• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar belakang

Dalam dokumen PROSIDING MKTI 2013 lengkap final (Halaman 98-105)

paya peningkatan produksi dan produktivitas padi di berbagai sentra produksi di Indonesia belum diikuti dengan penanganan panen dan pascapanen yang memadai sehingga berakibat pada tingginya kehilangan hasil baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Direktorat Penanganan Pasca Panen, 2005). Data Badan Pusat Statistik (1996) dalam Nugraha (2011) menunjukan bahwa kehilangan hasil proses pascapanen karena kesalahan penanganan pascapanen terutama pada proses pengeringan mencapai 2,13%. Jika hal ini tidak dikelola secara tepat maka hasil proses pascapanen akan berkurang sehingga merugikan para petani.

Tujuan pengeringan gabah yaitu untuk mendapatkan gabah kering yang tahan untuk disimpan dan memenuhi persyaratan kualitas gabah yang akan dipasarkan. Gabah kering panen memiliki kadar air sekitar 18% sampai 25% (Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2002). Kadar air dapat memacu terjadinya respirasi yang berakibat pada penurunan mutu (Kartasapoetra, 1994). Gabah hasil panen dapat disimpan dan digiling jika kadar air mencapai kadar air maksimum yaitu sebesar 14% (Badan Standarisasi Nasional, 2004).

Mayoritas masyarakat pedesaan seperti di daerah pasang surut Sumatera Selatan melakukan pengeringan gabah menggunakan energi sinar matahari. Pengeringan dengan cara penjemuran mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya adalah mudah terkontaminasi, sukar dikontrol, memerlukan tempat yang luas dan waktu yang lama. Oleh karena itu para petani sering mengeluhkan hasil panen mereka rusak seperti tumbuhnya jamur, warna kuning pada beras, mudah berkecambah, rendahnya kualitas, bahkan busuk sehingga kehilangan hasil panen tidak dapat dihindari (Badan Litbang Pertanian, 2012).

Penggunaan mesin pengering merupakan terobosan baru dalam penanganan pasca panen. Penggunaan mesin pengering akan menambah biaya produksi beras karena harus mengeluarkan biaya pembelian bahan bakar minyak. Pengganti bahan bakar minyak adalah menggunakan biomassa. Biomassa memiliki beragam jenis diantaranya adalah kayu bakar.

Endo Argo Kuncoro, dkk./Pemanfatan Biomassa Akasia (Acacia mangium) sebagai Bahan Bakar ... Kayu bakar mempunyai peluang yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengeringan gabah. Hal tersebut disebabkan oleh: 1) konsumsi kayu bakar masyarakat Indonesia masih dominan terutama di pedesaan (Nurhayati dan Herdinie, 2007) dan 2) kayu bakar secara umum mempunyai nilai kalori yang cukup tinggi yaitu sekitar 3.800 – 4.900 kkal/kg (Ruskin, 1983). Kayu bakar yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu akasia (Acacia mangium). Kayu akasia memiliki nilai kalori rata-rata yaitu 4.900 kkal/kg (Badan Litbang Departemen Kehutanan, 1994).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Kompresor (Multi Pro 0,75 hp), 2) Drum sebagai ketel uap, 3) Pipa tembaga (diameter 1 cm), 4) Selang kompresor, 5) Klem, 6) Ruang pengering dari papan tripleks, 7) Pelapis aluminium, 8) Kawat kasa, 9) Kayu reng, 10) Thermo-Humidity meter

(KW06-284), 11) Perangkat akuisisi suhu LM35DZ, 12) Anemometer (Lutron AM-4203 ), 13)

Blower, 14) Timbangan duduk kapasitas 20 kg,dan 15) Timbangan digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Gabah varietas Ciherang, 2) Air, dan 3) Kayu akasia.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan penyajian data dalam bentuk tabulasi dan grafik. Data yang dihasilkan berupa data primer hasil pengukuran langsung pada alat pengeringan. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data melalui pengujian.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati meliputi: 1. Kadar air bahan (%bb), 2. Laju pengeringan (% per jam), 3. Energi yang dibutuhkan untuk pengeringan gabah (kJ), 4. Energi untuk memanaskan gabah (kJ), 5. Energi untuk meningkatkan suhu gabah (kJ), 6. Energi untuk meningkatkan suhu uap air (kJ), 7. Energi untuk memanaskan udara pengering (kJ), 8. Energi untuk menguapkan air dalam ketel uap (kJ), 9. Energi yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar (kJ), 10. Total energi yang dibutuhkan alat pengering, 11. Effisiensi pengeringan (%), dan 12. Effisieni pemanasan (%).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil percobaan dengan menggunakan alat pengering gabah tipe flat bed didapat hasil dan pembahasan sebagai berikut:

