• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Kearifan

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR PENELITIAN TIM PASCASARJANA (Halaman 108-111)

Akses Media Sosial di Indonesia

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil/Temuan Penelitian

3) Prinsip Kearifan

Pelanggaran prinsip kearifan terlihat dalam beberapa komentar berikut ini.

(62) ―Jakarta dibersihin ama Ahok untuk nyambut sodaranya dari Cina. Pribumi di gusur, tanahnya dibikin apartemen, ntar boleh deh jadi satpam‖ (12/20J/AH).

(63) ―Jadi mentri dipecat. Sekarang ngarep turun derajat napsu nyalonin gubernur. Kayaknya bapak Anis mabuk jabatan. Ane doain gak jadi. Amin‖ (D20/20J/NW).

(64) ―Dan sejarah baru akan hadir Jakarta dari bersih dan kembali kumuh wkwkwkwk‖ (D77/25A/AW).

(65) ―Pak Anis setelah di lantik akan nangis karna akan dihajar oleh orang yang gak kebagian jatah. Hhh. Welcome politik buta (D77/25A/SD).

Pelanggaran prinsip kesantunan kearifan mengakibat kerugian psikologis bagi pihak yang dituju. Pada komentar (62), frasa dibersihin ama Ahok digunakan penutur yang menyebabkan kerugian bagi pihak yang dituju karena penutur secara langsung mengungkapkan pendapatnya bahwa jika kandidat tersebut menjabat kembali, maka pribumi Jakarta akan digusur. Selanjutnya, padakomentar (63) pelanggaran prinsip kearifan karena komentarnya memberikan kerugian pada pihak yang dituju dengan penggunaan kalimat kayaknya Bapak Anies mabuk jabatan. Pada komentar tersebut, penutur menganggap kandidat tersebut mabuk jabatan karena mencalonkan diri sebagai gubernur.

Pada komentar (64), pelanggaran prinsip kearifan terlihat pada penggunaan kata-kata cemoohan untuk kota Jakarta jika dipimpin oleh salah satu kandidat terpilih bahwa Jakarta akan kumuh kembali. Dari komentar tersebut, tersirat bahwa penutur tidak bijaksana dalam menilai sesuatu bahkan sudah menyimpulkan terlebih dahulu sebelum merasakan apa yang akan terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan frasa dari bersih dan kembali kumuh. Selanjutnya, pada komentar (65), juga terlihat penutur merugikan pihak yang dimaksud dengan

101

memunculkan fakta-fakta negatif yang dapat menjatuhkan imej pihak tersebut. Pelanggaran prinsip tersebut terlihat dari sindiran nangis karna akan dihajar oleh orang yang gak kebagian jatah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran prinsip tersebut ditujukan untuk merugikan lawan tutur agar pembaca terpengaruh dengan fakta negatif yang dimunculkan.

4) Prinsip Kesepakatan

Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan kesepakatan terlihat dalam komentar berikut.

(66) ―Gitu aja di gede-gedein. Yang debat dulu wah parahnya minta ampun. Kok lo gak protes

sekarang? Dasar goblok” (D38/19F/SY).

(67) ―Ceramah depan ibu2 ngaji yang dibicarakan tentang pemilih pemimpin kafir. Baca engkong baca. Hidup gak selamamanya, nyari jabatan sampai segitunya. Si engkong jarot lupa ada hisab di yaumul akhir? Yuk engkong kita ngaji yang bener‖ (D43/2M/AR).

(68) ―Membludak apanya? 100 orang juga ga bakal muat. Stop pembodohan publik pak. Udah

tua pikirin akhirat aja biar tenang hidupnya‖ (D46/2M/PS).

(69) ―Ini hal negatif kalau petahana tetap jadi gubernur. Dia bisa kampanye modal negara. Apalagi petahanannya CULAS banget seperi si ahok ini‖ (D49/2M/JB).

Komentar (66) merupakan komentar yang melanggar prinsip ‗kesepakatan‘ dengan konteks penutur mengomentari berita salah satu paslon yang dituding membantah pemberian DP rumah 0%. Pada berita tersebut, banyak pihak yang mengomentari dengan nada sumbang dan menjatuhkan pihak yang diberitakan. Namun, pada komentar tersebut, terlihat jelas bahwa penutur membela pihak yang dimaksud dengan meggunakan kalimat gitu aja di gede- dengan tujuan membantah isu tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Hal itu menunjukkan ketidaksepakatannya terhadap berita maupun komentar netizen lain di kolom komentar media sosial dengan pembenaran sepihak.

