• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Kepribadian Utama yang Memengaruhi Perilaku Organisasi

Dalam dokumen PERILAKU ORGANISASI (Halaman 113-117)

Bab 5—Kepribadian dan Nilai 101

M enilai Kepribadian

Alasan paling penting mengapa manajer perlu mengetahui cara menilai kepribadian adalah karena penelitian menunjukkan bahwa tes-tes kepribadian sangat berguna dalam membuat keputusan perekrutan. Nilai dalam tes kepribadian membantu manajer meramalkan calon terbaik untuk suatu pekerjaan.

Tiga cara utama untuk menilai kepribadian:

1) Survei mandiri, yang diisi sendiri oleh individu. Adalah cara paling umum yang digunakan untuk menilai kepribadian. Kekurangan dari survei jenis ini adalah individu mungkin berbohong atau hanya menunjukkan kesan yang baik. Individu tersebut berbohong untuk mendapatkan hasil tes yang terbaik guna menciptakan kesan yang baik.

2) Survei peringkat oleh pengamat, dikembangkan untuk memberikan suatu penilaian bebas mengenai kepribadian. Oleh karena itu, daripada dilakukan sendiri oleh individu seperti dalam kasus survei mandiri, survei mungkin dapat dilakukan oleh rekan kerja.

3) Ukuran proyeksi, beberapa contoh ukuran proyeksi adalah Rorschach Inkbplt Test dan Thematic Apperception Test (TAT). Dalam Rorschach Inkbolt Test, individu diminta untuk menyatakan menyerupai apakah inkblot yang disediakan. TAT adalah serangkaian gambar (lukisan atau kartu). Individu yang diuji diminta menuliskan kisah dari setiap gambar yang dilihatnya. Dengan Rorschach dan TAT, para ahli kemudian menilai respon tersebut. Namun, penilaian respon-respon tersebut telah terbukti sebagai suatu tantangan karena seorang ahli acap kali menilai hasil-hasil tersebut secara berbeda satu sama lain.

102 Perilaku Organisasi—Konsep dan Implementasi

Individu baik secara sadar maupun tidak sadar memang selalu berusaha untuk menampilkan kesan tertentu mengenai dirinya terhadap orang lain pada saat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

b. Machiavellianisme

Machiavellianisme adalah tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses. Karakteristik kepribadian Machiavellianisme berasal dari nama Niccolo Machiavelli, penulis pada abad keenam belas yang menulis tentang cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan.

c. Narsisisme

Narsisisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri. Sebuah penelitian mengungkap bahwa ketika individu narsisis berpikir mereka adalah pemimpin yang lebih baik bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya menilai mereka sebagai pemimpin yang lebih buruk. Individu narsisis seringkali ingin mendapatkan pengakuan dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka sehingga individu narsisis cenderung memandang rendah dnegan berbicara kasar kepada individu yang mengancam mereka. Individu narsisis juga cenderung egois dan eksploitif, dan acap kali memanfaatkan sikap yang dimiliki individu lain untuk keuntungannya.

d. Pemantauan diri

Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor situasional eksternal. Individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi menunjukkan kemampuan yang sangat baik dalam menyesuaikan perilaku dengan faktor-faktor situasional eksternal. Bukti menunjukkan bahwa individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi cenderung lebih memerhatikan perilaku individu lain dan pandai menyesuaikan diri bila dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang rendah.

e. Kepribadian tipe A

Kepribadian tipe A adalah keterlibatan secara agresif dalam perjuangan terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan melawan upaya-upaya yang menentang dari orang atau hal lain. Dalam kultur Amerika Utara, karakteristik ini cenderung dihargai dan dikaitkan secara positif dengan ambisi dan perolehan barang-barang material yang berhasil. Karakteristik tipe A adalah:

• selalu bergerak, berjalan, dan makan cepat;

• merasa tidak sabaran;

• berusaha keras untuk melakukan atau memikirkan dua hal pada saat yang bersamaan;

Bab 5—Kepribadian dan Nilai 103

• tidak dapat menikmati waktu luang;

• terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal yang bisa mereka peroleh.

Karakteristik Type B’s

• Tidak perlu merasa terdesak karena bersabar

• Merasa tidak perlu untuk menampilkan atau mendiskusikan baik prestasi atau prestasi mereka kecuali paparan tersebut dituntut oleh situasi

• Bekerja dengan santai

• Dapat bersantai tanpa kuatir dengan rasa bersalah f. Kepribadian proaktif

Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif menciptakan perubahan positif daalam lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan

N ilai (Values)

Nilai (value) merupakan kata sifat yang selalu terkait dengan benda, barang, orang atau hal-hal tertentu yang menyertai kata tersebut. Nilai adalah sebuah konsep yang abstrak yang hanya bisa dipahami jika dikaitkan dengan benda, barang, orang atau hal-hal tertentu. Pengkaitan nilai dengan hal-hal tertentu itulah yang menjadikan benda, barang atau hal-hal tertentu dianggap memiliki makna

atau manfaat. Nilai (Value) menunjukkan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu lebih disukai secara pribadi atau social dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanan”. Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang bener, baik atau diinginkan. Nilai mempunyai sifat isi dan intensitas. Sifat isi menyampaikan bahwa cara pelaksanaan atau keadaan akhir dari kehidupan adalah penting. Sifat intensitas menjelaskan betapa pentingnya hal tersebut. Jadi ketika menggolongkan nilai seorang individu menurut intensitasnya kita kenal dengan sistem nilai (value sistem) orang tersebut. Nilai mempuyai kecenderungan yang relative stabil dan berlangsung lama.