Laju Pengeringan

Laju pengeringan adalah penurunan kadar air per satuan waktu. Laju pengeringan gabah diperoleh dari hasil pengurangan kadar air awal sebelum dikeringkan dengan kadar air akhir gabah setelah dikeringkan selama waktu pengeringan. Gambar 1 menunjukan hasil laju pengeringan dengan bahan bakar kayu akasia.

Gambar 1. Laju pengeringan dengan bahan bakar kayu akasia

Laju pengeringan yang berbeda dikarenakan kadar air akhir gabah dalam basis basah lebih kecil 1,41% 0,98% 0,95% 0,0% 0,2% 0,4% 0,6% 0,8% 1,0% 1,2% 1,4% 1,6% 1 2 3 La ju P en ge rin ga n (% /ja m ) Perulangan

Endo Argo Kuncoro, dkk./Pemanfatan Biomassa Akasia (Acacia mangium) sebagai Bahan Bakar ...

lebih besar dan laju pengeringan menjadi lebih tinggi. Kemudian faktor lain yang mempengaruhi laju pengeringan adalah debit udara pengeringan berbeda untuk setiap sampel gabah. Sebagai contoh debit udara rata-rata pengeringan sebesar 0,0043 m3/s. Suhu dan kelembaban relatif plenum yang dihasilkan mempengaruhi laju pengeringan. Suhu dan kelembaban relatif rata-rata plenum yang dihasilkan dengan bahan bakar kayu akasia sebesar 52,70oC dan 27,90%. Suhu yang tinggi dan kelembaban relatif yang lebih rendah akan mempercepat laju pengeringan.

Kadar Air

Kadar air rata-rata gabah sebelum dikeringkan adalah 23% dan 21% basis basah. Mendapatkan nilai kadar air awal gabah adalah dengan cara mengeringkan bahan hingga penurunan massa konstan. Metode yang digunakan adalah termogravimetri. Bahan yang dikeringkan diperiksa dan ditimbang dengan timbangan digital tiap 1 jam, sehingga didapat nilai kadar air awal gabah.

Tabel 1. Kadar air awal dan akhir gabah dalam basis basah

Kadar Air Awal

(% basis basah) Kadar Air Akhir (% basis basah) Bahan Bakar Kayu Akasia

23 13,16

21 14,15

21 14,34

Kadar air akhir gabah yang rendah pada penggunaan kayu akasia adalah karena suhu plenum rata- rata yang dihasilkan tinggi yaitu sebesar 52,70oC sehingga proses penguapan kadar air bahan lebih cepat dan laju pengeringan meningkat. Suhu pengeringan, kelembaban relatif udara pengering, dan kecepatan aliran udara pengeringan mempengaruhi laju pengeringan yang berdampak pada kadar air akhir bahan yang dikeringkan. Semakin besar udara pengering dan kecepatan aliran udara serta semakin rendah kelembaban relatif, maka laju pengeringan semakin tinggi dan kadar air akhir bahan lebih rendah. Gambar 2 di bawah ini menunjukan penurunan kadar air awal gabah hingga akhir selama proses pengeringan menggunakan bahan bakar kayu akasia.

Gambar 2. Penurunan kadar air gabah dengan bahan bakar kayu akasia

Penurunan yang signifikan terjadi saat jam pertama proses pengeringan. Hal ini karena pelepasan kadar air masih terjadi pada kulit gabah atau sekam. Proses ini dapat disebut sebagai laju pengeringan konstan karena terjadi dalam waktu singkat dan dapat disamakan dengan kecepatan penguapan air bebas. Kemudian penurunan kadar air pada jam berikutnya akan terjadi penurunan yang tidak signifikan. Laju pengeringan yang semakin kecil terhadap waktu pengeringan disebabkan penguapan kadar air gabah terus terjadi hingga kadar air kesetimbangan (EMC). Semakin kecil kandungan air dalam gabah, maka tekanan uap air semakin kecil sehingga laju penurunan kadar air akan menurun (Wikantyoso, 1988).

Endo Argo Kuncoro, dkk./Pemanfatan Biomassa Akasia (Acacia mangium) sebagai Bahan Bakar ...

