 Januari 1983. Pada letusan tahun 1982, material abu hasil letusan Gunung Galunggung tercatat dua kali mencapai Kota Bandung yang berjarak sekitar 100 km dari gunungapinya.

Karakter kegiatan G. Galunggung berupa erupsi epusif berupa aliran lava sampai letusan eksplosif dengan sekala menengah sampai besar yang bisa berlangsung singkat sampai lama dengan tipe Strombolian hingga Pellean dengan Indeks VEI antara 1 sampai 5. Tanda-tanda peringatan kegiatan (precursor) hanya berlangsung antara

beberapa bulan hingga minggu menjelang letusan. Magnitude letusan besar di G. Galunggung mempunyai kisaran VEI 4 sampai 5. Erupsi tahun 1982 adalah erupsi eksplosif dengan VEI 4 yang diakhiri dengan erupsi efusif berupa aliran lava yang keluar dari kerucut sinder.

Strategi Mitigasi Bencana

Strategi mitigasi bencana letusan gunungapi dengan target utama memberikan peringatan dini yang sudah dilakukan di G. Galunggung dimulai dengan melakukan riset dasar yang diperlukan dalam memahami karakter letusan Gunung Galunggung, yaitu dengan melakukan pemetaan geologi dan riset kebumian lainnya. Data-data tersebut sangat diperlukan dalam pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung yang terakhir direvisi pada tahun 2015.

Selain itu dalam upaya peningkatan kapasitas masyarakat dilaksanakan sosialisasi mengenai bahaya-bahaya letusan Gunung Galunggung, sosialisasi mengenai Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung dan publikasi-publikasi mengenai G. Galunggung yang bersifat populer. Monitoring Gunungapi baik visual maupun instrumental merupakan hal yang sangat penting dalam strategi Mitigasi Gunungapi. Di Gunung Galunggung telah terpasang 4 stasiun sesimik di Pasirmalang, Pasirbentang, Malaganti

Vocanic Explosivity Index Gunung Galunggung sepanjang sejarah erupsinya.

dan Parentas. Selain itu dilengkapi pula dengan 1 stasiun repeater di Parentas, 2 stasiun tiltmeter di Pasirbentang dan Malaganti, 1 stasiun CCTV di bibir kawah bagian timur,

dan peralatan CTD (conductivity, temperature, depth) di danau kawah. Peta Lokasi Jaringan pemantauan di G. Galunggung dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Galunggung 113

Peta Kawasan Rawan Bencana dan Potensi Ancaman Jiwa

Pada dasarnya kawasan rawan bencana gunungapi dibagi menjadi kawasan rawan bencana terhadap aliran massa dan kawasan rawan bencana terhadap material lontaran. Berdasarkan Peta KRB Gunung Api, kawasan rawan bencana gunung api Gunung Galunggung di bagi menjadi KRB III, KRB II, dan KRB I.

Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang berpotensi tinggi terlanda lahar letusan, aliran lahar (hujan), awan panas, gas racun, lontaran batu dengan ukuran maksimum lebih besar dari 64 mm, dan hujan abu lebat. KRB III terhadap aliran massa digambarkan dengan kawasan berwarna merah tua, dan KRB III terhadap bahaya lontaran digambarkan dengan daerah yang diarsir dengan warna merah dalam lingkaran berdiameter 3 km dari sumber erupsi.

Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi sedang terlanda lahar letusan, awan panas, aliran lava, aliran lahar (hujan), lontaran batu dengan ukuran maksimum 64 mm, dan hujan abu lebat. KRB II terhadap aliran massa digambarkan dengan kawasan berwarna merah muda, dan KRB II terhadap bahaya lontaran digambarkan dengan kawasan yang diarsir dengan warna merah muda diantara lingkaran dengan radius 3 km dan radius 5 km.

Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda aliran lahar, lontaran batu dengan ukuran maksimum 10 mm, dan hujan abu lebat. KRB I terhadap aliran massa digambarkan dengan kawasan berwarna kuning, dan KRB I terhadap bahaya lontaran digambarkan dengan kawasan yang diarsir dengan warna kuning diantara lingkaran dengan radius 5 km dan radius 7 km.

