• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Pengembangan Tanaman Pertanian dan Perkebunan

GAMBAR 2.20 KESESUAIAN LAHAN MERBAU

C. Potensi Pengembangan Tanaman Pertanian dan Perkebunan

Dari jenis tanah yang beragam dan tersebar hampir di semua distrik bila dikombinasikan dengan faktor tumbuhan tanaman yang lain yaitu faktor agroklimatologis seperti curah hujan, suhu, kelembaban dan faktor fisik lainnya seperti ketebalan solum, tingkat kesuburan fisik maupun kimiawi, salininas, maka untuk pengembangan komoditas tanaman pertanian dan perkebunan dihadapkan kepada berbagai permasalahan yang lebih bersifat sebagai hambatan.

Jenis tanaman pangan non padi yang mempunyai peluang untuk dikembangkan antara lain ubi kayu, ubi jalar, talas, jagung dan kacang-kacangan. Tanaman-tanaman ini pada tahap- tahap awal pembangunan pertanian mungkin belum dapat dikategorikan sebagai sumber pendapatan daerah atau menjadi sumber peningkatan pendapatan keluarga petani secara langsung, namun mampu menopang kebutuhan pangan penduduk setempat.

Untuk pengembangan tanaman ubi kayu jenis tanah dan faktor agroklimatologis di Kabupaten Sorong Selatan mempunyai tingkat kesesuaian lahan N1 (tidak sesuai saat ini) dan N2 (tidak sesuai), meskipun di beberapa wilayah distrik memiliki tingkat kesesuaian lahan S3 (sesuai marginal) seperti di Distrik Ayamaru, Mare, Moswaren, Sawiat, dengan faktor pembatas atau penghambat cukup kompleks yaitu curah hujan, suhu, salinitas dan kebanjiran, sedang di wilayah Distrik Kokoda faktor pembatas suhu, pH tanah rendah, curah hujan dan salinitas. Dengan demikian untuk pengembangan ubi kayu diperlukan berbagai masukan (input) produksi yang berat, misalnya dengan pengapuran, pengairan di musim kemarau dan penanggulangan banjir.

Untuk pengembangan talas, lahan di Kabupat en Sorong Selatan memiliki tingkat kesesuaian dari S3 (sesuai marginal) sampai N2 (tidak sesuai), tidak ada yang S1 dan S2. wilayah- wilayah pengembangan dengan masukan produksi yang berat untuk tanaman talas (kesesuaian lahan S3) antara lain di Distrik Ayamaru dengan faktor pembatas suhu, salinitas, pH dan di beberapa bagian wilayah kebanjiran, di Distrik Aifat dengan faktor pembatas yang sama dengan di Distrik Ayamaru, Aitinyo, Moswaren, Ayamaru Utara, Sawiat, Wayer, Aifat Timur, Mare, Seremuk, Kais, Teminabuan dan I nanwatan kendala yang banyak dihadapi adalah pH, suhu, diranase dan salinitas.

mengubah tingkat kesesuaian lahan setiidaknya menjadi S3 melalui program khusus, misalnya reboisasi, reklamasi maupun program lainnya.

Untuk pengembangan tanaman perkebunan seperti kelapa dan kelapa sawit, lahan dan faktor agroklimatologis di Kabupaten Sorong Selatan memberikan peluang untuk pengembangan dengan tingkat kesesuaian lahan dari S1 (sangat sesuai) dengan S2 (cukup sesuai); di Distrik Ayamaru dengan pembatas kesuburan rendah; Aifat dengan pembatas tanah fragile; Aitinyo dengan pembatas kesuburan rendah; Moswaren dengan pembatas kesuburan tanah rendah; Kokoda, Sawiat, Wayer, Aifat Timur, Mare, Seremuk, Kais, Teminabuan dan I nanwatan yang pada umumnya sebagai pembatas adalah kesuburan lahan yang rendah. Di Distrik Mare terdapat lahan yang mempunyai tingkat kesesuaian lahan S1 untuk kelapa sawit.

