• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan mengenai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)

Oleh Patrick Anderson, Asep Yunan Firdaus, Fatilda Hasibuan, Agustinus Karlo Lumban Raja dan Andiko

A. Peraturan Perundangan untuk Perusahaan Perkebunan Besar

4. Peraturan mengenai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)

AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting pembangunan yang direncanakan untuk keperluan pengambilan keputusan tentang apakah dan di bawah kondisi apa aktivitas usaha yang direncanakan dapat dialnjutkan.

Dokumen AMDAL terdiri dari:

 Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)

 Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

 Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

 Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Prosedur AMDAL berbeda-beda pada setiap periode pengaturan seperti yang diperlihatkan dalam bagan berikut:

Kerangka Hukum Nasional Indonesia

- 34 -

Pemrakarsa

Komisi Analisis Dampak Lingkungan Kerangka Acuan AMDAL

Diterima Ditolak

AnggotaTetap Anggota Tidak Tetap

Pemrakarsa

Analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana

pemantauan lingkungan

Instansi

Komisi Analisis Dampak

Lingkungan Instansi Disetujui

Bagan Prosedur AMDAL

Berdasarkan PP No. 51 Tahun 1993 Tentang AMDAL

Berdasarkan ketentuan ini, perusahaan perkebunan harus membuat atau mendapatkan surat-surat dan dokumen-dokumen sebagai berikut:

1. Surat penyampaian kerangka acuan AMDAL oleh pemrakarsa kepada Komisi Analisis Dampak Lingkungan;

2. Surat penyampaian Analisis Dampak Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang diajukan pemrakarsa kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab;

3. Bukti Penerimaan Dokumen dari instansi yang bertanggung jawab;

4. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL);

5. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL);

6. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL);

7. Surat Persetujuan dari instansi yang bertanggung jawab terhadap Analisis Dampak Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan.

Kerangka Hukum Nasional Indonesia

- 35 -

Bagan Prosedur AMDAL

Berdasarkan PP No. 27 Tahun 1999 Tentang AMDAL

Rencana Kegiatan dari pemrakarsa

Proses penapisan: Daftar kegiatan wajib AMDAL (KepMenLH No. 17 Tahun 2001)

AMDAL diwajibkan AMDAL Tidak

Diperlukan Pemberitahuan rencana studi AMDAL ke Sekretariat Komisi Penilai AMDAL Layak lingkungan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan oleh MenLH/Gubernur/Bupati/ Walikota Proses Perijinan Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan

Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) Penilaian ANDAL, RKL dan RPL Penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL Penilaian dokumen ANDAL

Pengumuman rencana kegiatan dan konsultasi dengan

masyarakat Penilai AMDAL

K er angka H ukum N as iona l I ndon es ia - 36 -

Bagan Izin Lingkungan

Diperoleh dari Imam Herdargo (Wakil Bina Lingkungan), PP No. 27 of 2012 tentang Izin Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup 2012. Diadptasi dari Askary 2010

Kerangka Hukum Nasional Indonesia

- 37 - 5. Peraturan mengenai Hak Guna Usaha

(HGU)

Hak Guna Usaha (HGU) diatur dalam Bagian IV. UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah.

PP No. 40 Tahun 1996 ini menetapkan bahwa yang bisa mendapatkan Hak Guna Usaha adalah Warga Negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah tanah negara. Jika tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu adalah tanah negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian Hak Guna Usaha dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan. Hak Guna Usaha atas tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku hanya dapat dilaksanakan setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika di atas tanah yang akan diberikan Hak Guna Usaha itu terdapat tanaman dan/atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya sah menurut hukum, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberi ganti kerugian sebelum HGU dikeluarkan.

Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun. Sesudah jangka waktu Hak Guna Usaha dan perpanjangannya berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama. Hak Guna Usaha dapat diperpanjang atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat:

1) tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;

2) syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan

3) pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.

Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha atau pembaharuannya harus diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Usaha tersebut. Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.

Hak Guna Usaha diberikan dengan surat keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pemberian Hak Guna Usaha wajib didaftar dalam Buku Tanah pada Kantor Pertanahan. Sebagai tanda bukti penerimaan Hak Guna Usaha, pihak penerima akan diberikan sertifikat hak atas tanah. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Negara No. 3 Tahun 1999, wewenang pemberian HGU berada pada instansi yang berbeda, tergantung luasan HGU terkait. BPN Pusat untuk luas tanah lebih dari 200 Ha dan Kantor Wilayah BPN Provinsi untuk luas sampai dengan 200 Ha.

Pendaftaran tanah, termasuk untuk HGU diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini mengatur obyek pendaftaran tanah yang meliputi:

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;

b. tanah dengan hak pengelolaan; c. tanah wakaf;

d. hak milik atas satuan rumah susun; e. hak tanggungan;

f. tanah Negara.

Bagian Ketiga dari Peraturan Pemerintah ini mengatur Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah. Menurut Pasal 10:

(i)satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah adalah desa atau kelurahan;

(ii)khusus untuk pendaftaran tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan dan tanah Negara satuan wilayah tata usaha pendaftarannya adalah

Kabupaten/Kotamadya;

(iii) dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah, pendaftarannya

dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara tersebut dalam Buku Tanah.

Kerangka Hukum Nasional Indonesia

- 38 - Pemberian hak dan pendaftaran tanah negara untuk HGU lebih lanjut diatur dalam beberapa peraturan setingkat peraturan/keputusan menteri yaitu:

(i)Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997;

(ii)Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999;

(iii) Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999; dan

(iv) Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 1 tahun 2005 Tentang SPOPP.

Berdasarkan Pasal 19 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala .BPN Nomor 9 tahun 1999, Permohonan HGU harus dilampiri dengan:

1. Fotokopi identitas permohonan atau akta pendirian perusahaan yang telah

memperoleh pengesahan dan telah didaftarkan sebagai badan hukum;

2. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang;

3. Ijin lokasi atau surat penunjukan penggunaan tanah atau surat ijin

pencadangan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;

4. Bukti pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat atau surat-surat bukti perolehan tanah lainnya;

5. Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA) atau surat persetujuan dari Presiden bagi Penanam Modal Asing tertentu.

Setelah berkas permohonan Hak Guna Usaha diterima, Kepala Kantor Wilayah akan mengeluarkan surat keputusan pemberian HGU lewat prosedur berikut:

1. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik, jika dokumen- dokumen tersebut belum lengkap, maka kepala Kantor Wilayah memberitahu pihak pemohon untuk melengkapinya;

2. Mencatat permohonan pada formulir isian;

3. Memberitahu pihak pemohon untuk membayar biaya-biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan (yang dilengkapi dengan rinciannya) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4. Memerintahkan kepada Kepala Bidang terkait untuk melengkapi bahan-bahan yang diperlukan;

5. Memerintahkan kepada Panitia Pemeriksa Tanah atau petugas yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan tanah;

6. Dalam hal tanah yang dimohon belum dipetakan (belum ada Peta Bidang Tanahnya), Kepala Kantor Wilayah memerintahkan kepada Kepala Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk menyiapkan surat ukur dan melakukan pengukuran secara kadasteral;

7. Dalam hal keputusan pemberian Hak Guna Usaha telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah, maka setelah

mempertimbangkan pendapat Panitia Pemeriksaan Tanah akan diterbitkan Surat Keputusan pemberian Hak Guna Usaha yang dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya; 8. Sedangkan dalam hal keputusan pemberian

Hak Guna Usaha tidak dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah, maka Kepala Kantor Wilayah menyampaikan berkas permohonan tersebut kepada Menteri Kepala Badan Pertanahan Pusat disertai pendapat dan pertimbangannya.

6. Hak Masyarakat untuk Memperoleh