• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. PENUTUP

VI.2. Saran

Berkaitan dengan kesimpulan dari penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa saran mengenai eksklusi sosial dan konstruksi identitas penghayat kepercayaan Sapta Darma Komunitas SCB Jakarta Selatan. Beberapa saran tersebut diantaranya:

Kepada pihak pemerintah, diharapkan dapat meninjau kembali pemberlakuan Penetapan Presiden No.1 Tahun 1965 (UU No.1/PNPS/1965) yang selama ini menjadi cikal bakal politik identitas bagi kelompok kepercayaan yang tidak termasuk ke dalam agama-agama yang diakui secara resmi oleh pemerintah. Peninjauan Undang-Undang ini bukan hanya terkait dengan masih terjadinya eksklusi sosial dalam pemenuhan beberapa hak-hak sipil penghayat kepercayaan, juga terkait identitas kelompok penghayat ini di masyarakat.

Selain itu, pemerintah diharapkan dapat menghapuskan Undang-Undang yang bersifat diskriminatif terhadap keberadaan penghayat kepercayaan. Beberapa Undang-Undang seperti UU Sisdiknas dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

hanya mengakomodir kepentingan penganut „agama resmi‟ yang diakui

oleh Negara.

Beberapa produk Undang-Undang yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti Undang-Undang Administrasi Kependudukan (Adminduk) UU Nomor 23 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksaaan UU Nomor 23 Tahun 2006 dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No 43 dan No 41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat apresiasi. Dengan ini pemerintah sudah mulai memberikan legitimasi hukum keberadaan kelompok penghayat kepercayaan. Namun hal ini menjadi sia-sia jika tidak diikuti dengan sosia-sialisasi yang gencar ke tingkat birokrasi yang lebih rendah. Hal ini banyak terjadi di kalangan penghayat bahwa

pada level pemerintahan RT/RW dan Kelurahan bahwa sosialisasi Undang-Undang ini masih belum berjalan.

Kepada Komunitas SCB Jakarta Selatan agar tetap memberikan pengetahuan hukum kepada para penghayat mengenai hak-haknya sehingga para penghayat memiliki bekal pengetahuan Perundang-Undangan yang cukup memadai dalam mengakses hak-hak sipilnya.

Terkait dengan identitas penghayat kepercayaan di masyarakat yang masih mengalami stigma dan labeling, komunikasi dan pendekatan ke masyarakat juga menjaga hubungan baik, adalah kunci menjaga hubungan dengan masyarakat sekitar. Penghayat juga perlu mengembangkan sikap keterbukaaan dan juga bergaul ke sesamanya, saling kasih sayang di lingkungan. Sebagai bagian dari masyarakat, diharapkan warga Sapta Darma dapat secara aktif mengabdi di lingkungannya dalam berbagai macam kegiatan.

Dalam pengembangan identitas penghayat kepercayaan ini, pemerintah sebagai institusi yang berperan di masyarakat harus membantu mensosialisasikan identitas penghayat kepercayaan sebagai sebuah kebudayaan spiritual di masyarakat yang berakar dari kebudayaan bangsa. Sosialisasi ini bisa dilakukan dalam bidang pendidikan ataupun memberikan sebuah wadah komunikasi antar penghayat kepercayaan dengan masyarakat luas pada umumnya. Pentingnya sosialisasi ini ditekankan karena sebagian besar masyarakat masih kurangnya informasi dan awamnya pemahaman masyarakat mengenai kelompok penghayat kepercayaan.

GLOSARI

Abangan : Mewakili sikap memiliki segi sinkretisme Jawa yang menyeluruh dan secara luas berhubungan dengan petani. Juga mengacu kepada rakyat kebanyakan yang tidak relijius atau mereka yang tidak melaksanakan peradaban Islam.

Pangusadan : Penyembuhan di jalan Tuhan secara Kerokhanian Sapta Darma kepada orang yang menderita sakit.

