• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Kosakata Dasar pada Generasi Muda di Kota Semarang Pengujian kosakata dasar pada generasi muda meliputi kosakata ngoko Pengujian kosakata dasar pada generasi muda meliputi kosakata ngoko

DI KOTA SEMARANG DAN KOTA PEKALONGAN

C. Penguasaan Kosakata Ngoko dan Krama pada Generasi Muda di Kota Semarang dan Kota Pekalongan

4. Pengujian Kosakata Dasar pada Generasi Muda di Kota Semarang Pengujian kosakata dasar pada generasi muda meliputi kosakata ngoko Pengujian kosakata dasar pada generasi muda meliputi kosakata ngoko

dan krama. Analisis dilakukan dua tahap, tahap pertama analisis terhadap penghitungan kosakata ngoko dan tahap kedua dilanjutkan analisis terhadap penghitungan kosakata krama. Selanjutnya, hasil pengujian kosakata ngoko dan krama diperbandingkan untuk mengetahui potret penguasaan atas kosakata dasar yang diujikan.

a. Hasil Pengujian Kosakata Ngoko

Pengujian kosakata ngoko yang dilakukan pada generasi muda Kota Semarang diperoleh hasil temuan dengan rerata skor 61,6 %. Secara umum dapat dikategorikan penguasaan kosakata dasar bentuk ngoko berada pada kualifikasi: “cukup baik”. Rincian urutan capaian penguasaan kosakata ngoko tertera pada tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4: Hasil Uji Penguasaan Kosakata Ngoko Generasi Muda di Kota Semarang

No Medan Makna Penguasaan Kosakata

Persentase Kualifikasi

1 seni tradisi 13,3 tidak baik

2 perkakas dalam rumah tangga 40,9 kurang baik

3 aktivitas sehari-hari 42,9

4 warna 58,0 cukup baik

5 sifat 59,3

6 anggota tubuh 61,1

7 tanya 62,8

8 pakian dan perhiasan 70,0

9 binatang dan tumbuhan 77,0 baik

10 keterangan waktu 95,8

11 bilangan 96,4

rerata 61,6 cukup baik

Hasil pengujian yang tertera pada tabel 4.4 memberikan potret secara rinci terhadap penguasan kosakata pada masing-masing medan makna. Penguasaan kosakata bermedan makna seni tradisi mulai sedikit dikenali oleh penutur mudanya, persentase penguasaannya hanya mencapai 13,3% berada pada kualifikasi: “tidak baik”. Fakta ini memberikan potret langsung bahwa kosakata berkaitan dengan unsur seni tradisi atau budaya mulai ditinggalkan, yang dikuatirkan pula perilaku budaya luhur Jawa mulai tergeser dengan perilaku budaya urban dan asing. Penguasaan kosakata dengan kualifikasi: “kurang baik” diduduki oleh kosakata bermedan makna perkakas dalam rumah tangga (40,9%) dan aktivitas sehari-hari (42,9%).

Penguasaan kosakata dengan kualifikasi: “cukup baik” yang dikuasai oleh penutur muda adalah kosakata bermedan makna warna (58%), sifat (59,3%), anggota tubuh (61,1%), tanya (62,8%), dan pakian dan perhiasan (70,0%). Hasil ini mengisyaratkan bahwa generasi muda dalam tuturan keseharian masih mudah menggunakan kosakata tersebut.

Kosakata yang paling melekat dalam tuturan adalah kosakata bermedan makna binatang dan tumbuhan (77%), keterangan waktu (95,8%), dan bilangan (96,4). Ketiga medan makna tersebut berada pada kategori commit to user

berkualifikasi: “baik”, terutama kosakata yang bermedan makna bilangan dengan persentase penguasaan yang tertinggi.

