• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STRUKTUR SOSIAL KOTA JAKARTA SELATAN DAN PROFIL

A. Profil Kota Administrasi Jakarta Selatan

Jakarta Selatan adalah salah satu wilayah administratif ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dipimpin oleh seorang walikota. Terdiri dari 10 kecamatan, yaitu kecamatan Setia Budi, Tebet, Mampang Prapatan, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Cilandak, Pasar Minggu, Pesanggrahan, Pancoran, dan Jagakarsa. Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. Id.3/I/I/66 tanggal 12 Agustus 1966. Keputusan tersebut mulai berlaku sejak tanggal 1 September 1966. Wilayah Jakarta Selatan secara geografis terletak pada 060 15’ 40.8’’ LS dan 1060 45’ 00.0’’ BT. Kota Jakarta Selatan berbatasan langsung dengan kota administratif DKI Jakarta lainnya seperti Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, kota Tangerang Selatan (Provinsi Banten) serta Kota Depok (Provinsi Jawa Barat).

38

Gambar II.A.1.Peta Kota Jakarta Selatan

Sumber: www.jakarta.go.id Batas-batas wilayahnya:

- Sebelah utara meliputi, Kali Grogol-Tembusan Jl. Hang Lekir 1-Jl. Sudirman-Banjir Kanal;

- Sebelah timur adalah Kali Ciliwung;

- Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor;

- Sebelah barat adalah Kabupaten Tangerang.

Berdasarkan Peta Tematik Kota Jakarta Selatan Tahun 2020 yang dikutip dari publikasi BPS Jakarta Selatan, Jakarta Selatan mempunya i luas 141,37 km2 meliputi 21,95% dari total luas wilayah DKI Jakarta. Kota Jakarta Selatan sebagaimana kota dan daerah lainnya di Indonesia yang memiliki dua musim, yakni musim panas dan musim hujan, memilik i sinar matahari yang selalu tersedia sepanjang hari. Sinar matahari yang

39

tersedia sepanjang hari ini menjadikan penduduk kota Jakarta Selatan bisa beraktivitas dengan baik pada tiap harinya. Untuk iklim, kota Jakarta Selatan umumnya beriklim panas dengan rata-rata suhu udara 29,8°C dan curah hujan sepanjang tahun 1635 mm2 (Sumber: BMKG).

Cuaca yang baik sepanjang tahun itu juga diikuti dengan keseharian pekerjaan penduduk yang berkisar pada usaha sektor perdagangan. Sektor perdagangan ini ada pada banyaknya jumlah pertokoan, pasar, minimarke t, serta warung kelontong. Daerah yang memiliki banyak pertokoan adalah kecamatan Setiabudi, daerah yang memiliki banyak pasar ada pada kecamatan Kebayoran lama, daerah yang memiliki banyak minimarket/swalayan dimiliki oleh hampir semua kecamatan, kecuali kecamatan Setiabudi, Mampang Prapatan, dan Pasar Minggu, serta daerah yang memiliki banyak warung kelontong ada pada kecamatan Pasar Minggu dan Pesanggrahan (Sumber: BPS, 2020). Sektor perdagangan yang menjadi primadona mata pencaharian mayoritas penduduk Jakarta Selatan ini menunjukkan bahwa penduduk Jakarta Selatan adalah penduduk yang aktif dalam berproduksi serta berkonsumsi. Hal ini bisa terjadi karena orang-orang yang banyak bekerja di area perdagangan mayoritas juga akan mengonsumsi barang dagangan orang (pedagang) di sebelahnya.

40 2. Demografi

Menurut BPS Kota Jakarta Selatan pada 2019, terdapat 2.264.000 penduduk di Jakarta Selatan dengan pembagian jumlah penduduk laki-lak i 1.130.000 dan perempuan sebanyak 1.131.523 penduduk. Penduduk adalah mereka yang sudah menetap di suatu wilayah minimal selama 6 bulan atau kurang dari 6 bulan tetapi berniat untuk menetap. Secara Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio), sex ratio di Jakarta Selatan sebanyak 99,87% artinya terdapat 99-100 penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan. Dengan kata lain, jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingka n jumlah penduduk laki-laki. Hal ini dilihat dari penerbitan akta kelahira n bayi dan akta kematian masyarakat kota Jakarta Selatan yang dilansir Unit Pengelola Statistik Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Kota DKI Jakarta. Pada perhitungan bulan Januari-Juni 2019, penerbitan akta kelahiran bayi laki-laki di Jakarta Selatan mencapai 10.345, bayi perempuan mencapai 10.190 buah. Pada jumlah penerbitan akta kematian, penduduk laki-laki mencapai 3.353, sedang perempuan hanya mencapai 2.481. Sex ratio adalah perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di suatu wilayah pada suatu waktu tertentu.

