• Tidak ada hasil yang ditemukan

JENIS PERMAINAN TRADISIONAL DI PERKOTAAN

4.2 Permainan Layang-layang

Permainan layang-layang adalah salah satu jenis permainan tradisional yang memiliki usia yang sudah cukup lama. Permainan tradisional layang-layang hampir ditemukan di beberapa kota Medan. Permainan tradisonal layang-layang bukan hanya dimainkan oleh anak-anak tetapi anak remaja, anak dewasa juga memainkan permainan tradisional ini. Berdasarkan Kongres Internasional Ilmu-ilmu Antropologi dan Ethnologi mengenai kategori permainan, bahwa permainan layang-layang termasuk sebagai kategori permainan yang kedua yaitu Les jeux de force et d’adresse (permainan kekuatan dan ketangkasan) dan berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan oleh Robert dkk bahwa permainan layang-layang ini termasuk dua kategori prmainan untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding (game), anak-anak yang bermain layang-layang tidak bisa bermain layang-layang hanya sebatas untuk bermain namun mereka akan beralih dengan permainan layang-layang untuk bertanding dan ada anak jika bermain layang tidak melagakan layang-layang di udara maka anak tersebut tidak merasakan ia bermain, anak tersebut bernama James (12 tahun).

Permainan tradisional layang-layang, menggunakan peralatan yang cukup sederhana antara lain layang-layang, benang. Benang yang disediakan diikat dengan layang-layang, layang-layang akan terbang ke atas udara dengan mengandalkan kekuatan atau tekanan angin. Penempelan benang dengan layang-layang, dilakukan tidak boleh sembarangan dan harus semimbang karena pengikatan benang terhadap

pengukuran benang dengan layang-layang seimbang, maka angin dapat menaikkan layangan ke udara. Pengikatan benang pada layang-layang sering disebut anak-anak dengan istilah teraju.

Gambar 12 : Penempelan benang pada layang-layang

Pada gambar (12) tampak seorang anak laki-laki sedang mengukur benang dan menempelkan benang pada layang-layang.

Sumber : Dokumentasi Penulis Pengetahuan akan pembuatan teraju layang-layang pada anak tidak datang begitu saja, mereka harus mempelajarinya terlebih dahulu karena pembuatan teraju dikategorikan adalah pekerjaan sulit di dalam permainan tradisional layang-layang-layang. Anak-anak harus bisa memasang teraju layang-layang dengan benar, jika pemasangan teraju layang-layang tidak benar maka layang-layang sampai kapanpun tidak akan bisa terbang atau naik ke udara sekalipun tekanan angin besar/kencang. Setiap anak-anak yang diajak penulis mengobrol mengenai pengetahuan akan pembuatan teraju layang-layang, pendapat mereka satu sama lain berbeda-beda. Wahyu (11 tahun) berkata :

“Ini ku tahu coba-coba sendirilah kak, liat-liat kawan cemana caranya, pas aku liat dan aku tahu, langsung aku coba buat. Aku cobanya

berkali-kali, makanya yang hari itu banyak layanganku rusak dan gak bisa terbang”.

Berbeda dengan Zadiken, ketika penulis bertanya mengenai hal tersebut maka Zadiken (12 tahun) berkomentar :

“Teraju kupelajari dari almarhum ayah, setiap ada permainan yang gak ku tahu, almarhum ayah selalu mengajari termasuk membuat ini, makanya kalau musim layangan aku gak pernah beli layangan, aku selalu buatnya dengan ayah, tapi karna ayah sudah gak ada, aku aja sendiri yang buatnya”

Gambar 13 : Layang-layang

Pada gambar (13) tampak layang-layang yang berasal dari hasil karya tangan Zadiken

Sumber : Dokumentasi Penulis Berdasarkan proses wawancara yang dilakukan penulis mengenai pengetahuan anak-anak mengenai pembuatan benang teraju, maka anak-anak memperoleh pengetahuan tersebut dari :

- Teman Bermain. Anak-anak melihatnya dan mempelajarinya dari teman sepermainan, ketika anak mulai memahami secara pandangan maka ia mulai mempraktekkannya secara langsung. Dengan mempraktekkan pengetahuan yang diperolehnya maka anak akan lebih mengerti dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh.

- Keluarga. Anak-anak mendapat pengajaran mengenai pembuatan benang teraju dari orangtua, kakak, abang.

