• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAFAKUR SUFISTIK

Dalam dokumen Tasawuf DALAM LINTASAN SEJARAH (Halaman 50-55)

Hal ini sekaligus memperingatkan pada mereka, agar para ulama dan kiai yang selama ini tidak mengamalkan tarekat sufi untuk kembali pada akar fundamentalnya. Sehingga makna-makna hakikat Islam benar-benar maujud dalam moralitas beragama sehari-hari.

terhadap kehendak allah, adalah manusia yang tidak lagi naik turun imannya, tidak lagi mengenal rintangan jalan menuju kepada-nya, tidak ada lagi keluhan, protes dan tidak ada pertanyaan yang muncul akibat keterhimpitan. karena keterhimpitan sesungguhnya telah tiada.Sebebas-bebas hasrat manusia terbang, akhirnya jatuh pula ke tanah Takdir-nya. Sekeras-keras manusia berteriak dari kesakitannya, akhirnya tidak lebih dari sifat aslinya. apakah di dunia ini sebagai akibat dari zaman 2.

‘azali, dan akhirat adalah akibat dari dunia? atau sebaliknya, ketika ‘azali dulu dan abadi nanti bertemu, maka dunia kita ini adalah akibatnya? Jika demikian, betapa mengerikan nasib kita di depan allah nanti. Jika kamu memasuki – dalam kefanaanmu pada – Maha awal, Maha akhir, Maha Dzahir dan Maha Batinnya allah pertanyaan tersebut tidak pernah terungkap. Tidak ada yang disebut “menyakitkan dan mengerikan” ketika para hamba husnudzon kepada allah. Tidak ada yang lebih menyakitkan ketimbang seorang hamba yang mencurigai allah. Tidak ada yang lebih menyiksa ketimbang hamba yang tidak mengenal allah. Mengapa kita ini ditakdirkan beriman kepada-3.

nya? apakah semua itu karena ruang wilayah yang mendukung kita beriman, karena ikhtiar kita, atau karena memang kita sebenarnya sudah beriman di zaman kita sebelum kita lahir dulu? Sejauh mana kita menangkap dan memantulkan kembali bayangan dari cahaya “alastu Birobbikum Qooluu Balaa Syahidnaa..”, di zaman ‘azali dulu, sejauh itu pula kualitas iman kita terukur. Hari ini, di dunia ini, kita hanya sedang membentuk pantulan cahaya dalam kristal berlian kalbu kita. Maka celakalah bagi

mereka yang membalikkan cermin kalbunya, lalu tidak lagi ada cahaya iman di dalamnya, sampai ia kontra dan menentang Tuhannya, bahkan mengaku Tuhan tidak ada. na’udzubillah.

Mengapa allah membuat semua kehidupan ini 4.

berstruktur dan berjenjang, bahkan ketika hendak bertemu allah pun sejumlah jenjang tampak di mata akal pikiran kita? Padahal allah Maha kuasa untuk menghapus semua jenjang, stasiun, dan tahapan spiritual ruhaniyah seperti itu? Itulah cara allah memuliakan kita, menghargai keterbatasan kita, mencerdaskan kebodohan kita, mencahayai kegelapan jiwa kita, dan menujukkan bahwa Dia adalah allah, Tuhan kita, dan kita adalah kumpulan kehinaan, ketakberdayaan, kehambaan dan kefakiran.

Mengapa harus ada syari’at, harus ada tarikat, dan 5.

harus ada hakikat? Pertanyaan itu sesungguhnya tidak pernah ada, jika seluruh diri kita adalah syariat. karena segalanya diatur oleh-nya, maka syariat juga hakikat. Begitu pula jika seluruh diri kita ada di hakekat, sesungguhnya hakikat itu adalah aturan batin kita, sekaligus juga syariat iman kita. kendaraan kita menempuh itu semua melalui tarikat, sebuah pertemuan antara syariat dan hakikat.

amboi pertanyaan itu akan terhapus begitu saja jika kita bertemu dengan-nya. Tetapi setelah bertemu dengan-nya, kita kembali ke syariat, tarikat dan hakikat pula. Tetapi tanpa ada pertanyaan lagi.

RENUNGAN 2

Dalam diri kita ada nuansa fisik, ikatan ruang dan waktu, ikatan kehidupan kebersamaan, ikatan pertanggungjawaban, ikatan alam semesta. apa dibalik keharusan kita hidup di tengah ikatan-ikatan fisika duniawi ini? Biar kita sempurna menjadi manusia, kita dijeburkan ke dalam dunia, semesta fisika, sampah yang hina, gelap yang gulita.