Tingkat kesesuaian lahan S2 dapat ditingkatkan ke S1 dengan masukan yang sesuai dan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, misalnya dengan faktor pembatas tingkat kesuburan yang rendah, melalui studi analisis tanah dapat diketahui kekahatan (defisiensi hara) yang terjadi, sehingga rekomendasi pemupukan dapat disesuaikan untuk keberhasilan pengembangan komoditas pertanian maupun perkebunan dan buah-buahan. Tanaman kelapa sawit akan dapat dilihat peran ekonominya setelah berumur 5 tahun sampai umur 30 tahun, artinya tenggang waktu antara tanam dan panen tidak terlalu panjang dan berlangsung selama waktu yang panjang.

Dari uraian diatas dapat diutarakan bahwa nampaknya kelapa sawit dan kelapa merupakan komoditas yang mempunyai peluang besar untuk dikembangkan di Kabupaten Sorong Selatan. Di areal pengembangan kelapa masih dimungkinkan dikembangkan sistem tumpang sari atau bertanam ganda dengan tanam perkebunan lainnya maupun dengan tanaman pangan. Dari berbagi pengalaman dan studi yang memberikan gambaran dampak negative jangka panjang pertanaman kelapa sawit, maka perlu dipertimbangkan karena kelapa sawit merupakan tanaman yang diusahakan secara monokultur terjangkau waktu 25 - 30 tahun (satu siklus) dan mempunyai kontribusi besar dalam pemiskinan lahan, erosi dan banjir.

dapat dimanfaatkan dengan tindakan antara lain reklamasi lahan, memperbaiki struktur dan kesuburan lahan dengan konsep konservasi secara vegetasi. Sebagai gambaran untuk memilih komoditas perkebunan yang akan dikembangkan di Kabupaten Sorong Selatan, maka ditunjukkan persyaratan tumbuh beberapa tanaman komoditan perkebunan.

Kakao (coklat) tumbuh baik pada lahan dengan retensi kelengasan dan aerasi tanah yang baik. Dapat diusahakan pada tanah lempungan (clay-loam) dengan struktur remah. Pada tanah berpasir (pasiran) kakao tumbuh baik karena penetrasi perakaran sempurna, namun kelengasan tanah harus dapat dipertahankan sehingga cocok untuk di wilayah yang curah hujannya cukup tinggi dan terdistribusi dengan baik dan merata, bulan kering diseyogyakan 1 - 2 bulan saja. Curah hujan 1500 - 2000 mm/ th dan tidak terjadi genangan adalah kondisi yang baik untuk tumbuhnya tanaman kakao. Tanaman kakao dapat tumbuh pada lahan dengan kisaran pH tanah 4,3 - 8,7, tetapi lebih baik pada tanah acidic, salinitas rendah dan pada lahan dengan kelerengan < 15 % . Suhu optimum untuk pertumbuhan antara 21 - 35º C dan terbaik pada suhu 22,4 - 26,7º C. Tanaman kakao memerlukan intensitas cahaya 1000 - 3000 fc, sehingga untuk tanaman muda perlu mendapatkan naungan buatan karena tidak tahan terhadap sinar matahari terik, namun setelah tumbuh dewasa dapat menaungi dirinya sendiri (self-shading) atau tumpangsari dengan tanaman lain. Tanaman kakao dapat ditumpangsarikan dengan kelapa, yang sekaligus dapat berfungsi untuk naungan.

Untuk pengembangan kelapa sawit lahan dapat dibedakan menjadi 4 klas yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tingkat produksi yang dihasikan. Keempat kelompok lahan tersebut didasarkan pada kondisi fisik yang pada dasarnya dapat untuk pengembangan kelapa sawit, pada tabel berikut.

Tabel 2.23

Kondisi Fisik Lahan Untuk Perkebunan Kelapa Saw it

Faktor Pembatas Kelas I Kelas I I Kelas I I I Kelas I V

1. Altitude (m) 0 - 400 0 - 400 0 - 400 0 – 400 2. I klim

 Curah hujan (mm/ th)