Jika terdapat anak-anak yang tidak bisa memasang tali teraju maka anak tersebut meminta bantuan dengan teman yang bisa memasang tali teraju atau jika anak yang lain melihat ada anak yang tidak bisa memasang tali teraju maka anak yang tahu tersebut secara sukarela memasangkan tali terajunya. Jika terdapat anak yang tidak bisa menaikkan layang-layang ke udara maka anak yang lainnya biasanya membantu. Dan anak yang bisa menaikkan layang-layang ke udara yang lebih tinggi maka anak tersebut dikagumi oleh anak lainnya dan anak tersebut akan mendapatkan rasa puas, seperti yang diungkapkan oleh Wahyu (11 tahun) :

“Puas perasaan kak, apalagi kalau duduk sambil melihat-lihat layangan diatas sepertinya awak ikut terbang dan merasakan angin diatas”

Komentar Wahyu membuktikan bahwasanya teori Sutton Smith itu benar, Smith percaya bahwa transformasi simbolis yang muncul dalam kegiatan bermain khayal, pada permainan layang-layang Wahyu menghayalkan dirinya sebagai layang-layang yang terbang di udara.

Di dalam permainan layang, bukan hanya sebatas menaikkan layang-layang ke atas udara, tidak puas bagi anak-anak jika layang-layang-layang-layang yang dinaikkannya tidak dilagakan dengan layang-layang temannya di atas udara. Jika benang layang-layang terputus pada saat dilagakan maka pemilik layang-layang tersebut dinyatakan kalah dan jika anak yang memutuskan benang layang-layang lawan pintar atau ahli dalam menurunkan layang-layang lawan maka menjadi milik

anak yang menang tersebut, namun jika anak tersebut tidak ahli/tidak pintar dalam menurunkan layang-layang tersebut maka layang-layang tersebut terbang begitu saja di udara. Namun terdapat anak-anak yang tidak berani melagakan layang-layang yang dimilikinya, keadaan ini terjadi karena ada anak yang takut kalah atau takut layang-layang rusak, seperti yang diungkapkan oleh Senior (7 tahun) :

“Aku gak suka melagakan layangan, rugi nanti kak. Kalau kalah, awak harus beli layangan baru lagi, jadi boroslah kak. Apalagi kalau kalah hari ini, gak adalah layangan yang dipake untuk besok dan kumpulkan uang lagi lah kak”.

Jika layang-layang rusak atau dimenangkan oleh pihak lawan, maka benangnya masih bisa digunakan dengan layang-layang baru. Tetapi terdapat anak-anak yang tidak merasa puas jika tidak melagakan layang-layang yang dimilikinya. Seperti komentar James (12 tahun) :

“Gak main layangan rasanya kalau gak melagakan layangan, gak puas aja rasanya, dan kalo kalah dibeli lagi”.

Layang-layang yang sudah naik ke udara, apabila anak-anak dilapangan ingin melagakannya maka harus ada kesepakatan terlebih dahulu apabila tidak ada kesepakatan untuk melagakan layang-layang di udara maka layang-layang yang rusak atau hilang di udara akan diminta pertanggungjawaban oleh yang melagakan tersebut. Kadangkala jika yang melagakan tidak mau ganti rugi maka sering terjadi adu mulut diantara mereka tetapi esok harinya mereka tetap berteman lagi. Pada saat musim layang-layang, layang-layang yang ada di udara bukan hanya layang-layang anak yang berada di lapangan sepak bola tetapi layang-layang yang berada di kampung

sebelah. Sehingga anak-anak tidak bisa menandai pemilik setiap layang-layang yang berada di udara.

Layang-layang yang akan dilagakan dengan kampung sebelah, tidak didahului kesepakatan diantara pemilik layang (kespakatan berlangsung ketika layang-layang berada di udara, jika layang-layang-layang-layang anak di lapangan sepak bola mendekatkan layang-layangnya dengan layang-layang anak kampung sebelah dan layang-layang anak kampung sebelah mendekatkannya lagi maka disitulah terjadi kesepakatan untuk melagakan layang-layang). Di udara bisa dilihat layang-layang yang akan dilagakan atau yang tidak akan dilagakan oleh pemiliknya. Layang-layang yang tidak akan dilagakan oleh pemiliknya jika layang-layang lawan menghindar jauh atau lebih memilih untuk menurunkannya dari udara.

Anak-anak yang berada di lapangan sepak bola jika menang dalam perlawanan layang-layang memiliki pandangan dan perilaku yang berbeda-beda. Wahyu (11 tahun) berkata :

“Jika layangan yang kalah bentuknya bagus dan cantik sekitar harga Rp 10.000,00 keatas biasanya gak kuterbangkan kak, kan sayang yang bagus dibuang-buang, bisa aku jual ke orang atau kupake sendiri dan uangnya bisa aku beli makan-minum atau beli benang yang kuat/tebal”.

Berbeda dengan Zadiken, Zadiken tidak melihat apakah layang-layang dimenangkannya bagus atau tidak, setiap Zadiken menang dalam perlawanan layang-layang maka dia selalu menurunkannya. Seperti ungkapan Zadiken (12 tahun):

“Mau layangan jelek atau cantuk, mahal atau murah tetap saja kuturunkan. Karena bisa kujual dengan kawan-kawan disini dengan harga murah, lumayan bisa nambah uang jajan.”