Dalam diri kita ada pula ikatan batin, ikatan fikiran, ikatan akal, ikatan kalbu, ikatan ruh, ikatan rahasia ruh yang disebut sirr, dan ikatan nafsu. Lalu bagaimana kehidupan organisme masing-masing ikatan itu dalam lompatan masa lalu dan masa depan? Dalam gerak gerik di depan allah?

Engkau adalah manusia besar di alam yang kecil. Dan engkau adalah alam yang besar di manusia yang kecil. Semua adalah dirimu dan semua adalah Diri-nya. Semua adalah dirimu, lalu engkau menjadi hamba. Semua adalah Diri-nya, lalu dirimu hanyalah bayangan belaka.

kata “kamu” dan kata “aku” hanya bisa menyatu dalam kata “dia”.Dalam diri kita ada ikatan yang mengatur rahasia batin kita, rasa rindu, rasa pasrah total tiada batas, rasa terus menerus untuk terbuka matahati memandang-nya, dan bahkan kengerian yang mencekam jika matahati tertutup dalam hijab dari-nya? kenapakah demikian? ataukah pertanyaan terhadap rahasia batin, apa pun pertanyaannya adalah wujud dari hijab kita?

Padahal wilayah sirrul bawatin (rahasia batin) adalah wilayah tanpa apa, tanpa bagaimana, tanpa dimana,

tanpa penjuru dan waktu? kadang-kadang pertanyaan itu bisa terjawab oleh pertanyaan pula.

RENUNGAN 3

Pintu-pintu allah tidak pernah tertutup. Lalu dimulai dari pintu pertama: taubat, selanjutnya mujahadah, khalwat-uzlah, takwa, wara’, zuhud, diam, khauf, raja’, khusyu’ dan tawadlu’, kontra nafsu, qona’ah, tawakkal, syukur, yakin, sabar, uroqobah, ridlo, irodah, istiqomah,ikhlas, berlaku benar, malu, kebebasan hakiki, dzikir, kepedulian kemanusiaan, budi pekerti, firasat, kecemburuan Ilahi, kewalian, doa, adab, cinta, ma’rifat…dan sebagainya?

Lalu ada jenjang maqamat seperti ibadah, ubudiyah, abudah (ubudah). kemudian ada Islam, iman, ihsan, bahkan ada matriks maqamat di setiap maqamat dan perilaku ruhaniyah (haal) di dalam diri kita. kalau boleh disebut, ada pula maqamat di setiap huruf hijaiyah yang terorganisir menjadi kata, menjadi kalimat, menjadi ayat, menjadi surat, menjadi al-Qur’an 30 juz.

Dahsyat! Wallahu a’lam….

RENUNGAN 4

Seluruh maqamat yang ada dalam dunia Sufi, 1.

hanyalah bagian dari bahasa dan sikap akal ilmiah manusia yang sesungguhnya maha terbatas, maha lemah, maha tak berdaya, maha fakir, dan maha hina.

Seluruh maqamat itu adalah cinta-nya, rahmat dan 2.

karunia-nya, bagi kehambaan hamba, bagi sangat terbatasnya hamba, yang terapresiasi dalam batasan demi batasan waktu fisika, dan waktu ruhani.

Seluruh maqamat adalah bentuk daya tarikan 3.

Ilahi (al-Jadzbul Ilahi), lalu keterbatasan mahluk unik manusia seperti berada dalam kondisi meniti shirothol mustaqim, ada yang secepat kilat, secepat kerdipan mata, secepat orang berkendaraan paling cepat, secepat berlari, secepat orang berjalan, bahkan secepat orang merangkak, orang ngesot.. dan seterunya. allah juga yang menentukan opsinya. Bukan hak manusia, tetapi hak allah Ta’ala.

Mereka yang sudah sampai kepada-nya pun (al-4.

washil), sesunggunya juga sang Salik (penempuh) karena ia tetap menjalankan tugas turun (tanazzul) ke dunia, dengan aturan hakikat yang lembut, bahkan dengan ujian yang sangat lembut pula. Begitu juga sang Salik (penempuh) itu 5.

sesungguhnya juga al-majdzub (yang ditarik oleh daya Ilahi), sehingga mereka menempuh jalan-nya menuju kepada-nya.

RENUNGAN 5

Sang hamba harus rela terhadap maqamat-maqamat yang ditentukan allah, hingga maqam paling rendah sekalipun. Tetapi mana ada orang yang maqamnya disebut rendah kalau dia telah rela segala-galanya atas kehendak-nya?

Setinggi-tinggi hasrat seseorang menggapai maqamat demi maqamat, pada akhirnya malah kembali terdampar dalam kesahajaan, kehambaan dan ketakberdayaan. nafsu begitu bangga meraih maqamat demi maqamat, tetapi adakah maqam yang luhur yang bisa digapai oleh hasrat nafsu?

Dalam dokumen Tasawuf DALAM LINTASAN SEJARAH (Halaman 50-55)