• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan dan Musyawarah dan

Oleh Patrick Anderson, Asep Yunan Firdaus, Fatilda Hasibuan, Agustinus Karlo Lumban Raja dan Andiko

B. Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan dan Musyawarah dan

Mufakat dalam Hukum Indonesia Prinsip Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan (FPIC) menegaskan hak-hak masyarakat atau komunitas adat, untuk menentukan aktivitas seperti apa yang mereka izinkan di atas tanah-tanah mereka. Hak ini

Kerangka Hukum Nasional Indonesia

- 43 - dapat didefinisikan sebagai hak masyarakat untuk memperoleh informasi sebelum program, proyek atas pembangunan yang direncanakan untuk dilakukan di atas tanah mereka, dan hak mereka untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan atas rencana pembangunan tersebut secara bebas dan tanpa paksaan.7 Hak masyarakat adat dan komunitas lokal untuk memberikan atau tidak memberikan FPIC mereka ini paling jelas tertuang dalam Deklarasi PBB tentang Hak- Hak Masyarakat Adat (UNDRIP) yang diadopsi tahun 2007.8 Namun jauh sebelum Deklarasi ini dikeluarkan, prinsip FPIC di Indonesia telah dikembangkan dalam sistem hukum Indonesia, meskipun dalam bentuk yang berbeda, dan lazim disebut sebagai musyawarah dan mufakat.

Musyawarah adalah proses pembahasan sebuah isu yang ditujukan untuk mencapai keputusan yang disepakati secara bersama. Sedangkan mufakat adalah kesepakatan yang dihasilkan lewat pembahasan dan konsultasi kolektif . Dengan demikian, musyawarah mufakat adalah sebuah proses konsultasi untuk mencapai kesepakatan bersama. Musyawarah mufakat dapat dilihat sebagai salah satu cara untuk menghindari pengambilan keputusan lewat pemungutan suara (voting), yang tidak dapat dihindari akan berujung pada pembentukan kelompok minoritas dan kelompok mayoritas. Berupaya menghindari hal tersebut, musyawarah mufakat memiliki tujuan untuk mencari titik temu yang dapat diterima seluruh pihak yang terlibat. Yang menjadi inti dari proses ini adalah nilai-nilai kerendahhatian dan kejujuran, atau yang disebut sebagai keterlibatan dengan itikad baik.9

Seiring berjalannya waktu, nilai-nilai musyawarah dan mufakat telah menjadi aspek tak terpisahkan dari berbagai model pemerintahan untuk pengambilan keputusan yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Jauh sebelum Republik Indonesia berdiri, demokrasi sebagai model keterlibatan publik dalam urusan pemerintahan atau tata cara pengambilan keputusan telah ada, dipraktikkan baik di kalangan istana maupun di masyarakat, meskipun pemahaman demokrasi ini tentunya tidak sama dengan yang dipraktikkan di Barat. Di berbagai suku di Indonesia, demokrasi dipersamakan dengan konsep-konsep setempat

tentang pengambilan keputusan misalnya urun rembuk di Jawa, mufakaik di Minang, serta istilah-istilah lain yang bermakna serupa dengan konsultasi atau diskusi tentang suatu isu untuk mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan yang ada.10

Ketika Indonesia merdeka, prinsip-prinsip musyawarah dan mufakattetap dipertahankan dalam Undang-Undang Dasar dan memainkan peranan penting dalam perkembangan demokrasi. Misalnya, paragraf terakhir Pembukaan UUD 1945 menyatakan:

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (penekanan ditambahkan)

Poin keempat yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 adalah tentang Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Musyawarah dan mufakat dengan demikian telah mengkristal baik dalam semangat dan sebagai prinsip pengambilan keputusan masyarakat Indonesia dalam Konstitusi, dan diwujudkan dalam sistem demokrasi Indonesia itu sendiri. Namun, makna dan bentuknya kemudian berubah di bawah struktur hukum yang diberlakukan selama era Soekarno. TAP MPRS No. VIII/MPRS/1965 menjadi interpretasi resmi dari sila keempat Pancasila11 di dalam pembukaan UUD 1945 yang dikenalkan Soekarno tahun 1957. Memegang kekuasaan setelah Soekarno, dan terinspirasi

Kerangka Hukum Nasional Indonesia

- 44 - oleh sila yang sama, Soeharto mengubah permusyawaratan/perwakilan menjadi apa yang dikenal sebagai Demokrasi Pancasila dengan mengedepankan permusyawatan lewat musyawarah, yang ditentukan bukan oleh mayoritas suara atau paksaan, yang kemudian ditetapkan oleh TAP MPRS No.XXXVII/MPRS/1968.12

Hukum Indonesia telah melahirkan sejumlah prinsip yang berkaitan dengan FPIC yang berakar dalam konsep musyawarah mufakat. Sebagai hak masyarakat adat dan masyarakat hukum adat, referensi kepada prinsip ini dapat ditemui dalam UUD 1945 dan seluruh perundangan-undangan turunannya sampai peraturan daerah, antara lain:

Peraturan Perundang-

undangan Substansi Perundangan

Konstitusi UUD 1945

Amandemen Ke-4 Pasal 18B (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan

pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang;

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur damam undang-undang. Undang-Undang

UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 3

1. Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraaan. 2. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

3. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.

