• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Landasan Teori

1.5.6 Pelaksanaan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Usaha kesehatan dan keselamatan kerja memerlukan partisipasi dan kerja sama dari semua pihak terkait, yaitu pemerintah, pengusaha, dan tenaga kerja. Bentuk partisipasi yang memenuhi dasar pemikiran tersebut di atas adalah partisipasi langsung dalam wadah panitia pembinaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di perusahaan-perusahaan dan di tempat-tempat kerja lainnya.

Sedangkan untuk mengurangi kecelakaan yang diakibatkan oleh kecenderungan karyawan untuk berprilaku dan bersikap yang tidak di inginkan diatas, dapat dikurangi dengan cara:

(1) seleksi dan alat yang lain,

(2) penyebaran poster dan propaganda, (3) pelatihan keselamatan,

(4) program insentif dan program penguatan positif, (5) komitmen manajer puncak,

(6) penetuan kebiaksanaan dan keselamatan,

(7) penetapan tujuan keselamatan dan mengendalikannya,

(8) melakukan pengawasan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja,

(9) memonitor pekerjaan-pekerjaan yang sangat berat dan dapat menimbulkan stress.

Sementara itu Flippo yang di kutip Mutiara S Panggabean (2004) berpendapat bahwa program Kesehatan dan keselamatan Kerja karyawan dapat dicapai, jika unsur-unsur yang mendukung, yaitu :

(1) Dukungan dari manajer puncak

Manajer puncak harus memberikan dukungan aktif pada program keselamatan agar program itu dapat tetap hidup dan menjadi efektif.

(2) Pengangkatan Seorang Direktur Keselamatan

Agar program dapat dilaksanakan dengan baik, perlu diangkat seorang pimpinan yang bertanggung jawab untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikannya.

(3) Perekayasaan Suatu Pabrik dan Operasi Yang Aman

Rekayasa yang sehat dan berorientasi kemasa depan tentulah harus menjadi syarat pokok dari setiap usaha keselamatan.

(4) Pendidikan Semua Karyawan Untuk Bertindak Secara Aman

Banyak cara yang dapat di tempuh untuk melakukan pendidikan ini, diamntaranya adalah sebagai berikut :

a. Pendidikan bagi karyawan baru

b. Penekanan titik-titik keselamatan selama pelatihan, khususnya dalam pelatihan di tempat kerja.

c. Usaha-usaha khusus yang dilakukan oleh penyelia tingkat pertama.

d. Pembentukan komite keselamatan kerja.

e. Pengadaan rapat-rapat khusus tentang keselamatan karyawan.

f. Penggunaan masalah perusahaan.

g. Bagan-bagan, poster, dan peragaan yang menekankan kebutuhan untuk bertindak dengan aman.

(5) Pengadaan dan Penyimpanan Catatan

Pimpinan mengadakan dan menyimpan catatan-catatan yang diteliti sehubungan denganjumlah kecelakaan, penyakit yang harus dilaporkan meliputi kematian, kasus-kasus yang menyangkut hilangnya hari-hari kerja, dan kasus-kasus yang tidak menyangkut hilangnya hari-hari kerja tetapi memerlukan tindakan yang melampaui pertolongan pertama yang langsung.

(6) Analisis Kecelakaan

Tingkat kecelakaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Sumber : Mondy and Noe, 1990 : 528 (7) Kontes Keselamatan

Kontes keselamatan dapat dianggap sebagai bentuk pendidikan karyawan, tetapi keduanya memiliki perbedaan besar dalam pendekatan sehingga memerlukan pembahasan yang terpisah.

Number of lost – time accidents x 1.000.000 Frequency rate = ---

Number of person – hours worked during the periode

(8) Pelaksanaan Peraturan-Peraturan

Pendekatan pokok terhadap suatu program keselamatan pada hakikatnya haruslah bersifat positif, tetapi naif untuk mengatakan bahwa tidak ada gunanya tindakan disipliner. Peringatan, denda, pemberhentian sementara hingga pemecatan dalam keadaan tertentu sangat tepat digunakan untuk mengefektifkan suatuprogram keselamatan.

