BAB V PENUTUP
Bagan 2.3 Penerapan STEAM pada Pembelajaran Tematik
Materi pembelajaran tematik yang peneliti gunakan akan diuraikan sebagai berikut:
1. Pengertian Ekologi
KOMPETENSI DASAR
3.4 Memahami karya seni rupa teknik
PPKn: Hak dan kewajiban menjaga lingkungan.
Ekologi: Recylce
Teknologi yang digunakan yaitu Low technology untuk membuat kolase seperti pensil, spidol, lem, gunting, kardus, dan handphone.
SBdP: Recycle: Teknik menempel daun dan bahan-bahan lainnya.
SBdP: Membuat kolase menggunakan bahan-bahan di lingkungan.
Matematika: Matematika mengenai penaksiran jumlah dan selisih bilangan desimal.
Ekologi adalah ilmu yang komprehensif yang mempelajari hubungan antar organisme dengan lingkungannya. Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara tumbuhan dan hewan satu sama lain. Ekologi merupakan ilmu lingkungan alam yang mempelajari hubungan antara organisme dengan lingkungan di sekitarnya (Effendi, Salsabila, & Malik, 2018: 76). Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme atau organisme dengan lingkungannya. Ekologi bisa disebut sebagai ilmu dasar lingkungan, ilmu yang mempelajari sebuah pola hubungan timbal balik antara makhluk hidup. Ekologi mengutamakan prinsip keseimbangan dan keharmonisan. Terjadi bencana alam merupakan contoh terganggunya keseimbangan dan keharmonisan alam.
2. Konsep Pengelolaan Sampah 3R (Reduce, Reuse, and Recycle)
Konsep pengelolaan sampah 3R adalah pencegahan timbulan sampah, dengan meminimalisasikan limbah. Pengolahan sampah 3R ini mendorong barang yang dapat digunakan lagi, dan dikomposisi secara biologi (biodegradable) serta penerapan pembuangan limbah yang ramah lingkungan.
Hal ini dapat mempengaruhi agar masyarakat lebih ramah terhadap lingkungan. Jika diuraikan prinsip 3R, yaitu prinsip reduce, reuse, dan recycle. Berikut uraian mengenai reduce, reuse, and recycle. Reduce adalah kegiatan yang dapat mengurangi bahkan mencegah sampah. Reuse adalah kegiatan penggunaan sampah yang layak pakai. Recycle adalah kegiatan mengolah sampah untuk dijadikan produk baru yang bermanfaat atau sebagai hiasan. Berikut ini penjelasan prinsip 3R.
a. Prinsip Reduce (R1)
Reduce sampah merupakan kegiatan untuk mengurangi sampah di lingkungan sumber bahkan dilakukan sejak sebelum sampah dihasilkan.
Upaya reduksi sampah dengan cara merubah pola hidup dari kebiasaan yang boros menjadi hemat. Hal tersebut dapat mengurangi sedikit sampah.
Perubahan perilaku tersebut dapat diterapkan sejak anak-anak melalui
pendidikan di sekolah supaya terbiasa dan dapat mengenalkan bagaimana cara mengolah sampah. Prinsip reduce dilakukan dengan cara meminimalisasikan barang yang digunakan. Semakin banyak kita menggunakan material atau barang, maka akan semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menerapkan reduce (Suyoto, dalam Darmawan, 2013) yaitu: (1) Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar; (2) Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau untuk tempat lainnya; (3) Gunakan baterai yang dapat di charge kembali sehingga hemat; (4) Jual atau berikan sampah yang terpilah kepada pihak yang memerlukan; (5) Ubah pola makan dengan mengkonsumsi makanan segar dan sehat, serta mengurangi makanan kaleng atau instan; (6) Membeli barang dalam kemasan besar dan membeli barang dengan kemasan yang dapat di daur ulang (kertas, daun dan lain-lain); (7) Membawa tas belanja sendiri ketika akan berbelanja; (8) Tolak penggunaan kantong plastik; 9) Gunakan rantang untuk tempat membeli makanan.
b. Prinsip Reuse (R2)
Reuse berarti menggunakan kembali bahan agar tidak menjadi sampah seperti menggunakan kertas bolak-balik, menggunakan kembali botol bekas, dan lain-lain. Menghindari pemakaian barang-barang yang hanya sekali pakai. Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah sehingga meminimalisir sampah yang dihasilkan.
Tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan program (Suyoto, dalam Darmawan, 2013): (1) Pilih produk dengan pengemas yang dapat didaur ulang; (2) Gunakan produk yang dapat diisi ulang (refill); (3) Mengurangi penggunaan bahan dan material sekali pakai: (4) Plastik kresek dapat digunakan sebagai tempat sampah; (5) Kaleng/baskom besar digunakan untuk pot bunga atau tempat sampah; (6) Gelas atau botol
plastik digunakan untuk pot bibit tanaman atau wadah tanaman kecil; (7) Bekas plastik yang lebih tebal digunakan sebagai tas atau kantong belanja;
(8) Styrofoam digunakan untuk alas pot atau lem; (9) Potongan kain/baju bekas untuk lap, keset, selimut, dan lain-lain; (10) Majalah atau buku jangan dibuang atau bakar melainkan digunakan kembali untuk perpustakaan.
c. Prinsip Recycle (R3)
Recycle berarti mendaur ulang suatu bahan yang sudah tidak berguna atau sudah menjadi sampah. Contohnya yaitu mengolah sisa kain perca menjadi selimut, kain lap, dan lainnya. Mengolah botol atau plastik bekas menjadi biji plastik untuk dicetak kembali menjadi ember, pot, dan produk lainnya. Mengolah kertas bekas menjadi bubur kertas dan kembali dicetak menjadi kertas dengan kualitas lebih rendah, bisa menjadi kerajinan tangan dan lain-lain. Prinsip recycle dilakukan dengan cara mendaur ulang barang-barang yang sudah tidak terpakai atau tidak berguna.
Tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan recycle atau mendaur ulang (Suyoto, dalam Darmawan, 2013): (1) Mengubah sampah plastik menjadi souvenir; (2) Lakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos; (3) Mengubah sampah kertas menjadi lukisan atau mainan miniatur.
3. Daur Ulang (Recycle)
Pada penelitian yang dilakukan peneliti konsep yang digunakan yaitu mendaur ulang sampah (Recycle). Hal ini dikarenakan melihat kondisi pada saat ini yang terjadi banjir di mana-mana. Bencana alam tersebut menjadikan inspirasi bagi peneliti untuk mencoba menangani dengan cara yang sederhana yaitu mendaur ulang sampah. Sampah yang dimaksud adalah daun-daun kering atau bahan-bahan alam yang sudah mati atau layu. Bahan-bahan tersebut seringkali diabaikan namun peneliti mencoba mengolah limbah tersebut menjadi karya kolase yang menarik.
Media ini bisa digunakan dalam pembelajaran sehingga membantu guru dalam
merencanakan pembelajaran yang menarik dan kreatif dengan memanfaatkan bahan-bahan di sekitar lingkungan.
4. Penaksiran Jumlah dan Selisih Bilangan Desimal
Penaksiran adalah mengira, memperkirakan, atau mengira-ngira. Menaksir operasi hitung adalah melakukan penaksiran terhadap operasi hitung. Operasi hitung bisa dalam penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Pada materi kali ini penaksiran yang dilakukan yaitu operasi hitung penjumlahan dan pengurangan atau selisih bilangan desimal (Kemendikbud, 2017: 107).
5. Kolase
Kolase adalah teknik menempel berbagai macam unsur ke dalam satu bingkai yang menghasilkan karya seni baru. Kolase merupakan kegiatan seni dengan menempelkan benda-benda tertentu seperti biji-bijian, kaca, kayu, dan lainnya.
Benda-benda tersebut ditempelkan ke sebuah area yang telah disediakan untuk membentuk suatu bentuk tertentu misalnya bentuk hewan, tumbuhan dan lainnya sesuai dengan keinginan masing-masing. (Seefeld & Wasik, dalam khasanah, 2019:
4).
Pembelajaran tematik yang terintegrasi STEAM menggunakan model pembelajaran PjBL tersebut, peneliti realisasikan menggunakan pembelajaran daring yang dikemas berbentuk buku. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pembaca memahami RPP berbasis STEAM dengan model PjBL.
