• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2 Produk Perikanan Prima

2.2.3 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produk perikanan prima

2.2.3.2 Produk perikanan bernilai tambah

Berdasarkan teori daya saing modern, suatu negara yang menciptakan nilai melalui produktivitas tenaga kerja, diferensiasi produk dan penambahan nilai-nilai lokal akan dapat menciptakan kesejahteraan dan lebih sukses dalam berkompetisi (Zugarramurdi, 2003). Sementara itu, Anderson & Hall (2006) mengatakan bahwa penciptaan nilai produk mampu meningkatkan pendapatan pada sektor agribisnis. Suatu kenyataan menunjukkan bahwa penciptaan nilai tambah pada komoditas agribisnis akan menghasilkan nilai penjualan yang jauh lebih besar dibandingkan nilai jual komoditas yang langsung dari kebun/lahan lainnya.

Lebih lanjut menurut Anderson & Hall (2006), nilai tambah (value added) berarti penambahan nilai terhadap bahan baku dengan mengantarkannya, setidak- tidaknya, kepada tahap produksi selanjutnya. Adapun penambahan nilai (value adding) ditafsirkan secara sempit sebagai pengolahan lanjutan dari komoditas primer (Zugarramurdi, 2003). Penambahan nilai dapat dilakukan pada setiap rantai nilai (value chain), mulai dari penangkapan/pemanenan sampai ke konsumen (Gambar 4).

Penangkapan/ Pemanenen

Pengolahan

Primer Grosir Eceran

Pengolahan Sekunder

Pengolahan Penangkapan/Pemanenen

Konsumen

Gambar 4 Rantai nilai produk perikanan (Guomundsson, 2003).

Anderson & Hall (2006) mengemukakan bahwa nilai (value) biasanya diciptakan melalui focusing terhadap manfaat yang berhubungan dengan jasa dari suatu produk, yang muncul dari :

Mutu, apakah produk dapat memenuhi harapan konsumen ?

Fungsi, apakah produk menyediakan fungsi sesuai yang kebutuhan akan produk tersebut ?

Bentuk, apakah produk dalam suatu bentuk yang berguna ?

Tempat, apakah produk berada dalam tempat yang baik ?

Waktu, apakah produk berada dalam waktu yang tepat ?

Mudah didapat, apakah produk mudah didapat oleh konsumen ?

Setiap produk harus mempunyai satu atau lebih kriteria di atas untuk menghasilkan nilai tambah. Sementara itu, menurut Dzung (2003), penambahan nilai untuk produk perikanan yang dapat dilakukan oleh negara-negara berkembang adalah:

1) Penambahan nilai pada pembudidayaan, dilakukan melalui : penerapan budidaya yang bertanggung jawab (responsible aquaculture) dalam rangka environmental value addition, penerapan organic farming dalam rangka ecological value addition, pengentasan kemiskinan dalam rangka social value addition, pengembangan species baru, dan penurunan biaya produksi;

2) Penambahan nilai pada rantai pasca panen, dilakukan melalui : perbaikan teknologi penangkapan/pemanenan dan pasca panen, penurunan losses dengan mempertahankan rantai dingin, penurunan kompetisi internal melalui pengorganisasian yang lebih baik pada pemasaran bahan baku, dan penguatan peran pedagang perantara terhadap tanggung jawab publik;

3) Penambahan nilai pada pengolahan dan pengemasan, dilakukan melalui : menjaga ikan tetap hidup atau segar dan menghindari double freezing, pengelolaan produksi yang lebih bersih dan lingkungan yang lebih baik, diversifikasi pengemasan dengan menggunakan teknologi maju, pemanfaatan yang lebih baik terhadap bahan baku untuk produk samping, dan modernisasi produk tradisional; 4) Penambahan nilai melalui penjualan kepada ceruk pasar (niche markets),

dilakukan melalui : ekspor ikan hidup atau segar, produk perikanan organik, pelabelan yang menarik, pengembangan pasar global untuk produk tradisional melalui pariwisata, dan pengembangan pasar untuk produk eksotik;

5) Penambahan nilai melalui integrasi vertikal, dilakukan melalui : pendekatan “from pond to table” untuk mutu, kebersihan dan keamanan, penerapan sistem penelusuran produk (traceability), penurunan resiko bagi nelayan/pembudidaya

dan pengolah, penurunan biaya produksi, dan penurunan kompetisi internal dalam pasar bahan baku;

6) Penambahan nilai melalui integrasi secara regional dan internasional, dilakukan melalui kerjasama antar negara produsen.

