• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi Tobat

Dalam dokumen Tasawuf DALAM LINTASAN SEJARAH (Halaman 105-109)

Terapi tobat adalah penghentian pengulang-ulangan perbuatan dosa yang dilakukan secara terus-menerus.

Sebab tidak ada penghilang tobat selain perbuatan dosa yang diulang kembali. Tidak ada penyebab tobat selain sifat lalai dan nafsu.

Suatu penyakit yang terdapat dalam hati dan terapi pengobatannya seperti pengobatan tubuh. namun penyakit hati ini iebih besar dari penyakit tubuh, karena tiga faktor:

Pertama, itu adalah sejenis penyakit yang pengidapnya sendiri tidak tahu bahwa itu adalah penyakit. Itu sama dengan belang pada wajah orang. Disebabkan tidak mempunyai cermin, dia tidak akan berupaya menghilangkannya, lantaran tidak tahu

bahwa di wajahnya ada belang. kemudian jika ada orang lain yang memberitahukannya, mungkin dia tidak akan percaya.

kedua, akibat dari penyakit ini tidak dapat disaksikan oleh manusia walaupun ia mengalaminya. karena itu anda memandangnya semata bergantung pada ampunan allah, sedangkan anda hanya gigih dalam mengobati penyakit tubuh.

ketiga, itu adalah penyakit kronis yang sulit diobati dan sudah kehilangan dokter. Sementara dokter yang sebenarnya adalah seorang alim yang mau mengamalkan ilmunya.

Ulama-ulama masa kini telah mengidap penyakit yang sulit mereka sembuhkan sendiri, karena penyakit yang membinasakan itu adalah cinta dunia (hubbud-dunya). Penyakit ini telah menguasai para ulama. Padahal mereka sangat berkepentingan untuk mencegah manusia dan cinta dunia, agar kebobrokannya tidak terungkap.

Lalu mereka menjadi hina setelah menyetujui orientasi harta-benda, rakus dan cinta gelimang harta. karena faktor inilah penyakit itu semakin menyebar luas dan obat pun punah, para dokter sibuk dengan upaya yang menyesatkan. Maka, barangkali jika mereka tidak melakukan terapi, kerusakan tidak merajalela. kemungkinan mereka itu diam dan tidak berbicara, bahkan setiap orang dari mereka bagaikan batu besar di mulut sebuah lembah. Batu itu tidak menyerap air itu, juga tidak menyisakan air untuk diserap oleh benda lain.

Terapi terhadap faktor pengulang-ulangan

perbuatan dosa, tertumpu pada lima hal:

Pertama, bahwa siksa atau sanksi yang diancamkan itu, tidak seketika. naluri manusia meremehkan sesuatu yang tidak nyata terjadi.

Terapinya, anda hendaknya berpikir, bahwa setiap yang akan datang pasti dekat dengan kita, dan bahwa yang jauh itu tidak akan tiba. anda merenungkan, bahwa mati itu lebih dekat dari tali sandal. Tidak ada yang tahu apakah maut itu menjemput pada akhir hari ini atau pada akhir tahun.

kemudian berpikir, bagaimana dia bersusah-payah menempuh perjalanan jauh melewati aneka ragam bahaya, hanya khawatir pada kemiskinan di masa depan.

kedua, kesenangan dan hawa nafsu bisa mencekik leher seketika itu pula, sementara ia tidak mampu melepaskan cengkeramannya.

Terapinya adalah, dia harus berpikir, andaikata seorang dokter nasrani menyatakan bahwa meminum air yang dingin sangat berbahaya baginya dan dapat menggiringnya pada maut, padahal air itu adalah yang paling lezat baginya, bagaimana ia akan meninggalkannya? Maka, hendaklah ia tahu bahwa allah Swt. dan Rasulullah Saw. lebih benar daripada dokter nasrani tersebut, sedang kekal dalam api neraka lebih pedih daripada mati karena sakit.

kemudian, jika ia menyatakan kepada diri sendiri, betapa sulitnya meninggalkan kesenangan-kesenangan itu, bagaimana tidak sulit dan menyengsarakan dirinya bila berdiam dalam api neraka, dan terlarang dari

Firdaus berikut segala bentuk kesenangan selama-lamanya?

ketiga, jika ia selalu menunda-nunda tobat dari hari ke hari, terapinya adalah berpikir dan tahu bahwa bisikan kebahagiaan dan kesengsaraan itu bukan kembali padanya, merupakan suatu kebodohan.

Dari mana ia tahu bahwa hal itu dapat abadi sampai ia bertobat? Sebagian besar jeritan penghuni neraka disebabkan oleh penundaan-penundaan tobat tersebut. Sebab, mereka selalu menunda-nunda dan mengulur-ulur tobat hingga secara tiba-tiba diserang penyakit yang menggiringnya pada maut.

Penunda-nundaan itu dilakukannya karena ia tidak mampu mengekang hawa nafsu seketika itu. Sebab, bila menunggu-nunggu saat senggang, atau hari yang luang tiada kesibukan untuk pengekangan terhadap hawa nafsu, hakikatnya saat senggang dari hari yang luang tanpa kesibukan itu tidak pernah ada. Itu sama saja dengan orang yang tidak mampu mencabut sebuah pohon yang mengakar, lalu menundanya sampai tahun depan, padahal dia tahu bahwa dari hari ke hari pohon tersebut semakin mengakar kuat, kemudian kemampuan dirinya dari hari ke hari semakin berkurang. Ia benar-benar tolol.

keempat, menganggap dirinya mulia dan dimaafkan. Ini benar-benar puncak kesombongan, yang dimasukkan oleh setan agar menentang agama.

Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang cerdik adalah orang yang menundukkan dirinya, dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Orang yang tolol adalah orang yang mengikutkan nafsu-nafsunya dan

mengandai-andai kepada allah Swt.”

kelima, meragukan urusan atau perkara akhirat — na’udzubillah. Terapinya telah kami sinyalir pada Penutup Bab “akhlak yang Tercela: Meremehkan Dosa kecil”. Bertobat dari dosa-dosa, apa pun bentuknya, adalah penting dan merupakan kewajiban, apalagi dosa-dosa besar.

Berulang-ulang melakukan dosa kecil merupakan dosa besar pula. Tidak ada dosa kecil jika terus-menerus dilakukan, sebaliknya, tidak ada dosa besar bila kembali dan istighfar.

Dosa-dosa kecil yang berulang-ulang sangat besar pengaruhnya dalam menggelapkan hati, itu identik dengan air yang terus menetes pada batu yang keras. air itu, lama-lama pasti dapat melubangi batu tersebut, padahal air itu cair, sedangkan batu itu keras.

Beberapa faktor yang menyebabkan dosa kecil menjadi besar:

Pertama, sikap meremehkan dosa kecil, sehingga ia tidak pernah memperhatikan sebab-sebab dosa tersebut. Di antara sufi berkata, “Dosa yang tidak terampuni adalah ucapan seorang hamba, andaikata segala sesuatu aku kerjakan seperti ini.”

kedua, rasa bangga dan girang dengan dosa-dosa, bahkan menikmatinya. Si pendosa itu berkata dengan bangganya, “Bagaimana anda menyaksikan aku mencercanya, mengoyak-koyak kehormatannya dan memperdayanya dalam kerja sama?” Ini benar-benar berpengaruh besar dalam penodaan hati.

ketiga, meremehkan allah yang menutupi cacat dirinya. Ia mengira, bahwa itu karena keluhurannya di sisi allah, sementara ia tidak tahu bahwa hal itu dimurkai. Dia selalu melakukan penunda-nundaan tobat sehingga dosa-dosanya semakin bertambah, karenanya kelak ia ada di dasar api neraka terbawah.

keempat, mendemonstrasikan dosa-dosanya, setelah melakukannya. Dalam sebuah hadis disinyalir, “Seluruh manusia terampuni, kecuali mereka yang suka mendemonstrasikan dosa-dosanya.”

kelima, dosa kecil yang bersumber dari ulama yang menjadi panutan. Ini adalah dosa besar, sebab dosa kecil itu tetap berlangsung setelah ulama itu meninggal dunia. Berbahagialah orang yang meninggal dan bersamanya pula berakhir dosa-dosanya. Orang yang meninggalkan tradisi yang jelek, maka beban dosanya dan dosa yang mengikuti tradisi itu ada padanya sampai hari kiamat.

Dituturkan bahwa di antara ulama Israil bertobat dari dosa-dosanya dan bid’ah yang dilakukannya. kemudian

allah menurunkan wahyu kepada seorang nabi pada masa itu berkenaan dengan tobat si ulama tadi. Wahyu itu adalah, “Dosa-dosamu, antara aku dan kamu, tetap aku ampuni, namun bagaimana dengan hamba-hamba-ku yang kamu sesatkan yang dengannya kamu memasukkan mereka ke dalam api neraka?”

Jadi, motivasi yang mendorong pelaksanaan tobat itu tidak lain hanyalah rasa takut yang bersumber dari matahati (bashirah) dan ma’rifat.

Tobat allah Swt, benar-benar memberi anugerah kepada orang-orang yang takut kepada-nya, berupa hidayat, rahmat ilmu dan ridha, Itu sudah cukup bagi anda.

allah Swt. berfirman:

“... petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya....” (Q.s. al-a’raaf: 154).

Firman-nya,

“Sesungguhnya yang takut kepada allah di antara amba-hamba-nya hanyalah ulama.” (Q.s. Fathir: 28).

”allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-nya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (Q.s. al-Bayyinah:

8).

Rasulullah Saw. bersabda, “Induk hikmah itu adalah rasa takut kepada allah.”

Beliau juga bersabda, “Barangsiapa yang takut kepada allah Swt, segala sesuatu takut kepadanya. Dan barangsiapa yang takut kepada selain allah, allah menjadikannya takut kepada segala sesuatu.”

Sabda Rasulullah Saw: “Dalam Hadis Qudsi allah Swt. berfirman, ‘Demi kegagahan dan keagungan-ku, aku telah mengaruniakan dua bentuk rasa takut kepada hamba-ku secara bersamaan, dan tidak mengaruniakan dua bentuk rasa aman secara bersamaan. karena itu, bila ia merasa aman dari (sanksi)-ku di dunia, maka aku jadikan ia takut pada hari kiamat. Jika ia takut kepada-ku di dunia, maka kujadikan ia aman pada hari kiamat.”

Dalam dokumen Tasawuf DALAM LINTASAN SEJARAH (Halaman 105-109)