• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Tinjauan Inventarisasi Potensi Tanaman

Inventarisasi hutan tanaman atau areal tanaman kehutanan dapat dilakukan secara sensus atau secara sampling. Inventarisasi potensi tanaman hutan adalah meka-nisme untuk melakukan penaksiran volume kayu yang masih berdiri atau belum ditebang. Penaksiran dilakukan dengan mengukur keliling atau diameter pohon dan mengukur tinggi pohon.

Sesuai hasil pengukuran diameter dan tinggi tersebut, kemudian dihitung volume pohon. Untuk menentukan seluruh volume pohon sampling yang diinven-tarisasi, dihitung sesuai data rata-rata volume pohon dikalikan jumlah populasi pohon. Tujuan utama dari inventarisasi tersebut adalah untuk menaksir volume seluruh populasi pohon yang terdapat pada suatu areal hutan atau petak penanaman.

Untuk kepentingan pengelolaan hutan, yang perlu diketahui bukan hanya volume tegakan yang ada sekarang saja, tetapi juga pertimbangan potensi tegakan tersebut dimasa datang. Mencakup selama jangka waktu pengelolaan hingga masa pemanenan tegakan pohon. Untuk menaksir potensi pohon dimasa datang diperlukan

informasi riap pertumbuhan pohon, guna menaksir jumlah volume hingga masa waktu tertentu (Simon, 2007).

Inventarisasi potensi tanaman JUN adalah kegiatan untuk menghitung potensi volume tanaman dan nilai riap pertumbuhannya. Pada saat melakukan inventarisasi tanaman dilakukan juga evaluasi kondisi pertumbuhan tanaman JUN dari mulai tahun pertama setelah tanam hingga masa tahun ketiga, sesuai kriteria pertumbuhan tanaman JUN.

Sesuai SNI 01-5007.17-2003, penaksiran volume pohon yang masih berdiri (standing stock) dapat dipisahkan menjadi empat cara (BSN, 2003) yaitu :

1) Penaksiran secara okuler

2) Penaksiran volume dengan persamaan dan tabel volume

3) Penaksiran volume dengan mengukur keliling batang atau diameter pada berbagai posisi tinggi pohon.

4) Penaksiran volume dengan model pohon

Inventarisasi potensi tanaman JUN dilaksanakan dengan menggunakan variabel tinggi dan keliling pohon, untuk menghitung volume pohon. Hasil perhitung-an volume tersebut untuk membuat perhitung-analisis riap pertumbuhperhitung-an pohon berdasarkperhitung-an data potensi pohon pada periode sebelumnya. Langkah penaksiran volume pohon dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Mengukur keliling pohon dengan menggunakan pita ukur atau langsung mengukur diameter pohon menggunakan phiband

2) Mengukur tinggi pohon dengan menggunakan abney level, clinom atau walking stick

3) Menghitung LBDS (luas bidang dasar) pohon, dengan menggunakan rumus LBDS = (∑ in + ∑ border) x BAF. ∑ in adalah jumlah pohon di dalam areal tanam, ∑ border adalah jumlah pohon pada batas dengan areal tanaman lain. BAF adalah basal area faktor (Faktor koreksi bidang dasar).

4) Menghitung nilai volume pohon dengan rumus Volume(V) = LBDS x h x f, “h” adalah ukuran tinggi pohon, dan “f” adalah Faktor koreksi pohon 0,7

5) Hasil pengukuran dicatat dalam tabulasi data.

tumbuhan tanaman, serta mengevaluasi kondisi pertumbuhan tanaman dengan menggunakan kriteria kesegaran dan kesehatan tanaman serta gangguan hama penyakit.

Kegiatan invetarisasi potensi tanaman UBH-KPWN telah dilakukan secara sensus dan dengan cara sampling. Pelaksanaan kegiatan inventarisasi tanaman dalam rangka mengevaluasi kondisi pertumbuhan tanaman. Inventarisasi dilaksana-kan secara internal oleh Divisi Perencanaan UBH-KPWN dan secara eksternal oleh Tim dari Universitas Nusa Bangsa (UNB) Bogor.

