• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Stres dan Adaptasi Stuart dan Hildegard Peplau Dalam Merawat Klien Dengan Halusinasi

2.1.1. Konsep Teori Stres Adaptasi Stuart

2.1.1.3 Penilaian Stressor

Pandangan alternatif adalah bahwa dari hipotesis drift down, yang menunjukkan bahwa, karena gejala karakteristik gangguan, individu dengan skizofrenia mengalami kesulitan mempertahankan pekerjaan yang menguntungkan dan "drift down" ke tingkat yang lebih rendah sosial ekonomi (atau gagal untuk bangkit keluar dari kelompok sosial ekonomi rendah). Para pendukung pandangan ini mempertimbangkan kondisi sosial yang buruk sebagai akibat bukan penyebab skizofrenia (Townsend, 2009).

Penelitian telah dilakukan dalam upaya untuk menentukan apakah episode psikotik mungkin akan dipicu oleh peristiwa hidup penuh stres. Hal ini sangat mungkin, bagaimanapun stress yang dapat berkontribusi pada keparahan dan perjalanan penyakit, telah diketahui bahwa stres ekstrem dapat memicu episode psikotik. Stres memang dapat menimbulkan gejala pada seorang individu yang memiliki kerentanan genetik untuk skizofrenia. Peristiwa kehidupan, stres mungkin terkait dengan eksaserbasi gejala skizofrenia dan tingkat peningkatan kambuh. Pemahaman terhadap penerimaan lingkungan dan stres klien perlu diidentifikasi oleh petugas. Perlu dikaji asal stressor sosiokultural, waktu terjadinya stressor dan jumlah stressor psikologis yang terjadi dalam suatu waktu, dengan demikian banyak sekali stresor sosiokultural yang dapat mempengaruhi dan menjadi penyebab ataupun pencetus skizofrenia.

2.1.1.3 Penilaian Stressor

Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individu ketika menghadapi stressor yang datang. Faktor biologis, psikososial dan lingkungan saling berintegrasi satu

sama lain pada saat individu mengalami stres sedangkan individu sendiri memiliki kerentanan (diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stres maka akan menimbulkan gejala skizofrenia (Sinaga, 2008).

a. Respons Kognitif

Respon kognitif merupakan suatu mediator bagi interaksi antara klien dan lingkungan (Stuart, 2009; Videbeck, 2008). Klien dapat menilai adanya suatu bahaya terhadap stressor yang dipengaruhi oleh: Pertama, pandangan dan pemahaman klien terhadap stressor seperti sikap terbuka terhadap adanya perubahan, serta keterlibatannya secara aktif dalam suatu kegiatan, dan kemampuan untuk kontrol diri terhadap pengaruh lingkungan. Kedua, adalah sumber untuk toleransi serta beradaptasi terhadap stressor yang dihadapi yang berasal dari diri sendiri serta lingkungannya. Ketiga, kemampuan koping, hal ini seringkali berhubungan dengan pengalaman klien dalam menghadapi stresor dan paparan terhadap cara menghadapi stresor. Keempat adalah efektifitas koping yang dipergunakan oleh klien dalam mengatasi stresornya (Stuart, 2009; Isaacs, 2001). Respon kognitif klien skizofrenia akan muncul pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, tidak mampu membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata (Townsend, 2009; Stuart, 2009; Fontaine, 2009). Berdasarkan penjelasan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa respon kognitif pada klien skizofrenia, meliputi fokus perhatian terpecah, tidak bisa berfikir logis, muncul gangguan proses pikir, dan disorientasi atau tidak mampu membedakan yang nyata dan tidak nyata.

b. Respon Afektif

Respon afektif terkait dengan: Pertama, ekspresi emosi: respon emosi dalam menghadapi stresor dapat berupa perasaan sedih, gembira, takut, marah, menerima, tidak percaya, antisipasi, kejutan. Kedua, klasifikasi dari emosi akan tergantung pada tipe, lama dan intensitas dari stressor yang diterima dari waktu ke waktu. Ketiga, suasana hati dapat berupa emosi dan sudah berlangsung lama yang akan mempengaruhi suasana hati seseorang. Keempat, sikap: hal ini terjadi bila stressor telah berlangsung lama, sehingga sudah menjadi suatu kebiasaan/pola bagi individu tersebut (Stuart, 2009; Isaacs, 2001). Penilaian afektif sangat dipengaruhi oleh

kegagalan individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan di masa lalu, terutama berkaitan dengan pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Respon afektif yang dapat muncul perasaan, merasa ketakutan, mudah tersinggung, jengkel, merasa curiga, dan mudah marah (Townsend, 2009; Stuart, 2009; Fontaine, 2009). Berdasarkan penjelasan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa respon afektif pada klien skizofrenia meliputi, tidak sabar, mudah tersinggung, curiga terhadap orang lain dan mudah marah.