Gambar 3. Kadar air kesetimbangan pada gabah pada suhu 28oC berbahan bakar kayu akasia

Analisis Kebutuhan Energi

Untuk menurunkan kadar air bahan melalui proses penguapan air bahan ke udara dibutuhkan energi panas. Panas yang dihasilkan oleh alat pengering sangat berpengaruh terhadap suatu produk yang dikeringkan. Bila energi panas yang dihasilkan terlalu kecil maka memerlukan waktu yang lama untuk pengeringan. Namun jika energi panas yang dihasilkan besar sehingga suhu udara panas tinggi menyebabkan produk yang dikeringkan rusak. Besaran suhu dan kecepatan aliran udara sangat mempengaruhi besarnya kebutuhan energi panas pengeringan gabah (Taib et al. (1987) dalam Ablizar (2008)). Tabel 3 di bawah ini menunjukan pengaruh suhu plenum terhadap kebutuhan energi panas pengering.

Tabel 2. Pengaruh suhu plenum terhadap kebutuhan energi pengering

Suhu Plenum

(oC) Proses Pengeringan (kJ) Kebutuhan Energi Bahan Bakar Kayu Akasia

51 5.334,45

55 5.198,02

52 4.382,90

Pada Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa kebutuhan energi untuk proses pengeringan adalah antara 4.382,90 kJ sampai 5.334,45 kJ dengan suhu plenum yang dihasilkan sebesar 51oC sampai 55oC. Rata-rata nilai kebutuhan energi untuk proses pengeringan dengan bahan bakar kayu akasia adalah sebesar 4.971,79 kJ.

Energi panas yang dihasilkan untuk proses pengeringan sebesar 389.530,40 kJ sampai 430.533,60 kJ dengan suhu plenum yang dihasilkan 51oC sampai 55oC. Nilai rata-rata energi panas yang dihasilkan untuk pengeringan dengan bahan bakar kayu akasia adalah 410.032,00 kJ.

Selain itu semakin tinggi suhu yang dihasilkan maka semakin besar energi yang dihasilkan untuk proses pengeringan. Energi panas yang dihasilkan akan banyak membawa uap air dari bahan yang dikeringkan, sehingga waktu dan energi yang dibutuhkan untuk proses pengeringan gabah akan semakin kecil. Tabel 3 menunjuKkan hubungan massa air bahan yang diuapkan ke udara (wa) terhadap kebutuhan energi penguapan (qp). Kebutuhan energi penguapan berbanding lurus dengan massa air gabah yang diuapkan. Energi penguapan tertinggi dan terendah menggunakan bahan bakar kayu akasia adalah 2.447,45 kJ dengan massa uap air yang diuapkan sebesar 1,13 kg dan 1.641,42 kJ dengan massa uap air yang diuapkan sebesar 0,73 kg. Rata-rata kebutuhan energi untuk penguapan air dalam bahan dengan bahan bakar kayu akasia adalah sebesar 1.984,56 kJ dan rata-rata massa air dalam bahan yang diuapkan sebesar 0,88 kg.

4,48%6,50% 7,90%9,40% 10,80%13,16%14,15% 14,34%18,30% 23% 0% 5% 10% 15% 20% 25% K ad ar Air K ese tim ba ng an (% ) Kelembaban Relatif (RH) (%)

Endo Argo Kuncoro, dkk./Pemanfatan Biomassa Akasia (Acacia mangium) sebagai Bahan Bakar ...

Tabel 3. Hubungan antara massa air gabah yang diuapkan terhadap kebutuhan energi penguapan

Massa Air Diuapkan (wa) (kg) Kebutuhan Energi Penguapan (qp) (kJ) Bahan Bakar Kayu Akasia

1,13 2.447,45

0,73 1.641,42

0,78 1.754,80

Kebutuhan energi penguapan air dalam gabah dengan menggunakan kayu akasia cukup tinggi. Hal ini terjadi karena rata-rata jumlah air yang diuapkan dari gabah menggunakan bahan bakar kayu akasia sebesar 0,88 kg. Semakin besar air yang diuapkan dalam bahan selama proses pengeringan maka energi penguapan yang dibutuhkan akan semakin besar juga.

