• Tidak ada hasil yang ditemukan

perusahaan di Asia, Bank Central Asia (BCA) menjadi satu- satu-satunya perusahaan yang meraih kembali penghargaan Fabulaous 50

Dalam dokumen Majalah Integritas Desember 2013 (Halaman 37-43)

Presiden Direktur BCA

Dari 1.220 perusahaan di Asia, Bank Central Asia (BCA) menjadi satu- satu-satunya perusahaan yang meraih kembali penghargaan Fabulaous 50

versi Forbes Asia. Forbes Asia melihat track record masing-masing

perusahaan dalam hal pendapatan, laba bersih, pergerakan modal dan

saham, serta prospeknya.

Dari 1.220 perusahaan di Asia, Bank Central Asia (BCA) menjadi satu-satunya perusahaan yang meraih kembali penghargaan Fabulaous 50 versi Forbes Asia. Forbes Asia melihat track record masing-masing perusahaan dalam hal pendapatan, laba bersih, pergerakan modal dan saham, serta prospeknya. Penghargaan itu hanya satu dari sekian banyak penghargaan yang dimiliki bank yang sudah berusia 56 tahun tersebut. BCA memang memiliki sejarah panjang dalam mengelola kinerja sehingga menjadi perusahaan yang terkemuka. Jahja Setiaatmadja, Direktur Utama BCA, mengatakan kunci sukses kiprah BCA terletak pada pengembangan budaya team work di antara seluruh lapisan karyawan mulai dari yang terendah sampai tertinggi. Ibarat sekelompok orkestra, sebagai pemimpin tertinggi BCA, Jahja menempatkan diri sebagai dirigen.

Menurutnya dirigen yang baik tidak harus tahu cara memainkan semua alat

musik tapi harus tahu menyajikan lagu apa yang cocok di telinga pendengar. Dirigen yang baik juga harus membangun kerjasama diantara pemusik dan peka terhadap nada-nada sumbang lalu kemudian meluruskannya.

”Jadi semua produk harus kita sesuaikan dengan nasabah kita. Kita juga harus menyajikan produk-produk yang pas untuk mereka,” tutur Jahja kepada Majalah INTEGRITAS. ”Dan orkestra musik tak mungkin kita mainkan sendiri, makanya harus ada team work diantara semua lapisan karyawan.”

Selain budaya team work, Jahja juga mengatakan pengembangan BCA saat ini bergerak dari pengembangan kultur yang mencoba mendidik dari internal BCA itu sendiri. Salah satu program perekrutan SDM yang tidak dimiliki bank-bank lain yaitu BCA mencari tamatan pelajar SMU yang berlatar belakang keluarga tidak mampu. BCA kemudian bekerja sama dengan beberapa universitas terkemuka seperti Universitas Trisakti untuk memberi

pendidikan gratis kepada para tamatan SMU yang terjaring tersebut selama 2,5 tahun. Setelah lulus, para pelajar tersebut diberi kebebasan untuk memilih apakah bekerja di BCA atau tidak.

”Bila mereka mau bekerja di BCA, status mereka kita anggap S1, tetapi bila tidak, status mereka tetap lulusan SMU karena mereka tidak mendapat sertifikat,” jelas Jahja.

BCA menggunakan cara ini untuk mendapatkan pekerja yang loyal, pekerja keras dan meminimalisir pembajakan karyawan dari bank lain yang banyak terjadi pada karyawan bank yang berpendidikan S-1. “Program ini sudah berjalan enam tahun, dan 90 persen pekerja BCA berasal dari program tersebut karena itu program ini tetap kita lanjutkan,” papar pria yang menduduki kursi direksi di BCA sejak Oktober 1990.

Dengan memiliki team work yang solid dan pekerja yang loyal, tidak

mengherankan bila pertumbuhan laba BCA terus meningkat dari tahun ke tahun. Di tengah situasi dengan berbagai tantangan yang ditandai oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi, tekanan inflasi yang lebih tinggi dan melemahnya nilai tukar rupiah, BCA mencatat laba bersih sebesar Rp 10,4 triliun dalam sembilan bulan pertama 2013. Ada peningkatan 25,2 persen dari Rp 8,3 triliun pada periode yang sama 2012.

Ada beberapa faktor penyebab BCA berhasil membukukan kinerja usaha yang memuaskan dengan posisi likuiditas dan permodalan yang kokoh. Pertama, BCA melihat likuiditas bertambah ketat, karena itu mereka menaikkan bunga deposito. Kedua, BCA juga melihat suasana makro-ekonomi, yakni ketika BI rate disesuaikan, BCA kemudian menaikkan bunga pinjaman. Tapi bunga pinjaman BCA diklaim Jahja masih relatif di bawah bank-bank lain. Lalu dana cadangan BCA yang disediakan khusus bagi nasabah yang menarik pinjaman yang ditempatkan

di Bank Indonesia, ternyata bunganya juga naik cukup tinggi dari 3,7 persen menjadi 5,7 – 6 persen.