Racut : Perilaku tata rohani manusia untuk mengetahui alam langgeng, melatih sowan atau menghadap Hyang Maha Kuasa. Sebuah ritual untuk memisahkan rasa dengan perasaan (pangrasa: bahasa Jawa), dengan tujuan menyatukan diri dengan Sinar Sentral atau Roh Suci.

Ruwat : Penetralan tempat-tempat dari aura-aura yang sifatnya negatif.

Sanggaran : Kegiatan sujud yang dilakukan di Sanggar (tempat sujud bersama/umum), dapat dilakukan bersama-sama dengan Tuntunan Sanggar sewaktu-waktu.

Sesanti : Merupakan sebuah semboyan yang merupakan suatu etika atau ciri khas ajaran Kerokhanian Sapta Darma yang menitik beratkan kepada warganya yang harus bermakna dan berguna bagi sesame umat.

Sesulih : Orang kepercayaan Bapa Panuntun Sri Gutama, biasa menjadi perwakilan Bapa Panuntun Sri Gutama untuk urusan-urusan tertentu.

Sujud : Tata cara ritual manusia sujud kepada Tuhannya (Allah Hyang Maha Kuasa) bagi warga Kerokhanian Sapta Darma. Wajib dilakukan oleh penghayat dalam sehari semalam, minimal satu kali.

Suroan : Acara yang dilakukan setiap tanggal satu suro dalam tanggalan Jawa.

Wewarah Pitu : Tujuh kewajiban warga Kerokhanian Sapta Darma merupakan tuntunan warga Sapta Darma dalam menjalani kehidupannya, baik kehidupan dengan sesamanya maupun kehidupan ketuhanannya.

I. Buku

Banton, Michael. (1967). Race Relations. London: Tavistock Publ. Limited.

Barker, Chris. (2000). Cultural Studies, Theory and Practice. London: SAGE Publication.

Bhalla, A.S. (2004). Poverty and Exclusion In A Global World. Gordonsville: Palgrave Macmillan.

Castells, Manuel. (1997). The Power of Identity: Volume II Australia: Blackwell Publisher.

Creswell, John W. (2002). Research Design: Pendekatan Kualitatif fan Kuantitatif" Terj.

Jakarta: KIK Press.

______. (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches 2nd Ed. California:. Sage Publication Inc.

Durkheim, Emile. (1964). The Elementary Form of Religious Life. London: Hollen Street Press

Edwards, Gabriel I. (1992). Coping With Discrimination. New York: The Rosen Publishing Group, Inc.

Eliade, Mircea (Ed). (1987). The Encyclopedia of Religion Vol.5. New York: MacMillan Publishing Company

Endraswara, Suwardi. (2006). Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi, Epistemologi dan Aplikasi. Yogyakarta:Pustaka Widyatama

Geertz, Clifford. (1989). Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta :Balai Pustaka.

______. (1992). Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Hadikusuma, Prof. H. Hilman. (1993). Antropologi Agama bagian I. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Hadiwijono, Dr. Harun. (1983). Konsepsi Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

Hall, T. William (ed.). (1978). Introduction To The Study of Religion. New York: Harper & Row, Publishers. Inc.

Hamka, Prof. Dr.. (1974). Perkembangan Kebatinan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.

Haralambos, Michael., Martin Holborn, & Robin Heald. (2000). Sociology Themes and Perspective Sixth Edition. London: Harper Collins.

Hendropuspito, Drs. D. (1983). Sosiologi Agama. Jogjakarta: Penerbit Yayasan Kanisius.

Kepercayaan Dalam Sebuah Realitas. (2005). Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Dirjen Nilai Budaya.

Koentjaraningrat. (1994). Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka

______. (2000). Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Kholiludin, Tedi. (2009). Kuasa Negara Atas Agama: Politik Pengakuan, Diskursus Agama Resmi, dan Diskriminasi Hak Sipil. Semarang: RaSAIL Media Group.

Light, Donald., Suzzane Keller, Craig Calhoun. (1989). Sociology. New York: Alfred A.Knopf.

