• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE KAJIAN

4.8 Prospek Usaha Secara Finansial

Berdasarkan hasil potensi panen JUN tahun kelima dan harga jual tersebut, dapat diperhitungkan prospek usaha secara finansial. Perhitungan prospek finansial sesuai potensi hasil pendapatan (income) yang diraih dari penerimaan dana investasi dan nilai penjualan kayu JUN tersebut.

Penerimaan dana investasi diterima pada tahun pertama, diperhitungkan dari pen-jualan harga tanaman kepada investor Rp 60.000/batang x 7021 bibit tanaman (dibeli 16 investor) sebesar Rp 421.400.000. Penerimaan tersebut kemudian akan ditambah penda-patan dari penjualan kayu pada tahun kelima.

Hasil perhitungan potensi volume kayu JUN pada lokasi Kelurahan Cogreg pada tahun kelima, pada rentang potensi 463,06 m3 sampai dengan 607,53 m3, dengan potensi rata-rata 552.85 m3. Prospek panen tersebut dapat memberikan kontribusi pasokan kayu

jati pada seluruh Industri Kecil Menengah (IKM) di Kabupaten Bogor, mengingat kebu-tuhan industri di Kabupaten Bogor hanya tiga IKM Furniture yang membutuhkan bahan baku kayu jati. Prospek juga dipasarkan untuk kebutuhan industri kayu skala kecil mene-ngah wilayah Jabotabek pada pasar kayu di Klender, Jakarta Timur.

Sesuai Proyeksi harga ditahun kelima pada rentang Rp 2,135.000/m3 sampai de-ngan Rp 2,408.000/ m3, dan harga rata-rata Rp 2,314.000/m3. Prospek nilai jual atau pendapatan dari hasil panen kayu JUN ditahun kelima, pada rentang Rp 988.630.584/m3 (resiko 23,31% mati) sampai dengan nilai jual Rp 1.463.532.856 (resiko 13,47% mati), dan prospek nilai jual rata-rata Rp 1.279.294.179 (resiko 13,47% mati).

Pada tahun kelima (tahun 2012), UBH-KPWN disamping menerima hasil penjual-an kayu JUN dari lokasi Kelurahpenjual-an Cogreg Bogor juga memiliki prospek penjualpenjual-an kayu siap tebang (usia lima tahun) dari wilayah lokasi tanam lain, di Kabupaten Magetan dan di Kebun Observasi Madiun di Jawa Timur.

Potensi panen di Kabupaten Magetan sebanayak 26.751 pohon ditambah pada Kebun Observasi di Madiun 44 pohon, dengan asumsi nilai riap sama, maka prospek penerimaan nilai jual dari Kabupaten Magetan dan Madiun lima kali lebih besar, jika dibandingkan prospek dari Kabupaten Bogor. Prospek Harga Jual Dasar (HJD) kayu jati tipe A asal wilayah Jawa Tengah akan lebih mahal dari harga kayu jati tipe D asal Jawa Barat (UBH-KPWN, 2010.B)

Sebagai perbandingan untuk prospek pemanenan jati emas (jenis unggul) dengan potensi tanaman 2000 pohon/ha, pada tahun kelima diproyeksikan dapat mencapai rata-rata diameter 20 cm, dengan tinggi 12 m. Pada tahun kelima dapat dipanen 1000 pohon jati emas dengan potensi panen 300 m3/ha, maka nilai penjualan jati emas 300 m3 x Rp 3000.000/ m3 sama dengan Rp 1.500.000.000, jenis tersebut akan dipanen terakhir pada tahun ke-15 dengan total potensi 1470 m3. (Darmadi, 2003).

4.8.1 Pembiayaan Usaha Penanaman JUN

Hasil observasi di lokasi tanaman JUN dan hasil data sekunder, kegiatan UBH-KPWN membutuhkan biaya usaha dari mulai biaya pembelian bibit tanaman hingga biaya untuk pemanenan dan pemasaran hasil kayu. Biaya usaha tersebut setiap tahun

ditetap-kan berdasarditetap-kan rencana kerja dan anggaran usaha. Biaya untuk pengelolaan tanaman di wilayah Kabupaten Bogor, khusus untuk di Kelurahan Cogreg seperti pada Lampiran 11.

Berdasarkan perhitungan pendapatan dari penerimaan dana dari investor dan prospek pendapatan dari hasil panen JUN ditahun kelima, setelah dikurangi realisasi penggunaan biaya selama jangka pengelolaan tanaman JUN, maka akan didapatkan pros-pek keuntungan (profit) usaha dari pengelolaan tanaman JUN tersebut.