2.1.7 Tahap Perkembangan Kognitif Anak
2.1.7.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD)
Setiap individu pasti mengalami proses perkembangan. Perkembangan tersebut bergerak tahap ke tahap berikutnya yang bertambah maju. Mulai dari masa pertumbuhan dan berakhir dengan kematian (Desmita, 2011). Usia rata-rata saat masuk sekolah dasar yaitu enam tahun dan selesai pada usia 12 tahun. Anak-anak usia sekolah memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan anak yang usianya lebih muda. Guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, di mana peserta didik dapat berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran (Desmita, 2009:
35).
Hakikat perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi: (1) Menguasai keterampilan fisik untuk melakukan permainan; (2) Membina hidup sehat; (3) Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok atau bekerjasama; (4) Belajar untuk melakukan peranan sosial yang disesuaikan dengan jenis kelamin; (5) Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat; (6) Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif; (7) Mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai; (8) Mencapai kemandirian pribadi (Havighurst, dalam Desmita, 2009: 35-36).
Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut untuk memberikan bantuan berupa: (1) Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik; (2) Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga kepribadian sosialnya berkembang; (3) Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman langsung dalam membangun konsep; (4) Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai dan mampu menentukan pilihan bagi dirinya (Desmita, 2009: 36).
Karakteristik anak yang peneliti gunakan menurut teori dari Vygotsky. Berikut merupakan penjelasan teori belajar menurut Vygotsky.
2.1.7.2 Teori Belajar Lev Semenovich Vygotsky
Pemikiran Vygotsky mengenai kognitif seorang peserta didik. Asumsi dasar dari teori konstruktivisme sosial Vygotsky adalah apa yang dilakukan atau dipelajari peserta didik hari ini dengan bekerja sama (kelompok) dapat dilakukannya secara mandiri pada masa yang akan datang (Warsono, dalam, Suci, 2018: 232). Menurut Vygotsky pelajar memiliki dua tingkat perkembangan berbeda yaitu, tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual terjadi secara individu dengan menggunakan kemampuan kognitif. Perkembangan potensial adalah tingkatan kognitif yang dicapai peserta didik melalui bantuan orang dewasa seperti guru, orang tua, atau teman sebaya yang lebih kompeten. Vygotsky menyarankan agar guru dapat berkolaborasi dengan peserta didik. Guru dapat memfasilitasinya untuk membangun
pengetahuan dengan diskusi, tanya jawab, dan berdebat dengan teman sebaya (Arends, dalam Suci, 2018: 232).
Dalam memfasilitasi proses internalisasi tersebut Vygotsky mengetengahkan suatu wilayah diantaranya perkembangan aktual dan potensial, yang disebut zone of proximal development (ZPD). ZPD dimaknai sebagai zona belajar yang mampu dijangkau oleh peserta didik, zona aktual terlalu mudah untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah secara mandiri, sedangkan zona potensial terlalu sulit dijangkau peserta didik dengan bantuan dari orang dewasa (Schunk, dalam Suci, 2018: 233). ZPD merupakan jarak antara taraf perkembangan aktual. Hal tersebut seperti yang nampak dalam pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial.
Contohnya yaitu dalam melakukan pemecahan masalah dilakukan dengan bimbingan orang dewasa atau bekerja sama dengan teman sebaya yang lebih mampu dan lebih kompeten.
Teori belajar Vygotsky merupakan teori belajar sosial sehingga sesuai dengan model pembelajaran kooperatif atau pembelajaran untuk mendidik kerja sama atau interaksi antar peserta didik karena terjadi interaksi antara peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dan guru, dalam menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah. Teori Vygotsky beranggapan bahwasanya pembelajaran terjadi saat peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari. Tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan kemampuanya, atau berada dalam zone of development (ZPD) yaitu perkembangan kemampuan peserta didik sedikit di atas kemampuan yang sudah dimilikinya (Yohanes, 2010: 134).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwasanya teori belajar menurut Vygotsky yaitu sudah memiliki kemampuan menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah secara mandiri.
2.2 Penelitian Relevan
Uraian dalam sub bab ini terdiri dari beberapa penelitian terdahulu yang relevan dan bersangkutan dengan penelitian tentang pembelajaran daring, STEAM dan model pembelajaran PjBL. Penelitian-penelitian itu adalah sebagai berikut.