Moleong, Lexi. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mujieb, M. Abdul, Syafi’ah, H. Ahmad Ismail. (2009). Ensiklopedia tasawuf Imam

Al-Ghazali mudah memahami dan menjalankan kehidupan spiritual. Jakarta: Penerbit Hikmah.

Mulder, Niels. (2001). Mistisisme Jawa dan Ideologi di Indonesia. Jogjakarta: LkiS.

Neumann, W. Laurence. (2003). Social Research Methods Qualitative and Qualitative Approaches. USA : Pearson Education. Inc.

O’dea, Thomas F. (1990). Sosiologi Agama: Suatu Pengenalan Awal. Jakarta: Rajawali.

Pedoman Teknis Pemberdayaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. (2003). Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

Pemaparan Budaya Spiritual. (2010) Yogyakarta: Pengurus Pusat Persatuan Warga Sapta Darma

Ridwan, Nur Khalik. (2003). Detik-Detik Pembongkaran Agama, Mempopulerkan Agama Kebajikan dan Menggagas Pluralisme-Pembebasan. Jogjakarta: CV Arruzz Book Gallery.

Rudyansjah, Tony. (2009). Kekuasaan, Sejarah dan Tindakan. Jakarta: Rajawali Pers.

Sholikhin, KH. M. (2008). “Filsafat dan Metafisika Dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawulo Gusti.

Yogyakarta: Penerbit Narasi.

Sudarma, Momon. (2008). Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: Medika Salemba.

Lubis, Todung M. (Ed). (1993). Hak-Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Dunia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

II. Makalah, Artikel, dan Jurnal Ilmiah

Bronstein, Paula, Liaision, Getty Images. Social Exclusion: ADFID Policy Paper

http://olachr.org/english.issues/development/docs/socialexclusion/pdf diakses pada 15 Agustus 2009 pada pukul 15.12.

Bustami, Abd. Latif. (2005) Tuhan, AgamaMu Apa? (Relasi Kuasa Republik dan Keyakinan Agama Publik. Artikel Dalam Kepercayaan Dalam Sebuah Realitas Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Dirjen Nilai Budaya , Seni, dan Film.

Cholil, Suhadi, Zainal Abidin Bagir, Mustaghfiroh Rahayu, Budi Asyhari. (2009) Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia Tahun 2009. Program Studi Agama dan Lintas Budaya, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

GSDRC. (2006). Human rights, gender and social exclusion. http://www.gsdrc.org/go/topic-guides/justice/human-rights-gender-and-social-exclusion diakses pada Senin 15 Desember 2008 pukul 16.55.

Howell, J. (2004). „Spirituality‟ vs „Religion‟ Indonesian Style: Framing and Re-framing Experiential Religiosity in Contemporary Indonesian Islam A paper presented to the 15th Biennial conference of the Asian Studies Association of Australia Canberra, ACT, 29 June – 2 July 2004.

Istiqomah. (2008). Aliran Kepercayaan Adalah Bagian dari Bhineka Tunggal Ika.

http://www.nationalintegrationmovement.org/ind/index2.php?id=nim-diskusi/nim-diskusiDetail&nim-diskusiid=273 diakses pada Senin 15 Desember 2008 pukul 16.45.

Link, Bruce G., Jo C. Phelan. (2001). Conceptualizing Stigma. Annual Review of Sociology, Vol 27 (Annual Reviews:2001) http://www.jstor.org/stable/2678626 diakses pada tanggal 15 Desember 2009 pukul 14.29.

Lubis Prof. Dr Ridwan. (2005). Agama dan Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Artikel dalam Kepercayaan Dalam Sebuah Realitas Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Dirjen Nilai Budaya , Seni, dan Film.

Mulder, J.A Niels. (1970). Aliran Kebatinan as Expression of Javanese Worldview. Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 1, No. 2 (Sep., 1970), pp. 105-114.

http://www.jstor.org/stable/20069876 diakses pada tanggal 16 Agustus 2009 pukul 14.32.