Jika Zadiken melihat layang-layang yang dimenangkannya di udara tidak layak untuk dijual atau tidak layak untuk diterbangkan lagi, maka dia bisa memanfaatkan rangka layang-layang dan membuat layang-layang baru. Seperti yang dikatakan :

“Kalau plastik layangan sudah sobek, maka rangka layangannya bisa kupake buat layangan baru, tinggal beli plastiknya aja, tapi kalau bambunya udah patah, ya dibuang aja lah kak”.

Dari kondisi seperti ini penulis bisa melihat, selain menikmati permainan tradisional layang-layang mereka bisa menghasilkan uang dengan hanya mengandalkan modal jasa yaitu kepiawaian/keahlian untuk memenangkan perlawanan layang-layang lawan di atas udara. Kemenangan yang diperoleh dalam perlawanan layang-layang diudara tidak datang begitu saja, ada dua hal yakni : pertama keahlian pemain dalam menggerakkan layangan di atas udara serta kualitas benang yang digunakan, seperti perkataan Zadiken (12 tahun) :

“Untuk memenangkan laga layangan, haus pintar mengendalikan benang lyangan dan benang layangan juga harus kuat, benang yang kuat seperti benang kaca, harganya juga mahal tapi lupa aku berapa harganya, kalau benang yang kupake kuat, biasanya kulagakan layanganku tapi kalo gak kuat aku naikkan ajalah, nanti aku rugi”.

Jika pernulis perhatikan, Zadiken merupakan anak-anak di lapangan sepak bola yang disenangi banyak teman-temannya, karena kepiawaiannya memenangkan perlawanan layang-layang di udara begitu bagus, dapat dikatakan jika dia melakukan perlawanan layang-layang di udara, dia jarang mengalami kekalahan. Selain kepiawaiannya bermain, Zadiken juga memiliki keahlian dalam membuat layang-layang dengan indah serta memasang tali teraju yang bagus dan seimbang sehingga

teraju, untuk memasangkan tali teraju Zadiken tidak pernah meminta imbalan/upah, Zadiken melakukannya dengan ikhlas dan senang hati.

Benang kaca jarang dijual di kedai-kedai biasanya anak mendapatkan dan membeli benang kaca dari pasar. Tidak semua anak-anak di lapangan memiliki benang kaca, benang kaca biasanya dimiliki oleh anak-anak yang memiliki kepiawaian dalam melagakan layang-layang. Anak-anak biasanya menggunakan benang-benang biasa dengan harga sekitar Rp 3.000,00 dan menggunakan layang-layang biasa dengan harga sekitar Rp 1.000,00. Jika anak ingin memiliki dan mendapatkan layang-layang yang bagus dan motifnya indah maka anak-anak harus membelinya dipinggir jalan raya, karena kedai-kedai sekitar jarang menyediakan layang-layang yang bercorak indah.

Selama musim layang-layang berlangsung, penulis memperhatikan begitu banyak motif dan jenis layang-layang yang terbang di udara, baik itu layang-layang anak-anak di lapangan atau layang-layang dari kampung sebelah. Bahkan sering penulis melihat layang-layang tidak dikendalikan oleh pemiliknya lagi (layang-layang lepas dari talinya) untuk menyebutkan keadaan ini maka anak-anak menggunakan istilah leyong. Layang-layang yang leyong bukan menjadi hal yang aneh bagi anak-anak, mereka menganggap biasa. Jika mereka tertarik untuk menangkap layang-layang yang leyong maka mereka berusaha mengkaitkan benang layang-layang-layang-layangnya di udara dengan layang-layang yang leyong. Namun biasanya layang-layangyang leyong dibiarkan saja karena tidak mudah menangkap atau mengkaitkan layang-layang yang leyong.

Dalam permainan tradisional layang-layang, benang dan layang-layang diperoleh dengan cara membeli dari pasar/kedai atau dengan membuatnya sendiri dirumah. Harga layang-layang beragam dan anak-anak di Kecamatan Medan Baru biasanya menggunakan layang-layang yang dibandrol harga Rp 500,00 – Rp 100,00. Harga benang juga bervariasi tergantung kualitas benang yang akan digunakan dan biasanya mereka menggunakan benang seharga Rp 2.000,00 – Rp 5.000,00. Anak-anak mendapatkan uang untuk membeli benang dan layang-layang dari keluarga atau mereka mengumpulkan uang jajan (Anak-anak yang mengumpulkan uang jajan untuk membeli layang-layang, biasanya mengontrol pengeluaran/konsumsi disekolah). Biasanya anak-anak kecil seperti anak Sekolah Dasar kurang bisa atau kurang ahli dalam menaikkan layangan ke udara meminta bantuan dengan abang atau teman lain, tidak jarang anak kecil tersebut menerima tolakan dari abang/teman lain karena abang/teman tersebut lebih sibuk atau fokus untuk menikmati layang-layang yang sudah naik ke udara.

