• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan masyarakat dalam operasional teknik

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN (Halaman 66-69)

Community Knowledge dapat dikaji dari pengetahuan masyarakat dalam

operasional teknik, sejauh mana masyarakat lokal memiliki pengetahuan yang memadai terkait perbaikan atau perawatan peralatan. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan masyarakat masih minim terkait operasional teknis. Namun demikian, untuk tingkat masyarakat lokal yang diberdayakan, pengetahuan ini dipandang sudah memadai. Selama ini pengurus mengatasi permasalahan kerusakan teknis dengan mengundang teknisi dari luar. Selain itu, pengurus ikut serta dalam berbagai pendidikan dan pelatihan (diklat) untuk meningkatkan kapasitasnya dalam operasional teknik.

Hasil penelitian menunjukkan masyarakat lokal belum memiliki kompetensi yang memadai terkait penggantian mesin pada sumur Program PAMSIMAS. Selain itu, masyarakat dan pengurus juga belum paham terkait pengetahuan dalam membersihkan filter perpompaan. Untuk mengatasi permasalahan ini, pengurus mengundang teknisi dari luar untuk pembersihan setiap 3 (tiga) bulan sekali. Berikut ini seperti yang dinyatakan A02 selaku pengurus BP-SPAMS Desa Plosorejo :

“Panelnya nggak bisa ganti. Panelnya rusak, stavolnya akhirnya diganti. Filternya sering kotor karena lumpur. Itu memang sumbernya yang nggak bagus, tapi tetap tiga bulan sekali kita kuras. Karena nggak bisa, kita menggunakan tenaga luar untuk membersihkan pompa. Harusnya kita sendiri karena sudah dilatih, tapi karena tidak yakin akhirnya mengundang. Sekarang kalau nggak pakai alat juga susah. Jadi, tenaga dan alatnya pakai pihak ketiga. Dari BPS cari sendiri. Bayarnya 350 ribu. Tiga bulan sekali membersihan pompa.

commit to user

A01 selaku Ketua BP-SPAMS Desa Plosorejo membenarkan pernyataan A02 bahwa pengurus menggunakan jasa teknisi dari luar untuk perbaikan kerusakan mesin. Berikut ini pernyataan A01 :

“Ganti-ganti mesin niku tasih ngundang teknisi luar. Lha niku dereng wani,

ngertine yo dereng pathi mudheng. Ngertine teori praktek langsung dereng wani. Untuk nguras dalam mesinnya itu. Tigang bulan sekali. Tiga bulan sekali nyeluk teknisi. Padahal naming ngresiki saringan bawah kan buntet karena weko, lha bunthet airnya nggak bisa masuk airnya kecil. Lha niki pun langganan Pak Harno saking dusun Sumber Lawang. Bayarnya diambil dari dana kas. Kados pengeluaran rutin tiga bulanan niku.” (Mengganti mesin itu

masih mengundang teknisi luar. Petugas belum berani, belum begitu paham. Pahamnya teori tapi praktik langsung belum berani. Untuk menguras mesinnya itu. Tiga bulan sekali. Tiga bulan sekali memanggil teknisi. Padahal hanya membersihkan saringan bawah yang terhambat karena endapan kapur, mengakibatkan airnya terhambat dan mengalir kecil. Disini sudah langganan Pak Harno dari Desa Sumber Lawang. Bayarnya diambil dari dana kas. Ini sudah seperti pengeluaran rutin tiga bulanan sekali).

(wawancara 29 Agustus 2015) Lebih lanjut, A01 menjelaskan bahwa sebelum menggunakan jasa perbaikan dari teknisi luar, pihak BP-SPAMS Desa Plosorejo pernah mencoba melakukan perbaikan sendiri. Namun demikian, karena pengetahuan teknis yang minim mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Sejak kejadian tersebut, pihaknya menggunakan jasa perbaikan teknisi dari luar. Berikut ini pernyataan A01 :

“Dulunya dipikul dewe (dikerjakan sendiri), hanya mengundang teknis

setunggal naming ngresiki, sakniki merohi dadi sisan (teknis satu hanya

membersihkan, sekarang terima bersih). Lha wes tau (sudah pernah) dua kali kecelakaan. Sudah masuk pipa lima, kurang satu lepas, jatuh. Itu pas ditangani sendiri. Keteledoran. Saya sendiri kejebles (terjepit) satu minggu nggak sembuh. Sembilan puluh meter kok. Jiglok (jatuh). Lha leh narik niku mesin

ditarik ngagem kabel gak kuat, putus (menarik mesinnya itu ditarik dengan

kabel tapi tidak kuat, putus).

(wawancara 29 Agustus 2015) A03, selaku petugas teknis BP-SPAMS Desa Plosorejo membenarkan pernyataan A01. A03 menyatakan bahwa pihaknya belum menguasai terkait pengetahuan service mesin, sehingga membayar teknisi dari luar. Berikut ini pernyataan A03 :

“Kalau panel sedikit-sedikit sudah tahu, tapi misalnya kontraktornya rusak saya belum begitu paham. Kita ngebel (menghubungi) Pak Giyarto, sama Pak Harno kalau tidak bisa. Service mesin itu dari pihak BPS masih mengundang.

commit to user

Kalau dulu kan ditangani sendiri pernah kejatuhan. Dulu Pak A01 pernah kebentur. Semenjak itu manggil teknis yang alatnya katrol hidrolik.”