Peek, Lori. (2005). Becoming Muslim: The Development of A Religious Identity Sociology of Religion 2005. diakses dari www.jstor.org pada 20 Januari 2010.

Sujatmiko, Iwan Gardono, dan Hari Nugroho (ed.). (2007). Masyarakat Indonesia 2006-2007: Ulasan dan Gagasan. Lab Sosio Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia.

http://www.images.opayat.multiply.multiplycontent.com/.../BUKU%20Masyarakat_I ndonesia_2006__2007_Ulasan_dan_Gagasan.pdf?... Diakses pada Selasa 15 Desember 2009 Pukul 11.56.

Sullivan, Elizabeth. (2002). “Social Exclusion, Social Identity And Social Capital: Reuniting

The Global, The Local and The Personal.”

www.aforts.com/colloques_ouvrages/.../actes/.../sullivan_elizabeth.doc Diakses pada 27 April 2011 pukul 20.03.

Tresno. (2005) Hak-Hak Sipil Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Artikel Dalam Kepercayaan Dalam Sebuah Realitas Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Dirjen Nilai Budaya , Seni, dan Film.

Utama, Chandra. (2009). The Sapta Darma Movement in Indonesia : A Historical Overview. http://www.crcs.ugm.ac.id/st_activity_view.php?act_id=15 diakses pada Selasa 15 Desember 2009 pukul 11.04.

Context for Social Exclusion Work. (n.d).

http://www.cabinetoffice.gov.uk/social_exclusion_task_force/context/ diakses pada 15 Agustus 2009 pukul 14.22.

III. Skripsi, Disertasi dan Penelitian Ilmiah

Karim, Erna. (2008). Konstruksi dan Rekonstruksi Masyarakat Ideal: Studi Mengenai Komunitas Spiritual Rei Ki Tummo di Indonesia. Disertasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Hidayat, Ferry. (2003). Dampak Diskriminasi Terhadap Peluang Hidup Etnis Tionghoa (Studi Kasus Pada Beberapa Tokoh Tionghoa Mengenai Peraturan Diskriminatif Terhadap Etnis Tionghoa). Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Lestari, Puji. (2007). Perkembangan Komunitas Sapta Darma di Kecamatan Juwana Tahun 1958-2005. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

IV. Dokumen Negara

Undang Undang Dasar 1945 Amandemen Ke IV.

UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Penetapan Presiden No.1 Tahun 1965 (UU No.1/PNPS/1965).

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor 43 Tahun 2009 dan Nomor 41 Tahun 2009.

Lampiran I: Pedoman Observasi dan Wawancara I. Pedoman Observasi

1. Bagaimana keadaan/kondisi fisik bangunan Sanggar Candi Busana (SCB) Jakarta Selatan?

2. Fasilitas-fasilitas apa saja yang ada di SCB Jakarta Selatan untuk menunjang kegiatan kepenghayatan?

3. Apa saja simbol-simbol juga atribut-atribut penghayat kepercayaan yang ada di SCB Jakarta Selatan?

4. Apa saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh penghayat komunitas SCB Jakarta Selatan?

5. Apa saja ritual-ritual yang dilakukan oleh penghayat komunitas SCB Jakarta Selatan? 6. Bagaimana kondisi sosial Komplek Yado, dimana SCB Jakarta Selatan berada? 7. Bagaimana interaksi antara komunitas SCB Jakarta Selatan dengan warga sekitarnya? 8. Apa saja kegiatan sosial kemasyarakatan yang diadakan di SCB Jakarta Selatan yang juga

kediaman Keluarga Soedono?

II. Pedoman Wawancara

II.1. Untuk Penghayat Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan 1. Identitas

1. Identitas Diri (Nama, alamat, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan terakhir) 2. Sejak kapan infoman menjadi penghayat Sapta Darma?

