• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Penelitian

Dalam dokumen EKSKLUSI HAK HAK SIPIL DAN KONSTRUKSI ID (Halaman 74-77)

III. METODE PENELITIAN

III.10. Proses Penelitian

Penulis mulai bersinggungan dengan fenomena kelompok kepercayaan dan masalah-masalah seputarnya seperti hak-hak sipil dan hubungannya dengan kelompok masyarakat sekitarnya secara tidak disengaja. Pada waktu itu, tepatnya tahun 2008 ketika sedang dalam proses mata kuliah Latihan Penelitian Metode Penelitian Sosial (LP-MPS) yang pada waktu itu dilaksanakan di Bandungan, Kabupaten Semarang, kebetulan penulis bertemu dengan salah satu penghayat Sapta Darma dan mulai tertarik mengkaji permasalahan kelompok penghayat kepercayaan ini. Ketertarikan akan fenomena ini makin menguat setelah mengetahui permasalahan pencantuman identitas penghayat di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan masalah seputar stigma atas identitas penghayat kepercayaan, terutama Sapta Darma di Bandungan.

Setelah itu, pada tahun 2009 saat mengambil mata kuliah Sosiologi Perubahan Ekonomi, penulis kembali menjadikan topik ini sebagai bahan karya tugas ujian akhir semester. Dari sinilah awal mula perkenalan dengan komunitas Sapta Darma di Jakarta. Pada awalnya, kontak terhadap salah satu informan didapat dari bantuan Bapak Daddy Heryono Gunawan yang merupakan salah seorang dosen Sosiologi Pedesaan FISIP-UI yang memberikan kontak informan ES untuk sekedar menggali data mengenai komunitas ini di Jakarta. Akhirnya proses perkenalan dan wawancara untuk menggali informasi darinya untuk tugas akhir mata kuliah Sosiologi Perubahan Ekonom dilakukan pada bulan Maret 2009. Dari sinilah kemudian muncul ketertarikan untuk meneruskan topik ini hingga menjadi tugas akhir kuliah penulis di program sarjana sosiologi FISIP UI.

Kontak dengan informan ES tetap dijaga hingga akhirnya penulis melanjutkan topik ini menjadi bahan seminar tugas akhir kuliah. Pada proses seminar tugas akhir penelitian ini mulai dipertajam dan difokuskan untuk mencari salah satu komunitas sanggar di DKI Jakarta. Pada akhirnya, dari berbagai pertimbangan dan saran, penelitian ini difokuskan pada SCB Jakarta Selatan dengan fokus masalah mengenai hak-hak sipil penghayat kepercayaan.

Proses awal penulisan skripsi ini dimulai dengan mengikuti salah satu grup penghayat pada sebuah situs jejaring sosial di dunia maya, dari kontak dengan adminnya akhirnya penulis mendapatkan kontak Sanggar Sapta Rengga Yogyakarta. Sanggar Sapta Rengga Yogyakarta merupakan sanggar pusat Kerokhanian Sapta Darma, pusat ajaran dan keorganisasian Sapta Darma. Sanggar ini terletak di Jalan Surokarsan MG.II di daerah yang akrab disebut daerah Taman Siswa. Dari kontak yang didapatkan, pada bulan Juli 2010 penulis pergi ke Yogyakarta untuk mewawancarai pengurus Sanggar Candi Sapta Rengga, baik keorganisasian Tuntunan Agung atau Persada Pusat. Pada saat itu penulis mendapakan kesempatan untuk mewawancarai informan RW yang merupakan pengurus Persada Pusat staf bidang keremajaan dan TD salah seorang staf tuntunan agung. Selain wawancara dengan kedua orang informan tersebut, kunjungan ke Yogyakarta juga digunakan untuk mendapatkan data sekunder berupa buku berjudul ”Budaya Spiritual Kerokhanian Sapta Darma.” Buku tersebut diterbitkan oleh Tuntunan Agung Sapta Darma yang berisi penjelsan mengenai gambaran umum sejarah kemunculan Sapta Darma dan juga penjelasan umum mengenai ajaran Sapta Darma. Perjalanan ke Yogyakarta juga digunakan untuk meminta izin penelitian yang akan penulis lakukan di Jakarta, juga meminta kontak informan SCB Jakarta Selatan.

