• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSKIP WAWANCARA

1. Senior Producer : Febry Arifmawan

Penulis : Bagaimana pendapat Mas Febry mengenai Kearifan Lokal di Indonesia?

Narasumber : Pendapat saya kearifan lokal harus dilestarikan sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, etnis, ras, dan agama. Kearifan lokal ini juga menjadi materi tayangan program Indonesia Bagus. Kearifan lokal ada juga yang tidak diambil karena slot tayang Indonesia Bagus di siang hari, ada batasan-batasannya, misalnya adegan ritual yang beresiko untuk ditiru oleh anak-anak. Misal: Indonesia Bagus Sumatera Barat itu tidak mengambil scene tari piring di atas pecahan kaca dan bara api. Mengingat aturan KPI adegan-adegan seperti itu rawan untuk ditiru oleh pemirsa anak-anak di siang hari. Ada juga misalnya Indonesia Bagus Alor tidak menyertakan kearifan lokal warga menyelam di laut dalam tanpa alat bantu. Cerita seperti ini rawan untuk ditegur KPI karena membahayakan.

Penulis : Sejak kapan program Kearifan Lokal Indonesia Bagus ini dibentuk?

Narasumber : Program Indonesia Bagus dibentuk sejak awal NET TV berdiri. Merupakan program generasi awal NET TV yg masih bertahan sampai skripsi ini dibuat.

Penulis : Apa tujuan dari dibentuknya program Kearifan Lokal Indonesia Bagus ini?

Narasumber : Tujuannya untuk menghadirkan program feature budaya berbentuk dokumenter yang lain, atau mempunyai diferensiasi (pembedaan) dengan program-program feature budaya yang sudah ada terlebih dahulu. Diferensiasi Indonesia Bagus adalah menggunakan orang lokal sebagai story teller (pencerita). Sudut pandang yang digunakan bukan lagi seperti umumnya program travelling feature budaya yang sudah ada, yang kebanyakan menggunakan sudut pandang host cantik atau ganteng dari Jakarta, yang kemudian bercerita tentang daerah baru yang ia kunjungi. Untuk sudut pandang Indonesia Bagus adalah kebanggaan orang lokal pada kampung halamannya, tempat dimana ia lahir dan dibesarkan.

Penulis : Bagaimana dengan konsep dasar program Indonesia Bagus Mas?

Narasumber : Merupakan program feature budaya berdurasi setengah jam, yang dibawakan oleh seseorang di daerah tersebut sebagai story teller untuk bercerita tentang daerahnya sendiri. Sudut pandang ceritanya adalah orang pertama, didalam naskah sendiri menggunakan gaya penulisan: saya, beta, abdi, aku, sampeyan, kamu, katong, dan sebagainya semacam itu.

Penulis : Mengenai kebijakan redaksional dari program Indonesia Bagus sendiri seperti apa Mas?

Narasumber : Mengangkat cerita yang membanggakan dari seluruh penjuru Indonesia. Hal ini untuk menunjukkan bahwa Indonesia itu bukan cuma Jakarta atau Pulau Jawa. Lebih banyak lagi, dengan yang kita tahu memiliki beribu pulau. Karenanya kita harus mengangkat talenta lokal dari berbagai daerah. Dan hal-hal terkait dengan kebijakan redaksional tersebut, pasti berlandaskan dengan P3SPS yang dimiliki KPI.

Penulis : Mas Febry, sebenarnya terkait standar program Indonesia Bagus sendiri, apakah memiliki standar khusus atau memang hanya berlandaskan pada SPS KPI?

Narasumber : Indonesia Bagus tidak memiliki standar khusus, kita hanya berlandaskan memang pada P3SPS yang dikeluarkan oleh KPI. Jadi terkait dengan peliputan, kita hanya mengambil gambar sesuai dengan kebijakan redaksional yang kita miliki tersebut. Mengangkat talenta lokal, yang dikemas semenarik mungkin dan dapat dinikmati masyarakat tanpa ada unsur ketidaknyamanan yang dapat mengganggu. Jadi kita berhati-hati dalam menentukan mana-mana saja bentuk kearifan lokal yang akan kita ambil nantinya.

Penulis : Bagaimana menentukan Kearifan Lokal yang bisa diliput dan tidak dapat diliput, Mas?