3. Bagaimana dengan identitas relijius keluarga informan? 4. Dimana biasanya anda melakukan sanggaran?

5. Apa saja agenda yang dilakukan saat berkumpul dan sanggaran?

6. Masalah-masalah apa saja yang masih terjadi terkait dengan penghayat Sapta Darma terutama di Jakarta?

2. Dinamika Penghayat di DKI Jakarta

7. Berapa banyak jumlah penghayat Sapta Darma di DKI Jakarta?

8. Berapa banyak jumlah penghayat Sapta Darma di Komunitas Sanggar Candi Busana Jakarta?

9. Apakah terjadi kenaikan atau penurunan jumlah penghayat tiap tahunnya?

10.Berada di kelas sosial manakah kebanyakan dari penghayat Sapta Darma di DKI Jakarta?

11.Bagaimana regenerasi secara keorganisasian penghayat Sapta Darma di Jakarta?

3. Pemenuhan Hak-hak Sipil Penghayat Kepercayaan

12.Apakah anda bisa mengganti identitas kolom agamanya di KTP dengan penghayat kepercayaan?

13.Apakah terjadi kesulitan dalam pengurusan KTP anda sebagai penghayat? 14.Apakah anda bisa mencatatkan perkawinannya sebagai penghayat kepercayaan?

15.Bagaimana proses pengurusan dan pencatatan perkawinan anda sebagai penghayat kepercayaan?

16.Apakah pemerintah sudah menyediakan lahan pemakaman umum untuk penghayat yang meninggal dunia?

17.Bagaimana proses tata cara pengurusan penguburan bagi penghayat yang meninggal dunia?

18.Apakah anda sudah bisa melakukan sumpah model penghayat bagi yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil?

19.Bagaimana proses pengurusan sumpah model penghayat bagi penghayat Sapta Darma yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil?

20.Apakah anak-anak anda mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan kepercayaannya? 21.Bagaimana proses pengurusan pendidikan agama anak-anak anda, apakah ada kesulitan

dari pihak sekolah dalam mengakses pendidikan agama yang sesuai dengan kepercayaan anak anda?

22.Apakah ada kesulitan dalam pengurusan izin pendirian tempat ibadah dan berkumpul bagi penghayat Sapta Darma di DKI Jakarta?

23.Bagaimana proses pengurusan hak-hak penghayat dalam pendirian tempat ibadah dan berkumpul?

4. Hubungan Antara Penghayat dengan Masyarakat

24.Apakah anda tidak menutupi identitas anda sebagai penghayat kepercayaan?

25.Bagaimana hubungan anda selama ini dengan komunitas masyarakat di sekitar tempat tinggal penghayat?

26.Apakah masih terjadi diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat sekitar terhadap identitas anda sebagai penghayat Sapta Darma?

27.Apakah selama ini anda masih merasakan stigma atau labeling terhadap identitas anda sebagai penghayat kepercayaan?

28.Bagaimana cara anda mengatasi diskriminasi dan stigma yang melekat terhadap identitas anda sebagai peghayat Sapta Darma?

II.2 Untuk Pihak Sanggar Candi Sapta Rengga Yogyakarta (Sanggar Pusat) 1. Identitas

1. Identitas diri (nama, umur, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan terakhir) 2. Sejak kapan informan menghayati kepercayaan Sapta Darma?

3. Mengapa informan menghayati kepercayaan Sapta Darma? 4. Apa itu Sapta Darma?

5. Apa perbedaan Sapta Darma dengan kepercayaan lainnya?

2. Keorganisasian Sapta Darma

6. Apa sajakah organisasi-organisasi yang ada di dalam Kerokhanian Sapta Darma? 7. Apa sajakah fungsi-fungsi keorganisasian tersebut?

8. Apa sajakah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Kerokhanian Sapta Darma?

9. Berapa banyak penghayat Sapta Darma di seluruh Indonesia? 10.Sudah tersebar kemana sajakah ajaran Sapta Darma ini?

11.Masalah-masalah apakah yang masih terjadi terhadap penghayat kepercayaan Sapta Darma di Indonesia?

12.Masihkah terjadi diskriminasi identitas penghayat kepercayaan Sapta Darma di masyarakat?

