• Tidak ada hasil yang ditemukan

H. METODE PENELITIAN

I. SISTEMATIKA PENULISAN

Tesis ini dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama berisi latar belakang dan

tujuan penulisan, pertanyaan penelitian, kajian pustaka, landasan teoritis, dan metode

penelitian. Pada bagian kedua akan diulas mengenai gambaran umum kepulauan

Mentawai saat ini, gagasan mengenai orang Mentawai dalam mitos tradisonal dan dari

sejumlah penelitian. Bagaimana perjumpaan orang Mentawai dengan budaya dari luar,

sistem kepercayaan mereka dan relasinya dengan negara juga merupakan poin-poin yang

akan disajikan dalam bab yang kedua. Bab yang ketiga akan berisikan pembahasan

mengenai sabulungan di mata mereka yang dituakan dalam suku dan masyarakat (sikebukat) serta bagaimana ritual sabulungan masih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari orang Mentawai di Siberut. Pada bab yang keempat penulis mencoba

menyajikan persoalan dominasi negara terhadap sabulungan serta bagaimana siasat perlawanan orang Mentawai. Akhirnya pada bagian yang terakhir penulis akan

30 BAB II

KEPULAUAN MENTAWAI, ORANG SIBERUT DAN SABULUNGAN

Bab kedua ini akan menjelaskan tiga pokok bahasan. Bagian pertama akan berisi

gambaran umum situasi Kepulauan Mentawai. Hal itu meliputi keadaan geografis, situasi

penduduk, hingga perkembangan apa saja yang sedang terjadi di wilayah tersebut hingga

saat ini. Pokok bahasan kedua memuat uraian mengenai gagasan komunitas orang

Mentawai. Bagian ini akan berisi beberapa tulisan yang disusun oleh para peneliti

Mentawai. Pembahasan mengenai bagaimana asal-usul orang Mentawai – sebagaimana termuat dalam hasil penelitian terdahulu dan mitos tradisional mereka – secara singkat juga akan dimuat pada bagian kedua ini. Penjelasan mengenai kepercayaan tradisional

orang Mentawai dan bagaimana negara melalui aparatusnya berusaha menghapuskannya

akan menjadi poin pembahasan bagian yang ketiga. Pada bagian terakhir itu pula penulis

akan memberikan gambaran mengenai situasi memudarnya sabulungan dalam kehidupan orang Mentawai di Siberut.

31 A. Gambaran Umum Kepulauan Mentawai 1. Lokasi Geografis

Secara geografis kepulauan Mentawai terletak di sebelah barat Pulau Sumatera –

dipisahkan oleh Selat Mentawai – dan merupakan 1 dari 12 kabupaten di Provinsi Sumatera Barat. Wilayah kepulauan dengan luas 6.011,35 km2 dan garis pantai sepanjang

1.402,66 km13 ini terdiri empat pulau utama, yakni P. Siberut, P. Sipora, P. Pagai Utara

dan P. Pagai Selatan. Selain keempat pulau utama tersebut terdapat ratusan pulau-pulau

kecil yang tersebar di wilayah Mentawai. Namun data BPS tahun 2017 baru mencatat 99

13Lih. BPS. 2018. Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam Angka 2018. Peta 1. Lokasi P. Siberut di Kepulauan Mentawai

32

nama pulau yang sebagian besar berada di wilayah Kecamatan Sipora Utara dan Siberut

Barat Daya. Sejak tahun 1999 berdasarkan UU RI No. 49 Tahun 1999 wilayah ini resmi

berdiri sebagai Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan ibu kota Tuapeijat yang terletak

di P. Sipora.

Menurut data administrasi pemerintah daerah tahun 201714, Kabupaten Kepulauan

Mentawai memiliki 10 kecamatan, 43 desa dan 341 dusun. Sebagian besar daerah di

Mentawai hanya bisa dicapai dengan sarana transportasi air (sungai dan laut). Baru sedikit

jalan yang bisa dilalui kendaraan bermotor. Pada tahun 2015 dimulailah proyek

pembangunan jalan Trans-Mentawai15. Rencananya proyek ini akan membuka jalan

sepanjang 393 km yang menghubungkan keempat pulau utama di wilayah Kab.