Narasumber : Begini... seperti pada contoh kearifan lokal tari piring dari Sumatera Barat. Nah, itu kan merupakan kearifan lokal yang termasuk penting di daerah tersebut. Tetapi dalam produksi Indonesia Bagus, hal itu tidak kita liput. Kenapa? Karena pada praktiknya, terdapat orang-orang lokal yang menari diatas

pecahan piring. Selain juga tentunya memutar-mutar piring, seperti yang banyak kita ketahui ya. Hal itu tentu berbahaya, dan berpotensi untuk ditiru oleh anak-anak. Jadi, hal-hal seperti itu, tidak kita ambil. Dan biasanya, kita menggantinya dengan aspek yang juga tidak kalah menarik dari Sumatera Barat, begitu. Tidak lain juga untuk memenuhi P3SPS dari KPI. Pokoknya hal-hal yang semacam berpotensi untuk membahayakan khalayak, juga tidak baik untuk di tayangkan, tentu tidak kita liput.

Penulis : Bagaimana sebenarnya mengenai Pra Produksi, ketika Produksi, juga Pasca Produksi? Dan komunikasi yang terjalin antar sesama Kru?

Narasumber : Aku jelaskan satu-satu ya, untuk Pra Produksi meliputi riset tema atau daerah yang akan menjadi tujuan peliputan. Riset itu ada dua jenis, yaitu riset sekunder (browsing berita, artikel tentang daerah yang dituju. Studi literatur dengan membaca buku-buku tentang daerah yang akan diliput). Kedua adalah riset primer (pre-interview dengan narasumber melalui telepon, misal: kepala desa, guide). Tujuannya mencari data dan informasi langsung dari lapangan atau memverifikasi kebenaran data hasil riset sekunder. Verifikasi merupakan langkah yang ditempuh untuk mengecek kebenaran satu informasi atau fakta. Reporter menyusun storyline atau alur cerita secara garis besar. Materi hasil riset disusun dalam segmentasi (Indonesia Bagus berdurasi setengah jam dan dibagi dalam 3 segmen). Segmentasi adalah perencanaan distribusi materi cerita yang akan mengisi setiap segmen. Storyline atau segmentasi ini kemudian dikonsultasikan atau didiskusikan dengan produser (proses ini biasanya disebut pitching).

Produser akan menyempurnakan hal-hal yang dirasa kurang dari materi yang akan diliput. Kemudian dalam Produksi, ketika storyline sudah jadi, dan beberapa narasumber yang dibutuhkan sudah dihubungi, juga sudah menetapkan jadwal, semua persiapan sudah matang, maka proses produksi pun dimulai. Proses produksi ini melibatkan satu orang reporter, satu orang video jurnalis (camera person), dan satu orang pilot drone. Mereka akan pergi untuk satu trip atau perjalanan selama dua belas hari, untuk mengerjakan dua episode Indonesia Bagus. Hal-hal yang dikerjakan pada proses produksi ini meliputi: pengambilan gambar (shooting), wawancara, dan melengkapi segala hal yang terkait dengan kebutuhan materi tayangan (misal: merekam musik daerah, natsound seperti orang main seruling untuk kebutuhan editing, dan sebagainya). Materi tayangan itu ada dua macam: audio dan visual. Reporter harus mengelola waktu peliputan yang dialokasikan dengan selesainya seluruh kebutuhan materi tayang tersebut. Tentu saja selama proses Produksi, Kru yang diterjunkan juga akan terus berkomunikasi dengan Produser, ataupun PA (Production Assistant) mengenai hal-hal yang mungkin tidak sanggup dijalankan, kemudian mengambil daerah lain untuk kebutuhan materi, atau mengenai teknis seperti kamera dan sebagainya. Lalu Pasca Produksi, ketika seluruh materi tayangan yang sudah didapatkan dari lapangan (materi video, maupun audio) dibawa pulang. Kemudian reporter menulis naskah sesuai dengan hasil liputan. Naskah ini digunakan oleh camera person untuk menyusun gambar (rough cut). Rough cut menggunakan komputer yang dilengkapi software velocity. Kemudian hasil roughcut ini di-push ke server untuk ditarik ke komputer editing. Masuk tahap editing oleh Editor gambar

disusun lebih rapi sesuai dengan durasi program (Indonesia Bagus berdurasi tiga puluh menit, dipotong dua commercial break, tiap commbreak berdurasi antara tiga sampai enam menit). VO (voice over naskah) ditempel di editing, musik juga ditambahkan di editing ini. Jadilah akhirnya materi siap tayang (on air).