Ada empat desa dari dua kecamatan yang sebagian kecil permukimannya berada didalam KRB III terhadap aliran massa namun tidak satupun berada dalam KRB III lontaran batu. Namun demikian banyak desa-desa dengan permukimannya berada dalam KRB II dan KRB I baik terhadap aliran massa maupun lontaran batu. Pada tabel di halaman berikutnya terdapat daftar desa yang mempunyai permukiman berada dalam kawasan rawan bencana.

Untuk letusan yang sifatnya kecil maka kawasan yang paling berpotensi terlanda produk letusan adalah Kawasan Rawan Bencana III terhadap aliran massa dan kawasan dengan radius 3 km dari pusat letusan (kecuali hujan abu bisa turun dimana-mana), oleh karena itu saat terjadi letusan, meskipun letusan kecil kawasan tersebut tidak boleh ada aktivitas manusia. Perlu dilakukan evakuasi sebagian kecil penduduk dari Desa Sukaratu, Sinagar, dan Linggajati dari Kecamatan Sukaratu dan Desa Santana Mekar dari Kecamatan Cisayong karena sebagian kecil permukimannya berada dalam KRB III aliran massa.

Apabila letusan makin membesar dan mengarah ke skenario letusan terburuk, maka produk letusan yang berupa aliran massa seperti awan panas, lahar letusan, aliran lava dan aliran lahar (hujan) berpotensi melanda KRB II bahkan ke KRB I. Karena itu penduduk yang berdiam di permukiman yang masuk dalam KRB harus dievakuasi dengan memprioritaskan penduduk yang berdiam di permukiman-permukiman yang berada dalam KRB aliran massa.

Dalam skenario terburuk tidak semua penduduk dalam tabel tersebut harus dievakuasi. Hal ini dikarenakan karena tidak semua dusun/kampung dalam satu desa berada

No Kecamatan Desa Aliran KRB III KRB II KRB I PendudukJumlah Massa Lontaran Batu MassaAliran Lontaran Batu MassaAliran Lontaran Batu

1 Cisayong Santana Mekar √1 x √3 √2 √1 √2 3875

2 Sukaratu Sukaratu √1 x √3 √2 √1 √2 6755 3 Sukaratu Sinagar √1 x √3 √2 √1 √2 6069 4 Sukaratu Linggajati √1 √1 √3 √2 √1 √2 4716 5 Sukaratu Indrajaya x x √1 x √1 √4 4937 6 Sukaratu Sukagalih x x x x √2 x 4573 7 Sukaratu Sukamahi x x x x √1 x 4781 8 Sukaratu Gunungsari x x x x √2 x 9518 9 Sukaratu Tawangbanteng x x x x √4 x 6088 10 Padakembang Mekarjaya x x √2 √1 √2 √3 7734 11 Padakembang Rancapaku x x x x √2 x 9726 12 Padakembang Cisaruni x x x x √2 √1 5982 13 Padakembang Padakembang x x √2 √2 √1 √2 7063 14 Leuwisari Mandalagiri x x x √1 x √3 7063 15 Leuwisari Cigadog x x x √1 x √3 4101 16 Leuwisari Linggamulya x x x x x √2 4429 17 Leuwisari Linggawangi x x x x x √4 4474 18 Sariwangi Sukamulih x x x x x √3 3953 19 Sariwangi Sukaharja x x x x x √3 5443 20 Bungursari Sukalaksana x x x x √1 x 7669 21 Singaparna Cikunir x x x x √1 x 8880 Catatan:

x Tidak ada permukiman dalam KRB

√1 Desa dengan jumlah permukiman sebagian kecil dalam KRB √2 Desa dengan jumlah permukiman separuhnya dalam KRB √3 Desa dengan jumlah permukiman sebagian besar dalam KRB √4 Desa dengan jumlah permukiman seluruhnya dalam KRB

Galunggung 115 dalam KRB. Namun demikian desa-desa Sukaratu, Sinagar,

Linggajati yang termasuk ke dalam Kecamatan Sukaratu dan Desa Mekarjaya serta Padakembang yang termasuk Kecamatan Padakembang penduduknya harus dievakuasi, karena seluruh permukimannya berada didalam KRB II dan I, baik terhadap ancaman aliran massa maupun lontaran batu.

Sementara itu desa-desa lain dalam daftar harus dilakukan pemetaan secara detail premukiman-permukiman mana saja yang harus dievakuasi, oleh sebab itu data spasial sampai setingkat kampung/dusun harus terus-menerus diperbaharui.

Guntur 117

Guntur18