1) Penelitian lain yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian tentang pembelajaran daring adalah penelitian Oktawirawan (2020), yang berjudul
“Faktor Pemicu Kecemasan Siswa dalam Melakukan Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemicu kecemasan yang dialami oleh peserta didik serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi kecemasan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan melibatkan 74 peserta didik menengah atas. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kecemasan peserta didik dalam melakukan pembelajaran daring yaitu kesulitan memahami materi, mengerjakan tugas-tugas, ketersediaan dan kondisi jaringan internet, kendala teknis, dan kekhawatiran akan tugas selanjutnya. Upaya untuk mengatasi kecemasan tersebut yaitu belajar mandiri, segera mengerjakan tugas yang diberikan, berdiskusi dengan guru dan teman, berdoa, menyemangati diri sendiri, mencari motivasi, serta melakukan hal-hal yang disukai lainnya. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah pembelajaran daring dalam pembelajaran saat situasi pandemi Covid-19.
Perbedaannya yaitu mengetahui kendala pembelajaran daring dari guru SD.
Alasan peneliti menggunakan penelitian ini yaitu penelitian tersebut sebagai inspirasi kendala pembelajaran daring dari sudut peserta didik.
2) Penelitian tentang STEAM yang peneliti jadikan referensi penelitian adalah penelitian yang dilakukan Zubaidah (2019), yang berjudul “STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics): Pembelajaran untuk Memberdayakan Keterampilan Abad ke-21”. Penelitian ini menerapkan pendekatan STEAM untuk membekali peserta didik dengan berbagai keterampilan abad 21 yang dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian telaah pustaka dengan subjek penelitian peserta didik kelas X semester 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peserta didik dapat beradaptasi dan terlibat dalam berbagai disiplin ilmu secara bersamaan untuk melihat masalah dari berbagai perspektif guna mempersiapkan tantangan abad 21. Persamaan peneliti dengan penelitian yang dilakukan Zubaidah adalah pendekatan STEAM yang dilakukan dalam pembelajaran guna mempersiapkan peserta didik untuk memiliki keterampilan abad 21. Perbedaannya subjek pada penelitian yang
digunakan peneliti adalah peserta didik kelas IV SD. Alasan peneliti menggunakan penelitian tersebut yaitu pendekatan STEAM dapat membekali peserta didik untuk memiliki keterampilan abad 21 sesuai dengan perkembangan teknologi dan revolusi industri 4.0.
3) Penelitian tentang STEAM yang peneliti jadikan referensi penelitian adalah penelitian yang dilakukan Lumbantobing dan Azzahra (2020), yang berjudul
“Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 Melalui Penerapan Pendekatan STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics”. Penelitian ini menerapkan pendekatan STEAM pada peserta didik untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen dengan subjek penelitian peserta didik kelas VIII berjumlah 30. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peserta didik menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan penalaran dengan adanya pendekatan STEAM dalam pembelajaran yang dilakukan. Persamaan peneliti dengan penelitian yang dilakukan Lumbantobing dan Azzahra adalah pendekatan STEAM yang dilakukan dalam pembelajaran. Perbedaannya subjek pada penelitian yang digunakan adalah peserta didik kelas IV SD. Alasan peneliti menggunakan penelitian tersebut yaitu pendekatan STEAM yang dapat meningkatan beberapa keterampilan abad 21 pada peserta didik salah satunya berpikir kritis dan kreativitas.
4) Penelitian tentang STEAM yang peneliti jadikan referensi penelitian adalah penelitian yang dilakukan Wahyuningsih, dkk (2019), yang berjudul “Efek Metode STEAM pada Kreativitas Anak Usia 5-6 Tahun”. Penelitian ini menerapkan pendekatan STEAM untuk menguji efek metode STEAM terhadap kreativitas anak usia 5-6 tahun. Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen dengan subjek penelitian peserta didik usia 5-6 tahun berjumlah 25.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan kreativitas peserta didik sebelum dan sesudah melakukan penerapan metode STEAM. Persamaan peneliti dengan penelitian yang dilakukan Wahyuningsih, dkk adalah pendekatan STEAM yang dilakukan dalam pembelajaran guna menggunakan loose part
untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Perbedaannya subjek pada penelitian yang digunakan peneliti adalah peserta didik kelas IV SD. Alasan peneliti menggunakan penelitian tersebut yaitu pendekatan STEAM untuk mengasah beberapa kemampuan peserta didik yang dihubungkan dengan lingkungan sekitar.