 Tipe iklim 2000 - 2500 1800 - 2000 1500 - 1800 1500

 Suhuº C 22 - 23 22 - 23 22 - 23 22 - 23

 Penyinaran (jam/ hari) 6 6 6 6

 Kelembaban (% ) 80 80 80 80

 Angin Lemah Sedang Sedang Sedang

3. Bentuk wilayah

 Kelerengan (% ) 0 - 15 16 - 25 25 - 36 > 36

 Rawa Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

 Genangan/ banjir Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

 Drainase Baik Baik Agak baik Agak baik

 Pasang-surut Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 4. Tanah

 Erosi Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sedikit

 Solum (cm) 80 80 60 - 80 60

 Bahan organik (cm) 5 - 10 5 - 10 5 - 10

 Tekstur lempung Liat-pasiran Pasir-lempung Pasir

 Batuan dalam dalam dalam -

 Kedalaman air (cm) 80 60 - 80 50 - 60 40 - 50

 pH 5 - 4 4, 5 - 4 4 4

Sumber : Pusat Penelitian Marihat, Pematang Siantar

Seperti halnya tanaman lain, pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Bahkan tanaman kopi mempunyai sifat sangat khusus, karena masing-masing jenis kopi menghendaki lingkungan yang agak berbeda. Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian, tempat, curah hujan, sinar matahari, angina dan tanah.

1. Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap tanaman kopi, tetapi berpengaruh terhadap tinggi dan rendahnya suhu. Faktor suhu inilah yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman kopi, terutama terhadap pembentukan bunga dan buah serta kepekaannya terhadap serangan penyakit. Di I ndonesia, umumnya tinggi rendahnya suhu oleh suhu ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat dari permukaan air laut. Oleh karena itu faktor ketinggian tempat

Misalnya kopi robusta tumbuh optimum pada ketinggian 400 - 700 m dpl, tetapi beberapa diantaranya juga masih tumbuh baik dan ekonomis pada ketinggian 0 - 1000 m dpl. Kopi arabika menghendaki ketinggian tempat antara 500 - 1700 m dpl. Bila kopi arabika ditanam di dataran rendah kurang dari 500 m dpl biasanya akan berproduksi dan bermutu rendah serta mudah terserang penyakit HV.

2. Hujan

Hujan merupakan faktor iklim terpenting setelah ketinggian tempat. Faktor ini bisa dilihat dari curah hujannya dan waktu turunnya hujan. Curah hujan akan berpengaruh terhadap ketersediaan air yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Sedangkan waktu jatuhnya hujan terutama berpengaruh terhadap proses pembentukan bunga dan buah. Kopi golongan robusta dan arabika sangat peka terhadap pengaruh ini. Kopi umumnya tumbuh optimum di daerah yang cukup hujannya 2000 - 3000 mm/ th. Namun kopi masih tumbuh baik pada daerah bercurah hujan 1300 – 2000 mm/ th. Bahkan di daerah bercurah hujan.

2.2.6 Sumberdaya Hutan

A. Tipe Hutan

Sumberdaya hutan di Kabupaten Sorong Selatan termasuk ke dalam hutan hujan tropika, atau hutan tropika basah, karena memiliki ciri khas kelembaban cukup tinggi, tidak pernah kering. Sebaran sumberdaya hutan mencakup seluruh Kabupaten Sorong Selatan dan semua distrik memiliku hutan. Lahan setiap distrik didominasi oleh penutupan hutan. Pada kawasan hutan dararan rendah suhu lingkungan hutan pada umumnya hangat, termasuk kawasan hutan payau (mangrove) dan hutan dataran rendah kering. Kawasan hutan tropika basah dataran rendah ini terbentang mulai dari arah utara di Distrik Sawiat, Seremuk terus ke selatan di Distrik Kais, Wayer, I nanwatan, Teminabuan kemudian kearah tenggara dan timur di Distrik Kokoda. Hutan hujan tropika dataran rendah terdapat tiga tipe yaitu :

 Hutan dataran rendah payau (mangrove);

 Hutan dataran rendah air tawar;

 Hutan dataran rendah tanah/ lahan kering.

rendah payau terdapat di distrik ant ara Distrik Seremuk, Kais, Teminabuan, I nanwatan dan Kokoda.

Diatas hutan dataran rendah yang basah, kemudian terdapat hutan dataran rendah kering, seperti terdapat di daerah distrik antara lain, Distrik Seremuk, Ayamaru, Moswaren, Aitinyo, Ayamaru Utara, dan Aifat. Secara keseluruhan hutan dataran rendah kering relatif tidak begitu luas, dibandingkan dengan hutan dataran rendah basah, baik basah payau maupun basah air tawar. Hutan dataran rendah kering ini pada umumnya merupakan kawasan hutan yang paling mudah untuk dilakukan aksesibilitas bagi penduduk, seperti untuk pembangunan jalan, atau permukiman. Demikian juga banyak lahan dataran rendah kering yang dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai lahan pertanian kering, seperti untuk ladang atau kebun.