Tecapainya tujuan Program K3 dari perusahaan untuk karyawan perlu diperhatikan dengan mengetahui ukuran-ukurannya. A.M Sugeng Budiono (2005) beberapa hal yang perlu diperhatikandemi tercapainya efektivitas program K3, diantaranya :

1. Adanya komitmen dan kebijakan tertulis, 2. Diterapkannya tujuan atau goal,

3. Perlunya perencanaan,

4. Penerapan yang didukung oleh kegiatan nyata, 5. Perlu dilakukannya audit.

Kedua teori inilah yang kemudian digunakan peneliti untuk melakukan evaluasi program kesehatan dan keselamatan kerja. Digunakannya teori ini karena unsur yang terkadung didalamnya sesuai dengan acuan peneliti, yaitu melakukan evaluasi dari sudut pandang manajerial bukan dari segi pelaksanaan. Setiap unsur yang ada di pilah dan dijadikan indikator pencapaian efektifitas dari program K3 yang akan di teliti. Sehingga akan nampak bagaimana efektifitas program yang telah dilaksanakan.

1.5.7 Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja yang selanjutnya disebut Sistem Manajemen K3 sesuai yang tertuang di dalam Permanker R.I No Per. 05/MEN/1996 tentang sistem manajemen K3 merupakan bagian dari sistem manajemen organisasi secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan K3dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja untuk menciptakan temapat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Di dalam pasal 87 (1): UU No. 13 Tahun 2003 tenteng ketenaga kerjaan dinyatakan bahwa ; setiap perusahaan Wajib menerapkan Sistem Manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Selanjutnya ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen K3 diatur di dalam Permenaker RI. No. Per. 05/MEN/1996 tentang sistem Manajemen K3.

Pada pasal 3 ( 1 dan 2 ) dinyatakan bahwa setiap perusahan yang mempekerjakan tenaga kerja sbanyak 100 (seratus) orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang di timbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja Wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.

1.5.8 Dasar Hukum

Menurut Permenakertrans No. Per.03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja pada pasal-pasal menyatakan “Tugas pokok pelayanan kesehatan kerja salah satu diantaranya yaitu pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus”. Dalam peraturan tersebut juga menyebutkan bahwa pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya dilakukan satu tahun sekali.

UU no.13/2003 Pasal 86

(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

a) Keselamatan & kesehatan kerja b) Moral & kesusilaan

c) Perlakuan yang sesuai dengan harkat & martabat manusia

d) untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) & ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

UU no.1/1970, Pasal 1

1. Agar pekerja & setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja selalu berada dalam keadaan sehat & selamat.

2. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai & digunakan secara aman &

efisien.

3. Agar proses produksi berjalan secara lancar tanpa hambatan.

Undang-undang No.1 tahun 1970, pasal 2 dan 4.

Syarat-syarat keselamatan kerja adalah sebagai berikut : 1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya.

5. Memberi pertolongan pada kecelakaan.

6. Memberi alat-alat perlindungan diri kepada pekerja.

7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran.

8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.

9. Memperoleh penerangan yang cukup dan susuai.

10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.

12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

13. Memperolah keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara kerja dan proses kerjanya.

14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.

15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang.

17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.

18. Menyesuaikan diri dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Pada pasal 14 juga disebutkan kewajiban pengurus K3 yang antara lain :

a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;

b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja.

UU no.3/1992

1. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,

demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja & pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

2. Jaminan kecelakaan kerja Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima jaminan kecelakaan kerja meliputi:

a) Biaya pengangkutan.

b) Biaya pemeriksaan pengobatan dan/atau perawatan.

c) Biaya rehabilitasi.

d) Santunan berupa uang meliputi :

i. Santunan sementara tidak mampu bekerja.

ii. Santunan cacat sebagian untuk selamanya.

iii. Santunan cacat total untuk selamanya baik fisik maupun mental.

iv. Santunan kematian.