”Jadi kalau dilihat secara keseluruhan memang ada peningkatan margin kita, itu yang menyebabkan labanya meningkat menjadi 25 persen,” paparnya.

Pada saat krisis global 2008, BCA juga mampu bertahan dari dampak krisis karena menurut Jahja mereka lebih berhati-hati dan menangani proses pelepasan pinjaman serta menjaga likuiditas sehingga bila terjadi masa susah, likuiditas selalu tersedia. Untuk saat ini dan ke depan, BCA tetap fokus di pasar-pasar perusahaan dan pengusaha. BCA akan memperkuat payment system agar bisa lebih baik melayani lebih dari 11 juta nasabahnya. Tiga tahun terakhir BCA juga cukup sukses mendalami bisnis KPR untuk kelas menengah ke atas. Sedangkan untuk pangsa pasar strata menengah ke bawah, BCA membantu

dan bekerjasama dengan BTN yaitu memberi bunga pinjaman ke BTN dengan bunga rendah.

”Tahun lalu kita berikan dana dua triliun,” ujar Jahja.

BCA Siap Hadapi Pasar Global

Jahja mengakui tantangan terbesar BCA saat ini adalah bersaing dengan sesama bank besar lainnya seperti BRI, Mandiri dan BNI. Mulai dari persaingan besarnya bunga, servis, dan produk. Namun Jahja mengakui BCA tetap melakukan kerjasama dengan ketiga bank tersebut untuk menyediakan sarana bagi pinjaman-pinjaman besar seperti untuk BUMN.

Menghadapi tantangan global, BCA tetap akan fokus melakukan pengembangan di Indonesia dan tidak berniat untuk mendirikan cabang di luar negeri.

”Untuk menghadapi AFTA, kita juga harus perkuat di dalam negeri,” jelas

Jahja.

Dia optimistis perbankan di Indonesia semakin kuat dan siap bersaing dengan pihak asing. Sebab, bila dibandingkan dengan 1998, kini perbankan di Indonesia sudah banyak dikelola orang-orang profesional, tidak lagi berdasarkan silsilah keluarga.

Selain itu, menurut dia pengawasan yang dilakukan BI terhadap bank-bank juga semakin ketat. BCA juga sudah menjadi perusahaan publik sehingga lebih transparan dan siap menghadapi tantangan. ”Coba Anda bandingkan, sebelum tahun 1998 bank-bank asing cukup kuat posisinya di Indonesia, sekarang kan sudah terbalik.”

Bagaimana BCA mengantisipasi terjadinya kejahatan perbankan yang semakin marak saat ini, terutama pembobolan ATM dan kartu kredit? Jahja menjelaskan, ada beberapa cara untuk mengatasinya. Khusus untuk kartu kredit, karyawan BCA akan terlebih dulu meminta referensi dari nasabah lama, kemudian langsung mengecek ke alamat di dalam aplikasi. Sedangkan untuk kejahatan di ATM, ada dua jenis kekerasan disana. Untuk kejahatan dalam bentuk pencurian mesin ATM atau penodongan saat mengisi uang, pihak bank memang tidak bisa berbuat banyak kecuali bergantung pada pihak keamanan. Sedangkan untuk kejahatan jenis kedua, ia menyebutnya white crime, seperti yang dilakukan sindikat internasional di Bali, penjahat memasang rekaman di seluruh ATM BCA kemudian merekam transaksi nasabah.

”Untuk kejadian seperti ini, semua kerugian nasabah kita ganti,” tuturnya. Akan tetapi, kejahatan yang terjadi karena kecerobohan nasabah, misalnya menyimpan PIN sembarangan, tidak akan mendapat ganti rugi.

Untuk SDM di BCA, Jahja mengakui BCA memang banyak menggunakan pekerja kontrak. Ia mengistilahkan dengan “Bakti BCA”, yakni para pekerja untuk bagian-bagian tertentu, misalnya teller, akan magang selama tiga tahun. Selama tiga tahun tersebut, si pekerja akan mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan tentang perbankan. Tak bisa disangkal, di Indonesia sarjana memang banyak tapi hanya sedikit yang siap pakai. Karena itulah, BCA melakukan cara ini, sekalipun mereka harus merekrut tiga ribuan pekerja kontrak.

BCA mengambil sisi positifnya karena perputaran pekerja akan berlangsung terus. Apalagi untuk tenaga-tenaga lapangan, BCA membutuhkan pekerja yang muda dan energik agar mampu melayani nasabah dengan baik. ”Itu alasannya kami masih menggunakan tenaga magang. Intinya, mereka dilatih bekerja selama tiga tahun setelah itu mereka bebas. Yang bagus-bagus kita rekrut sebagai tenaga tetap. Ada juga outsourcing, misalnya tenaga sekuriti,” jelas Jahja.

BCA juga masih menggunakan tenaga debt collector dan berusaha melatih mereka dengan baik agar menjalankan tugasnya dengan baik tanpa melanggar hukum.