41

Sumber: BPS: Statistik Daerah Kota Administrasi Jakarta Selatan 2020

Jumlah penduduk saat ini terus bertambah tiap tahunnya (lihat gambar di atas). Dapat dikatakan secara rata-rata bertambah 53 orang per hari. Berdasarkan data dari BPS pada publikasi berjudul Peta Tematik Kota Jakarta Selatan 2020 halaman 32, tiga kecamatan dengan penduduk terbanyak adalah Kecamatan Jagakarsa (401.730 jiwa), Pasar Minggu (309.032 jiwa) dan Kebayoran Lama (202.633 jiwa). Hampir 50% penduduk Jakarta Selatan berdomisili di tiga kecamatan tersebut. Penduduk paling sedikit ada di Kecamatan Setiabudi (142.288 jiwa), hal ini dikarenakan, kecamatan Setiabudi menjadi kecamatan dengan pertokoan paling banyak, yakni sejumlah 194.

Persentase pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunj uka n tingkat pertambahan penduduk per tahun di suatu wilayah. Pada tahun 2019, tingkat pertumbuhan penduduk Jakarta Selatan mencapai 0,83% dengan kelompok umur 15-64 tahun menjadi golongan dengan

42

pertumbuhan tertinggi yakni 70,97%. Melihat angka pertumbuha n penduduk pada generasi muda dan generasi dewasa yang sedang di masa produktif umurnya untuk mencari pendapatan sangatlah cocok dengan penelitian penulis. Pemuda sebagai generasi yang akan selalu ada di setiap zaman memiliki peran yang besar untuk sebuah bangsa bisa menjadi bangsa yang berdaulat dari sisi konsumsi serta produksinya. Angka pertumbuhan yang dikelola dan diawasi dengan baik, tentunya akan memberikan banyak manfaat. Pada jumlah banyaknya generasi pemuda kali ini, diharapkan bisa memberikan dampak baik dari sisi ekonomi hingga lingkup sosial lainnya.

Pada penduduk umur 0-14 tahun memiliki laju pertumbuha n 24,37% dan kelompok umur 65 tahun ke atas memiliki laju pertumbuha n 4,85%. Hal ini menjadikan penduduk angkatan kerja di Jakarta Selatan adalah dominan. Dominannya jumlah penduduk angkatan kerja di suatu wilayah adalah hal yang baik dan menguntungkan, karena bisa menjadi penopang ekonomi atau punggung keluarga bagi lingkup sosial terkecil masyarakat, yaitu keluarga.

Pada gambar II.A.2. tertulis kota Jakarta Selatan mengala m i peningkatan kepadatan penduduk tiap tahunnya. Pada tahun 2010: 14.665 jiwa/km2, pada tahun 2017: 15.763 jiwa/km2, hingga di tahun 2019: 16.031 jiwa/km2. Kepadatan penduduk adalah perbandingan banyaknya jumlah penduduk dengan luas daerah dalam satuan luas tertentu dalam hal ini kilometer persegi. Adanya peningkatan kepadatan penduduk ini adalah

43

hal yang sangat wajar mengingat angka kelahiran dan juga angka perpindahan penduduk dari desa ke kota masih di angka yang cukup tinggi. Terlebih kota Jakarta Selatan sebagai salah satu kota penopang dan penunjang ekonomi ibukota negara.

