• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

3.3.1 Pembiayaan Kesehatan

Dalam pembiayaan kesehatan Unit SKT Megawon II mengikuti kebijakan dari pusat yaitu memberikan berbagai pembiayaan apabila terjadi kecelakaan, tunjangan Hamil, Melahirkan, Rumah sakit dan biaya kesehatan lain. Biaya cuti hamil dibayarkan dengan 3 tahap yaitu saat mengambil cuti hamil, setelah melahirkan sebagai biaya persalinan dan yang terakhir adalan tunjanan pasca melahirkan (nifas). Pemberian biaya rumah sakit yang terjadi kerena kecelakaan kerja maupun kerena suatu sebab lain yang menyebebkan karyawan SKT Megawon II menjadi harus berobat akan di tanggug oleh perusahaan dengan catatan masih menggunakan obat generik atau sesuai yang di anjurkan oleh dokter atau rumah sakit rujukan dari perusahaan.

3.3.2 Pelayanan Kesehatan

Sebuah pelayanan kesehatan di suatu perusahaan dapat dikatakan baik apabila dapat memenuhi persyratan-persyaratan tertentu. Hal ini seperti yang

tercantum dalam Meilan dan Hastho (2007) yang menyatakan bahwa Suatu pelayanan kesehatan di suatu perusahaan dapat dikatakan baik apabila dapat memenuhi persyratan-persyaratan berikut :

1. Tersedia (available),

Perusahaan harus menyediakan pelayanan kesehatan untuk pegawainya dengan cara mempunyai poliklinik atau rumah sakit, bila tidak maka perusahaan dapat menyerahkannya pada pihak ketiga. SKT Megawon II telah memiliki poliklinik di dalam lingkungan perusahaan dengan memberikan tenaga kerja yang memadahi. Sehingga dengan demikian ketersediaan pelayanan kesehatan di unit Megawon II telah tersedia.

“Kebetulan di Megawon juga disediakan poliklinik” ujar pak Fariz. Pernyataan itu juga menjadi bukti keberadaan balai pengobatan di unit SKT Megawon II. Peneliti mendapatkan hasil yang sama pada penyebaran kuisioner yang dilakukan. Dari 25 kuisioner didapatkan angka 5 (sangat setuju) sebanyak 17 yang sekaligus menjadi angka yang paling banyak muncul. Hal ini menunjukkan bahwa di penerima program menyatakan sangat setuju dengan tersedianya poliklinik atau balai pengebatan di sekitar tempat produksi. Dengan demikian karyawan juga turut mendukung temuan peneliti yang menilai bahwa pada unit SKT Megawon II tersedia fasilitas kesehatan yang layak.

Tenaga kesehatan tersebut juga mendukung keberlangsungan program K3 di Megawon II. 16 orang responden juga mengatakan hal

yang sama, mereka sangat setuju kalau di unit SKT Megawon II telah menyediakan tenaga kesehatan yang memadai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa unit SKT Megawon II telah mampu memenuhi salah satu indikator yang di berikan peneliti. Dan juga menyatakan bahwa unit SKT Megawon II telah menyediakan tenaga kesehatan dengan sebaik-baiknya. Dapat dikatakan demikian karena dengan adanya dukungan dari nilai modus penyebaran kuisioner yaitu 16 dari total 25 responden dengan prosentase 64 %.

2. Wajar (appropriate),

Pelayanan kesehatsn harus sesuai dengan kebutuhan. SKT Megawon II berada di tengah lingkungan masyarakat dan tidak seberapa jauh dengan rumah sakit rujukan. Dalam hal ini, SKT Megawon II menyediakan Ambulan yang selalu siaga apabila memang harus ada rujukan ke rumah sakit. Namun sebelum dilakukan rujukan, unit Megawon II terlebih dahulu melakukan pertolongan pertama.

