Proses yang dilakukan
Pada tahun 2004-2005 dilakukan inventarisasi hutan di sekitar wilayah dua desa dengan menggunakan metode sampel jalur sistematik. Lebar jalur yang dibuat adalah 20 meter, dengan jarak 1,5–2,0 km, di mana panjang yang dibuat ditentukan oleh topograi, ukuran serta bentuk dari wilayah hutan. Sejumlah 24,9 km sampel diambil di Setulang dan hanya 4 km yang dilakukan di Sengayan (disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat).
Inventarisasi hutan ini dilakukan sebagai langkah awal untuk memberikan informasi yang diperlukan di dalam proses perencanaan. Pada saat implementasi, muncul adanya perbedaan minat dan pemahaman tentang potensi penggunaan data inventarisasi hutan terutama antara kepala desa dengan masyarakat yang terlibat di dalam proses inventarisasi.
Di desa Setulang, baik kepala desa maupun masyarakatnya menunjukkan keinginan yang besar terhadap kegiatan inventarisasi, terutama sebagai alat yang dapat dipakai untuk menggambarkan kekayaan hutan Tane’ Olen. Kegiatan ini dirasa penting pada tahap perencanaan, terutama dengan ditetapkannya hutan lindung oleh masyarakat. Apresiasi masyarakat semakin besar terhadap nilai
intrinsik hutan lindung Tane’ Olen, yang ditunjukkan dengan menggali kemungkinan adanya pohon yang berdiameter lebih dari 398 cm dan mencatatnya dan yang mengejutkan masyarakat bahwa jenis kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) merupakan salah satu jenis yang paling banyak ditemui di daerah ini.
Kepala desa Sengayan berpendapat bahwa kegiatan inventarisasi ini merupakan alat yang potensial untuk membangun pengelolaan hutan produksi. Adanya informasi akurat dari potensi hutan yang
ada serta wilayah dengan jenis yang dilindungi akan membekali masyarakat dalam bernegosiasi dengan para pengusaha, misalnya dalam hal potensi volume kayu yang dapat diambil serta lokasi yang seharusnya tidak ditebang. Mengingat kegiatan negosiasi dengan para pengusaha belum terjadi dan penebangan belum dilakukan maka adanya nilai dari informasi potensi tersebut belum diapresiasi oleh masyarakat. Bahkan anggota masyarakat yang terlibat di dalam inventarisasi masih belum mengganggap penting data yang dikumpulkan untuk pembangunan desa.
Spesies dominan dan kayu Setulang
Keragaman jenis pohon yang ada di desa ini
termasuk tinggi dimana hampir 300 jenis ditemukan dan areal ini didominasi oleh jenis meranti merah (Tabel 1.). Pohon besar dengan tinggi di atas 40 m dan diameter lebih dari 200 cm banyak banyak dijumpai di hutan alam primer. Pohon yang paling besar dari jenis Shorea ditemukan dengan diameter lebih dari 398 cm. Jenis lain adalah majau (Shorea johorensis) yang memiliki diameter 223 cm. Inventarisasi yang dilakukan dengan intensitas 1% menunjukkan kerapatan 200 pohon per hektar untuk pohon berdiameter lebih dari 20 cm.
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang paling penting adalah buah tengkawang yang terutama berasal
dari Shorea macrophylla dan S. beccariana yang ditemukan tersebar merata di daerah penelitian. Jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) lainnya adalah rotan, buah-buahan, daun sang (Licuala valida), sayuran serta tanaman obat-obatan. Di masa lalu eksploitasi terhadap jenis gaharu dilakukan secara besar-besaran dan saat ini permudaan kembali banyak ditemukan meskipun pohon dengan diameter kurang dari 5 cm sudah mulai banyak ditebang.