3. Ketenagakerjaan

Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja, punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. Dari total jumlah penduduk 2,26 juta jiwa di Jakarta Selatan (2019) sebanyak 1,01 juta jiwa di antaranya merupakan angkatan kerja dengan rincian 93,16% bekerja dan sisanya 74.898 penduduk dengan persentase 6,84% adalah pengangguran terbuka. Angka 93,16% ini adalah angka yang sangat besar, mengingat dari total angkatan pekerja yang ada, yang aktif menjadi pekerja dan menghasilkan pendapatan adalah angka tersebut. Menjadi masyarakat yang produktif dari sisi mampu menghasilkan pendapatan dan mampu menghidupi ekonomi keluarga nya sendiri adalah cita-cita bangsa dan juga tiap individu. Bahkan dilihat dari sisi jumlah penduduk produktif (15-64 tahun) di Jakarta Selatan ada sebesar 70,92% yang bekerja di lintas sektor pekerjaan, mayoritas ada di sektor usaha perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi (35,5%). Selebihnya ada lapangan usaha jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan (27,32%), lapangan usaha keuangan, real estat dan jasa perusahaan (13,81%) dan sektor pertanian yang hanya 0,15%.

44

Gambar Grafik II.A.3.Tingkat Pengangguran Terbuka DKI Jakarta 2019

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukan banyaknya angkatan kerja yang tidak terserap pada pasar kerja. Pada gambar di atas TPT di Jakarta Selatan pada tahun 2019 sebesar 6,84%. Capaian TPT Jakarta Selatan termasuk urutan ketiga terkecil, di atas Jakarta Barat (5,00%) dan Kepulauan Seribu (5,33%). Sedang Jakarta Pusat sebesar 6,64%, Jakarta Timur 6,67%, dan Jakarta Utara 7,01%. Angka TPT sebesar 6,31% artinya dari 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada sebanyak 6-7 orang yang pengangguran. Pengangguran memang benar-benar tidak mungkin tidak ada dalam suatu wilayah. Namun, Jakarta Selatan mampu terbukti menjadi daerah dengan angka penganggura n terbuka ketiga terkecil, sehingga hal ini sangatlah mendukung penelit ia n penulis yang melihat pola konsumsi masyarakat pada penggunaan e-wallet. 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Jakarta Barat Kepualuan Seribu

Jakarta Selatan

Jakarta Pusat Jakarta Timur Jakarta Utara

Tingkat Pengagguran Terbuka DKI Jakarta 2019

45

Dilihat dari tingkat kemiskinan di Jakarta Selatan pun terus mengalami angka degradasi yang cukup baik. Pada tahun 2017 persentase penduduk miskin adalah 3,27%. Pada tahun 2018 menjadi 3,14%. Hingga pada 2019, hanya menjadi 2,73%. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (Rp. 680.167/bulan). Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) merupakan kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, Pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya. Angka kemiskina n pada tahun 2019 yang berada di angka 2,73% adalah pencapaian yang baik, meskipun hal ini terbilang wajar mengingat kota Jakarta Selatan adalah bagian dari pusat pergerakan ekonomi Indonesia. Angka kemiskinan yang kecil ini membuat penulis sekali lagi merasa cocok menjadikan kota Jakarta Selatan sebagai tempat penelitian.

4. Kondisi Sosial dan Kesejahteraan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah salah satu faktor penting dalam melihat perkembangan pembangunan suatu masyarakat. IPM menjelaskan bagaimana penduduk memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya (Pardosi dalam Dinnata, 2018 yang dikutip oleh BPS Jakarta Selatan: Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Adm. Jakarta Selatan 2019, hlm. 66).

46

Sumber: BPS: Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Administrasi Jakarta Selatan 2019

Pada gambar di atas, kota Jakarta Selatan dan kota Jakarta Timur secara konsisten dalam 5 tahun, dari tahun 2014-2018 mencapai IPM sangat tinggi. Sedang kota Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara pada 2014-2015 pernah mengalami kategori tinggi. Hal ini sangat berbeda dengan Kepulauan Seribu yang hanya mencapai kategori sedang dan tinggi. Hal itu wajar mengingat kondisi geografis Kepulauan Seribu yang berbeda dengan kota-kota administrasi lainnya. Bahkan pada tahun 2018, kota Jakarta Selatan menempati urutan ke-dua IPM tertinggi se Indonesia (84,44), disusul Jakarta Timur urutan ke-10 (82,06) Jakarta Pusat urutan ke-17 (81,01), kota Jakarta Barat urutan ke-20 (80,88), kota Jakarta Utara urutan ke-31 (79,87) dan Kepulauan Seribu urutan ke-169 (70,91).