Panitia pelaksana K3 menyediakan berbagai peralatan di dalam kotak P3K yang tersedia di beberapa sudut lokasi produksi. Pengadaan peralatan dan isi kotak P3K lain ini juga dirasa wajar, walaupun tidak selalu di gunakan atau malah dapat dikatakan sangat jarang.

Selain itu untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja Unit SKT Megawon 2 mengikutsertakan seluruh tenaga kerjanya dalam Jamsostek. Di perusahaan ini Jamsostek terdiri dari : Jamsostek Kecelakaan, Jamsostek Kematian dan Jamsostek Pemeliharaan

Kesehatan. Hal ini sesuai dengan UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Hal tersebut juga di dukung dengan hasil penyebaran kuisioner, dimana dari 25 kuisioner yang di sebarkan oleh peneliti didapatkan nilai 5 (sangat setuju) sebagai modus atau nialai yang paling banyak keluar. Sebanya 15 responden menjawab sangat setuju dengan adanya P3K di sekitar lokasi produksi.

Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 10 responden, menjawab setuju.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pada point ini (P3K), unit SKT Megawon II telah melakukan kewajibannya dengan baik.

3. Berkesinambungan (continue),

Pelayanan kesehatan yang memerlukan kelanjutan harus diberikan secara berkesinambungan. Selayaknya megawon II melakukan pelayanan kesehatan secara berkesinambungan engan teratur. Namun karena jumlah karyawan di unit SKT Megawon II mencapai jumlah 2.224 orang, menyebabakan unit ini sulit untuk melakukan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan.

Penyebaran kuisisoner yang dimaksudkan sebagai alat pengecekan atau alat cross check mendapatkan hal serupa. Di dapat angka 2 (tidak setuju) sebanyak 25 temuan. Ini berarati dari 25 orang responden menjawab tidak setuju seluruhnya dengan prosentase 100% tidak setuju. Hal ini berarti, sebanyak 25 responden menyatakan bahwa mereka sangat tidak setuju kalau di tempat mereka bekerja telah

dilakukan pengelayanan kesehatan secara berkala ataupun berkesinambungan.

Namun alasan tidak adanya pengecekan berkala ini di tuturkan bapak Yuli Andreas selaku kasir dan sekaligus merangkap sebagai koordinator first aid atau pertolongan pertama. “Tidak ada pengecekan kesehatan, karena jumlah karyawan yang tidak sedikit, itu membuat kita bingung untuk melakukan pengecekan kesehatan berkala”.

Namun beliau menambahkan “tapi pengurus akan berusaha untuk dapat melaksanakan pengecekan kesehatan berkala sebagai kewajiban perusahan dalam hal K3”.

Sehingga dengan semua temuan ini, dapat di katakan bahwa pada unit SKT Megawon II, masih belum melaksanakan pelayanan kesehatan baik secara berkala maupun berkesinambungan. Hal ini yang perlu diperhatikan lagi oleh menejemen, mengingat pekerja yang cukup banyak dan mengalami kontak ataupun sosialisasi secara langsung yang memudahkan adanya penularan penyakit saat bekerja.

4. Dapat diterima (acceptable),

Unit SKT Megawon II telah memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang dirasa diperlukan oleh perusahaan, apabila poliklinik merasa tidak mampu untuk menangani maka telah tersedia rumah sakit rujukan sebagai pihak ke 3. Dari hasil perbincangtan peneliti saat melakukan observasi lapangan. Penerima program merasa bahwa mereka telah puas dengan keberadaan dan fungsi dari poliklinik dan

rumahsakit rujukan. Walaupun terkadang kurang cocok dengan obat yang diberikan, tapi mereka merasa dimudahkan dalam melakukan pengobatan penyakit yang di deritanya.

Dari hasil temua peneliti ini maka dapat di simpulkan bahwa pelayanan kesehatan di unit Megawon II telah dapat diterima oleh penerima program. Terlepas dengan terkadang adanya ketidak cocokan dengan obat tertentu yang mungkin itu justru karena penerima program atau pasien telah imun dengan obat tersebut.