Selanjutnya, pada (67) dan (68) komentar yang disampaikan oleh penutur yang berbeda namun dengan kontes yang sama. Pelanggaran prinsip kesepakatan terlihat pada kedua penutur mengungkapkan ketidaksepakatan dengan mengatakan bahwa pihak yang dimaksud berbohong atas apa yang diberitakan. Hal itu terlihat pada komentar yang dicetak tebal di atas. Artinya, penutur terlalu berlebihan dalam mengungkapkan pendapatnya tanpa memikirkan apakah pendapat tersebut disetujui atau tidak oleh orang lain.

102

Terakhir, pelanggaran prinsip kesepakatan terlihat pada komentar (69) juga menunjukkan ketidaksepakatannya. Hal itu terlihat pada penggunaan kata culas yang dapat diartikan jutek atau judes. Selain itu, di awal komentarnya penutur menyindir gubernur petahana yang juga mencalonkan diri lagi sebagai gubernur dianggap memberikan dampak negatif, seperti dapat berkampanye secara tidak langsung kepada masyarakat karena dalam konteks tersebut kandidat tersebut meresmikan JCH. Berdasarkan komentar (69), penutur menyatakan pendapatnya secara sepihak bahwa telah terjadi pemanfaatan jabatan sebagai ajang kampanye dengan menungkapkan kata culas di akhir komen

5) Prinsip Kerendahan Hati

Prinsip kesantunan kerendahan hati yang dilanggar terlihat dalam komentar berikut. (70) ―Pasang sticker di pantat gajah ragunan juga, tetap Ahok Djarot the best one.‖

(D1/5J/HL)

(71) ―Mantap. Selalu ada ide dan program orisinil. Beda dengan tetangga sebelah.” (D54/5A/DB)

(72) ―Sejarah akan mencatat Pak Ahok dengan karya2 gemilangnya, sedangkan si Anis? Dia akan tercatat dalam sejarah menang pilkada dengan cara hina, tukang fitnah, fuck!!!” (D73/25A/NC)

Pada komentar (70), (71) dan (72), terlihat penutur mementingkan keuntungan pribadi dengan melanggar prinsip kerendahan hati. Pada komentar (70) ungkapan yang digunakan terlihat sangat menguntungkan dirinya sendiri terlihat dari penggunaan kalimat tetap Ahok Djarot the best one. Berarti, penutur mengungkapkan bahwa tidak ada kandidat lain yang bagus. Selain itu, komentar tersebut juga menyindir kandidat lain, sebagus apapun kampanye yang dilakukan, tetap tidak bisa mengalahkan jagoannya.

Selanjutnya, komentar (71) juga melanggar prinsip kerendahan hati ditunjukkan dengan penggunaan kalimat beda dengan tetangga sebelah dengan menyindir kandidat lain. Dari komentar tersebut, tersirat bahwa penutur mementingkan keuntungan diri sendiri dan meminimalkan keuntungan orang lain. Pada komentar (72), pelanggaran prinsip kerendahan hati digambarkan perbandingan yang mencolok antara kandidat satu dengan kandidat lain, dimana penutur lebih menonjolkan kandidat yang didukungnya dan menjatuhkan muka

103

kandidat lain. Tentunya, hal tersebut menampakkan sikap yang menguntungkan untuk dirinya sendiri dan mengancam pihak lain.

6) Prinsip Kedermawanan

Pelanggaran prinsip kesantunan kedermawanan terlihat dalam komentar berikut.

(73) ―Bego! Emangnya dia yang punya duit ngebenerin? Pake otak dong.‖ (D14/20J/BC)

Pada komentar tersebut, terlihat penutur mengutamakan keuntungannya dengan melanggar prinsip kedermawanan. Ungkapan yang digunakan penutur terlihat sangat tidak menerima apa yang diberitakan. Hal itu terlihat pada penggunaan kalimat sindiran emangnya dia yang punya duit ngebenerin? Maksud dari kalimat tersebut adalah penutur menyampaikan jika ada perubahan Jakarta bukan berarti menggunakan uang pribadi pemimpin. Tentunya, hal tersebut menampakkan sikap menjatuhkan muka pihak yang dimaksud.

3. Pengungkapan Kekerasan Verbal dalam Penggunaan Unsur Kesantunan

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR PENELITIAN TIM PASCASARJANA (Halaman 108-111)