Kegiatan sensus tanaman oleh pihak internal Divisi Perencanaan UBH-KPWN pada setiap tanaman berusia enam bulan. Setiap tahun evaluasi pertumbuhan tanaman dilakukan terhadap tanaman berusia lebih dari satu tahun. Evaluasi partum-buhan dilakukan dengan cara sampling.

Untuk memberikan jaminan indepedensi hasil pengukuran, UBH-KPWN melibatkan Universitas Nusa Bangsa (UNB) Bogor. Setiap tahun melakukan pengu-kuran potensi pertumbuhan tanaman secara sampling sebesar 20% dari total jumlah tanaman, dengan mengambil sampel tanaman yang berbeda pengukuran yang dilakukan pihak internal UBH-KPWN (UBH-KPWN, 2010.B).

Penetapan ukuran sampel inventarisasi pohon pada kawasan hutan dapat menggunakan rumus Solvin (Simon, 2007) :

Sesuai rumus tersebut ditetapkan ukuran sampel secara deskriptif. Jika jumlah populasi pohon besar maka jumlah sampel minimal 10%, dan jika jumlah populasi pohon relatif kecil, minimal 20% jumlah sampel yang ditetapkan untuk diinvetarisasi. Untuk inventarisasi hutan pada hutan tanaman jati pada areal yang kompak dengan luasan kurang dari 100 ha, dapat menggunakan sampling 2% - 5% dari total luas tanaman (Darmadi, 2003).

n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi

e = tingkat ketelitian, misal 12% N

n = ... 1 + Ne2

Kegiatan inventarisasi potensi tanaman yang dilaksanakan oleh Tim UNB secara multi stage sampling atau pola penentuan sampling secara bertingkat dengan terlebih dahulu menetapkan kluster area lokasi tanaman JUN yang berusia tiga tahun di wilayah Kelurahan Cogreg. Sesuai area lokasi tanaman yang berusia tiga tahun, kemudian dibagi lagi menjadi kelompok tanaman yang dikelola masing-masing petani penggarap.

Setiap individu sampel pohon JUN yang diinventarisasi, diukur keliling dan tinggi pohonnya. Selanjutnya dilakukan perhitungan volume tiap individu pohon dengan menggunakan rumus yaitu :

Untuk menentukan individu pohon JUN ditetapkan sampel awal tanaman secara acak, kemudian setiap interval urutan nomor pohon secara sistematik ditetap-kan sampel individu pohon berikutnya (stratified sistematic with random sampling).

Metode pengukuran volume pohon tersebut sesuai SNI 01-5007.17-2003, pedoman penetapan tabel volume kayu bundar jati yang diproduksi dan diguna-kan di Indonesia. Langkah pengukuran volume kayu jati sebagai berikut :

1. Penetapan diameter (d)

a) Diameter diukur pada bontos ujung terkecil tanpa kulit dengan menggunakan pita phi ( ∏ ).

b) Apabila pita phi tidak ada, pengukuran dapat dilaksanakan dengan cara mengu-kur keliling menggunakan pita ukur biasa dalam kelipatan 1 cm, selanjutnya dengan angka keliling tersebut diameter yang berpadanan dapat dicari dalam tabel isi. c) Pada tabel angka keliling ujung terkecil selalu menunjukkan batas bawah dari kelas

diameter dari ujung terkecil yang berpadanan.

d) Diameter kayu bundar jati dinyatakan dalam kelas diameter, untuk A.I dan A.II Vpx = Volume tiap pohon

¼ λ = ¼ x 3,14 (nilai koreksi silender) D = Hasil ukur keliling pohon atau diameter dalam cm.

T = Hasil ukur tinggi pohon, dalam m atau cm.