13.Apakah masih terjadi masalah seputar pemenuhan hak-hak sipil terhadap penghayat?

II.3 Untuk Pengurus Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan 1. Identitas

1. Identitas diri (nama, umur, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan terakhir)

2. Sejarah dan Keorganisasian Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan 2. Bagaimana sejarah kepercayaan Sapta Darma di DKI Jakarta? 3. Siapa sajakah yang membawa ajaran Sapta Darma ini ke Jakarta?

4. Bagaimana sejarah awal terbentuknya Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan?

5. Pihak-pihak manakah yang berperan dalam pembangunan dan pendanaan awal Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan?

6. Bagaimana keorganisasian dan penanggungjawab Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan? 7. Siapa sajakah yang mengelola Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan?

8. Adakah kesulitan perizinan sewaktu pendirian Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan? 9. Adakah penolakan dari warga sekitar terkait dengan pendirian Sanggar Candi Busana

Jakarta Selatan?

3. Kegiatan-Kegiatan Para Penghayat di Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan 10.Ada berapa banyak anggota komunitas Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan?

11.Dari wilayah mana sajakah anggota komunitas Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan? 12.Apa sajakah kegiatan-kegiatan rutin yang dijalankan oleh Sanggar Candi Busana Jakarta

Selatan?

13.Bagaimana pendanaan kegiatan-kegiatan Komunitas Sanggar candi Busana Jakarta Selatan?

14.Adakah kegiatan yang berkaitan dengan warga di sekitar Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan?

II.4 Untuk Pengurus RT/RW Setempat dan Masyarakat Sekitar 1. Identitas

1. Identitas diri (nama, umur, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan terakhir)

2. Kondisi Lingkungan RW 04 Kelurahan Gandaria Utara 2. Sejak kapan anda tinggal di wilayah RW 04? 3. Bagaimana hubungan antar warga di RW 04?

5. Berasal dari suku mana saja kebanyakan penduduk di wilayah RW 04?

3. Hubungan Komunitas Sanggar Candi Busana Jakarta Selatan dengan Masyarakat Sekitar

6. Apakah anda mengetahui mengenai Komunitas Sapta Darma di wilayah RW 04? 7. Bagaimana tanggapan anda terhadap keberadaan mereka di wilayah RW 04? 8. Bagaimana tanggapan warga terhadap keberadaan mereka di wilayah RW 04? 9. Bagaimana hubungan Komunitas Sapta Darma dengan warga sekitar?

10.Apakah pernah terjadi konflik terkait dengan identitas Komunitas Sapta Darma dengan warga masyarakat sekitar?

Lampiran II: Catatan Lapangan dan Wawancara Catatan Lapangan Informan TD

Informan : TD (Menikah, 59 Tahun. Staf Tuntunan Agung Sapta Darma)

Pewawancara : Arman Riyansyah

Lokasi Wawancara : Sekertariat Persada Pusat, Jalan Surokarsan MG.II/472, Jogjakarta Tanggal / Waktu : Jumat, 16 Juli 2010. Pukul 19.10-20.05 (± 55 menit)

Catatan Observasi dan Transkrip Kategori / Keterangan Catatan Pribadi

Informan TD merupakan salah satu Staf Tuntunan Agung Sapta Darma. Penulis mendapat kesempatan untuk mewawancarai informan TD secara kebetulan. Pada waktu informan mewawancarai informan RW, informan RW memberitahukan bahwa informan T malam ini (15 Juli 2010) akan datang ke Sanggar Candi Sapta Rengga. Dan dengan keberuntungan juga, informan TD tidak berhalangan untuk diwawancarai. Awalnya janji pertemuan wawancara dengan informan T diadakan pada pukul 10.00 pagi, namun karena ada warga Sapta Darma yang meninggal dunia tepatnya di Kabupaten Wonogiri, maka penulis akhirnya menjadwal ulang pertemuan dengan informan TD. Akhirnya pertemuan dengan informan diadakan pada pukul 19.00 di hari yang sama, setelah beliau pulang dari Kabupaten Wonogiri.

