• Tidak ada hasil yang ditemukan

167 yang meminta sebidang tanah, adat mengatur

bahwa orang tersebut harus menjadi bagian dari anak kemenakan di Kapa, yang harus dijalankan melalui acara adat (menguningkan nasi yaitu membuat beras kuning dan memanjatkan doa). Menguningkan nasi adalah salah satu acara sakral di Kapa sebab acara ini diadakan untuk memanggil roh leluhur. Meskipun begitu, perayaan tidak diadakan pada saat penyerahan tanah ulayat yang akan digunakan PT PHP I. Tetapi menurut pandangan pejabat pemerintah, jelas bahwa hukum adat tidak akan dipertimbangkan jika pemerintah ingin menyelesaikan konflik antara masyarakat Kapa dan perusahaan.

Semua pejabat yang diwawancarai sadar akan konflik antara Nagari Kapa-Sasak dan PT PHP I. Menurut Asisten I, Pasaman Barat sedang mengupayakan langkah untuk menangani konflik, baik terkait dengan tanah dan masalah plasma, antara perusahaan dan masyarakat. Beliau mengatakan bahwa standar RSPO akan dipakai untuk membantu membangun konsep pemerintah kabupaten. Pada tahun 2012, Bupati Pasaman Barat memerintahkan agar semua izin perusahaan di Pasaman Barat ditinjau-ulang.

Sekitar tahun 2004, pemerintah kabupaten membentuk satu tim penyelesaian konflik lahan yang anggotanya terdiri dari berbagai unsur seperti Pemda, Disbun, Polres dan tokoh masyarakat. Asisten I, kepala Disbun, dan BPN adalah anggota Tim Resolusi Konflik Pasaman Barat. Meskipun begitu, mereka mengatakan bahwa mereka hanya fasilitator dan mediator, membawa para pihak yang berkonflik untuk bertemu, mencari apa masalahnya, dan bertanya kepada masing- masing pihak soal apa tuntutan mereka. Jika para pihak dapat mencapai satu kesepakatan, masalah diselesaikan. Jika tidak, kasus tersebut dapat dibawa ke pengadilan, sebab para pejabat tidak dapat membuat satu keputusan mengenai sengketa-sengketa tersebut.

Sebaliknya tidak ada tanggapan oleh pemerintah mengenai permintaan untuk pengukuran ulang kebun inti dan plasma seperti yang diusulkan oleh Pak Bahar dan beberapa anggota ninik mamak. Total tanah ulayat yang diserahkan seluas 1.600 ha sementara plasma yang diberikan oleh

perusahaan seluruhnya 670 ha. Untuk mendapatkan sisa kebun plasma tersebut, Pak Bahar secara verbal meminta BPN untuk mengukur ulang tanah ulayat tersebut. Pak Bahar memperkirakan bahwa inti mencapai 800 ha. Menurut kepala Disbun Pasaman Barat, usulan pengukuran ulang adalah baik adanya, sebab akan membantu memperjelas masalah tersebut, tetapi beliau khawatir setelah diukur lahan yang diterima justru lebih kecil dari seharusnya. Fakta menunjukan bahwa tanah kebun plasma tidak diukur pada saat diserahkan. Jika kebun inti lebih besar, kelebihan dapat diberikan kepada masyarakat, tetapi bagaimana jika kenyataannya luas lebih kecil? Tidak ada tanggapan diberikan oleh pemerintah atas permintaan masyarakat hingga saat ini.

Ketika ditanyakan apa yang akan terjadi terhadap tanah ulayat ketika HGU berakhir, kepala Disbun mengatakan:

Surat penyerahan tanah menyatakan tanah akan dikembalikan kepada Negara, tidak kepada masyarakat, sebab tanah telah diserahkan oleh ninik mamak

kepada pemerintah, dan kemudian pemerintah menyerahkan kepada perusahaan. Semuanya sudah selesai.

Kepala BPN menambahkan:

Hingga saat ini, tidak ada peraturan nasional yang mengatur setelah HGU berakhir tanah yang sebelumnya dibebani oleh izin akan dikembalikan kepada masyarakat adat. Ninik mamak

telah menyerahkan hak mereka atas tanah kepada Negara sehingga mereka tidak lagi memiliki hak. Mereka telah menanda-tangani surat pelepasan.