47

Tingginya IPM di Jakarta Selatan ini diharapkan mampu menjadi masyarakat lebih sejahtera, baik dari sisi ekonomi, Pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Hal ini juga mesti selaras dengan pemerintah sebagai pengayom dan penjaga masyarakat. IPM yang dibuat standarnya oleh UNDP (United Nations Development Programme) menggunaka n beberapa indikator:

1) Umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life) yang diwakili oleh Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH); kota Jakarta Selatan memiliki 73,93 tahun untuk UHH saat lahir.

2) Dimensi pengetahuan (knowledge) yang diwakili oleh Harapan Lama Sekolah (HLS) dan indikator Rata-Rata Lama Sekolah (RLS); kota Jakarta Selatan memiliki 11,31 tahun untuk HLS dan 11,57 tahun untuk RLS.

3) Dimensi Standar Hidup Layak (decent standard of living) yang diwakili oleh indikator pengeluaran per kapita penduduk yang mencerminkan daya beli masyarakat.

Gambar II.A.5.Pengeluaran Per Kapita Sebulan Penduduk Kota Jakarta

48

Sumber: BPS: Kota Jakarta Selatan dalam Angka 2020

Kota Jakarta Selatan menduduki posisi kota dengan pengeluara n per kapita tertinggi se-Indonesia. Sehingga, daya beli penduduk kota Jakarta Selatan dijadikan sebagai angka daya beli maksimum untuk penghitungan IPM seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia (dikutip dari publikasi BPS tahun 2020: Kota Jakarta Selatan dalam Angka 2020). Melihat fakta bahwa tingginya angka pengeluaran kota Jakarta Selatan dijadikan sebagai angka daya beli maksimum adalah hal yang sangat menarik untuk dijadikan topik penelitian. Maka dari itu, tidaklah mengherankan jika penulis menjadikan kota Jakarta Selatan sebagai studi kasus pada penelitian ini.

Pertumbuhan ekonomi Jakarta Selatan dalam selang waktu 2014-2018 juga cenderung fluktuatif. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2017 mencapai 6,30 persen. Namun demikian, jika

49

dibandingkan Provinsi DKI Jakarta, pertumbuhan ekonomi Jakarta Selatan selama periode 2014-2018 selalu lebih tinggi sehingga menjadikan Jakarta Selatan sebagai penggerak perekonomian DKI Jakarta. Penggerak perekonomian suatu wilayah bisa dilihat dari tingginya angka konsums i dan juga angka pendapatan tiap masyarakatnya. Semakin besar angka konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat, semakin baik roda perekonomian terjadi di suatu negara. Jika suatu negara, terlalu hemat atau terlalu boros, akan menimbulkan masalah yang tidak diinginkan. Maka dari itu, sebagaimana hukum dalam ilmu ekonomi, bahwa konsums i diperlukan.

5. Pendidikan

Pendidikan merupakan esensi utama yang harus bergerak dan berkembang menuju lebih baik di tiap masanya. Kota Jakarta Selatan sebagai salah kota administratif ibukota negara banyak disoroti terkait pendidikannya. Kabar baiknya, di kota Jakarta Selatan, angka melek huruf pada penduduk laki-laki di Jakarta Selatan mencapai sempurna, yakni 100% dan angka melek huruf pada penduduk perempuan mencapai 99,51%. Hal ini tentunya adalah berita dalam angka yang begitu baik. Pemerintah dan masyarakat sama-sama harus bersinergi dan bekerja sama untuk mewujudkan 100% penduduk yang melek huruf dan melanggengkannya. Tingginya angka melek huruf pada penduduk kota Jakarta Selatan juga ditunjang dengan partisipasi sekolah yang dimula i

50

dari usia 7-12 tahun yang mencapai 100% artinya semua anak usia tsb bersekolah sesuai jenjang Pendidikan (Sumber SuSenas 2018).

Gambar II.A.7.Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Melek

Huruf Menurut Kelompok Umur, 2018 dan 2019

Sumber: BPS, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Pendidikan sebagai salah satu roda penentu masa depan bangsa memiliki peran besar. Penduduk yang mempunyai pendidikan yang baik, aman, serta terjangkau bagi setiap orang diharapkan mampu membent uk masyarakat untuk memiliki daya berpikir kritis, sehingga tidak mudah terbujuk oleh rangkaian tanda yang dihasilkan iklan dalam proses konsumsi.