Tabel 4. Hubungan antara massa air yang diuapkan dalam ketel uap terhadap kebutuhan energi menguapkan air dalam ketel uap

Massa Air Diuapkan dalam

Ketel Uap (kg)

Energi Menguapkan Air dalam Ketel Uap (kJ) Bahan Bakar Kayu Akasia

28,91 65.255,65

35,00 79.004,48

27,28 61.561,93

Proses pemanasan air dalam ketel uap bertujuan untuk menciptakan uap jenuh yang selanjutnya dialirkan ke pipa tembaga (heat exchanger). Energi uap jenuh berpindah ke permukaan pipa tembaga dan memanaskan udara di dalam ruang plenum. Penggunaan bahan bakar dapat mempengaruhi proses pemanasan air dalam ketel uap. Semakin banyak bahan bakar yang digunakan maka energi penguapan air dalam ketel uap akan besar.

Pada Tabel 5 menyatakan hubungan energi menguapkan air dalam ketel uap terhadap energi yang dihasilkan bahan bakar. Penggunaan bahan bakar kayu akasia yang tidak terkontrol menyebabkan energi yang dihasilkan tidak sebanding dengan energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air dalam ketel uap.

Tabel 5. Hubungan antara energi menguapkan air dalam ketel uap terhadap energi yang dihasilkan dari bahan bakar kayu akasia

Energi Menguapkan Air dalam Ketel (kJ)

Energi dari Bahan Bakar Kayu Akasia (kJ)

65.255,65 389.530,40

79.004,48 430.533,60

61.561,93 410.032,00

Energi panas rata-rata yang dibutuhkan pada pengeringan gabah menggunakan bahan bakar kayu akasia dengan kadar air awal 23% basis basah untuk menguapkan air bahan rata-rata sebesar 0,88 kg ke udara (q1) adalah sebesar 4.971,79 kJ dengan laju kebutuhan energi panas rata-rata untuk pengeringan gabah ( 1) adalah sebesar 0,20 kJ/s. Panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu gabah rata-rata (qpb) adalah 68,06 kJ dengan laju kebutuhan energi panas rata-rata ( �) adalah sebesar 2,70×10-3 kJ/s. Panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air dalam gabah rata-rata (qp) adalah sebesar 1.984,56 kJ dengan laju kebutuhan energi panas rata-rata ( ) adalah sebesar 0,079 kJ/s. Panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu uap air rata-rata (q2) adalah sebesar 196,23 kJ dengan laju kebutuhan energi panas rata-rata ( 2) sebesar 7,79×10-3 kJ/s. Panas yang dibutuhkan

Endo Argo Kuncoro, dkk./Pemanfatan Biomassa Akasia (Acacia mangium) sebagai Bahan Bakar ... untuk memanaskan udara pengering rata-rata (qhe) adalah sebesar 24.199,22 kJ. Jadi total energi panas rata-rata (qt) yang dibutuhkan gabah selama proses pengeringan menggunakan bahan bakar kayu akasia adalah 31.419,86 kJ.

Efisiensi

Menurut Taib et al. (1987) dalam Rahmanto (2011), efisiensi pengeringan adalah perbandingan antara energi yang digunakan untuk proses pengeringan bahan (q1) dengan energi untuk memanaskan udara pengering (qhe). Efisiensi pemanasan merupakan perbandingan dari kebutuhan total energi panas alat pengering (qt) terhadap energi panas yang dihasilkan bahan bakar (qbb).

Tabel 6. Perbandingan efisiensi pengeringan terhadap efisiensi pemanasan

Efisiensi Pengeringan

(η1) (%) Efisiensi Pemanasan (η2) (%) Bahan Bakar Kayu Akasia

22,13 8,27

22,29 7,06

17,41 7,72

Efisiensi pengeringan dan pemanasan dengan bahan bakar kayu akasia cukup rendah. Hasil rata- rata energi bahan bakar dengan kayu akasia adalah sebesar410.032,00 kJ.

Tabel 7 Perbandingan energi masukan (input) dengan energi keluaran (output)

Energi Masukan

(Input) Energi Keluaran (Output) Energi dari Bahan

Bakar (kJ) Energi Total (kJ)

389.530,40 95.655,43

430.533,60 108.601,42

410.032,00 92.200,00

Berdasarkan Tabel 7 penggunaan energi untuk proses pengeringan gabah dan penguapan air dalam ketel uap masih rendah. Energi untuk proses tersebut hanya membutuhkan sekitar 22,49% hingga 25,22% dari energi yang dihasilkan bahan bakar kayu akasia. Selain itu menujukan bahwa energi dari proses pembakaran bahan bakar kayu akasia tidak efisien sekitar 74,78% hingga 77,51% hilang ke lingkungan.