5. Dapat dicapai (accessible),

Pelayanan kesehatan di Unit SKT Megawon II sangat dekat dengan keryawan yang membutuhkan, selain tersedia poliklinik, unit ini juga menyediakan ambulance dan rumah sakit yang tidak terlalu jauh dari perusahaan. Poliklinik yang berada menjadi satu dengan lokasi produksi menjadikan poliklinik ini mudah untuk di capai oleh karyawan. Selain itu adanya bebrapa kotak P3k dan petugas di lokasi produksi, menjadikan pelayanan kesehatan lebih mudah dan tepat sasaran untuk dilakukan.

Poliklinik yang juga terbuka untuk umum juga mampu mendukung adanya kesehatan bersama dari masyarakat sekitar tempat produksi.

Peneliti menyimpukan bahwa pelayanan kesehatan yang ada di unit Megawon II dapat di capai dengan mudah. Selain lokasi pelayanan yang dekat dengan karyawan, beberapa fasilitas juga mudah untuk digunakan seperti halnya kotak P3K yang ada di bebrapa sudut lokasi

produksi. Selain itu adanya amabulan juga dapat mempermudah untuk mencapai rumah sakit rujukian yang juga berada tak terlalau jauh dari lokasi produksi.

6. Terjangkau (affordable),

PT Djarum unit SKT Megawon II juga telah memilih layanan kesehatan yang sesuai dengan standard dan harganya terjangkau oleh perusahaan. Maksudnya adalah PT Djarum telah memilih layanan kesehatan sesuai dengan yang disarankan oleh pemerintah dan juga menejemen puncak perusahaan itu sendiri. Pembiayaan kesehatan di rumah sakit rujukan juga memilih yang terjangkau oleh perusahaan namun tetap sesuai dengan standard yang ada di rumah sakit tersebut.

Dalam hal ini perusahaan memilih obat generik untuk memberikan pembiayaan pada pengobatan di rumah sakit rujukan.

“kita tukar uangnya selama itu masih obat generik, tapi kalau karyawan sudah minta obat selain generik berarti dia bayar sendiri”

demikian pernyataan Bapak Yuli selaku kasir yang sekaligus merangkap sebagai koordinator first aid. Dari temuan ini, peneliti menyimpulkan bahwa perusahaan telah memilih pelayanan kesehatan yang terjangkau atau dapat di jangkau oleh perusahaan.

Selain indikator tersebut, peneliti juga memnerikan indikator yang wajib dicapai demi terlaksananya kesehatan kerja yang di amanatkan pemerintah dalam undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang kesehatan

dan keselamatan kerja serta Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.03/MEN/1982 tentang pelayanan kesehatan tenaga kerja. Antara lain :

1) Tempat produksi yang aman dari perubahan cuaca, suhu, dan munculnya resiko akibat gas, uap, hembusan angin, suara dan getaran

Dalam undang-undang no 1 tahun 1970 juga mencantumkan bahwa perusahaan wajib mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran. Hal ini di jadikan sebagai indikator kesehatan kerja oleh peneliti karena mengingat bahwa tempat produksi turut menentukan kondisi para pekerja. Dapat dikatakan pula bahwa munculnya indikator ini adalah berkaitan dengan PAK (penyakit akibat kerja). Pada Unit SKT Megawon II peneliti menemukan bahwa lokasi produksi sudah memenuhi indikator yang wajib dilaksanakan oleh sebuah perusahaan dalam menyelenggarakan program kesehatan dan keselamatan kerja.

Untuk mengukur indikator ini, peneliti malakukan penyebaran 25 kuisioner kepada 25 responden. Hasilnya adalah 13 orang responden menjawab setuju. Hasil tersebut juga menyatakan bahwa sebagian besar responden menyatakan sangat setuju dengan kondisi tempat produksi mereka yang telah aman dari perubahan suhu dan munculnya resiko akibat gas, uap, hembusan angin, suara dan getaran. Temuan ini dapat di artikan bahwa karyawan telah merasa aman di dalam lokasi produksi.