Sengayan
Jenis yang umum ditemukan adalah keruing
(Dipterocarpus sp.) dan ulin (Eusideroxylon zwageri) (Tabel2). Masyarakat menunjukkan antusiasme yang besar untuk ikut serta dalam kegiatan penebangan dengan pertimbangan untuk memperoleh
tambahan pendapatan. Penebangan akan dilakukan oleh perusahaan sedangkan masyarakat akan memantau pelaksanannya. Masyarakat juga dapat memanfaatkan hasil kayu di luar wilayah penebangan. Permasalahannya adalah peraturan serta keputusan yang berubah-ubah serta kurangnya transparansi di dalam pengambilan keputusan. Kerjasama antara masyarakat dan perusahaan perlu difasilitasi oleh pemerintah guna menjamin terjadinya transparansi, akuntabilitas serta ketaatan terhadap peraturan.
Tabel 1. Indikator yang mencatat 10 pohon terpenting di hutan Tane’ Olen, Desa Setulang
Nama Latin Nama Lokal
Pasti Relatif (%) Skor atas
tingkat kepentingan Kerapatan
(/ha) Frekuensi Dominasi Kerapatan Frekuensi Dominasi
Shorea sp. Meranti Merah
(Kaze Tenak Bala) 13,5 0,36 4,7 6,8 2,6 11,2 20,5
Shorea sp. Meranti Putih
(Kaze Tenak Futi) 16,1 0,36 4,2 8,0 2,6 9,8 20,5
Shorea johorensis Majau (Kaze Ayi) 7,0 0,33 3,3 3,5 2,4 7,9 13,7
Eusideroxylon
zwageri Ulin (Bele’em) 10,3 0,34 2,4 5,1 2,4 5,7 13,2
Shorea sp. Tengkawang 7,4 0,32 2,2 3,7 2,3 5,1 11,1
Madhuca spectabilis Kajen Ase 9,6 0,32 1,1 4,8 2,3 2,5 9,6
Dipterocarpus sp. Keruing (Apang
Lareny) 5,8 0,32 1,7 2,9 2,3 3,9 9,1
Myristica sp. Darah-darah (Kaze
Nyera’a) 6,9 0,42 0,7 3,4 3,0 1,7 8,1
Dryobalanops sp. Kapur (Kafun) 3,5 0,25 1,5 1,7 1,8 3,5 7,0
Shorea sp. Meranti Kuning
(Kaze Tenak Mic) 2,1 0,19 1,8 1,0 1,4 4,2 6,6
Frekuensi: jumlah petak tempat spesies tertentu ditemukan/jumlah petak keseluruhan.
Dominasi: basal area (penutupan area hutan oleh batang pohon) suatu spesies/jumlah petak keseluruhan. Skor atas tingkat kepentingan = Jumlah persentase relatif.
Jenis dan habitat yang memerlukan perlindungan serta pengelolaan secara khusus
Keragaman jenis yang tinggi (Tabel 3) memerlukan perlakuan untuk konservasi dan pengelolaan. Di dalam 67 petak percobaan di Setulang ditemukan 1.153 pohon yang memiliki diameter lebih besar dari 10 cm dan mewakili 90 genus dari 45 famili. Apabila seluruh struktur lapisan diikutsertakan (pohon, pancang dan anakan) maka ditemukan 216 jenis yang mewakili 120 genus dan 53 famili. Kondisi serupa dijumpai di Sengayan, dimana dari 42 plot yang ada ditemukan 121 jenis pohon yang berasal dari 74 genus dan 36 famili. Untuk seluruh vegetasi ditemukan 205 jenis yang berasal dari 105 genus dan 47 famili. Gambaran ini menunjukkan keragaman yang lebih tinggi dari hasil inventarisasi yang dilakukan di Kalimantan, kecuali di Apo Kayan (Tabel 4), dengan catatan bahwa jumlah plot maupun ukurannya lebih besar di Apo Kayan. Hutan di daerah Setulang dan Sengayan penting untuk tujuan konservasi mengingat keduanya mengandung jenis-jenis yang rentan terhadap
gangguan, seperti misalnya parasit raksasa dari jenis
Raflesia sp. yang menggantungkan hidupnya pada
Tetrastigma sp. sebagai inangnya.