Di atas hutan dataran rendah kering Kabupaten Sorong Selatan memiliki kawasan yang cukup luas yang berupa hutan tropika basah pegunungan. Kawasan hutan ini membentang sejak dari sebelah utara sampai ke selatan, kemudian ke tenggara dan timur. Hampir seluruh distrik-distrik di Kabupaten Sorong Selatan memiliki hutan hujan tropika pegunungan. Hutan-hutan ini seperti antara lain di Distrik Ayamaru, Ayamaru Utara, Teminabuan, Kokoda, Sawiat, I nanwatan, Aifat, Moswaren, Mare, Aitinyo, Wayer dan juga Seremuk. Hutan pegunungan ini pada umumnya terdapat pada puncak-puncak bukit, dan juga pada lereng-lereng bukit, dengan kelerengan lahan yang pada umumnya curam, lebih dari 15% . Bahkan terdapat sebagian besar lereng bukit lebih dari 45% , sehingga dalam usaha pengelolaan hutan untuk dilakukan eksploitasi cukup si\ ulit. Paling tidak memerlukan biaya yang lebih, dibandingkan dengan kawasan hutan yang pertopografi berat, sehingga memerlukan ekstra biaya, dan teknik pemungutan hutan yang tidak mudah. Selain itu kawasan hutan pegunungan sebagian besar tumbuh diatas formasi geologi yang berupa kapur atau gamping, sehingga kemungkinan terjadinya longsor atau erosi cukup tinggi. Hal ini disebabkan curah hujan tahunan yang relatif tinggi. Oleh karena itu, usaha pengelolaan hutan di daerah Kabupaten Sorong Selatan harus dilakukan dengan hati-hati, diharapkan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Terutama diharapkan dapat mempertahankan pelestarian sumberdaya air, dan juga sumber keanekaragaman hayati alam.

keanekaragaman tumbuhan di sebelah barat garis Wallacea. Kelompok hutan hujan tropika di Papua ini termasuk di dalam kelompok hutan di sebelah timur Wallacea, dan secara tegas di sebelah timur garis Weber. Tumbuhan ini di kawasan Papua tidak terdapat jenis-jenis dari famili Shorea dan Dipterocarpacea, seperti tumbuhan hutan yang mudah ditemui di kawasan sebelah barat garis Wallacea. Secara alami untuk jenis-jenis famili Shorea dan Diptercarpacea sebaran ke arah paling timur terdapat di Kepulauan Maluku, tepatnya antara lain di Pulau- pulau Halmahera, Pulau Seram. Tampaknya tumbuhan kayu di kawasan Papua didominasi oleh jenis-jenis famili Leguminoceae dan juga jenis-jenis daun jarum, seperti antara lain termasuk famili Araucariceae. Jenis-jenis famili yang terakhir ini pada umumnya tumbuh didaerah pegunungan, pada hutan-hutan pegunungan, seperti di Distrik Ayamaru, Ayamaru Utara, Mare dan Aifat.

Jenis tumbuhan famili berdaun jarum seperti famili Araucariacea, dengan jenis Agathis, Araucaria, yang banyak tumbuh di daerah hutan pegunungan, maupun hutan dataran tinggi, semuanya termasuk jenis-jenis kayu komersial yang terapung. Pada umumnya jenis famili daun jarum ini tumbuh secara mengelompok, tidak tersebar merata hampir diseluruh kawasan lahan hutan. Secara umum kenampakannya, seperti hutan tanaman, karena tumbuh mengelompok, seragam, dengan tinggi rata-rata hampir seragam, tajuk atau kanopinya, seperti kerucut, dengan kepadatan daun yang umumnya penuh. Hutan daun jarum ini dikatakan termasuk jenis-jenis tumbuhan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun atau termasuk jenis evergreen atau tidak pernah menunjukkan menggugurkan daun, meskipun terjadi keadaan kekeringan yang panjang. Secara kebetulan kawasan hutan di Papua, tidak terdapat musim kering, seperti di pulau Jawa.