Penulis : Kemudian keunggulan dari program Kearifan Lokal Indonesia Bagus ini apa saja Mas?

Narasumber : Indonesia Bagus ini kan satu dari sedikit program feature budaya yang menggunakan sudut pandang orang lokal, karena saya tidak tahu dan belum pernah lihat program lain yang seperti ini. Penataan visualnya menarik, pernah mendapat nominasi Best Cinematography di Asian Television Award. Kelebihannya program ini bermuatan konten lokal dengan nilai idealisme yang kuat. Terbukti Indonesia Bagus pernah mendapat tiga kali KPI Award yaitu pada tahun 2014, 2015 dan 2017 untuk program terbaik kategori feature budaya.

Penulis : Bagaimana pengetahuan crew terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) KPI?

Narasumber : Kru wajib memahami rambu-rambu penyiaran ini untuk meminimalisir materi liputan menjadi sia-sia, karena terlanjur diliput namun ternyata melanggar aturan P3SPS KPI. Dan Produser wajib memahami aturan KPI karena Produser lah yang menjadi penjaga gawang terakhir dan Produser menjadi orang yang mem-preview tayangan sebelum on air.

Penulis : Adakah dari setelah preview tayangan yang kemudian beberapa materi di cut?

Narasumber : Ada, banyak dalam beberapa episode, yang itu setelahnya mau tidak mau harus kembali masuk ke dalam proses editing, untuk menjadi tayangan yang lebih baik, sebagaimana memang menunjukan tayangan Kearifan Lokal yang semestinya.

Penulis : Bagaimana implementasi P3SPS terhadap program Indonesia Bagus ini? Sejauh ini adakah teguran karena salah satu episodenya melanggar P3SPS dari KPI?

Narasumber : Kita pasti berusaha untuk tetap mengikut standar P3SPS KPI yang sudah kita ketahui, dan seperti yang aku sebelumnya bilang, bahwa Produser sendiri yang menjadi gawang terakhir untuk setiap episode yang akan ditayangkan. Dan Produser harus memahami dan mengetahui apa-apa saja P3SPS yang terkait dengan program tersebut. Indonesia Bagus pun pernah sekali kena tegur oleh KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) Sumut (Sumatera Utara), karena ada adegan orang merokok di scene kerumunan orang di pelabuhan. Indonesia Bagus episode Toba Samosir. Detail suratnya terlampir.

Penulis : Kemudian, untuk kesulitan dalam setiap peliputan dari program Indonesia Bagus tersendiri ini, seperti apa Mas?

Narasumber : Begini, seperti misalnya saat kita kesulitan cuaca di lokasi. Kan kita tidak tahu bagaimana ketika di lokasi, dengan berita yang sebelumnya kita ketahui, mungkin akan cerah, tetapi kemudian mendung, terutama pada saat-saat musim penghujan seperti bulan-bulan ini. Hal ini akan mengganggu proses pengambilan gambar karena Indonesia Bagus didominasi oleh scene outdoor

activity. Juga bagaimana kita beradaptasi terhadap budaya yang berbeda-beda di setiap daerah.

Penulis : Untuk Reporter dan Video Jurnalis sendiri, ketika melakukan produksi apa tinggal di rumah-rumah dari penduduk Mas?

Narasumber : Iya, benar. Ada beberapa dari mereka yang memang diijinkan untuk tinggal di rumah-rumah penduduk setempat, atau bahkan kepala desanya. Hal itu malah menjadikan mereka lebih mudah beradaptasi dan mengamati kehidupan sehari-hari dari masyarakat tersebut.

Penulis : Menurut crew apa program Indonesia Bagus sudah sesuai dengan P3SPS KPI mengenai tayangan Kearifan Lokal?

Narasumber : Sudah Sesuai.

Penulis : Dan pertanyaan yang terakhir nih Mas hehe, apa saja sih poin-poin yang biasanya dilakukan dalam setiap evaluasi bersama crew?

Narasumber : Hmm, okay. Biasanya aku sendiri lebih banyak bawel mengenai pemilihan talent. Talent sebaiknya punya latar belakang yang unik dan sekarang ada tambahan kriteria berpenampilan menarik. Kemudian kritik visual, misal pengambilan komposisi dan angle gambar. Kritik visual ini biasanya dilakukan selain oleh produser juga oleh koordinator kameramen (korkam). Dan dubbing, karena memang sulit mencari dubber dialek lokal daerah-daerah terpencil di Jakarta.