F = faktor koreksi dari bentuk pohon Vpx = 1/4 λ D.T.F

dalam kelipatan 3 cm dan untuk A.III dalam kelipatan 1 cm. 2. Penetapan panjang (p)

a) Panjang diukur pada jarak terpendek antara kedua bontos melalui badan kayu. b) Panjang diukur dalam kelipatan 10 cm untuk panjang sampai dengan 10 m dan

kelipatan 50 cm untuk panjang lebih dari 10 m dengan pembulatan ke bawah. 3. Penetapan isi (I)

a) Berdasarkan hasil pengukuran diameter dan panjang, sebagai isi kayu bundar jati. b) Penetapan isi untuk tiap batang kayu bundar Jati dihitung berdasarkan pendekatan

rumus Smallian dalam Simon (2007). Perhitungan dilakukan dengan mengalikan panjang batang kayu dengan separuh dari jumlah luas bontos ujung (terkecil) dan luas bontos pangkal (terbesar) dengan rumus sebagai berikut :

LBp + LBu I = --- x p 2

Dengan pengertian :

I = isi atau volume kayu bundar jati, LBp = luas bontos pangkal,

LBu = luas bontos ujung, p = panjang kayu.

c) Isi atau volume kayu bundar jati, ditetapkan dari pengukuran diameter pangkal dan diameter ujung kayu. Pada pohon masih berdiri, diameter ujung dapat diduga dari diameter pangkal setelah dikurangi proporsi 5%. Hasil penelitian Balai Penyeli-dikan Kehutanan dalam Iskak et al (2005), dengan menggunakan xylom terdapat kelebihan (over estimate) 5% diameter pangkal terhadap diameter ujung.

4. Pengambilan Contoh

Pelaksanaan pemeriksaan hasil pengukuran dilakukan terhadap kayu bundar contoh. Pengambilan contoh dilakukan per blok, dengan mempertimbangkan keterwakilan populasi sebagaimana tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5 : Jumlah Batang Sampel Pengukuran Kayu Jati Bundar

Sortimen Populasi (batang) Sampel Kayu bundar (batang)

Semua sortimen A.III, A.II.dan A.I.

1 s/d 100 101 s/d 1000 1001 s/d 2000 2001 s/d 3000 3001 s/d 4000 > 4000 seluruh 100 125 150 175 200 Sumber : BSN (2003). Jakarta

Setelah dihitung volume masing-masing pohon, kemudian dijumlahkan semua volume pohon yang menjadi sampel untuk mendapatkan total volume pohon yang menjadi sampel, dengan rumus :

Keterangan :

Vpt = Volume total pohon dari seluruh sampel yang diukur. Vpx1 s/d Vpxn = Volume pohon ke-1 sampai volume pohon ke-n dari total jumlah populasi/

Pengukuran diameter pohon jati dikelompokan sesuai kelas diameter seperti pada Tabel 6.

Tabel 6 : Kelas diameter Pengukuran kayu Jati Bundar

Sortimen

Kelas diameter

(cm)

Batas atas dan bawah kelas diameter (cm)

Titik tengah kelas diameter (cm)

Batas atas dan batas bawah keliling ujung terkecil (cm) KBK (A.I.) 4 7 10 13 16 19 3,00 s/d 5,99 6,00 s/d 8,99 9,00 s/d 11,99 12,00 s/d 14,99 15,00 s/d 17,99 18,00 s/d 20,99 4,5 7,5 10,5 13,5 16,5 19,5 9 s/d 18 19 s/d 27 28 s/d 37 38 s/d 46 47 s/d 56 56 s/d 65 KBS (A.II.) 22 25 28 21,00 s/d 23,99 24,00 s/d 26,99 27,00 s/d 29,99 22,5 25,5 28,5 66 s/d 74 75 s/d 84 85 s/d 93 KBB (A.III.) 30 31 32 33 34 30,00 s/d 30,99 31,00 s/d 31,99 32,00 s/d 32,99 33,00 s/d 33,99 34,00 s/d 34,99 30,5 31,5 32,5 33,5 34,5 94 s/d 96 97 s/d 99 100 s/d 103 104 s/d 106 107 s/d 109

Sumber : BSN (2003), Jakarta. Keterangan KBK = Kayu Bundar Kecil, KBS = Kayu bulat sortimen, KBB = Kayu Bulat Besar.

