• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJALANAN SUFI

Dalam dokumen Tasawuf DALAM LINTASAN SEJARAH (Halaman 99-103)

perjalanan para penempuh menuju allah. Bahkan fenomena rahasia-rahasia allah yang tersingkap, juga merupakan bagian utama dari tema-tema dunia sufi. Dari peristiwa itu pula kita bisa menggali sufisme Rasulullah SaW.

ada beberapa pelajaran-pelajaran sentral dalam peristiwa itu yang bisa kita ambil dalam cara pandangan sufisme kita:

adanya proses Mukasyafah, Muhadlarah dan 1.

Musyahadah (ketersingkapan Rahasia Ilahi, kehadiran Ilahi dan Penyaksian Ilahi) yang dialami oleh Rasulullah SaW.

Pendampingan atau bimbingan Mursyid 2.

terhadap proses menuju kepada allah Ta’ala. Fungsi Jibril as, di sana sebagai Mursyid.

Tujuan utama dari perjalanan tersebut adalah 3.

menuju kepada allah SWT. Sedangkan fenomena-fenomena di balik perjalanan itu, adalah anugerah allah. Dan Hak allah untuk membukakan rahasia-rahasia-nya. namun bukan tujuan itu sendiri.

Fungsi Mursyid senantiasa membimbing agar 4.

murid mencapai Ma’rifatullah atau Insan kamil. Pencapaian menuju kepada allah melalui 5.

Buraq, adalah kecepatan cahaya qalbu, yang dilimpahkan allah.

adanya kandungan-kandungan syari’at, tarekat 6.

dan hakikat.

Hanya manusialah yang mampu menghadap 7.

allah Ta’ala. Sebab Jibril hanya mampu di langit (lapis) ketujuh.

Demikian antara lain kandungan dari Mi’raj Sufi Rasulullah SaW. namun masih jutaan misteri sufistik di

balik itu semua yang tak terhingga.

Di antara hal-hal yang bisa kita ambil pelajaran di sana, di saat Rasulullah SaW diperlihatkan Rahasia-rahasia-nya (mukasyafah) seperti melihat surga, melihat neraka, melihat ummatnya di masa depan, melihat rahasia jagad semesta, maka, Malaikat Jibril selalu mengingatkan bahwa semua itu bukanlah tujuan. namun tujuan Isra’ dan Mi’raj itu adalah menuju kepada allah Ta’ala.

karena itu, jika kita terpaku hanya pada fenomena-fenomena sufi saja, kita akan terjebak oleh Ghurur, atau tipudaya yang bisa menjadi hijab antara kita dengan allah swt. Secara panjang lebar Hujjatul Islam menuangkan Ghurur ini dalam kitabnya al-kasyfu wat-Tabyiin fi Ghururil khalq ajma’in. (lihat Tipudaya Terhadap kaum Sufi).

Mengapa kita angkat tema Ghurur ini? Sebab, perjalanan ruhani sufi, merupakan perjalanan panjang, sebagaimana perjalanan syari’at kita. Banyak sekali “jebakan-jebakan” yang bisa saja membuat kita gagal dalam proses menuju kepada allah Ta’ala, hanya karena kita terpaku pada fenomena tersebut. Ibnu athaillah as-Sakandari pernah mengingatkan, “kerinduanmu untuk membongkar cacat-cacat batinmu itu lebih baik daripada keinginanmu untuk menyingkap hal-hal yang ghaib.”

Banyak perilaku penempuh jalan sufi yang terpesona oleh fenomena-fenomena keghaiban, dan akhirnya asyik dan berhenti pada fenomena-fenomena tersebut. Ia tidak lagi meneruskan perjalanannya menuju kepada allah, tetapi terpaku hanya pada fenomena Ilahiah itu. Ia hanya menikmati perburuan rahasia allah dibanding

mencari allah itu sendiri.

Dalam al-Qur’an ditegaskan, “Wahai manusia, apa yang memperdayaimu sehingga engkau durhaka kepada Tuhanmu yang Maha Pemurah?” ayat ini sangat jelas agar kita tidak terjebak oleh tipudaya di balik prestasi amaliah kita. apalagi jika kita sekadar berpijak dan bergantung pada amal-amal kita, kita akan kehilangan rasa tergantung kepada allah Ta’ala.

Ummat Islam sendiri, seringkali terpesona oleh kehebatan-kehebatan seseorang, yang terkadang mengatasnamakan karamah. Padahal memburu karamah merupakan sikap yang terpedaya dalam perjalanan ruhani kita. Banyak orang yang memiliki kehebatan-kehebatan irrasional, tetapi bukan berarti orang tersebut memiliki derajat luhur di hadapan allah. Sebab, iblis atau jin pun juga memiliki kehebatan yang mampu melintasi bumi dalam sekejap.

Mukasyafah atau tersingkapnya rahasia Ilahi, misalnya, bukanlah tujuan dari perjalanan itu. namun Mukasyafah seringkali dialami para sufi, sebagai dampak dari ketulusan hati seseorang, dan semata muncul dari allah Ta’ala, bukan ikhtiar hamba-hamba allah. Banyak orang mengaku mendapatkan kekuatan ruhaniah seperti Mukasyafah atau karamah, lantas ia mengklaim bisa bertemu wali a dan wali B, bahkan bisa menjelma dalam dirinya, padahal terkadang apa yang dilakukan adalah dominasi Jin Muslim dalam dirinya, yang ia tidak tahu, apakah itu malaikat atau jin, atau sirrullah.

Semoga kita tetap di jalan istiqamah, menuju kepada allah SWT.***

Tobat merupakan awal perjalanan para penempuh dan merupakan kunci kebahagiaan para pengharap hadirat allah. allah Swt. berfirman:

“Sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Q.s. al-Baqarah: 222).

Firman-nya pula:

“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada allah ....“ (Q.s. an-nur: 31).

Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang bertobat adalah kekasih allah, dan orang yang bertobat dan dosanya seperti orang yang tidak pernah berdosa.”

Rasulullah Saw. juga bersabda: “kegembiraan allah

terhadap tobat seorang hamba-nya yang Mukmin melebihi kegembiraan orang yang singgah di sebuah padang sahara yang tandus dan membahayakan. Ia membawa kendaraan, untuk membawa makanan dan minumannya (bekalnya). kemudian dia merebahkan diri dan tidur sejenak. ketika terbangun, ternyata ia tidak mendapatkan kendaraan tunggangannya lantaran terlepas dan melarikan diri. Lalu ia berupaya mencarinya ke berbagai penjuru, hingga merasakan amat lapar dan haus ... atau apa saja yang dikehendaki allah menimpa atas dirinya. kemudian ia berkata, ‘aku akan kembali ke tempat di mana aku tidur tadi, dan akan tidur kembali hingga mati di situ.’ Sesampainya di tempat itu, ia pun meletakkan kepalanya di atas lengannya, lalu tidur untuk mati. Tiba-tiba ia pun terbangun, dan ternyata tunggangannya yang semula hilang itu ada di sisinya lagi, berikut bekal dan minumannya masih ada. allah itu jauh lebih gembira dari orang yang telah mendapatkan kembali tunggangannya dan bekalnya itu.” (al-Hadis).

Dalam dokumen Tasawuf DALAM LINTASAN SEJARAH (Halaman 99-103)