• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produk Perikanan Prima

6.2.3 Dekomposisi faktor-faktor yang mempengaruhi produk perikanan prima

6.2.3.2 Orientasi kewirausahaan

Penelitian ini nampaknya mendukung penelitian sebelumnya karena seluruh peubah terukur pada faktor orientasi kewirausahaan berbeda nyata pada taraf 1%. Peubah tersebut berdasarkan urutan pengaruhnya adalah : (1) tindakan kompetitif, (2) jenis-jenis produk baru, (3) teknik-teknik baru dalam pengolahan ikan, (4) keberanian menghadapi lingkungan bisnis, (5) kepemimpinan dalam riset dan pengembangan, (6) perubahan produk, (7) sikap kompetitif dalam menghadapi persaingan, dan (8) kecenderungan mengambil resiko.

Pada saat ini tindakan kompetitif dalam menghadapi pesaing sangat diperlukan karena persaingan dalam bisnis pengolahan ikan, terutama dalam pengadaan bahan baku, sangat ketat. Persaingan tersebut terjadi karena unit

pengolahan ikan beku di Pulau Jawa dapat dikatakan sudah jenuh mengingat jumlahnya banyak (189 unit), disisi lain pasokan bahan baku semakin terbatas. Oleh karena itu, perusahaan pengolahan ikan harus menerapkan strategi tertentu baik dalam memperoleh maupun memanfaatkan sumberdaya dalam proses bisnis (Penrose, 1959, 1995 dalam Rachmadi, 2005). Strategi yang umum dilakukan dalam bisnis perikanan adalah peningkatan daya beli terhadap bahan baku melalui efisiensi, peningkatan margin dan mengembangkan kemitraan dengan nelayan, pembudidaya ikan dan atau pemasok (supllier).

Dalam penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar perusahaan pengolahan ikan belum melakukan tindakan-tindakan kompetitif sebagaimana disebutkan di atas. Akibatnya sumberdaya yang diperoleh atau dimanfaatkan sangat terbatas, sehingga perusahaan tidak dapat beroperasi secara optimal. Kondisi ini jika berlangsung terus maka perusahaan tidak akan mampu bertahan atau dengan kata lain akan mengalami kemunduran, bahkan berhenti beroperasi.

Jenis-jenis produk baru adalah hasil dari suatu inovasi yang dilakukan oleh perusahaan pengolahan ikan. Kebutuhan dan preferensi konsumen atas produk perikanan yang berkembang secara dinamis, menuntut perusahaan untuk melakukan pengembangan produk (product development). Dengan demikian, kemampuan bersaing suatu perusahaan pengolahan ikan salah satunya ditentukan oleh kemampuannya dalam menciptakan produk-produk baru guna menarik dan mempertahankan konsumen (pelanggan).

Schumpeter (1942) dalam Rachmadi (2005) berpendapat bahwa aktivitas dari inovasi dapat meningkatkan nilai perusahaan dan mendorong pertumbuhan perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, perusahaan pengolahan ikan akan bertahan dan mengalami pertumbuhan apabila melakukan berbagai bentuk inovasi, termasuk diversifikasi produk Namun sayangnya, dalam penelitian ini terungkap bahwa tidak semua perusahaan melakukan langkah tersebut, terlihat dari produk- produk yang dihasilkan, yakni hanya berupa produk konvensional yang masih merupakan bahan baku bagi proses pengolahan selanjutnya.

Teknik-teknik baru (new techniques) yang dikembangkan oleh perusahaan pengolahan ikan merupakan salah satu sikap proaktif dalam mengantisipasi kebutuhan, keinginan konsumen dan permasalahan yang dihadapi konsumen serta antisipasi terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pesaing. Melalui aktivitas ini dapat dihasilkan produk yang memenuhi tuntutan konsumen dan mempunyai daya saing yang tinggi. Disamping itu, perusahaan akan menjadi pionir dalam pengembangan teknologi pengolahan maupun penerapan manajemen mutu.

Perusahaan yang mengembangkan teknik-teknik baru pada umumnya adalah perusahaan yang melakukan pengolahan udang dan tuna. Hal ini terlihat dari diversifikasi olahan udang yang telah mencapai 16 jenis produk dan tuna sebanyak lima jenis produk. Sementara itu, perusahaan yang mengolah komoditas lain secara umum hanya mengolah sesuai permintaan pembeli.