b. Hasil Pengujian Kosakata Krama

Berdasar hasil pengujian pada kosakata krama diperoleh temuan bahwa penguasaan kosakata dasar bentuk krama pada generasi muda di kota Semarang berada dalam kualifikasi: “tidak baik”, rerata persentase penguasaan hanya mencapai 20,5 %. Hasil ini memperkuat dugaan perihal rendahnya kemampuan generasi muda Kota Semarang dalam bertutur Jawa krama. Adapun rincian urutan persentase penguasaan kosakata krama tertera pada tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4.5: Hasil Uji Penguasaan Kosakata Krama Generasi Muda Kota Semarang

No Medan Makna

Penguasaan Kosakata Persentase Kualifikasi

1 seni tradisi 0 tidak baik

2 binatang dan tumbuhan 0,6

3 pakian dan perhiasan 0,8

4 perkakas dalam rumah tangga 4,2

5 aktivitas sehari-hari 5,0

6 warna 18,8

7 tanya 21,8

8 anggota tubuh 28,4 kurang

baik

9 sifat 33,0

10 keterangan waktu 40,0

11 bilangan 73,2 cukup baik

rerata 20,5 tidak baik

Berdasarkan hasil temuan yang tertera pada tabel 4.5 di atas tampak penguasaan kosakata bermedan makna seni tradisi 0% fakta temuan ini menggambarkan bahwa informan generasi muda Kota Semarang yang dijadikan informan sudah tidak mengenal lagi kosakata yang diujikan yang bertautan dengan seni tradisi Jawa, dan fakta ini sekaligus dapat digunakan sebagai dugaan awal bahwa generasi muda telah melupakan atau

meninggalkan seni tradisi Jawa dan cenderung lebih tertarik pada seni pada budaya barat.

Rendahnya penguasaan kosakata yang berada dibawah satu persen (1%) terjadi pada medan makna binatang dan tumbuhan (0,6%) dan pakian dan perhiasan (0,8%). Fenomena inipun pertanda bahwa generasi muda mulai rendah kepeduliannya terhadap penguasaan kosakata yang dekat dengan kebutuhan primernya: pakian dan perlengkapannya, begitu pula dengan lingkungan sekitarnya: binatang dan tumbuhan kurang mendapat perhatian. Tampaknya generasi muda telah berorientasi pada kepentingan praktis yang lebih terarah kepada kebutuhan instan daripada menjalani proses untuk mencapai tujuan tersebut. Gejala ini ditandai dengan anak muda lebih suka membeli baju jadi daripada menjahitkan atau lebih suka memasang hiasan plastik daripada memelihara tanaman alami. Kosakata lain yang menduduki posisi kualifikasi: “tidak baik” adalah perkakas dalam rumah tangga (4,2%), aktivitas sehari-hari (5%), warna (18,8%), dan medan makna tanya (21,8%).

Penguasaan kosakata yang berada pada kualifikasi: “kurang baik” terdapat pada leksikon bermedan makna: anggota tubuh (28,4%), sifat (33%), dan keterangan waktu (40%). Sebaliknya, untuk kosakata bermedan makna bilangan berada pada kualifikasi: “cukup baik” dengan skor persentase penguasaanya mencapai 73,2 %.

Secara umum, penguasaan kosakata dasar pada generasi muda berada pada kualifikasi: “tidak baik” dengan rerata persentase berada pada skor 20,5%. Fakta ini merupakan potret rendahnya penguasaan kosakata dasar bahasa Jawa pada generasi muda Kota Semarang, yang diduga sebagai pemicu keengganan generasi muda untuk berbasa Jawa dan pemicu munculnya bentuk krama bahasa Jawa Semarangan.

c. Perbandingan Hasil Pengujian Kosakata Ngoko dan Krama

Perbandingan hasil pengujian penguasaan kosakata dasar antara bentuk ngoko dan krama, dapat digunakan untuk mengetahui secara

komprehensif terhadap penguasaan kedua ragam leksikon tersebut. Adapun hasil perbandingan pengujian kedua bentuk leksikon tersebut tertera pada tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.6: Perbandingan Hasil Pengujian Kosakata Ngoko dan Krama pada Generasi Muda di Kota Semarang