Sesuai prospek nilai penjualan kayu JUN ditahun kelima, maka diperhitungkan nilai keuntungan usaha ditahun kelima pada rentang antara Rp 770.461.000 sampai deng-an nilai keuntungdeng-an Rp 1.245.363, serta nilai keuntungdeng-an rata-rata Rp 1.061.125.000, sebelum dikurangi pajak hasil penjualan.

Berdasarkan perhitungan analisis pembiayaan dan nilai keuntungan pada lokasi tanam di Kelurahan Cogreg Kabupaten Bogor tersebut, diperhitungkan menjadi hasil analisis finansial mencakup perhitungan nilai Net Present Value (NPV), Nilai Internal Rate Return (IRR), dan perhitungan B/C.

Sebagai perbandingan biaya pengelolaan tanaman Jati Emas (jenis jati unggul), un-tuk investasi penanaman jati emas unun-tuk masa panen 5 tahun total biaya Rp 31.439.000/-ha, dan untuk panen usia 10 tahun total biaya Rp 35.169.000/ha. Perhitungan biaya in-vesttasi antara umur panen 5 dan 10 tahun hanya selisih biaya sedikit, karena investasi dana yang besar hanya biaya pada awal tanaman umur tahun 0 - 1 tahun (Pari et al., 2007). Berdasarkan data tersebut, biaya penanaman jati emas jauh lebih murah untuk masa panen dalam lima tahun dibandingkan penanaman JUN Rp 90.060.000/ha, walau-pun potensi panen JUN lebih besar dari penanaman jati emas di tahun kelima.

4.8.2 Analisis Nilai NPV

Untuk menganalisis kelayakan finansial berdasarkan nilai prospek pendapatan tersebut, perlu dihitung nilai Net Present Value (NPV), untuk menilai kelayakan usaha penanaman JUN yang dilaksanakan UBH-KPWN. Perhitungan dilakukan terhadap nilai biaya investasi yang dikeluarkan (out flow) dengan prospek nilai pendapatan (penerimaan dana investasi dan nilai penjualan kayu jati) pada tingkat suku bunga 15% dan tingkat suku bunga 9,4%. Tingkat suku bunga ditentukan sesuai bisnis plan UBH-KPWN, yaitu

Discount Factor (DF) 15% suku bunga bank komersial dan DF 9,4% sesuai suku bunga Danareksa (UBH-KPWN, 2007).

Hasil perhitungan nilai NPV sesuai prospek penjualan seperti pada Lampiran 12. Sesuai hasil perhitungan tersebut, nilai NPV untuk prospek penerimaan terkecil dari pen-jualan hasil panen kayu JUN pada tahun kelima, dengan suku bunga 15% diperoleh nilai NPV Rp 351.970.000, dan untuk nilai NPV menggunakan suku bunga 9,4% diperoleh nilai NPV Rp 469.522.000.

Hasil perhitungan nilai NPV sesuai prospek penerimaan rata-rata dari penjualan hasil panen kayu JUN pada tahun kelima, dengan suku bunga 15% diperoleh nilai NPV Rp 496.482.000, dan untuk nilai NPV menggunakan suku bunga 9,4% diperoleh nilai NPV Rp 655.005.000.

Hasil perhitungan nilai NPV sesuai prospek penerimaan tertinggi dari penjualan hasil panen kayu JUN pada tahun kelima, dengan suku bunga 15% diperoleh nilai NPV Rp 588.081.000, dan untuk nilai NPV menggunakan suku bunga 9,4% diperoleh nilai NPV Rp 772.574.000.

Berdasarkan nilai NPV tersebut (nilai terendah sampai tertinggi) pada tingkat suku bunga (discount factor) yang berbeda, semua nilai NPV lebih besar dari nol, maka secara finansial UBH-KPWN tersebut layak untuk dijalankan (Rahardja dan Manurung, 2008).

Dibandingkan data Bisnis Plan UBH-KPWN selama masa 10 tahun (2007 s/d 2016), dengan target penanaman 4,5 juta pohon, dan diproyeksikan akan menarik investasi dari investor sebesar Rp 37,5 milyar, maka diperhitungkan pada tahun ke-10 nilai NPV 142.811.355.523, menunjukkan usaha tersebut layak dikelola ((Rahardja dan Manurung, 2008).