104 Perilaku Organisasi—Konsep dan Implementasi

Sejak kecil kita diberi tahu bahwa perilaku-perilaku tertentu pantas atau tidak.

Pembelajaran nilai secara absolute atau secara “Hitam atau Putih” inilah yang setidaknya menjamin kestabilan dan daya tahan nilai tersebut.

Menurut pandangan psikolog, nilai diartikan sebagai upaya penguatan keyakinan terhadap kebenaran, kebaikan, dan keindahan perilaku seseorang. Gordon Allport dalam Mulyana (1989, 29) mendefinisikan nilai sebagai keyakinan yang membuat individu bertindak atas dasar pilihannya. Adapun pilihan di sini disesuaikan dengan tuntutan norma yang berlaku dalam masyarakat dan agama. Shaver dan Strong (dalam Mulyana, 1989: 46) mendefinisikan nilai sebagai pedoman atau prinsip yang merupakan kriteria untuk menimbang suatu permasalahan. Nilai adalah keyakinan yang dapat dijadikan pedoman atau prinsip dalam menjalani kehidupan. Nilai bersifat mendasar, berakar lebih dalam dan stabil sebagai bagian dari kepribadian yang dapat mewarnai kepribadian kelompok (Azwar, 1985: 9). Menurut pandangan psikolog, nilai diartikan sebagai upaya penguatan keyakinan terhadap kebenaran, kebaikan, dan keindahan perilaku seseorang. Gordon Allport dalam Mulyana (1989, 29) mendefinisikan nilai sebagai keyakinan yang membuat individu bertindak atas dasar pilihannya. Adapun pilihan di sini disesuaikan dengan tuntutan norma yang berlaku dalam masyarakat dan agama. Shaver dan Strong (dalam Mulyana, 1989: 46) mendefinisikan nilai sebagai pedoman atau prinsip yang merupakan kriteria untuk menimbang suatu permasalahan.

Nilai adalah keyakinan yang dapat dijadikan pedoman atau prinsip dalam menjalani kehidupan. Nilai bersifat mendasar, berakar lebih dalam dan stabil sebagai bagian dari kepribadian yang dapat mewarnai kepribadian kelompok (Azwar, 1985: 9)

Dalam bidang studi perilaku organisasi memahami nilai-nilai personal karyawan bukan merupakan pilihan melainkan menjadi keharusan bagi para manajer karena nilai-nilai personal merupakan landasan untuk memahami sikap dan perilaku karyawan.

Ketika seseorang bergabung dengan sebuah organisasi, Ia juga membawa serta nilai-nilai personalnya. Artinya, seseorang telah memiliki kriteria mana yang seharusnya dan mana yang tidak seharusnya; mana yang baik dan mana yang buruk; mana yang benar dan mana yang dianggap salah. Dengan kata lain, setiap orang yang bergabung dengan sebuah organisasi pasti tidak pernah bebas nilai (value free) sehingga dalam menjalankan pekerjaannya seseorang lebih memilih prilaku atau outcome tertentu yang sesuai dengan tata nilainya dibandingkan dengan perilaku atau outcome lainnya.

Hal ini bisa diartikan pula bahwa dalam batas-batas tertentu nilai personal seseorang seringkali membatasi seseorang untuk bertindak obyektif atau rasional. Organisasi adalah tempat bertemunya berbagai macam konsep nilai – nilai masyarakat (societal values), nilai institusi (institutional values), nilai organisasi (organizational values), nilai kerja (work values), nilai profesi (professional values) dan nilai personal (personal values). Akibat langsung dari bertemunya konsep nilai tersebut adalah kemungkinan terjadinya perbedaan antara satu konsep nilai dengan konsep nilai yang lain. Oleh

Bab 5—Kepribadian dan Nilai 105

karena itu konflik nilai sering tidak bisa dihindarkan. Tiga diantaranya akan mendapat perhatian yaitu intrapersonal conflict, interpersonal conflict, dan konflik antara nilai individu dengan nilai organisasi. Ketiga jenis konflik nilai ini masing-masing bersumber pada diri orang tersebut, hubungan antar manusia dan hubungan antara person dengan organisasi.

P entingnya Nilai

Nilai sangat penting terhadap penelitian perilaku organisasional karena menjadi dasar pemahaman dan motivasi individu, dan dikarenakan berpengaruh juga pada persepsi kita. Secara umum nilai mempengaruhi sikap dan perilaku, misal sebuah perusahaan dan memiliki pendangan bahwa pengalokasian imbalan berdasarkan pretasi kerja adalah benar, sementara pengalokasian imbalan berdasarkan senioritas adalah salah. Sehingga hal tersebut memicu untuk tidak berupaya semaksimal mungkin karena “bagaimana pun juga, hal tersebut tidak akan menghasilkan lebih banyak imbalan”.

Contoh: Ada seorang yang pada masa kecilnya sering ditindas oleh teman-temnanya, akibatnya ketika ia sudah dewasa , ia menjadi orang yang tertutup , pendiam , tidak suka bergaul. Sikap dari orang tersebut akan berdampak pada kehidupan sosialnya baik dalam lingkungan keluarga maupan lingkungan pekerjaannya.

Dalam dokumen PERILAKU ORGANISASI (Halaman 113-117)