Mengingat sumber bahaya yang paling dominan lokasi produksi adalah debu dan suara.

2) Penerangan yang cukup, baik dari cahaya matahari maupun sinar lampu

Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 tentang Syarat-syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan dalam Tempat Kerja. Pasal 2, “Setiap bangunan perusahaan harus memenuhi syarat untuk : mendapat penerangan yang cukup dan memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan; mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup; menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak menyenangkan”.

Pada unit SKT Megawon II peneliti menilai bahwa penataan yang ada telah menjadikan pencahayaan yang ada dilokasi produksi sangat memadai. Selain itu semua penataan sudah dilakukan standarisasi perusahaan. Data ini di dukung oleh adanya hasil penyebaran kuisioner yang menyatakan bahwa 15 responden dari total 25 orang memberikan pernyataan sangat setuju. Hal ini sangat menguatkan temuan peneliti yang menyatakan bahwa penerangan di lokasi produksi sudah sangat memadai.

Tampat dari sebagian besar responden menyatakan bahwa meraka sangat setuju kalau lokasi produksi yang mereka gunakan sudah memiliki cahaya yang cukup baik bagi terlaksananya proses produksi. Sehingga dari data tersebut dapat menyatakan bahwa pada unit SKT Megawon II telah memenuhi indikator pelaksanaan progtam dimana tempat produksi harus

memiliki penerangan yang cukup baik itu dari cahaya matahari maupun cahaya lampu.

3) Tersedia alat pengukur suhu dan kelembapan ruang yang layak

Pada unit SKT Megawon II, telah selalu di adakannya pengukuran suhu ruangan dan kelembapan. Peneliti menemukan beberapa pengukur suhu di beberapa sudut lokasi produksi. “K3 memang dari lingkungan kita, gedung juga kita sesuai peraturan yang ada, mungkin suhu udara, jumlah karyawan” tegas bapak Fariz selaku wakil koordinator P2LK3 di unit SKT Megawon II.

Penuturan wakil koordinator P2LK3 tersebut mendapat dukungan dari penerima program K3, yaitu karyawan. Dari 25 responden, peneliti mendapatkan angka 5 yang menyatakan sangat setuju sebganyak 14 orang.

Dapat dikatakan pula, sebagian besar responden menyatakan sangat setuju dengan adanya alat pengukur suhu dan kelembaban dilokasi produksi.

Temuan ini menunjukkan hal yang selaras antara pelaksana program K3 dengan peneriman program tersebut. Temuan ini juga di perkuat oleh bapak Yuli Andreas yang menegaskan “setiap sebulan sekali dilakukan patrol”. Patrol yang dimaksud adalah pengecekan alat-alat K3, gedung, suhu, kelembapan, penerangan, catatan dan evaluasi penyebab kecelakaan maupun rencana penanganan. Dengan semua temuan ini, peneliti menyatakan bahwa penyelenggaraan suhu maupun kelembaban telah dilakukan dengan sangat baik.

4) Ventilasi yang cukup untuk sirkulasi udara

Unit SKT Megawon II memiliki jendela ventilasi yang jumlahnya sangat banyak. Bahkan dapat dikatakan bahwa sepanjang tembok di buat jendela sehingga dapat menjadi sumber sirkulasi udara sekaligus menjadi sumber penerangan. Selain itu bentuk bangunan yang tinggi juga menjadikan sirkulasi udara menjadi semakin baik. Penerima program K3 juga menyatakan hal yang serupa. Sebanyak 13 responden menyatakan bahwa mereka sangat setuju apabila sirkulasi udara di Unit SKT Megawon II sudah baik. Dapat pula dikatakan kalau sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka sangat setuju dengan telah adanya ventilasi udara dan terselenggaranya sirkulasi udara yang baik.