Pertumbuhan Ekonomi Tak Perlu Dipaksa

Dalam melihat perekonomian nasional, Jahja lebih setuju bila pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di bawah enam persen. Sebab, ibarat mesin, bila dipacu terus maka akan kepanasan dan akhirnya meledak, seperti pada 1998, terjadi krisis ekonomi.

”Pertumbuhan kita saat itu luar biasa tinggi, tapi begitu meledak akhirnya

menjadi minus 30 persen,” ujar Jahja yang menambahkan bahwa Cina juga sedang menurunkan target pertumbuhan ekonomi.

Karena pertumbuhan ekonomi terus digenjot, akhirnya kurs Indonesia juga menjadi kacau karena impor semakin besar. Impor semakin tinggi untuk memenuhi kebutuhan produksi ekonomi domestik.

”Mulai bahan makanan, obat-obatan, minuman, mobil, motor, itu komponennya semua diimpor,” ujar Jahja. ”Bila ekonomi domestik terus dipacu tapi tidak mendorong ekspor maka kurs meledak. Ini yang bahaya, jadi harus dijaga antara ekspor dan impor.”

Untuk pembenahan ekonomi mikro, menurut Jahja yang paling penting adalah menyeimbangkan dengan penciptaan lapangan kerja. Kalau hanya menambah pengusaha mikro maka permintaan barang akan bersaing dan mematikan pengusaha lainnya. Tapi ekonomi mikro akan berkembang kalau ada penambahan tenaga kerja. ”Tenaga kerja itu kan modalnya tidak cuma tenaga, dia dapat gaji, dia beli barang. Nah, begitu ada permintaan meningkat, di situlah bisnis mikro dikembangkan. Jadi harus sejalan,” paparnya.

Menghargai Semua orang

Sukses berkarier di bidang perbankan sampai Dirut PT BCA Tbk., merupakan hal yang sangat disyukuri ayah dia anak ini. Mengingat latar belakang keluarga Jahja yang berasal dari keluarga pas-pasan. Ayahnya adalah kasir di BI dan tentu saja gaji pegawai BI pada masa itu tidak sebesar sekarang.

”Kami juga baru bisa beli rumah ketika ayah pensiun dari BI,” kenangnya.

Berbekal intelektualitas di atas rata-rata, Jahja pun bisa kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Untuk mencukupi uang saku sehari-hari, ia sempat menjajakan kaset video rental ke rumah-rumah. Kebetulan, salah seorang pelanggan setia yang menyewa kaset adalah Rudi Cappelle. Jahja pun diajaknya untuk bergabung di Kalbe Farma. Memang pada saat itu Kalbe Group sedang melakukan peremajaan sistem akuntansi, termasuk komputerisasi.

”Pada tahun 1980 saya diajak bergabung ke PT Kalbe Farma selaku

asisten manajer cost accounting,” ujar Jahja mengenang.

Hanya dalam waktu empat tahun, Jahja sudah menjabat senior finance manager. Pada 1988, ia dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai direktur keuangan di Kalbe Group yang bertugas mengelola seluruh keuangan dari Grup Kalbe. Saat itu, Grup Kalbe memiliki bisnis di berbagai bidang, seperti farmasi, properti, distributor, kosmetik, Kodak film, travel, dan bank. Pada awal 1989 Jahja mendapat tawaran bekerja dari Kornferry, sebuah

perusahaan headhunter dari Singapura. Ia ditawari bekerja di Indomobil, salah satu perusahaan grup Salim. Ia dipertemukan dengan sejumlah jajaran senior Indomobil, seperti almarhum Angky Camaro, Subronto Laras. Di Suzuki Mobil Group, Jahja menempati posisi direktur keuangan.

Setahun berikutnya, Andree Halim mengajak Jahja memasuki dunia perbankan. Ketika itu Andre mengatakan kepada Jahja bahwa dunia perbankan sedang mengalami perkembangan yang luar biasa besar. BCA membutuhkan tenaga untuk melengkapi formasi timnya. Jadilah Jahja bekerja di BCA sebagai wakil kepala divisi.

Pada 1999 bintangnya semakin terang: ia diangkat oleh BPPN menjadi Direktur BCA. Enam tahun setelah itu, Jahja sudah menjadi Wakil Presiden Direktur BCA. Dan pada Mei 2011, dalam RUPS, Jahja akhirnya diberi kepercayaan menduduki kursi presiden direktur. Dalam bekerja, Jahja memiliki prinsip untuk menghargai semua orang mulai dari level tertinggi sampai level terendah. Namun bila ditanya siapa tokoh idolanya, Jahja mengaku tidak memiliki satu sosok yang menjadi inspirator. Baginya, setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatan dari sosok itulah yang dijadikan inspirasi dalam hidup. ”Jadi, bagi saya memang tidak ada figur yang benar-benar menjadi panutan,” tutur pria yang hobi golf ini.

Memiliki dua putri yang sudah menikah membuat beban Jahja sebagai orangtua semakin ringan.

”Kalau teman-teman saya bilang, PR saya sudah beres,” ujarnya, lagi-lagi diiringi tawa.

VISIONER

Dalam dokumen Majalah Integritas Desember 2013 (Halaman 37-43)