Lamanya layang-layang yang dinaikkan ke udara tidak pernah lebih dari satu jam hanya sekitar 10-30 menit, kondisi ini terjadi disebabkan oleh sebab yang diungkapkan oleh Wahyu (11 tahun) :

“Capeklah leher kak, lihat-lihatnya terus keatas kecuali kalau berlaga mau sampe satu jam, itupun jarang sampai satu jam dan bosan juga kalau hanya lihat layangan kita di udara. Maunya banyak layangan yang terbang di udara”.

Anak-anak yang menaikkan layang-layang yang dimiliknya ke udara, maka layang-layang tersebut harus diperhatikan karena layang-layang tersebut bisa saja

leyong atau dilagakan oleh pemilik layang-layang lainnya. Banyaknya layang-layang yang terbang di udara, menambah ketertarikan dan semangat anak lain untuk menaikkan layang-layang yang dimilikinya keatas udara. Penulis pernah melihat anak di lapangan bola datang membawa layang tetapi tidak menaikkan layang-layangnya di udara, hal ini terjadi karena kekosongan layang-layang yang terbang di udara sehingga mengurungkan niat anak tersebut untuk menaikkan layang-layang yang dimilikinya. Sehingga dia meletakkan layang-layangnya di dikursi lapangan dan memutuskan untuk ikut bermain sepak bola. Penulis berpikir bahwa lingkungan permainan anak-anak sangat mempengaruhi jenis permainan yang akan digunakan anak (awalnya dari rumah anak berencana akan bermain layang-layang di lapangan tetapi karena di lapangan tidak ditemukan anak bermain layang-layang tetapi bermain sepak bola maka rencana anak tersebut tidak terealisasi dan larut/ikut bermain layang-layang).

Ketika hujan turun, anak-anak tidak bermain layang-layang karena jika hujan turun maka layang sulit naik ke udara, air hujan akan menyebabkan layang-layang anak-anak menjadi rusak/sobek. Jika angin bertiup tidak kencang, anak-anak biasanya sulit menaikkan layang-layang ke udara, hanya anak-anak yang berpengalaman yang bisa menaikkan layang-layang ke udara jika angin bertiup tidak kencang. Jika angin bertiup sangat kencang sekali, anak-anak dengan mudah menaikkan layang-layang yang dimiliknya ke udara, namun mereka menghindari jika layang-layang leyong. Angin yang bertiup sangat kencang berpotensi menyebabkan benang yang digunakan menjadi lebih mudah putus. Sehingga anak-anak dalam

permainan tradisional layang-layang lebih menyukai dan memilih angin bertiup dengan sepoi-sepoi.

Selama musim permainan tradisional layang-layang berlangsung, banyak jenis dan motif layang-layang yang ditemukan terbang di udara. Anak-anak bisa memperkirakan kisaran harga layang-layang yang terbang di udara, seperti yang diungkapkan Zadiken (12 tahun) :

“Layangan mahal atau enggak, dilihat dari motifnya atau besarnya. Kalau motif layangan cantik dan ukurannya besar maka layangan itu layangan mahal”.

Layang-layang dengan ukuran yang besar dan motif yang indah/rumit, menjadi pusat perhatian para pemain layang-layang. Bahkan layang-layang sejenis ini menjadi korban bagi para pemain layang-layang. Jika anak-anak di lapangan sepak bola menemukan layang-layang yang sejenis itu, maka mereka berlomba-lomba melagakan layangan mereka untuk mendapatkan layang-layang yang indah tersebut. Selain harganya yang mahal jika dijual kembali, layang-layang ini jika dimiliki oleh anak maka anak tersebut mendapat pujian dari teman lainnya.

Seorang anak yang yang berhasil mendapatkan layang-layang yang indah tersebut maka anak-anak lainnya berlomba-lomba menawarkan harga layang-layang tersebut. Walaupun layang-layang tersebut belum sampai di daratan dan masih berusaha diturunkan dari udara, anak-anak sudah memberikan sejumlah tawaran harga. Keadaan ini menunjukkan, begitu antusiasnya anak-anak hendak memiliki layang bagus. Tawaran yang lebih tinggilah yang menjadi harga dari

layang-Jika hari sudah sore dan matahari mulai tidak menyinari lapangan sepak bola, maka anak-anak memilih untuk tidak bermain lagi dan permainan akan dilanjutkan esok hari. Permainan tradisional layang-layang, sangat membutuhkan penerangan dari matahari. Jika matahari tidak tampak maka anak-anak tidak bisa melihat posisi layang di udara, oleh karena itu tidak pernah ditemukan permainaan layang-layang dilakukan pada malam hari.