Temuan ini semakin menguatkan bahwa pada unit SKT Megawon II telah memenuhi indikator penelitian yang telah dibuat oleh peneliti.

Dapat di simpulkan pula pada unit megawon II telah menyelenggarakan ventilasi udara yang mendukung adanya sirkulasi udara yang baik di lokasi produksi.

3.4 Keselamatan Kerja

Program keselamatan kerja bertujuan untuk mengurangi adanya kecelakaan kerja baik yang disebabkan oleh individu maupun yang di sebabkan adanya kesalahan alat yang menimbulkan kecelakaan kerja.

Pemerintah melalui mentri tanaga kerja, turut memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan baik melalui undang-undang maupun melalui peraturan yang di buat untuk menjadikan tenaga kerja aman dan selamat.

Pemerintah dalam undang-undang ketenagakerjaan no.1 tahun 1970, pasal 2 dan 4 memberikan beberapa persyaratan yang harus di penuhi pengusaha dalam menjalankan sistem keselamatan kerja. Sehingga pada bagian ini peneliti melakukan analisis potensi bahaya berikut perbandingannya dengan undang-undang no 1 tahun 1 tahun 1970.

a. Terjepit

Terjepit merupakan potensi bahaya yang dapat menyebabkan cidera pada tenaga kerja mulai dari cidera ringan sampai cidera berat.

Upaya yang dilakukan oleh unit SKT Megawon 2 dalam menciptakan keselamatan bagi tenaga kerjanya yaitu dengan memberikan sosialisasi kepada tenaga kerja agar bekerja dengan aman, nyaman dan selamat termasuk menghimbau agar tidak berdesakan saat keluar masuk area kerja, sehingga potensi terjepit dapat dihindari, hal ini sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan dan pasal 13 (kewajiban bila memasuki tempat kerja) yaitu Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

b. Kaki terinjak

Kaki terinjak merupakan potensi bahaya yang sering terjadi pada saat memasuki/keluar area kerja dan saat mengambil material.

Upaya yang dilakukan Unit SKT Megawon 2 dalam menciptakan tempat

kerja yang aman bagi tenaga kerja yaitu memberikan sosialisasi kepada tenaga kerja agar bekerja dengan aman, nyaman dan selamat termasuk menghimbau agar tidak berdesakan saat keluar masuk area kerja, sehingga bahaya kaki terinjak dapat dihindari, hal ini sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan dan pasal 13 (kewajiban bila memasuki tempat kerja) yaitu Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

c. Kejatuhan kontainer

Potensi bahaya kontainer dapat terjadi saat mengambil material.

Untuk mengurangi atau menghindarkan pekerja dari bahaya kejatuhan kontainer maka unit SKT Megawon 2 memberikan batasan dan pengaturan jumlah/tinggi tumpukan container. Hal ini sesuai dengan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan, pasal 3 (ayat 1 sub m) tentang memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya dan pasal 3 (ayat 1 sub l) tentang memlihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban. Selain itu tindakan pengendalian bisa juga dengan mewajibkan pemakaian safety shoes yang saat ini masih dalam proses untuk melindungi kaki tenaga kerja dari bahaya kejatuhan benda.

d. Tindakan yang berulang-ulang

Bahaya tindakan berulang-ulang dapat terjadi pada proses giling. Upaya Unit SKT Megawon 2 dalam menanggulangi bahaya tindakan berulang-ulang yaitu dengan pengaturan waktu istirahat jika diperlukan. Hal ini sesuai dengan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan dan pasal 3 (ayat 1 sub m) tentang memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.