Hasil invetarisasi dan perhitungan volume pohon, kemudian dilakukan analisis sesuai kelompok lokasi tanaman, yaitu :

1) Rata-rata potensi seluruh sampel tanaman dari individu terpilih 2) Estimasi potensi rata-rata tanaman tiap petani pengelola

3) Estimasi potensi rata-rata tanaman seluruh populasi. 2.7 Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan finansial kegiatan suatu usaha yang melibatkan para pihak termasuk petani yang tergantung dengan kegiatan tersebut, seharusnya menggunakan metode cash flow analysis. Metode tersebut untuk menganalisis komponen penerima-an atau benefit (inflow) dpenerima-an mengpenerima-analisis komponen biaya atau pengeluarpenerima-an (outflow). Selisih keduanya disebut manfaat bersih yang seharusnya dapat diterima para pihak (Nainggolan, 2009).

Sesuai metode tersebut, analisis kelayakan finansial pada kegiatan pengelolaan usaha bagi hasil ini, menggunakan instrumen analisis yaitu :

1) Pay back period (PBP)

2) Perhitungan nilai Net Present Value (NPV) 3) Perhitungan Internal Rate Return (IRR) 4) Perhitungan Benefit Cost Ratio (B/C)

2.7.1 Pay Back Period

Pay Back Period (PBP) merupakan teknik menentukan jangka waktu (masa) pengembalian modal dari suatu investasi kegiatan usaha. Perhitungan jangka waktu pengembalian modal dengan menggunakan aliran kas (Sambodho, 2009), sesuai persamaan berikut :

Bn 1 Cn 1

m n PBP   

Keterangan : n = periode investasi pada saat nilai kumulatif. m = nilai kumulatif Bt-Ct negatif terakhir

1 n

B = nilai sekarang penerimaan bruto pada tahun n + 1 Cn1 = nilai sekarang biaya bruto tahun n + 1

Perhitungan PBP dilengkapi dengan rasio keuntungan dan biaya dengan nilai sekarang. Jika nilai perbandingan keuntungan dengan biaya lebih besar atau sama dengan 1 maka kegiatan investasi dapat dijalankan.

2.7.2 Net Present Value (NPV)

Untuk menghitung jangka waktu pengembalian dari suatu nilai investasi yang ditanamkan, lazim menggunakan metode perhitungan nilai Net Present Value (NPV). NPV digunakan untuk menilai kelayakan finansial suatu proyek jangka panjang, berdasarkan asumsi nilai sekarang dari suatu kegiatan usaha, yang diproyeksikan untuk prospek pendapatan usaha masa akan datang. Perhitungan dapat menggunakan aliran kas masuk dan aliran kas keluar dari nilai pendapatan dan biaya yang diraih.

Untuk melakukan perhitungan NPV menggunakan, rumus Gittinger (Sambodo, 2009) sebagai berikut :

Cash flow1 Cash flow2 Cash Flow..n NPV = Initial Cost + + +

(1+r)1 (1+r)2 (1+r)n

Nilai “( r )“ adalah tingkat suku bunga yang ditentukan seandainya unit usaha atau perusahaan menginvestasikan dananya pada instrumen investasi lain dengan tingkat resiko yang sama. Dalam analisis NPV biasa digunakan suku bunga rata-rata bank selama sepuluh tahun.

Hasil analisis dari perhitungan nilai NPV dapat disimpulkan yaitu :

1) Apabila nilai NPV>0, maka usaha tersebut menguntungkan atau layak dilaksanakan 2) Apabila nilai NPV = 0, maka usaha tersebut dapat dinyatakan tidak untung dan juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan) 3) Apabila nilai NPV < 0, maka usaha tersebut rugi atau tidak layak dilaksanakan.