5) Penelitian tentang STEAM yang peneliti jadikan referensi penelitian adalah penelitian yang dilakukan Wijaya, Karmila & Amalia (2015), yang berjudul
“Implementasi Pembelajaran Berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics) pada Kurikulum Indonesia”. Penelitian ini menerapkan pendekatan STEAM yang dipadukan pada pembelajaran tematik integratif sesuai dengan kurikulum 2013. Penelitian ini menggunakan metode penelitian telaah pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis STEAM dapat melatih kemampuan dan bakat peserta didik menghadapi masalah abad 21 sesuai pembelajaran di SD. Persamaan peneliti dengan penelitian yang dilakukan Wijaya, Karmila & Amalia adalah pendekatan STEAM yang dilakukan dalam pembelajaran tematik sesuai dengan kurikulum 2013 untuk melatih keterampilan abad 21. Perbedaannya subjek pada penelitian yang digunakan peneliti adalah peserta didik kelas IV SD dan muatan pembelajaran yang diambil yaitu mata pelajaran PPKn, matematika, dan SBdP.
Alasan peneliti menggunakan penelitian tersebut yaitu pendekatan STEAM dapat melatih keterampilan abad 21 sesuai dengan pembelajaran tematik pada kurikulum 2013.
6) Penelitian lain yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian tentang STEAM dalam Project Based Learning adalah penelitian Dywan dan Airlanda (2020), yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Project Based Learning Berbasis STEM dan Tidak Berbasis STEM Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kefektivan penggunaan model pembelajaran PjBL berbasis STEM dan tidak berbasis STEM terhadap kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas IV SD. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan membandingkan dua hal yang memiliki perbedaan hasil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran PjBL berbasis STEM lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas IV SD muatan pembelajaran IPA.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah penggunaan model pembelajaran PjBL dan keterampilan pada peserta didik yang akan diamati salah satunya adalah berpikir kritis untuk peserta didik kelas IV SD. Perbedaannya yaitu tidak menggunakan pendekatan STEM melainkan pendekatan STEAM serta muatan pembelajaran bukan hanya IPA melainkan pembelajaran tematik yang terdiri dari muatan PPKn, matematika, dan SBdP. Alasan peneliti menggunakan penelitian ini yaitu penelitian menggunakan pendekatan STEM dan model pembelajaran yang digunakan adalah PjBL yang dapat melatih keterampilan berpikir kritis serta keterampilan abad 21 lainnya untuk peserta didik.
Berdasarkan literatur penelitian relevan di atas, peneliti belum menemukan penelitian yang berkaitan dengan pengembangan pembelajaran daring dengan pendekatan STEAM untuk kelas IV SD tema 3, subtema 3, pembelajaran 2. Sebagai bentuk inovasi atau kebaruan penelitian, peneliti akan mengembangkan pembelajaran daring dengan pendekatan STEAM menggunakan model PjBL untuk kelas IV SD, tema 3, subtema 3, pembelajaran 2. Pengembangan pembelajaran disesuaikan dengan kondisi yang sedang dialami peserta didik saat ini dan pada penelitian guru berperan sebagai fasilitator. Buku pembelajaran daring dengan pendekatan STEAM dapat membantu guru dalam mengemas pembelajaran menjadi lebih menarik dan dapat membantu peserta didik untuk lebih mengerti serta memahami materi. Hal tersebut dikarenakan peserta didik dapat mempraktekkannya sendiri, sehingga memiliki pengalaman untuk membangun pembelajaran serta melatih keterampilan abad 21. Inspirasi peneliti melakukan penelitian dan pengembangan berdasarkan penelitian yang relevan sebelumnya tentang pendekatan STEAM, model pembelajaran PjBL, serta pembelajaran daring untuk pembelajaran disajikan dalam bagan berikut ini:
Bagan 2.4 Literature Map Penelitian Relevan