No Medan Makna

Penguasaan Kosakata

Persentase

Kuali-fikasi Ngoko Krama Jumlah Rerata

1 seni tradisi 13,3 0 13,3 6,65

tidak baik

2 perkakas dlm rumah tangga 40,9 4,2 45,1 22,6

3 aktivitas sehari-hari 42,9 5,0 47,9 24,0

4 pakian dan perhiasan 70,0 0,8 70,8 35,4

kurang baik

5 warna 58,0 18,8 76,8 38,4

6 binatang dan tumbuhan 77,0 0,6 77,6 38,8

7 tanya 62,8 21,8 84,6 42,3

8 anggota tubuh 61,1 28,4 89,5 44,8

9 sifat 59,3 33,0 92,3 46,2

10 keterangan waktu 95,8 40,0 135,8 67,9 cukup baik

11 bilangan 96,4 73,2 169,6 84,8 baik

jumlah 677,5 225,8 903,3 451,7

rerata 61,6 20,5 82,1 41,1 kurang

baik

Data pada tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa kosakata ngoko lebih dikuasai oleh generasi muda dengan jumlah rerata prosentase mencapai 61,6 %. Hal ini mengindikasikan pemakaian bentuk ngoko lebih dominan di dalam tuturan dibandingkan dengan bentuk kramanya. Penguasaan bentuk krama kurang dikuasai dengan rerata persentase hanya mencapai 20,5 %. Kurang penguasaan terhadap leksikon krama dapat diindikasikan bahwa bentuk tersebut jarang dipakai dan jauh (kurang lekat) dari kehidupan tuturan generasi muda. Tampaknya generasi muda lebih nyaman menggunakan bahasa Jawa ngoko dan bahasa Indonesia ketimbang bahasa Jawa krama.

Manakala ditilik dari nilai skor rerata persentase penguasaan kosakata dasar, ternyata penguasaan kosakata bermedan makna seni tradisi menduduki tingkat paling rendah, yakni pada bentuk ngoko 13,3% dan bentuk krama 0%. Hal ini dapat diindikasikan bahwa pemahaman terhadap seni tradisi Jawa commit to user

semakin merosot (ngoko) dan semakin tidak dipahami (krama), yang akibatnya nilai-nilai seni tradisi Jawa yang luhur kurang tertanam lagi pada generasi muda. Manakala dibandingkan dengan skor penguasaan kosakata bermedan makna bilangan terjadi perbedaan nilai skor yang signifikan, yakni pada bentuk ngoko rerata proesentase mencapai 96,4% dan pada bentuk krama mencapai 73,2%. Hal ini pun dapat diindikasikan bahwa untuk kepentingan-kepentingan ekonomi atau bisnis masih mendapat perhatian khusus oleh penuturnya.

Hal yang paling mendasar dari temuan uji penguasaan kosakata ngoko dan krama adalah penguasaan terhadap kosakata dasar pada generasi muda Kota Semarang telah mengalami kemerosotan, rerata skor hanya mencapai 41,1%, berada pada kualifikasi: “kurang baik”. Dampak yang mungkin muncul, dengan kondisi penguasan kosakata pada kualifikasi: “kurang baik” adalah:

1) Generasi muda Jawa akan semakin menjauh terhadap penggunaan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.

2) Daya tahan penggunaan bahasa Jawa lebih mengarah kepada bentuk ngoko daripada bentuk krama.

3) Bahasa Jawa krama sebagai bahasa kedua penutur Jawa semakin lemah kedudukkannya, dimungkinkan besar akan tergeser oleh bahasa Indonesia.

4) Bahasa Indonesia semakin menggeser kedudukan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari

5) Kekuatan bahasa Jawa krama hanya muncul pada koridor pendidikan manakala berkaitan dengan nilai pelajaran, kegiatan seni, dan kegiatan seremonial Jawa.

6) Generasi muda Jawa semakin merapat pada bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa Jawa krama.

5. Pengujian Kemampuan Berbahasa Jawa pada Generasi Muda di Kota