Mekanisme yang digunakan untuk menentukan status konservasi ada tiga, yaitu:
• Acuan yang dibuat oleh IUCN dalam bentuk
kriteria yang ringkasannya dapat dilihat pada inventarisasi spesies yang masuk dalam data merah nasional atau ‘national red data species inventory’;
• Jenis yang dilindungi menurut peraturan
pemerintah dan
• Jenis yang dilindungi melalui kesepakatan adat
yang dibuat bersama masyarakat setempat. Tabel 4 menunjukkan paling tidak sebanyak 17 jenis dilindungi yang digunakan oleh masyarakat dan tiga dari jenis tersebut tergolong hampir punah. Jenis tersebut adalah palem raja Caryota no, Aquilaria beccariana (gaharu) serta Grammatophyllum speciosum (anggrek tebu) yang dimasukkan ke
Tabel 2. Indikator yang mencatat 10 pohon terpenting di hutan Desa Sengayan
Nama latin Nama Lokal
Pasti Relatif (%)
Nilai kepentingan Kerapatan
(/ha) Frekuensi Dominasi Kerapatan Frekuensi Dominasi
Dipterocarpus sp. Keruing 18,4 0,25 4,8 15,9 5,3 14,9 36,1
Eusideroxylon
zwageri Ulin 15,4 0,25 3,4 13,3 5,3 10,7 29,3
Shorea sp. Meranti Merah 8,6 0,25 4,6 7,5 5,3 14,2 27,0
Shorea sp. Meranti Putih 7,6 0,25 3,2 6,6 5,3 9,9 21,7
Parashorea sp. Urat Mata 3,6 0,23 2,6 3,1 4,7 8,0 15,9
Shorea sp. Tengkawang 6,3 0,25 1,6 5,4 5,3 4,9 15,6
Palaquium sp. Nyatoh 6,3 0,25 1,2 5,4 5,3 3,6 14,3
Koompassia
malaccensis Limpas 4,5 0,25 1,6 3,9 5,3 5,0 14,2
Shorea sp. Meranti Kuning 4,8 0,25 1,4 4,1 5,3 4,5 13,2
Dryobalanops sp. Kapur 4,0 0,25 1,4 3,5 5,3 4,5 10,5
Frekuensi: jumlah petak tempat spesies tertentu ditemukan/jumlah petak keseluruhan.
Dominasi: basal area (penutupan area hutan oleh batang pohon) suatu spesies/jumlah petak keseluruhan. Skor atas tingkat kepentingan = Jumlah persentase relatif.
Tabel 3. Jumlah famili, genus dan spesies pohon yang berdiameter kurang lebih 10 cm di beberapa tempat di Kalimantan
Lokasi Sampel
area (ha)
Jumlah
Referensi
famili genera spesies
Setulang Sengayan
Sekadau, Kalimantan Barat
Wanariset Samboja, Kalimantan Timur PT. ITCI, Kalimantan Timur
Apo Kayan, Kalimantan Timur
0,67 0,42 0,6 0,51 0,5 0,8 46 38 37 35 31 42 90 74 71 76 62 78 157 121 106 117 104 175 Sidiyasa dkk. (2006) Sidiyasa dkk. (2006) Sidiyasa (1987) Valkenburg (1997) Valkenburg (1997) Bratawinata (1986)
dalam daftar Appendix II CITES. Disamping itu, terdapat jenis-jenis yang sering digunakan oleh masyarakat seperti daun sang Licuala valida, yaitu sejenis palem yang daunnya dimanfaatkan untuk anyaman dan tikar, Alocasia sp. merupakan umbi hutan yang dimanfaatkan sebagai sayuran, buah- buahan, tanaman obat-obatan dan jenis lain seperti
Duabanga moluccana yang menurut SK Menteri Pertanian No. 54/Kpts/Um/2/1972 merupakan jenis dilindungi yang terdapat melimpah di tempat terbuka sepanjang jalan penebangan dan sepanjang sungai. Disamping itu ditemukan jenis pakis Cyathea borneensis dan C. glabra yang juga dimasukkan ke dalam kategori Appendix II CITES. Masyarakat menyatakan bahwa sebagian dari jenis yang diperlukan sekarang mulai langka, termasuk di antaranya adalah Scorodocarpus borneensis
atau kayu bawang serta berbagai jenis anggrek (Sheil dkk. 2006).
Habitat yang memerlukan adanya perlindungan atau pengelolaan khusus dengan adanya temuan hasil inventarisasi hutan dan hasil pertemuan dengan