• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agak tingg

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR PENELITIAN TIM PASCASARJANA (Halaman 171-174)

Akses Media Sosial di Indonesia

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil/Temuan Penelitian

17 Agak tingg

Kurang santun Ironi 40 Asertif 34 Ksntn Positif 12 Pujian 3 52

Antifrasis 5 Deklarasi 7 Samar-samar 40 Krndahan Hati - 8

Alusio 2 Komisif 1 Kesepakatan - 21 32 Rendah Agak santun

Kesimpatian 2 3 4 Netral Santun

105 105 102 7 98 100

a. Kekerasan Verbal dalam Penerapan Unsur Kesantunan Para Politikus 1) Penggunaan Majas sebagai Gaya Retorik

Representasi kekerasan verbal dalam penggunaan majas sebagai gaya retorik para politikus dalam pernyataan atau komentar di media massa, dapat dikategorikan dari segi keterancaman muka dalam tiga tingkatan, yaitu tinggi, cukup tinggi, dan rendah.

Pertama, penggunaan gaya retorik yang agak dominan digunakan oleh politikus dalam penelitian ini adalah majas sarkasme (terlihat tabel di atas) berada dalam kategori keterancaman muka ‗tinggi‘. Artinya, pernyataan para politikus dalam wacana politik Pilkada DKI Jakarta 2017 di portal berita online mengancam ‗muka negatif‘ karena disampaikan secara langsung, agak kasar, dan terbuka, tanpa menggunakan kiasan langsung menuju yang sasarannya, sehingga berakibat pada beban psikologis bagi orang atau pihak yang dituju. Hal ini disebabkan bahwa sarkasme merupakan suatu gaya yang lebih kasar yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir yang menyakiti hati dan kurang enak didengar (Keraf (2007:143).

Kedua, penggunaan majas yang juga agak dominan oleh para politikus adalah sinisme yang berada pada kategori keterancaman muka ‗cukup tinggi‘. Artinya, pernyataan para politikus dalam wacana politik Pilkada DKI Jakarta 2017 di portal berita online berupa sindiran, ejekan, da celaan dalam menyindir mitra tuturnya shingga mengancam muka

164

‗negatif‖. Hal ini disebakan bahwa majas sinisme merupakan majas yang berupa sindiran yang mengandung ejekan atau merupakan ironi yang sifatnya lebih kasar (Tarigan (1990:248). Lebih lanjut, sinisme juga dapat diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk keasingan yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati (Keraf, 2007:143).

Ketiga, penggunaan majas ironi yang lebih doinan namun berada pada kategori keterancaman muka ‗rendah‘. Artinya, pernyataan para politikus dalam wacana politik Pilkada DKI Jakarta 2017 di portal berita online berupa sindiran yang tidak langsung, sehingga makna yang disampaikan tersirat. Seperti yang dijelaskan Tarigan (1990:61) bahwa ironi berfungsi menyatakan makna yang berhubungan dengan maksud-maksud berolok-olok. Dengan demikian, ironi memperlihatkan sesuatu yang nyata berbeda dengan sebenarnya. Ironi akan berhasil jika pendengar sadar aka maksud yang disembunyikan di balik rangkaian kata-kata penutur.

Jika dihubungkan dengan kekerasan verbal, penggunaan majas sarkasme dan sinisme termasuk ke dalam bentuk kekerasan verbal karena menggunakan kata-kata sindiran yang kasar, pedas, dan terbuka, serta berpotensi tinggi mengancam muka dan melukai hati lawan tutur. Kekerasan verbal adalah kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan dan ditulis, berupa memaki, menyindir, sumpah serapah, mengancam, serta mengeluarkan kata-kata kasar (Astuti, 2013:45). Astuti (2007:14) juga menekankan bahwa apapun definisi kekerasan, baik berdimensi pastisipatif (melibatkan relasi pelaku atau korban), maupun berdimensi tunggal (tidak melibatkan relasi pelaku dan korban), kekerasan berdampak melukai fisik maupun batiniah.

2) Penggunaan Jenis Tindak Tutur sebagai Bentuk Pengungkapan

Jenis tindak tutur yang digunakan penutur dapat mengancam keterjatuhan muka. Artinya, pilihan terhadap jenis tindak tutur yang digunakan akan merepresentasikan tingkat kesantunan yang ingin diwujudkan. Pilihan jenis tindak tutur oleh politikus dalam

165

menyuarakan pendapatnya dalam wacana Pilkada ini dapat dikategorikan dalam tiga tingkatan, yaitu tinggi, cukup tinggi, dan rendah.

Pertama, penggunaan jenis tindak tutur yang paling dominan dalam pernyataan para politikus dan elit politik adalah tindak tutur ‗ekspresif‘ dalam kategori keterancaman muka ‗tinggi‘. Artinya, pernyataan para politikus dalam wacana politik Pilkada DKI Jakarta 2017 di media massa, khususnya di portal berita online banyak bertujuan untuk mengkritik, menyindir, mencemooh, mengeluh, dan bahkan mencela. Menurut Searle (dalam Leech:1993), tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu, misalnya, memuji, mengucapkan selamat, belasungkawa, terima kasih, memuji yang berfungsi menyenangkan (convivial) sehingga secara instrinsik ilokusinya sopan; kecuali mengeluh, mengkritik, mengecam, menuduh, dianggap kurang santun karena berpotensi mengancam muka negatif. Berdasarkan hasil penelitian ini, seperti yang terlihat pada tabel di atas, jenis tindak tutur yang mendominasi pernyataan politikus adalah ekspresif dengan kateori ‗tinggi‘ karena umumnya para politikus menyampaikannya dengan bentuk mengkritik, mencela, menyindir, menuduh, dan mengecam; meskipun ada bentuk memuji, namun hanya dalam 3 pernyataan.

Kedua, meskipun tidak mendominasi dari segi jumlah data, jenis tindak tutur yang berpotensi melanggar kesantunan dalam penelitian ini adalah tindak tutur ‗direktif‘ dan ‗komisif‘ dengan kategori keterancaman muka ‗cukup tinggi‘. Artinya, pernyataan para politikus dalam wacana politik Pilkada DKI Jakarta 2017 di portal berita online dan twittpolitik disampaikan dalam bentuk memperingatkan, menuntut, memerintah, dan mengancam, dan melarang. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Searlea (Leech, 1993:164-165) bahwa tindak tutur jenis direktif adalah bentuk pernyataan yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melaksanan tindakan yang diinginkannya, seperti memesan, memerintah, meminta, memohon, mengemis, mengundang, mengizinkan, menantang, dan menyarankan; sedangkan komisif adalah bentuk pernyataan

166

yang berfungsi mengikat penutur untuk melaksanakan apa yang disebut dalam pernyataannya, misalnya berjanji, bersumpah, melarang, dsb.

Ketiga, jenis pernyataan yang kurang mendominasi dalam penelitian ini adalah tindak tutur ‗asertif‘ dan ‗deklarasi‘ dengan kategori keterancaman muka ‗rendah‘. Hal itu disebabkan, pernyataan para politikus dalam wacana politik Pilkada DKI Jakarta 2017 di portal berita online yang menggunakan jenis pernyataan asertif dan deklarasi bertujuan untuk melarang, menyatakan, menyebutkan, melaporkan, dan menunjukkan. Sama halnya dengan yang dijelaskan Searle (Leech, 1993:164-165), tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya, misalnya menyatakan, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan: sedangkan tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal yang baru, misalnya memutuskan, membatalkan, mengizinkan, dan memberi maaf.

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR PENELITIAN TIM PASCASARJANA (Halaman 171-174)