Dalam penelitian ini terungkap bahwa sebagaian besar perusahaan pengolahan ikan cukup berani dalam menghadapi lingkungan bisnis yang sangat kompetitif. Keberanian dimaksud adalah salah satu sikap dari risk taking, karena perusahaan akan masuk dalam situasi yang penuh ketidakpastian. Dinamika lingkungan industri yang berkembang secara cepat menuntut perusahaan untuk mengalokasikan sejumlah sumberdaya, sementara itu hasil yang diperoleh belum tentu sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, analisis terhadap lingkungan eksternal (industri) khususnya pesaing, pelanggan dan produk substitusi harus dilakukan secara cermat dan menjadi rujukan utama dalam perancangan bisnis. Melalui analisis tersebut diharapkan setiap keputusan yang diambil benar-benar akan meningkatkan nilai perusahaan.

Kepemimpinan dalam riset dan pengembangan (R & D leadership) yang dilakukan oleh perusahaan pengolahan ikan, terutama yang mengolah udang, sudah cukup baik. Hal ini akan menjadikan perusahaan tersebut lebih unggul dibanding perusahaan lain, karena melalui riset dan pengembangan, perusahaan dapat melakukan technological innovativeness dan product market innovativeness sehingga mampu memanfaatkan kesempatan-kesempatan baru yang muncul di pasar. Perusahaan tidak akan dapat bertahan apabila menerapkan strategi yang sama untuk

untuk jangka waktu yang lama, karena pemahaman continuity (produk maupun proses produksi dapat bertahan dalam jangka panjang) telah diganti dengan discontinuity (produk maupun proses produksi berubah dengan cepat) sehubungan dengan terjadinya pergeseran-pergeseran di pasar sebagai akibat munculnya teknologi baru (Foster & Kaplan, 2001).

Perubahan produk (product changes) adalah hasil dari riset dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan. Perubahan tersebut diperlukan sebagai respon atas fenomena discontinuity, sebagai implikasi dinamika preferensi konsumen yang berkembang secara cepat. Dalam konteks pengolahan ikan, perubahan produk harus mengarah kepada value added products, karena dapat meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Namun sayangnya, perusahaan pengolahan ikan yang menjadi sampel penelitian pada umumnya melakukan perubahan produk setelah ada permintaan pasar, sehingga akses pasarnya terbatas karena telah ada rintangan (barrier).

Hal lain yang terungkap dalam penelitian ini adalah bahwa sebagian besar perusahaan pengolahan ikan tidak mempunyai sikap kompetitif (competitive posture). Padahal sikap tersebut harus melekat pada suatu perusahaan guna menghadapi persaingan yang semakin ketat. Dalam konteks orientasi kewirausahaan, sikap kompetitif harus diartikulasikan dalam strategi binis yang akan dijalankan. Huseini (2004) mengemukakan bahwa perusahaan yang menganut pendekatan pasar (market based), strategi bersaingnya adalah bagaimana memproteksi pasar dengan cara membuat rintangan agar pesaing sulit memasuki pasar (barrier to entry). Sementara itu, perusahaan yang menganut aliran resources based meletakkan strategi bersaingnya dengan cara menciptakan inovasi melalui sumberdaya yang dimiliki untuk ditingkatkan kemampuan bersaingnya melalui pemilihan kompetensi inti (core competency) sehingga menjadi penghambat bagi pesaingnya untuk meniru (barrier to imitation). Dengan demikian, kompetensi inti merupakan kunci sukses bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan (Maria et al, 2007).

Kecenderungan mengambil resiko sebagai salah satu sikap risk taking tetap diperlukan dalam bisnis pengolahan ikan, meskipun mempunyai pengaruh yang

paling kecil terhadap faktor orientasi kewirausahaan. Kecenderungan ini kurang nampak dalam perusahaan pengolahan ikan, padahal kegiatan produksi yang menghasilkan produk berisiko tinggi, seringkali berpeluang untuk mendapat keuntungan yang besar. Sebagai contoh, pengolahan produk yang siap dimakan sangat rentan terhadap kontaminasi lingkungan sehingga beresiko ditolak oleh konsumen, namun nilai tambah dari produk-produk seperti itu pada umumnya tinggi.

Kondisi di atas dimungkinkan karena sebagian besar pengambil keputusan dalam perusahaan pengolahan ikan bukan pemilik saham perusahaan, sehingga kurang berani mengambil resiko. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hung & Mondejar (2005) menunjukkan bahwa preferensi dalam pengambilan resiko (risk taking) ditentukan oleh status para pengambil keputusan dalam perusahaan. Jika pengambil keputusan adalah seseorang yang memiliki saham dalam perusahaan, maka cenderung lebih berani mengambil resiko.