1.6.KERANGKA PEMIKIRAN

Pada penelitian ini, peneliti lebih menitik beratkan kepada efektivitas pelaksanaan program yang telah dilaksanakan oleh PT Djarum unit SKT Megawon II. Program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang ada dan sedang atau telah berjalan akan di tinjau atau di bandingkan dengan program K3 yang telah tercantum pada UU Ketenagakerjaan. Namun tidak hanya pada UU, program K3 juga akan di bandingkan dengan konsep K3 secara teoritis yaitu menurut para ahli sesuai dengan pendidikan yang tengah di jalani peneliti.

Kerangka pemikiran yang telah diuraikan dapat dipetakan sebagai berikut :

Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran

1.7.DEFINISI KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

1.7.1. Definisi Konsep

1) Kesehatan Kerja

Menurut Suma’mur (2001) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/

masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif terhadap penyakit/

gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Definisi ini sesuai dengan harapan peneliti dan udang-undang, dimana pelayanan kesehatan bukanlah hanya berhubungan dengan tempat kerja dan pekerjanya saja. Tetapi juga berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat di sekitar tempat produksi.

Program K3 Perusahaan

Evaluasi

efektivitas Program K3 Secara Teoritis

Program K3 Dalam UU

Sehingga peneliti memilih untuk menggunakan definisi kesehatan kerja menurut Suma’mur tersebut.

2) Keselamatan Kerja

Menurut Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Peneliti juga menggunakan definisi keselamatan kerja yang dikemukakan oleh Suma’mur. Teori yang disampaikan berhubungan langsung dengan definisi kesehatan kerja sebelumnya. Sehingga dalam melakukan penelitian ini, peneliti melakukan evaluasi dengan memandang kesehatan dan keselamatan kerja ke dalam satu kesatuan.

Beberapa teori lain yang menyampaikan definisi keselamatan kerja diantaranya, Simanjuntak (1994) Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja. Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

3) Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Menurut Ridley (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam

pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Definisi yang dikemukakan oleh Ridley inilah yang digunakan oleh peneliti. Pemilihan definisi ini karena keterkaitan definisi kesehatan dan keselamatan kerja yang menjadi satu kesatuan serta memandang lingkungan dan tempat kerja adalah satu kesatuan. Hal itu sesuai seperti apa yang dimaksud oleh peneliti dalam memandang kesehatan dan keselamatan kerja.

Beberapa pendapat lain tentang definisi kesehatan dan keselamatan kerja antara lain, Mangkunegara (2002), Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Menurut Royse & David (2006) Tujuan utama evaluasi program dengan pendekatan kualitatif adalah mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu program di semua aspeknya.

Pendekatan ini menekankan pada mendapatkan pemahaman lebih luas dan cenderung membentuk perspektif yang tak berujung dari suatu fenomena atau kejadian tertentu. Tujuan utama digunakannya pendekatan ini adalah menemukan kekuatan dan kelemahan program dari berbagai sudut pandang.

Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

a) Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

b) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.

c) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

d) Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.

e) Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

f) Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.

g) Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

1.7.2. Definisi Operasional

Dalam pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja juga perlu adanya perhatian dari pihak perusahaan dengan memperhatikan ukuran-ukuran efektivitas program K3, karena jika tujuan Program K3 tercapai maka pelaksanaan program K3 dapat berjalan secara efektif.

Menurut undang-undang yang berlaku, yaitu undang-undang nomor 1 tahun 1970, indikator pencapaian program kesehatan dan keselamatan kerja adalah sebagai berikut :

Kesehatan kerja :

1) Adanya Pertolongan pada kecelakaan ataupun P3K

2) Tersedia poliklinik dan atau dokter di dekat tempat produksi,

3) Tempat produksi yang aman dari perubahan cuaca, suhu, dan munculnya resiko akibat gas, uap, hembusan angin, suara dan getaran 4) Pengecekan kesehatan secara berkala,

5) Tersedianya psikiater,

6) Penerangan yang cukup, baik dari cahaya matahari maupun sinar lampu,

7) Tersedia alat pengukur suhu dan kelembapan, 8) Ventilasi yang cukup untu sirkulasi udara, Keselamatan kerja :