Pandangan pejabat tidak menawarkan ruang untuk penerapan hukum adat walaupun provinsi Sumatera Barat adalah salah satu penduduk yang masih mengakui nilai dan hukum adat serta masih mengakui kepemilikan adat dan lembaga adat. Selain dilindungi oleh UUD 1945, beberapa paraturan nasional dan provinsi mengakui hukum adat. Salah satu undang-undang tersebut adalah UU No. 39/1999 tentang HAM, Pasal 67 yang menyatakan bahwa:

PT Permata Hijau Pasaman I

- 168 -

Setiap orang yang ada di wilayah negara Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang- undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.

Salah satu HAM dasar berkenaan dengan masyarakat adat dan hak mereka diatur dalam Pasal 6 paragraf (1):

Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah.

Paragraf (2) lebih lanjut mengatur:

Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat

dilindungi, selaras dengan

perkembangan zaman.

Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah juga memberikan ruang kepada pemerintah provinsi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat lokal berdasarkan inisiatif dan aspirasi mereka sendiri, dalam kerangka kerja umum undang- undang Republik Indonesia. Sesuai dengan hukum tersebut, pemerintah provinsi Sumatra Barat mengeluarkan dua peraturan daerah khususnya Peraturan Daerah Provinsi Sumatra Barat No.2/2007 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Nagari dan Peraturan Daerah Provinsi Sumatra Barat No.16/2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya. Ketika ditanya pendapat mereka mengenai Pasal 3 paragraf (3) Peraturan Daerah No.16/2008, yang menyatakan bahwa:

Apabila tanah ulayat tidak lagi dimanfaatkan oleh pihak pengelola baik badan hukum dan atau perorangan lainnya, maka tanah tersebut kembali kepada penguasa atau pemilik tanah ulayat semula, dengan tetap memperhatikan hak keperdataan yang bersangkutan yang terkait dengan tanah ulayat tersebut.

Pejabat pemerintah mengatakan bahwa peraturan tersebut mungkin tidak berlaku sebab orang harus melihat undang-undang yang lebih tinggi atau peraturan yang

mengatur tentang HGU terlebih dahulu. Namun Pasal 4 dari Peraturan tersebut jelas mengatur bahwa:

Tujuan pengaturan tanah ulayat dan pemanfaatannya adalah untuk tetap melindungi keberadaan tanah ulayat menurut hukum adat minangkabau serta mengambil manfaat dari tanah termasuk sumber daya alam, untuk

kelangsungan hidup dan

kehidupannya secara turun-menurun dan tidak terputus antar masyarakat hukum adat dengan wilayah yang bersangkutan.

Meskipun begitu, memutuskan dari tanggapan pejabat pemerintah terhadap pertanyaan dari tim peneliti, sepertinya kecil kemungkinanPemerintah Kabupaten Pasaman Barat akan menerapkan peraturan mengenai penghormatan untuk tanah ulayat atau mewajibkan perusahaan perkebunan untuk menghormati hak masyarakat atas FPIC, atau mengikuti standar sukarela mewajibkan resolusi konflik antara PT PHP I dan masyarakat Kapa.

Sejumlah Rekomendasi

Rekomendasi kepada perusahaan

 Menunjukkan kepada masyarakat terkena dampak, pemerintah dan masyarakat luas bahwa perusahaan memiliki hak yang sah secara hukum untuk membangun dan mengelola perkebunan dalam tanah ulayat Nagari Kapa dengan menyediakan seluruh dokumen berkenaan dengan berbagai kelemahan yang ditemukan dalam kajian ini.

 Membangun satu mekanisme untuk menerima dan menyelesaikan konflik dengan masyarakat Nagari Kapa, dan tidak hanya menyerahkan sepenuhnya kepada koperasi petani masyarakat sendiri memainkan peran ini.

 Melibatkan seluruh bagian masyarakat Kapa dan menghormati keinginan masyarakat soal siapa dari masyarakat berhubungan dengan perusahaan, dan apa proses konsultasi dan pengambilan- keputusan dalam masyarakat yang perlu berjalan untuk satu keputusan mengenai pemakaian tanah menjadi syah.

PT Permata Hijau Pasaman I

- 169 -