Pada industri pengolahan ikan, penambahan nilai akan semakin tinggi apabila mengarah kepada produk-produk yang siap saji atau siap makan (ready to serve/ready to eat products). Studi yang dilakukan oleh INFOPESCA Project di Argentina menunjukkan bahwa nilai tambah yang diperoleh dari produk primer seperti shrimp blocks dan salted anchovy, lebih rendah dibanding produk-produk siap saji seperti tempura squid rings, breaded shrimp dan lain-lain (Tabel 1). Hal ini karena didorong perubahan pola hidup masyarakat modern yang cenderung sibuk, sehingga bersedia membayar lebih mahal bagi produk-produk yang lebih siap untuk dikonsumsi. Fenomena ini telah mendorong negara-negara produsen produk perikanan untuk lebih intensif mengembangkan value added products (VAP).

Tabel 1 Nilai tambah beberapa produk perikanan di Argentina

No. Produk Nilai Tambah (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Tempura squid rings Squid tube blocks Hake loins with sauce Hake portions with sauce IQF hake fillets

Interleaved hake fillets Breaded shrimp Shrimp blocks American tuna salad Mediterranean tuna salad Pate Tuna in oil Marinated anchovy Salted anchovy Anchovy paste 48,88 42,42 47,53 48,93 36,49 31,80 43,52 18,82 33,36 35,75 32,61 23,72 49,80 26,13 34,57 Sumber : Zugarramurdi (2003)

Dengan menggunakan contoh produk hake loins with sauce, penghitungan nilai tambah dilakukan melalui dua tahap, yaitu mengevaluasi biaya produksi (Tabel

2) dan selanjutnya menghitung nilai tambah yang diperoleh berdasarkan persentase dari penjualan (Tabel 3).

Tabel 2 Biaya produksi pengolahan hake loins with sauce

No. Item US $ /Kg 1 Raw material 0,854 2 Total ingredients 0,105 3 Packaging 0,449 4 Total labor 0,311 5 Supervision 0,031 6 Laboratory 0,012 7 Electric energy 0,022 8 Water 0,010 9 Fuel oil 0,00002 10 Total utilities 0,032 11 Maintenance 0,020

Total variable costs 1,814

12 Depreciation 0,049

13 Property taxes and insurance 0,010

14 Investment cost 0,059

15 Administration and management costs 0,125 16 Sale and distribution costs 0,145

Fixed costs 0,329

Production costs, without financing costs 2,143 Sumber : Zugarramurdi (2003)

Tabel 3 Nilai tambah pengolahan hake loins with sauce

No. Item Cost

(US $/Kg) % Selling Price 1 Total labor 0,31 10,74 2 Supervision 0,03 1,07 3 Laboratory 0,01 0,43

4 Administration and management costs 0,12 4,29

5 Depreciation 0,05 1,70

6 Property taxes and insurance 0,01 0,34

7 Maintenance 0,01 0,34

8 Sale and distribution costs 0,07 2,50

Net profits 0,76 26,11

Value added, % of selling price 47,53

Selling price 2,90

Menurut Zugarramurdi (2003), jika suatu negara berkembang ingin mengembangkan value added products, maka harus memperluas akses pasar ke negara-negara importir utama. Hal itu tidak hanya ke negara-negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa, tetapi juga ke negara-negara berkembang. Disamping itu, terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi, antara lain : produktivitas; pengembangan pasar domestik; inovasi teknologi; investasi untuk pelatihan teknis; pembiayaan; skala ekonomi; kebutuhan untuk mengembangkan cluster dan rantai nilai; peningkatan modal kerja; tarif yang tinggi; dukungan pemerintah; implementasi HACCP, traceability dan kesepakatan WTO-SPS; serta karakteristik khusus sektor perikanan.

Pada level perusahaan, kunci sukses pengembangan value added products menurut Anderson & Hall (2006) terletak pada strategi bisnis yang ditempuh, yaitu menyangkut rencana mengenai :

• Operasi - alur bisnis, pengendalian mutu dan biaya;

• Personil - kebutuhan, ketrampilan dan pelatihan;

• Penjualan - termasuk tujuan yang menantang tetapi realistik;

• Manajemen - evaluasi kekuatan, kelemahan dan sumberdaya; dan

• Investasi dan finansial - perencanan arus kas.

Uraian di atas mengambarkan bahwa nilai tambah produk hanya akan dicapai oleh perusahaan yang mempunyai karakter kewirausahaan yang memadai, personil yang berkompeten dan didukung oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang pro bisnis.