c. Respon Fisiologis

Respon fisiologis berkaitan dengan struktur fisiologis yang meliputi fungsi saraf, hormon, anatomi dan kimia saraf dimana diketahui otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin yang berfungsi membantu regulasi ansietas. Regulasi tersebut berhubungan dengan aktivitas neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengatasi aktivitas neuron di bagian otak. Respon fight atau flight yang dilakukan oleh klien dalam menghadapi stressor akandistimulasi oleh sistem saraf otonom serta meningkatkan aktivitas dari kelenjar pituitari adrenal (Stuart, 2009; Isaacs, 2001). Respon fisiologis dapat dilihat dari ekspresi wajah tidak semangat, lemah, lesu, berkeringat, pernapasan dan nadi meningkat, sulit tidur (Townsend, 2009; Stuart, 2009; Fontaine, 2009). Berdasarkan penjelasan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa respon fisiologis pada klien skizofrenia meliputi, lemah, lesu, tidak bersemangat dan sulit tidur.

d. Respon perilaku

Respon perilaku menunjukkan manifestasi dari penilaian kognitif dan afektif klien terhadap stressor (Stuart, 2009). Penilaian kognitif dan afektif tidak adekuat terhadap stressor dan tidak mampu mengatur fungsi fisiologisnya, maka hal tersebut akan mengakibatkan perilaku tidak normal/spesifik. Penjelasan tentang respon perilaku pada klien yang mengalami halusinasi klien berbicara, senyum dan tertawa sendiri, mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa sesuatu yang tidak nyata, merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan, serta malas melakukan perawatan diri seperti mandi, sikat gigi, ganti pakaian dan tidak ada kontak mata (Townsend, 2009; Stuart, 2009; Fontaine, 2009). Berdasarkan

penjelasan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa respon perilaku pada klien skizofrenia meliputi, bicara atau tertawa sendiri, suka menyendiri, malas merawat diri dan kadang terlihat curiga dengan orang lain.

e. Respon Sosial

Respon sosial yang muncul yaitu sikap curiga dan bermusuhan sehingga lama kelamaan klien akan menarik diri dari orang lain (Townsend, 2009; Stuart, 2009; Fontaine, 2009). Hal ini memberikan arti bahwa apabila individu mengalami suatu stressor maka ia akan merespon stressor tersebut dan akan tampak melalui tanda dan gejala yang muncul pada klien yaitu muncul perilaku suka menyendiri, membatasi interaksi dengan orang lain dan kadang muncul perasaan marah dengan orang lain.

f. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah beberapa usaha yang secara langsung dilakukan klien untuk mengelola stres yang dihadapi (Stuart, 2009). Mekanisme koping terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu mekanisme koping konstruktif dan dekstruktif. Mekanisme koping konstruktif bersifat membangun dan menguatkan ketahanan mental klien, sedangkan mekanisme koping dekstruktif bersifat merusak dan menyebabkan kondisi maladaptif pada klien. Pada kenyataannya, sering dijumpai beberapa klien yang mengalami halusinasi menunjukkan mekanisme koping yang destruktif maka, diperlukan penguatan koping klien untuk merubah mekanisme koping destruktif menjadi konstruktif. Kemampuan mengatasi masalah yang dimiliki oleh klien akan menghasilkan mekanisme koping konstruktif atau destruktif. Kemampuan klien dalam mengatasi masalah yang memunculkan mekanisme koping konstruktif digunakan sebagai dasar perawat untuk menyusun kegiatan yang bertujuan untuk menguatkan kemampuan klien. Kemampuan klien dalam mengatasi masalah yang memunculkan mekanisme koping destruktif akan digunakan sebagai dasar penyusunan kegiatan melatih keterampilan dan kemampuan klien untuk mengurangi stressor yang muncul. Kemampuan mengatasi masalah dan mekanisme koping, respon klien terhadap stressor dapat digunakan sebagai dasar penyusunan rencana keperawatan pada klien.