1. Alat kerja yang digunakan telah aman (tidak berbahaya bagi tenaga kerja),

2. Adanya pendidikan dan atau pelatihan yang diberikan agar karyawan bekerja dan bertindak secara aman,

3. Kondisi tempat kerja sudah aman dan mampu meminimalisir kecelakaan kerja,

4. Tersedia alat pemadam kebakaran,

5. Adanya pendidikan dan pelatihan, seperti simulasi kebakaran dan cara penggunaan alat pemadam api,

6. Tempat produksi yang aman dari adanya kemungkinan peledakan, 7. Tersedia pintu darurat dan lokasi yang aman untuk menyelamatkan diri

ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,

8. Menyediakan alat pelindung diri untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja, kebakaran, dan penyakit akibat kerja,

9. Tersedianya pelayanan kebersihan, kesehatan dan keamanan,

10. Lingkungan kerja yang kondusif 11. Proses kerja yang aman

12. Akses dari rumah ke lokasi produksi telah aman dan lancar, 13. Akses masuk ke tempat produksi yang aman dan lancar, 14. Pengecekan dan perawatan bangunan secara rutin, 15. APD khusus yang di sediakan untuk karyawan gudang, 16. Akses masuk gudang yang mudah, aman dan lancar,

17. Penataan listrik yang baik untuk mengurangi resiko terkena aliran listrik, 18. Pendidikan dan pelatihan K3,

Merujuk kepada pendapat para ahli (Flippo dan A.M Sugeng Budiono), maka dapat disimpulkan bahwa indikator efektiitas dalam ranah menejerial adalah sebagai berikut :

1. Adanya dukungan yang diberikan oleh Top Menager dalam hal Kesehatan dan Keselamatan Kerja,

2. Adanya kebijakan tertulis dalam hal Kesehatan dan Keselamatan Kerja,

3. Adanya struktur organisasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 4. Kepengurusan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang berjalan

dengan baik,

5. Adanya tujuan yang jelas dari Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 6. Adanya pelatihan Khusus yang diberikan untuk pelaksana

Kesehatan dan Keselamatan Kerja,

7. Adanya pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang diberikan kepada karyawan,

8. Semua bentuk penataan dan lokasi tempat produksi yang aman, 9. Adanya dokumen-dokumen dan atau catatan-catatan tentang

Kesehatan dan Keselamatan Kerja,

10. Adanya kontes Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang diterapkan, 11. Adanya analisa penyebab kecelakaan kerja yang dilakukan oleh

pengurus di unit SKT Megawon II,

12. Adanya evaluasi tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dilakukan oleh pengurus.

13. Adanya audit Kesehatan dan Keselamatan Kerja,

14. Adanya upaya peningkatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

15.

1.8.METODE PENELITIAN

1.8.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini digunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif ditujukan untuk :

1. Mengumpulkan informasi secara aktual dan terperinci, 2. Mengidentifikasikan masalah,

3. Membuat perbandingan atau evaluasi,

4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk

menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara holistik (utuh).

Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan (Moeloeng, 2007).

Adapun sifat dari penelitian ini adalah deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/ obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan-lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moeloeng, 2007).

Digunakaanya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lebih detail dari hasil penelitian yang di dapatkan. Selain itu pendekatan ini juga menjadikan individu dan organisasi tempat penelitian tidak terpisah dan menjadi satu, sehingga semakin memudahkan peneliti untuk memnerikan gambaran yang lebih terperinci.

Dengan didukung dengan pendekatan deskriptif, diharapkan dengan setiap

kata yang muncul menjadikan pembaca lebih mengerti dan memahami isi dan maksud dari skripsi ini.