Wawancara kali ini dilakukan di sekertariat Persada Pusat, yang bangunannya bersebelahan dengan Sanggar Candi Sapta Rengga. Bangunan dua tingkat ini terdiri dari aula di lantai pertama, dan terdapat ruang-ruang seperti ruang sekertariat, perpustakaan, maupun ruang arsip yang ada di lantai dua. Ruang Sekertariat Persada Pusat biasa digunakan untuk menerima tamu dan juga merupakan ruangan kerja para Staf Tuntunan Agung. Ruang ini cukup luas, di dalamnya terdapat seperangkat sofa dan meja tamu, meja kerja dan seperangkat komputer. Kesan lapang dan nyaman sangat terasa begitu pertama memasuki ruang ini. Dalam wawancara kali ini, penulis juga didampingi informan RW dan istrinya IK. Sesekali informan RW juga membantu menjawab dan juga mengambil gambar lewat handycam. Sementara mbak IK sibuk menyajikan cemilan dan teh untuk penulis. Mbak IK kadang juga menimpali wawancara dengan canda.

Transkrip Wawancara

T: Kalau kegiatan bapak sendiri selain menjadi staf tuntunan itu apa ya pak?

J: Yaah wiraswasta yaa, buruh nyuci piring. Hahahaha.. Sebelumnya saya mau ngasih masukan yaa, untuk memperlancar anda sukses dalam menyusun skripsi, khusus mengenai kepercayaan ini, dan lebih khusus lagi kerokhanian Sapta Darma, saya mohon pemikiran anda ini sebagai anak bangsa itu harus berwawasan yang luas karena di Indonesia ini dasar dari negara Pancasila bangsanya itu plural dan majemuk sekali. Jadi kalau pandangan anda sudah seperti itu, gampang kiranya

satu agama, sulit nanti dalam pengembangannya.

T: Oooh iya pak, memang semangat saya untuk mengangkat kajian-kajian seperti ini yang saya kira masih kurang pak di Universitas Indonesia..

J: Ya saya harap jika mas sudah mengetahui mengenai ini, saya harap mas nanti mau ikut mensyiarkan mengenai Sapta Darma ini. Yah kan seperti yang mas tahu sendiri di sitkon (situasi kondisi.red) yang seperti ini kita kadang dianggap sesat dan sebagainya. Katanya juga buka wahyu dari Tuhan, padahal disini kita meyakini bahwa ajaran Sapta Darma ini adalah wahyu dari Tuhan. Nah wahyu yang pertama itu sujud, nah yang kedua itu racut, yang ketiga ini tanggal 12 kemarin itu simbol pribadi manusia, wewarah tujuh dan sesanti. Iya jadinya kita juga sangat terbuka sekali bagi rekan-rekan mahasiswa ini untuk menggali informasi disini, biar nanti tidak ada salah paham seperti informasi-informasi yang beredar sekarang ini.

T: Oke pak.. nah saya ada beberapa poin-poin pertanyaan ini pak yang mau saya tanyakan ke Bapak. Yang pertama itu kan di Indonesia sendiri kan banyak terdapat aliran-aliran kepercayaan, nah yang membedakan Sapta Darma dengan aliran-aliran kepercayaan lainnya itu apa pak?

J: kalo yang terdaftar di anu, hmm Kementrian Budaya dan Pariwisata sana kan atau Kesbangpol Depdagri itu kan sekitar 900an aliran kepercayaan di Indonesia ini. Persisnya ya kurang dari itu mungkin. Terus pada tahun 70an itu ada Sarasehan Kepercayaan Nasional, itu diputuskan bahwa aliran kepercayaan di Indonesia itu dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok kerokhanian, yang isinya hanya Sapta Darma. Terus kejiwaan, dan lalu Kebatinan..

Dalam dokumen EKSKLUSI HAK HAK SIPIL DAN KONSTRUKSI ID (Halaman 173-200)