4.8.3 Analisis Nilai IRR

Analisis Internal Rate Return (IRR) untuk menilai tingkat pengembalian investasi dari usaha penanaman JUN yang dilaksanakan UBH-KPWN. Nilai IRR diperhitungkan sesuai nilai NPV tersebut. Untuk menilai tingkat pengembalian tersebut, IRR seharusnya bernilai sama dengan tingkat suku bunga yang diharapkan pada UBH-KPWN, atau lebih besar dari tingkat suku bunga investasi lain yang dianggap kompetitif.

Hasil perhitungan nilai NPV sesuai prospek penjualan seperti pada Lampiran 12. Berdasarkan hasil perhitungan IRR tersebut pada tingkat suku bunga 15% dan 16%, pada tingkat pendapatan dari hasil panen kayu JUN, diperoleh nilai IRR pada rentang 65,99% (tingkat penerimaan terkecil) sampai dengan IRR 67,30% (tingkat penerimaan tertinggi), dan tingkat IRR rata-rata 66,92%. Sesuai analisis IRR tersebut maka investasi penanaman JUN pada UBH-KPWN tersebut layak. Artinya prosentasi tingkat pengembalian investasi tersebut, jika dibandingkan dengan suku bunga rata-rata deposito bank sebesar 6,47%, maka sangat jauh diatas rata-rata suku bunga tersebut.

Berdasarkan Bisnis Plan UBH-KPWN selama masa 10 tahun (2007 s/d 2016), dengan target penanaman 4,5 juta pohon, dan diproyeksikan akan menarik investasi dari investor sebesar Rp 37,5 milyar, maka diperhitungkan pada tahun ke-10 nilai IRR 134,09% Nilai IRR sesuai bisnis plan tersebut, hampir sama dengan dua kali nilai dari nilai IRR masa investasi lima tahun, yang diperhitungkan dalam penelitian tersebut (UBH-KPWN, 2007).

4.8.4 Analisis Cost Benefit Ratio

Analisis Cost Benefit Ratio atau B/C, merupakan analisis untuk mengukur rasio atau perbandingan antara biaya pengelolaan JUN UBH-KPWN (Cost) yang dikeluarkan dalam investasi penanaman JUN, dengan nilai pendapatan dan investasi yang diterima. Perhitungan B/C tersebut seperti pada Lampiran 12.

Berdasarkan perhitungan Benefit Cost Ratio (B/C) tersebut diperoleh yaitu :

1) Pada prospek penerimaan terendah, dengan tingkat suku bunga 15% menghasilkan nilai B/C 2,6, dan pada tingkat suku bunga 9,4% menghasilkan nilai B/C 3,2.

2) Pada prospek penerimaan rata-rata, dengan tingkat suku bunga 15% menghasilkan nilai B/C 3,3, dan pada tingkat suku bunga 9,4% menghasilkan nilai B/C 4,0.

3) Pada prospek penerimaan tertinggi, dengan tingkat suku bunga 15% menghasilkan nilai B/C 3,7 dan pada tingkat suku bunga 9,4% menghasilkan nilai B/C 4,6.

Sesuai prospek dari nilai penerimaan tersebut, menunjukkan nilai B/C diatas nilai satu. Artinya investasi yang ditanam pada usaha penanaman JUN tersebut layak. Dana yang diinvestasikan pada usaha tersebut pada tahun kelima diprediksi akan meningkat

pada rentang 2,6 kali (nilai terkecil) sampai dengan 4,6 kali (nilai tertinggi) dari dana awal saat di investasikan.

Berdasarkan Bisnis Plan UBH-KPWN selama masa 10 tahun (2007 s/d 2016), dengan target penanaman 4,5 juta pohon, dan diproyeksikan akan menarik investasi dari investor sebesar Rp 37,5 milyar, serta diperhitungkan B/C rasio pada tahun ke-10 mening-kat menjadi 2,34 kali dari dana semula yang diinvestasikan (UBH-KWPN, 2007). Sesuai nilai B/C tersebut pada tingkat penerimaan terendah masa lima tahun saja, sudah lebih tinggi dari nilai B/C yang diperhitungkan dalam bisnis plan UBH-KPWN.

Analisis finansial pada investasi pengelolaan Jati Emas, saat hasil panen usia pohon lima tahun, diperhitungkan pada suku bunga 12% nilai NPV Rp 127.582.961, nilai IRR 57,37% dan nilai B/C rasio 5,19. Perhitungan pada suku bunga 18%, nilai NPV Rp 91.634.091, nilai IRR 57,37% dan nilai B/C rasio 4,04 (Darmadi, 2003).