Berkaitan dengan gatra konservasi sumberdaya air, sebenarnya jenis tumbuhan famili berdaun jarum memiliki kemampuan mentranspirasi air tanah lebih tinggi dari pada tumbuhan yang berdaun lebar. Keadaan ini disebabkan tumbuhan famili daun jarum memiliki kepadatan daun yang relatif tinggi dan permukaan daunnya relatif lebih luas dari pada permukaan daun lebar. Tumbuhan daun j arum bila tumbuh di kawasan yang curah hujan sedikit, tampaknya akan mempengaruhi keseimbangan sumberdaya air, karena kemampuan tumbuhan ini untuk mengeluarkan air cukup besar, sehingga memungkinkan untuk mempengaruhi pengurangan potensi sumberdaya air tanah cukup besar.

Daerah Kabupaten Sorong Selatan memiliki curah hujan yang tinggi, sehingga meskipun terdapat tumbuhan famili daun jarum, mungkin tidak akan menimbulkan gangguan terhadap

keseimbangan air tanah. Selain itu tumbuhan ini hidup di daerah tinggi dengan suhu yang relatif rendah, sehingga memungkinkan evapotranspirasi kawasan kemungkinan juga lambat. Kecuali bila dilakukan penanaman monokultur, dengan hanya satu jenis famili daun jarum, missal jenis Araucaria, maka kemungkinan akan terjadi defisit keseimbangan air tanah. I tupun kemungkinan besar bila diusahakan tanaman hutan secara skala besar, di kawasan dataran rendah, dengan suhu yang relatif tinggi. Pada umumnya meskipun diusahakan penanaman secara skala besar, biasanya tetap dilakukan dengan memasukkan beberapa jenis tanaman pengisi, sehingga tidak disukai oleh hama dan penyakit, tingkat keawetan tinggi, melebihi rata-rata kayu yang berasal dari daerah lain. Sebagai contohnya tegakan merbau (I ntsia biyuga) atau kayu besi, jenis kayu ini memiliki kekuatan dan keawetan yang tinggi, tahan dalam rendaman air tawar maupun air asin atau payau, sehingga merupakan bahan utama untuk bangunan dermaga atau perumahan diatas air. Kayu-kayu yang dikategorikan klas pada umumnya digunakan sebagai bahan bangunan, jarang dimanfaatkan untuk tujuan sebagai bahan mentah meubiler atau barang-barang yang memerlukan tingkat pengerjaan halusdan rumit. Tegakan jenis ini tersebar diseluruh kawasan Papua, terutama di daerah hutan dataran rendah dan beberapa terdapat di ketinggian sedang.

Pada umumnya potensi tegaka di daerah Papua, juga termasuk di Kabupaten Sorong Selatan, dalam ukuran luas tersebar sejak dari permukaan laut sampai ke pegunungan atau ke bukit-bukit. Menurut penaksiran ukuran volume,tampaknya tidak begitu besar, mungkin dikarenakan jumlahnya relatif tidak begitu banyak. Populasi berbagai jenis tegakan tersebar dalam hamparan bukit-bukit dan gunung-gunung, dengan kelerengan yang terjal. Oleh karena itu, kendala yang mungkin menjadi batu sandungan dalam kegiatan pemungutan hasil hutan adalah topografi yang cukup berat, sebagian besar topografi berupa bukit -bukit, dengan lembah-lembah yang dalam, atau jurang-jurang yang dalam. Populasi tegakan yang mungkin dapat diketemukan masih dan kompak, adalah tegakan di daerah payau, atau mangrove, khususnya untuk jenis-jenis tegakan sagu. Pada kawasan ini dapat dijumpai hamparan yang cukup luas yang mungkin didominasi hanya beberapa jenis tegakan payau, seperti khususnya sagu dan beberapa jenis tegakan bakau, seperti famili

1. Berdasarkan Fungsinya

Berdasarkan data di tabel berikut, sebagian besar hutan di Kabupaten Sorong Selatan mempunyai sebagai hutan produksi tetap. Luas hutan dengan fungsi tersebut adalah seluas 1.175.236 ha atau sekitar 64,5% dari total seluruh hutan di Sorong Selatan. Sedangkan hutan di kabupaten tersebut yang mempunyai luasan paling kecil adalah hutan di Kabupaten Sorong Selatan berdasarkan fungsinya dapat dilihat pada tabel dan gambar di bawah ini.