2.7.3 Internal Rate Return

Analisis Internal Rate Return (IRR) terkait erat dengan nilai NPV (nilai seka-rang). IRR digunakan untuk mengevaluasi nilai efisiensi sebuah investasi. Jika IRR sebuah proyek lebih besar daripada tingkat suku bunga yang ditawarkan oleh alterna-tif investasi lain, seperti suku bunga bank atau obligasi, maka proyek tersebut dapat dikatakan lebih menguntungkan dari alternatif lain.

Untuk perhitungan IRR dilakukan sesuai rumus Zuhbie (Sambodho, 2009) : Cash flow1 Cash flow2 Cash Flow..n

IRR = Initial Cost + + + = 0 (1+r)1 (1+r)2 (1+r)n

IRR menunjukkan persentase keuntungan yang diperolah atau investasi bersih dari suatu proyek, atau tingkat diskonto yang dapat membuat arus penerimaan bersih sekarang dari investasi (NPV) sama dengan nol. Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto maka proyek layak untuk dilaksanakan sedangkan jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.

2.7.4 Benefit Cost Ratio atau B/C

Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang diterima positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang diterima negatif. Nilai tersebut menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya kegiatan usaha sebesar satu satuan. Untuk menghitung Benefit Cost Ratio (B/C) berdasarkan NPV menggunakan rumus sebagai berikut :

NPV1 = Nilai NPV yang positif (Rp) NPV2 = Nilai NPV yang negatif (Rp)

i1 = discount rate nilai NPV yang positif (%) i2 = discount rate nilai NPV yang negatif (%)

i* = IRR (%)

Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka kegiatan usaha/investasi layak dilak-sanakan, tetapi jika nilai B/C < 1, maka kegiatan usaha atau investasi tidak layak untuk dilaksanakan (Nainggolan, 2009).

Untuk mendukung kelayakan usaha, perlu dilakukan pula evaluasi terhadap nilai strategis dan kekuatan dari suatu unit usaha atau perusahaan, dengan mengetahui tingkat persepsi pihak investor terhadap tingkat keberhasilan pengelolaan suatu usaha yang telah dilaksanakan.

) ( * 2 1 2 1 1 i i NPV NPV NPV i i    

2.7.5 Indeks Performance Analysis (IPA)

Indeks performance Analysis (IPA), merupakan metode yang sangat lazim digunakan suatu organisasi atau unit usaha untuk mengukur atau mengevaluasi per-sepsi tingkat kepuasan pelanggan dan pihak terkait terhadap kinerja layanan yang diberikan.

Metode tersebut digunakan untuk mengukur persepsi investor terhadap kegiat-an usaha ykegiat-ang telah dilakskegiat-anakkegiat-an. Pengukurkegiat-an tingkat kepuaskegiat-an persepsi investor dengan menggunakan Skala Likert, dengan memberikan pembobotan terhadap nilai Persepsi Kinerja yang telah dilaksanakan organisasi dan Tingkat Kepentingan Kinerja tersebut menurut persepsi pelanggan atau investor (Santoso, 2009).

Tingkat Kinerja dinilai sesuai skala bobot dari Sangat Puas (bobot 5) sampai Sangat Tidak Puas (bobot 1). Tingkat kepentingan, dinilai dengan skala bobot dari Sangat Penting (bobot 5) hingga Sangat Tidak Penting (bobot 1).

Setiap responden investor terpilih sebagai sampel untuk dianalisis persepsinya, akan mendapat sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh investor dengan mema-sukan nilai skala bobot tersebut sesuai tingkat kinerja dan tingkat kepentingannya. Hasil pengisian kuesioner kemudian dibuat grafik kuadran IPA, yang dapat menun-jukkan kesimpulan persepsi investor akan berada pada kuadran I sampai IV.