e. Terkena palu kayu

Terkena palu kayu dapat menyebabkan cidera yang dapat mengganggu proses kerja. Untuk mengatasi hal tersebut maka unit SKT Megawon 2 memberikan himbauan dan sosialisasi supaya berhati-hati dan menghindari bersendau gurau. Hal ini sudah sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan dan pasal 3 (ayat 1 sub m) tentang memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya serta pasal 9 (ayat 1 sub d) tentang pembinaan pengurus terhadap tenga kerja tentang cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

f. Tergores kotak TFB

Tergores kotak TFB dapat menyebabkan luka ringan yang dapat mengganggu proses kerja. Untuk mengatasi hal tersebut maka unit SKT

Megawon 2 memberikan himbauan dan sosialisasi supaya berhati-hati saat bekerja dengan menyediakan kotak P3K. Hal ini sudah sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan dan pasal 3 (ayat 1 sub m) tentang memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.

g. Terkena dampar

Terkena dampar dapat menyebabkan luka susuban pada saat tenaga kerja membersihkan meja. Untuk mengatasi hal tersebut maka Unit SKT Megawon 2 memberikan alat bantu berupa kain lap atau kemoceng. Hal ini sudah sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan.

h. Kotak plastik berisi TFB terjatuh

Kotak plastik berisi TFB terjatuh pada proses batil dapat mengotori lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut maka ceceran TFB segera dibersihkan. Hal ini sudah sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 (ayat 1 sub l) tentang memlihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.

i. Kejatuhan rak beserta isinya

Kejatuhan rak beserta isinya dapat terjadi pada proses batil sewaktu setor rokok. Upaya Unit SKT Megawon 2 dalam menanggulangi bahaya kejatuhan rak beserta isinya yaitu dengan sosialisasi penumpukan

rak yang benar. Hal ini sesuai dengan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 9 (ayat 1 sub d) tentang pembinaan pengurus terhadap tenga kerja tentang cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya dan pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan. Selain itu tindakan pengendalian bisa juga dengan mewajibkan pemakaian safety shoes yang saat ini masih dalam proses untuk melindungi kaki tenaga kerja dari bahaya kejatuhan benda.

j. Tersayat

Upaya yang dilakukan unit SKT Megawon 2 dalam menciptakan tempat kerja yang aman agar tenaga kerja agar tidak tersayat dalam proses batil yaitu dengan sosialisasi kepada pekerja agar tidak bersendau gurau saat membatil/ memegang gunting. Hal ini sesuai dengan Hal ini sesuai dengan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 (ayat 1 sub m) tentang memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya dan pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan.

k. Kejatuhan dos box

Unit SKT Megawon 2 telah mensosialisasikan pada pekerja agar pada saat mengangkut dos box tidak melebihi tumpukan yang dianjurkan.

Hal ini sudah sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub p) tentang mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan

barang dan pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan serta pasal 9 (ayat 1 sub d) tentang pembinaan pengurus terhadap tenga kerja tentang cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya. Selain itu tindakan pengendalian bisa juga dengan mewajibkan pemakaian safety shoes yang saat ini masih dalam proses untuk melindungi kaki tenaga kerja dari bahaya kejatuhan benda.

l. Terjepit Ampalan

Untuk mencegah terjepit ampalan pada bagian muat finished good unit SKT Megawon 2 telah melakukan pencegahan dengan pengaturan jalur lalu lintas handpallet. Usaha tersebut merupakan pemenuhan terhadap Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan dan pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub p) tentang mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang.

m. Pekerjaan tersayat gergaji

Pekerjaan tersayat gergaji pada saat memotong pita cukai pada waktu menandai pita cukai yang bisa mengakibatkan luka lecet. Untuk itu unit SKT Megawon 2 melakukan sosialisasi ke pekerja pada bagaimana cara menggergaji yang benar. Ini sesuai dengan Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 (ayat 1 sub m) tentang memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,

lingkungan, cara dan proses kerjanya dan pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan.

n. Kejatuhan Karung

Pada saat pekerjaan bongkar muat material giling terdapat

Pada saat pekerjaan bongkar muat material giling terdapat