Setelah mendapatkan kontak SCB Jakarta Selatan, pada Desember 2010 penulis mencoba mengkontak SCB Jakarta Selatan dan diarahkan untuk mewawancarai informan BI. Informan BI merupakan Tuntunan Provinsi yang cukup kapabel dalam menjawab masalah-masalah terkait dengan eksklusi hak-hak sipil dan konstruksi identitas yang dialami oleh penghayat Komunitas SCB Jakarta Selatan. Akhirnya kesempatan dalam melakukan wawancara kepada informan BI datang pada tanggal 23 Desember 2011. Proses penggalian data terhadap informan BI melalui wawancara mendalam tidak hanya dilakukan dalam sekali pertemuan, setelah itu wawancara terhadap informan BI kembali dilakukan pada 10 Maret 2011. Kedua proses wawancara tersebut dilakukan di kediaman informan BI yang cukup asri di Jalan Poncol, Kelurahan Gandaria Selatan.

Setelah proses wawancara pertama, penulis mendapatkan beberapa informasi penting dari informan BI yang semakin memfokuskan masalah dalam penelitian ini. Beberapa hari setelah wawancara, dibuatlah transkrip dan catatan lapangan. Dari transkrip dan catatanlapangan tersebut maka didapatkan beberapa fokus permasalahan seperti keenam masalah terkait dengan pemenuhan hak-hak sipil yang dianggap masih bermasalah menurut informan BI.

Informan BI kemudian dijadikan sebagai informan utama karena pengalaman dan kapabilitasnya dengan permasalahan-permasalahan penghayat di tingkat bawah, seringnya frekuensi informan BI melakukan kontak dengan penghayat-penghayat menjadikannya bukan hanya bisa menggambarkan namun juga menganalisis masalah-masalah yang terjadi. Kemampuan analisisnya tidak luput dari latar belakang pendidikannya, ia adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia angkatan 1980. Sehingga ia sangat menguasai masalah-masalah hak-hak sipil penghayat.

Informan BI selain menjadi informan utama dalam penelitian ini, ia juga menjadi gatekeeper peneliti yang menghubungkan ke informan-informan lainnya seperti informan SK yang juga juga merupakan Tuntunan Provinsi. Informan SK direkomendasikan karena bersama dengan informan BI, informan SK sering turun ke tingkat penghayat di bawah, sehingga infonya sangat menunjang info dari informan BI. Wawancara terhadap informan SK dilakukan pada hari minggu 27 Maret 2011 di kediaman informan di Gg. Mandala, Kampung Utan, Cilandak. Selain itu informan BI juga merekomendasikan informan GP. Informan GP merupakan seorang Pegawai Departemen Keungan (Depkeu). Dinamika identitas GP sebagai penghayat di Depkeu juga menarik untuk dikaji. Wawancara terhadap informan GP dilakukan pada hari Sabtu, 26 Maret 2011 di kediaman informan di Kavling Komplek Departemen Keuangan, Kelurahan Larangan, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang.

Selain ketiga informan tadi, penulis juga kembali mewawancarai ES. Kali ini wawancara dilakukan di rumahnya pada hari minggu tanggal 20 Maret 2011. Wawancara terhadap informan ES kali ini sudah mengerucut membahas masalah yang akan penulis angkat. Pada wawancara kali ini informan ES juga lebih

terbuka dalam meceritakan pengalaman-pengalamannya sebagai penghayat dan hubungannya dengan masyarakat sekitar informan.

Setelah akhirnya penulis merampungkan proses wawancara terhadap keempat informan penghayat kepercayaan Sapta Darma komunitas SCB Jakarta Selatan, kemudian pada proses selanjutnya adalah dengan mengadakan observasi ke site Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan dan wawancara terhadap informan KS yang juga merupakan pemangku sanggar. Observasi penulis lakukan langsung di site penelitian yaitu di Jalan Radio Dalam Yado I Kelurahan Gandaria Utara. Memang pada waktu observasi penulis lakukan memang sanggar sedang tidak dalam sebuah kegiatan, sehingga observasi lebih melihat setting sanggar dan lingkungan masyarakat sekitar. Mengenai kegiatan-kegiatan di sanggar, penulis ditunjukkan beberapa dokumentasi oleh informan KS. Informan KS juga menjelaskan secara detail kegiatan-kegiatan rutin yang diadakan di SCB Jakarta Selatan dengan antusias.

Dalam proses yang telah disebutkan diatas, penulis juga melakukan wawancara terhadap masyarakat sekitar SCB Jakarta Selatan yang diwakili oleh informan MR yang merupakan Ketua RW 04 dan informan SG yang merupakan salah satu tokoh yang dituakan di lingkungan RW 04. Dari keduanya didapatkan gambaran mengenai lingkungan kemasyarakatan wilayah RW 04 dan bagaimana dinamika hubungan antara Komunitas SCB Jakarta Selatan dengan komunitas warga masyarakat RW 04.

Dalam dokumen EKSKLUSI HAK HAK SIPIL DAN KONSTRUKSI ID (Halaman 74-77)