1.8.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki populasi tersebut, pengambilan sampel yang dilakukan harus mewakili populasi atau harus representative (Sugiyono, 2007). Sampel yang diambil baik dalam melakukan wawancara maupun dalam penyebaran kuisioner adalah diambil dengann purposive sampling yaitu sampel dengan menggunakan pertimbangan/tujuan tertentu. Dalam hal ini peneliti menggunakan single case dengan pertimbangan untuk melihat keefektivitaan dari sudut pandang pelaksana program kesehatan dan keselamatan kerja. Sehingga sampel utama dari penelitian ini adalah koordinator pelaksana program kesehatan dan keselamatan di PT Djarum.

1.8.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan secara langsung pada PT. Djarum Unit SKT Megawon II yang beralamatkan di Jl Raya Mejobo, Desa Megawon Kudus.

1.8.4. Subjek Penelitian

Subjek dari tugas akhir ini adalah manajemen dan pelaksana program Kesehatan dan Keselamatan Kerja PT Djarum Kudus Unit SKT Megawon II.

1.8.5. Sumber Data 1. Data Sekunder

Dalam penulisan skripsi ini, kami menggunakan dua sumber data sekunder antara lain :

a. Internal Data

Data ini peneliti dapatkan dari berbagai laporan, atau referensi yang tersedia di PT Djarum Unit SKT Megawon II.

b. Eksternal Data

Data ini peneliti peroleh dari berbagai literatur sebagai referensi dalam melakukan penulisan tugas akhir ini.

2. Data Primer

Data primer merupakan cara utama untuk mendapatkan informasi dan referensi tentang topik penulisan tugas akhir ini. Data ini di dapatkan dengan cara melakukan pengamatan, serta wawancara langsung kepada pelaksana program K3 di PT Djarum Unit SKT Megawon II dan mengambil beberapa dokumentasi yang di anggap perlu.

1.8.6. Teknik pengumpulan Data

Prosedur evaluasi program berdasarkan pendekatan kualitatif biasanya mulai dari mendesain, lalu menentukan sample, mengumpulkan data, kemudian dianalisis. Perbedaan yang mencolok antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif adalah prosedur dalam mengumpulkan data tidak mengikuti alur tertentu yang linier artinya pengumpulan data bisa maju dan mundur

sesuai dengan kebutuhan informasi dan keperluan penelusuran untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukan. Ada cara untuk mencegah evaluator kehilangan focus yaitu dengan menggunakan FQE (Focused Qualitative Evaluation).

Alat pengumpul data yang digunakan pada pendekatan ini bias berupa catatan tentang kasus-kasus, pedoman wawancara, kuesioner, dan atau berupa foto. Data yang terkumpul biasanya diberi kode dan diorganisasikan sedemikian rupa berdasarkan tingkat relevansinya dengan suatu fenomena atau peristiwa tertentu yang terjadi dalam program. Data tersebut nantinya akan dianalisis dengan cara mengelompokkan berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam program. Data akan disajikan dalam bentuk cerita yang rinci lengkap dengan analisis situasi dan perilaku orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Tahap-tahap evaluasi program dengan pendekatan kualitatif secara garis besar adalah : (Royse, David , 2006)

1) menentukan tujuan evaluasi, jangka waktu evaluasi, dan factor pendukung lain seperti aksesibilitas ke dalam program,

2) Menentukan unit analisis yang merujuk kepada individu yang terlibat dalam program (panitia, peserta, pengguna output program, unsur pendukung program),

3) Menentukan sample, jenis data yang akan dikumpulkan, cara menganalisis data, dan cara menyimpulkan.

Berikut akan disajikan prosedur evaluasi program yang menggunakan pendekatan kualitatif yang lebih rinci dalam bentuk bagan :

Gambar 1.2

Alur prosedur evaluasi program 1.8.6.1 Alat Pengumpul Data

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut : 1) Pedoman wawancara mendalam,

2) Lembar catatan wawancara

3) Alat penunjang lainnya : alat tulis atau buku catatan dan ballpoint, 4) Kuisioner.

1.8.6.2 Cara Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif pada umumnya menggunakan teknik observasi, wawancara, kuisioner, dan dokumentasi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif pada umumnya menggunakan teknik observasi, wawancara, kuisioner, dan dokumentasi.