(wawancara 29 Agustus 2015) Kondisi yang serupa ditunjukkan di Desa Katelan. Masyarakat setempat belum memiliki kompetensi yang memadai terkait penggantian mesin pompa di sumur PAMSIMAS. Pengurus hanya melakukan perbaikan teknis ringan, sedangkan untuk perbaikan listrik dan kerusakan berat di mesin tetap menggunakan jasa teknisi dari luar. Berikut ini seperti yang diungkapkan B03 selaku pengurus teknis BP-SPAMS Desa Katelan :

“Kalau perbaikan ringan seumpama pipa bocor, pipa-pipa itu saya bisa menangani. Tapi, kalau masalah kelistrikan, mesin rusak gitu, saya tidak bisa. Biasanya yang mengerjakan bayar orang teknis. Dulu pernah kerusakan pompa kebakar, lalu bayar orang lain. Kan mbayar kadang habis 500 ribuan. Itu belum tambah lain-lain. Itu urunan lagi. Itu kalau tidak ada dana kan urunan lagi.”

(wawancara 1 Oktober 2015) B05, selaku masyarakat sasaran di Desa Katelan menyatakan hal senada sebagai berikut :

“Tukang teknisi itu biasanya manggil dari luar. Kalau nggak bisa ya manggil. Kalau bisa ya dikerjakan pengurus sendiri. Masalah pembersihan pompa itu biasanya manggil. Soalnya petugas teknisnya belum terlalu paham terkait perbaikan yang berat-berat itu.”

(wawancara 2 Oktober 2015) B02 selaku Ketua LKM Desa Katelan menyatakan bahwa pengurus mendapatkan bantuan dari masyarakat sasaran sebagai konsumen dalam perbaikan kelistrikan. Hal ini dikarenakan salah seorang masyarakat konsumen ialah pegawai sebuah perusahaan listrik, yaitu PT PLN (Persero), sehingga paham permasalahan kelistrikan. Namun demikian, untuk kerusakan berat terkait kelistrikan pengurus memang masih menggunakan jasa pihak teknisi luar. Berikut ini pernyataan B02 :

“Tekniknya kan justru ada warga kami yang pegawai listrik, PLN. Untuk perbaikan semisal stavoltnya yang rusak, kerusakan berat, tetap membayar pihak luar. Untuk ini perbaikan naik turun sudah konsumen sendiri. Konsumen masing-masing mau bergerak disitu.”

(wawancara 1 Oktober 2015) Hasil penelitian menunjukkan, pengurus ikut serta dalam berbagai pendidikan dan pelatihan (diklat) untuk meningkatkan kapasitasnya dalam operasional teknik.

commit to user

Diklat ini diselenggarakan oleh pihak DPU Kabupaten Sragen. A03 selaku petugas teknis BP-SPAMS Desa Plosorejo membenarkan hal ini sebagai berikut :

“Pelatihan juga ada soal perpipaan, mesin, kelistrikan. Pelatihan itu saya sudah ikut berkali-kali. Biasanya di Semarang, Sragen, pernah juga di Tawang Mangu. Itu sesudah sumur dibangun terus ada pelatihan. Tapi, kalau yang rusak di dalam mesin motornya saya belum tahu.”

(wawancara 29 Agustus 2015) Senada dengan A03, A02 selaku pengurus BP-SPAMS Desa Plosorejo menyatakan bahwa pengurus BP-SPAMS telah diikutsertakan dalam diklat untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan teknik. Berikut ini pernyataan A02 :

“Kita masih mengundang dari tenaga luar untuk membersihkan pompa. Harusnya kan kita sendiri karena sudah dilatih, tapi karena tidak yakin akhirnya mengundang. Padahal dulu juga ada workshop dari provinsi ditempatkan di aula DPU, itu teknik.”

(wawancara 26 Agustus 2015) B03 selaku Pengurus Teknik BP-SPAMS Desa Katelan mengakui bahwa pengelola seringkali diikutsertakan dalam diklat teknis dari DPU. Namun demikian, untuk kerusakan mesin pihaknya masih mengundang teknisi dari luar. Hal ini dikarenakan pengurus belum memahami perbaikan mesin. Berikut ini pernyataan B03 :

“Diklat itu biasanya yang berangkat Pak B02. Itu penyelenggaranya DPU. Pak Bayan B02 yang ikut. Tapi, kalau masalah kerusakan mesin gitu, kita masih

manggil teknisi. Ya karena pengurus sendiri juga kurang menguasai persoalan

mesin yang berat gitu.”

(wawancara 1 Oktober 2015)

Beranjak dari pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa

pengetahuan masyarakat terkait operasional teknis terutama dalam membersihkan pompa masih minim. Selama ini pengurus mengatasi permasalahan kerusakan teknis dengan mengundang teknisi dari luar. Selain itu, pengurus ikut serta dalam berbagai pendidikan dan pelatihan (diklat) untuk meningkatkan kapasitasnya dalam operasional teknik. Untuk tingkat masyarakat lokal yang diberdayakan, pengetahuan ini dipandang sudah memadai.

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN (Halaman 66-69)