Kapasitas Pengeringan

Pengertian kapasitas adalah jumlah keluaran atau output maksimum yang dihasilkan dari alat atau suatu fasilitas selama selang waktu tertentu (Sume, 2012) Tabel 8 menunjukkan perbandingan antara kapasitas pengeringan aktual dan efektif.

Tabel 8. Perbandingan nilai kapasitas pengeringan aktual dan efektif alat pengeringan tipe flat bed Kapasitas Aktual

(kg/hari) Kapasitas Efektif (kg/hari) Bahan Bakar Kayu Akasia 10 kg/hari 11,25 kg/hari 10 kg/hari 11,05 kg/hari 10 kg/hari 11,08 kg/hari

Tabel 8 menunjukan nilai rata-rata kapasitas efektif pengeringan dengan menggunakan bahan bakar kayu akasia adalah sebesar 11,12 kg/hari. Nilai rata-rata kapasitas efektif pengeringan dengan menggunakan bahan bakar kayu akasia cukup besar. Nilai efisiensi alat pengeringan dengan menggunakan bahan bakar kayu akasia didapat sebesar 89,89%. Efisiensi alat pengeringan didapat dari perbandingan antara kapasitas aktual dibandingkan dengan kapasitas efektif pengeringan.

Endo Argo Kuncoro, dkk./Pemanfatan Biomassa Akasia (Acacia mangium) sebagai Bahan Bakar ...

Efisiensi alat pengeringan yang rendah dikarenakan perbandingan antara kapasitas efektif dengan kapasitas aktual pengeringan terlalu besar. Begitu juga sebaliknya, jika nilai perbandingan antara kapasitas efektif dengan kapasitas aktual tidak terlalu besar maka efisiensi alat pengeringan akan semakin besar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Laju pengeringan rata-rata sebesar 1,11%/jam, kadar air akhir gabah rata-rata sebesar 13,88%, dan kebutuhan energi panas total rata-rata 31.419,86 kJ.

2. Efisiensi pengeringan dan efisiensi pemanasan dengan bahan bakar kayu akasia adalah sebesar 20,61% dan 7,68%. Efisiensi rata-rata energi keluaran (output) yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar kayu akasia adalah sebesar 24,09% .

3. Kapasitas efektif dan efisiensi alat pengeringan berbahan bakar kayu akasia adalah sebesar 11,12 kg/hari dan 89,89%.

4. Penggunaan kayu akasia sebagai bahan bakar alat pengeringan tipe flat bed memenuhi kriteria untuk mengeringkan gabah.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat untuk proses pengeringan gabah dengan pengering tipe flat bed dibutuhkan konstruksi pengering yang lebih kuat dan efisien. Rancangan teknis heat exchanger, ketel uap, dan tungku pembakaran kayu akasia harus diperhatikan agar mengurangi pemborosan energi. Hasil akhir gabah setelah dikeringkan harus diuji ke BULOG agar diketahui kualitas gabah yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ablizar, R. 2008. Pengering Gabah Tipe Silinder dengan Sumber Pemanas Bahan Bakar Gas. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.

Badan Bimas Ketahanan Pangan. 2002. Keputusan Bersama Kepala Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian Republik Indonesia dan Kepala Badan Urusan Logistik tentang Harga Pembelian Gabah oleh Kontraktor Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri dari Petani/Kelompok Tani. No: 04/SKB/BBKP/II/2002. Tanggal 26 Februari 2002. Kep-58/UP/02/2002.

Badan Litbang Departemen Kehutanan. 1994. Pedoman Teknis Penanaman Jenis-Jenis Kayu Komersil. Badan Litbang Pertanian. 2012. Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi Sumatera Selatan. Agroinovasi Sinar Tani.

Ed. 8-14 Februari 2012 No. 3443 Tahun XLII.

Badan Standarisasi Nasional. 2004. SNI (01-0224-1987) Standar Mutu Gabah. Standar Nasional Indonesia. Brooker, D.B., F.W. Bakker-Arkema, dan C.W. Hall. 1992. Pengeringan dan Penyimpanan Biji-Bijian dan Biji

Minyak Nabati. Diterjemahkan oleh Purnomo, R.H. 1997. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Çengel Y.A. 2007. Heat and Mass Transfer: A Practical Approach. 2nd ed. New York. McGraw-Hill.

Dalam dokumen PROSIDING MKTI 2013 lengkap final (Halaman 98-105)