Pasal 36

1. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi

pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.

2. Tidak boleh seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.

Peraturan Daerah Peraturan Daerah

Kabupaten Bengkayang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Terpadu

Berbasis Masyarakat di Kabupaten Bengkayang

Pasal 24 (3)

Masyarakat setempat berhak untuk mengetahui dan memberi persetujuan atas setiap usaha kegiatan yang akan dilakukan pihak lain sebelum pemberian izin oleh pemerintah daerah.

Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa No. 2 Tahun 2002

Pasal 24 (3)

Masyarakat setempat berhak untuk mengetahui dan memberi persetujuan atas setiap usaha kegiatan yang akan dilakukan

Kerangka Hukum Nasional Indonesia

- 45 -

tentang Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Terpadu

Berbasis Masyarakat di Kabupaten Minahasa

pihak lain sebelum pemberian izin oleh pemerintah daerah.

Peraturan Daerah (Qanun) Aceh Darussalam No. 21 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Pasal 24 (1)

Masyarakat dapat meminta keterangan dan penjelasan dari pihak-pihak yang melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya alam di daerahnya tentang hal-hal yang termasuk informasi publik

Pasal 25 Ayat (1)

Sebelum kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan Sumber Daya Alam dilaksanakan di suatu daerah, pihak pelaksana wajib mensosialisasikan maksudnya kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat guna mendapatkan masukan sebagai bahan pengambilan keputusan baik bagi pihak pelaksana maupun bagi pejabat yang berwenang.

Ayat (2)

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah untuk menjelaskan kerugian yang akan dialami dan

keuntungan yang akan diperoleh masyarakat sejak dari perencanaan hingga pasca operasi.

Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua No. 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah

Pasal 8

(1) Berdasarkan Keputusan Bupati/Walikota dan atau Gubernur yang menetapkan bahwa hak ulayat

masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah masih ada, maka masyarakat hukum adat dan atau perorangan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan berwenang untuk:

a) melaksanakan pengelolaan hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah sesuai dengan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat hukum adat yang bersangkutan;

b) melakukan musyawarah dengan pihak ketiga di luar warga masyarakat hukum adat yang memerlukan tanah untuk berbagai kepentingan (atau tujuan); c) Memberikan (atau menyerahkan) sebagian atau

seluruh hak ulayat kepada warga untuk dikuasai oleh masing-masing warga sebagai hak perorangan. (2) Dalam pengelolaan hak ulayat masyarakat hukum adat

dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah, tidak boleh ada pertentangan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Hasil musyawarah dengan pihak ketiga yang memerlukan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa:

Kerangka Hukum Nasional Indonesia

- 46 -

masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah, dengan ganti kerugian yang disepakati bersama, atau b) meminjamkan sebagian atau seluruh hak ulayat

masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah dalam jangka waktu tertentu untuk di kelola oleh pihak lain dalam bentuk sewa menyewa atau bagi hasil atau bentuk lain yang disepakati bersama.

(4) Setelah melakukan musyawarah dengan pemegang hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah, pihak yang memerlukan tanah harus mendapatkan ijin lokasi dari Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Semua perbuatan hukum sebagai hasil kesepakatan dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilakukan dengan akta otentik.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat No. 16 Tahun 2008 tentang tanah Ulayat dan

Pemanfaatannya

Bab VI

Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah Ulayat Pasal 9

1. Pemanfaatan tanah ulayat oleh anggota masyarakat adat dapat dilakukan atas sepengetahuan dan seizin

penguasa ulayat yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan tata cara hukum adat yang berlaku; 2. Pemanfaatan tanah ulayat untuk kepentingan umum

dapat dilakukan dengan cara penyerahan tanah oleh penguasa dan pemilik ulayat berdasarkan kesepakatan anggota masyarakat adat yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

3. Pemanfaatan tanah ulayat untuk kepentingan badan hukum dan atau perorangan dapat dilakukan

berdasarkan surat perjanjian pengusahaan dan

pengelolaan antara penguasa dan pemilik berdasarkan kesepakatan masyarakat adat dengan badan hukum dan atau perorangan dalam jangka waktu tertentu dalam bentuk lain yang disepakati berdasarkan masyawarah dan mufakat di KAN, atas sepengetahuan pemerintahan nagari;

4. Pelaksanaan ketentuan pada ayat 2 dan 3 dapat dilakukan setelah badan hukum atau perorangan yang memerlukan tanah ulayat memperoleh izin lokasi guna kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah dari pemerintah setempat sesuai kewenangannya;

5. Ketentuan dan tata cara untuk proses sebagaimana dimaksud pad ayat 2 dan 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur

Pasal 10

1. Investor dapat memanfaatkan tanah ulayat dengan mengikutsertakan penguasa dan pemilik tanah ulayat

Kerangka Hukum Nasional Indonesia

- 47 -

berdasarkan kesepakatan masyarakat adat yang

bersangkutan sebagai pemegang saham, bagi hasil dan dengan cara lain dalam waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian;

2. Perjanjian sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dibuat secara tertulis di hadapan pejabat pembuat akta tanah/notaris.