Tabel 2.24

Luasan Hutan menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan ( TGHK) Di Kabupaten Sorong Selatan Tahun 2005

Jenis Hutan Luas ( ha) Persentase ( % )

Hutan lindung 194.565 10,7

Hutan PPA 46.384 2,5

Hutan produksi terbatas 111.457 6,1

Hutan produksi tetap 1.175.236 64,5

Hutan produksi yang dikonversikan 294.381 16,2

Jumlah 1.822.023 100,0

Berdasarkan fungsinya, hutan di Kabupaten Sorong Selatan dibagi menjadi 5 fungsi yaitu hutan produksi, hutan produksi konversi, hutan produksi terbatas, hutan lindung dan suaka alam. Berdasarkan data, 24,42 % hutan produksi berada di Distrik Aifat yaitu seluas 91.223,69 ha, begitu juga dengan hutan produksi konversi. Sebagian besar hutan produksi berada di distrik tersebut yaitu seluas 106.284,37 ha. Hutan produksi terbatas yang ada di Distrik Aifat Timur adalah seluas 24.049,98 ha atau lebih dari 25% dari total hutan produksi terbatas yang di Kabupaten Sorong Selatan. Hutan lindung paling luas terdapat di Distrik Sawiat yaitu seluas 58.988,43 Ha. Adanya hutan produksi yang cukup luas di distrik tersebut berfungsi sebagai ‘alat lindung’ bagi daerah bawahannya sebab Distrik Sawiat berada di daerah pegunungan yang cukup terjal.

Hutan suaka alam terluas di Distrik Aifat Timur yaitu seluas 45.775,65 ha atau 67,55% dari luas total hutan suaka alam yang ada di Distrik Aifat Timur. Hutan tersebut selain sebagai suaka alam juga berfungsi sebagai tempat wisata. Untuk lebih jelasnya, luasan

Tabel 2.25

Luasan Hutan Menurut Fungsi Per Distrik di Kabupaten Sorong Selatan Tahun 2005 ( Dalam Satuan Ha)

No Distrik Hutan Produksi % Hutan Produksi Konversi % Hutan Produksi Terbatas % Hutan Lindung % Suaka Alam % 1 Ayamaru 13.286,70 3,56 20.222,71 3,71 0 0,00 24.747,09 10,60 0,00 2 Aifat 91.223,69 24,42 106.284,37 19,49 8.521,24 8,88 45.277,87 19,40 11.191,84 16,51 3 Aitinyo 36.549,42 9,78 14.803,28 2,71 20.043,87 20,89 372,13 0,16 0,00 4 Moswaren 33.249,75 8,90 47.257,11 8,66 7.650,30 7,97 281,60 0,12 0,00 5 Kokoda 651,02 0,17 83.608,24 15,33 13.744,79 14,32 17.530,49 7,51 0,00 6 Ayamaru Utara 1.316.78 0,35 6.254,41 1,15 0,00 23.686,39 10,15 0,07 7 Sawiat 21.813,84 5,84 10.763,71 1,97 3.728,05 3,88 58.988,43 25,27 50,27 5,49 8 Wayer 318,88 0,09 22.703,86 4,16 0,00 5.475,79 2,35 622,77 0,92 9 Aifat Timur 71.569,68 19,16 23.255,09 4,26 24.049,98 25,06 28.279,98 12,11 45.775,65 67,55 10 Mare 36.009,36 9,64 29,65 0,01 0,00 14.067,86 6,03 0,00 11 Seremuk 0,00 47.383,94 8,69 0,00 278,78 0,12 1.035,81 1,53 12 Kais 33.717,75 9,03 48.685,32 8,93 9.835,54 10,25 2.648,73 1,13 0,00 13 Teminabuan 4.553,39 1,22 80.453,36 14,75 0,00 226,27 0,10 5.371,38 7,93 14 Inanwatan 29.295,67 7,84 33.716,80 6,18 8.394,17 8,75 11.579,93 4,96 0,00 Jumlah 373.555,93 100,00 545.421,84 100 95.967,93 100 233.441,33 100 67.768,41 100

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH KABUPATEN SORONG SELATAN

2010 - 2014

GAMBAR 2.21