Pasal 11

Apabila perjanjian penyerahan hak penguasaan dan atau hak milik untuk penguasaan dan pengelolaan tanah yang

diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 berakhir, maka status penguasaan dan atau kepemilikan tanah kembali ke bentuk semula.

Hukum Perdata Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata

Supaya suatu persetujuan dinyatakan sah, ada empat syarat yang harus dipenuhi:

1. kesepakatan antar pihak yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. untuk suatu pokok persoalan tertentu; 4. untuk suatu sebab yang tidak terlarang.

Kerangka Hukum Nasional Indonesia

- 48 -

Referensi

Anderson P 2011 Free, Prior, and Informed Consent in REDD+: Principles and Approaches for Policy and Project Development. RECOFTC – The Center for People and Forests & Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH.

Bachriadi D & G Wiradi 2010 Enam Dekade Ketimpangan: Masalah Penguasaan Tanah di Indonesia., (Jakarta: Bina Desa, ARC dan Konsorsium Pembaruan Agraria, Jakarta, 2010). BPS 2010 Badan Pusat Statistik website: www.bps.go.id.

Chirzin MH & M Habib 2008 “Reformasi Hak Atas Pembangunan di Tahun 2008: catatan dari diskusi dengan Prof. Dr. Eyup Ganic, mantan Presiden Bosnia Herzegovina.”, Available at http://habibch.wordpress.com/2008/02/17/reformasi-hak-atas-pembangunan-di-tahun- 2008/.

Colchester M 2009 Prinsip Seni Adil Bersepakat (Sejak dini Atas Dasar Informasi Yang Lengkap Bebas Bersepakat) Free, Prior and Informed Consent, Sebuah Panduan Bagi Para Aktivis, Revised edition.

Declaration on the Right to Development.

Herdargo I (Deputy of the Environmental Management) 2012 PP No. 27 Year of 2012 on Environmental Permit. Ministry of Environment.

Ministry of Agriculture of the Republic of Indonesia 2010 “Pandangan Reflektif Kementerian Pertanian Terhadap Konsensus Politik Nasional Tentang Pembaruan Agraria dan

Pengelolaan SDA.” (Reflective View of the Agriculture Ministry of the National Political Consensus on Agrarian Reform and Natural Resource Management). Presented at the Seminar ‘Pembangun Platform Gerakan Bersama Menuju Reforma Agraria dan Pengelolaan SDA’ (Building a Platform for Joint Actions towards Agrarian Reform and Natural Resources Management)’. Jakarta, 14th December 2010.

Scale Up 2007 Deklarasi Perserikatan Bangsa-bangsa Tentang Hak-hak Masyarakat Adat.

Available at http://www.scaleup.or.id/pengalaman-

fpicredd/Dekalari%20PBB%20%20ttg%20Hak2%20Masyarakat%20Adat%20new.pdf. Shvoong.com 2011 Pengertian Musyawarah Mufakat (Understanding Consultation and Consensus). Available at http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2196530- pengertian-musyawarah-mufakat/#ixzz1yPwNBvNN.

Winoto J 2010 Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat.(Land for Peoples’ Justice and Wellbeing).Jakarta: Badan Pertanahan Nasional.

Kerangka Hukum Nasional Indonesia

- 49 -

Catatan Akhir

1 Hak atas Pembangunan tercantum dalam Deklarasi Hak Atas Pembangunan (Declaration on the Rights to Development) yang diadopsi oleh Sidang Umum PBB dengan Resolusi no.41/128 pada tanggal 4 Desember 1986.

2 Chirzin & Habib 2008.

3 Pasal-Pasal kunci Deklarasi PBB mengenai Hak-Hak Masyarakat Adat dapat diunduh di http://www.scaleup.or.id/pengalaman-

fpicredd/Dekalari%20PBB%20%20ttg%20Hak2%20Masyarakat%20Adat%20new.pdf

4 Dalam makalah yang disampaikan oleh Kementerian Pertanian RI dengan judul “Pandangan Reflektif Kementerian Pertanian Terhadap Konsensus Politik Nasional Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA”, (disampaikan dalam Seminar Membangun Platform Gerakan Bersama Menuju Reforma Agraria dan Pengelolaan SDA, Jakarta, 14 Desember 2010), Hal.4, disebutkan bahwa konflik yang dilaporkan masyarakat kepada BPN sampai tahun 2010 sebanyak 7.628 kasus 5 Winoto 2010:29.

6 Bachriadi & Wiradi 2010 7 Colchester et al 2009:3. 8 Anderson 2011:i. 9 Shvoong.com 2011. 10 Koesnoe 1982:57.

11 Sila keempat Pancasila: Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan, Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan.

- 50 -

PT Agrowiratama

Oleh Marcus Colchester, Sophie Chao, Norman Jiwan, Andiko,