Kepulauan Mentawai. Menurut Bupati Kab. Kepulauan Mentawai, Yudas Sabaggalet,

saat ini jalan Trans-Mentawai yang sudah selesai mencapai 134 km. Masih tersisa 188,53

km jalan yang belum dikerjakan. Proyek ini akan membutuhkan dana sebanyak Rp. 1,2

triliun yang diperoleh dari APBD dan APBN.16 Jalur transportasi darat sangat dibutuhkan

di wilayah Kepulauan Mentawai. Dengan tersedianya jalan darat yang menghubungkan

daerah-daerah di wilayah kepulauan tersebut pembangunan daerah dan pertumbuhan

ekonomi bisa meningkat dengan pesat.

Program pembangunan daerah Mentawai yang diprioritaskan pada pembangunan

infrastruktur, termasuk pembukaan jalur transportasi darat, menjadi hal yang penting

mengingat Kepulauan Mentawai juga dikenal sebagai salah satu destinasi wisata bagi

wisatawan mancanegara. Sebagian besar wisatawan luar negeri datang ke wilayah

14Lih. BPS. 2018. Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam Angka 2018, hlm. 4.

15Lih. https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/08/22/ov38xb428-pembangunan-infrastruktur-mentawai-mendesak diakses pada 30 Nvember 2018.

16Lih. Kompas. (18 Agustus 2017). Trans-Mentawai Melewati Hutan. Kompas, diambil dari

https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170818/281960312863916 pada 26 September 2017.

33

kepulauan itu untuk berselancar. Hal ini tidak mengherankan mengingat Mentawai

memiliki 71 titik untuk berselancar dan 2 di antaranya (Lances Right dan Macaronies) termasuk dalam 10 titik selancar terbaik di dunia.17 Menurut Desti Simamora, Kepala

Dinas Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kep. Mentawai (Disparpora), pada

tahun 2017 tercatat sekitar 10.500 wisatawan mancanegara datang ke Mentawai. Dari

jumlah tersebut 50% wisatawan datang dari Australia, Amerika Serikat, Jepang, Spanyol

dan Brazil.18 Dengan semakin mudahnya akses ke wilayah-wilayah di Mentawai

pemasukan bagi pendapatan daerah dari sektor pariwisata pun akan bertambah.

Saat ini sarana transportasi utama yang digunakan untuk menuju Mentawai adalah

kapal penyeberangan. Ada beberapa kapal penyeberangan yang beroperasi saat ini, yakni

KM. Ambu-Ambu dan KM. Gambolo. Selain itu terdapat juga KM Sabuk Nusantara 3719

serta kapal cepat MV Mentawai Fast yang dikelola oleh swasta. Dengan menggunakan

kapal ferry diperlukan waktu sekitar 10 jam untuk mencapai Muara Siberut – ibu kota Kecamatan Siberut Selatan – dari Pelabuhan Bungus di Padang. Atau jika menggunakan kapal MV Mentawai Fast, pelayaran Padang-Mentawai bisa ditempuh dalam waktu 3-4

jam. Banyak wisatawan dan masyarakat kelas menengah yang memanfaatkan pelayaran

ini karena waktu tempuhnya lebih singkat. Berbeda dengan sebagian masyarakat yang

memiliki usaha dagang, mereka lebih memilih menggunakan jasa pelayaran ferry untuk

mengangkut barang dagangan mereka dari Padang. Masyarakat di Mentawai yang hendak

menjual hasil bumi seperti, ikan, udang karang, pisang, coklat, cengkeh, dan enau, juga

17Lih. Fadjar, Evieta. (2013, April). Mentawai Memiliki 2 Titik Ombak Terbaik Dunia. Tempo.co, diambil dari https://travel.tempo.co/read/473309/mentawai-punya-dua-titik-ombak-terbaik-dunia# pada 27 September 2017.

18Lih. Puspita, Ratna. (2018, Maret). Pendapatan Mentawai dari Pariwisata Capai Rp. 7,3 Miliar. Republika.co.id, diambil dari https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/03/18/p5slc7428-pendapatan-mentawai-dari-pariwisata-capai-rp-73-miliar pada 14 September 2018.

19 Kapal Sabuk Nusantara 37 merupakan bantuan dari Dinas Perhubungan pada tahun 2014. Namun dari pengamatan penulis dan informasi warga setempat, kapal ini jarang tampak berlabuh di Muara Siberut serta memiliki jadwal yang tidak menentu.

34

cenderung memanfaatkan jasa kapal ferry untuk membawa hasil laut dan kebun mereka

tersebut ke Padang.

2. Kependudukan

Data dari Biro Pusat Statistik Kabupaten Mentawai tahun 201720 menunjukkan

jumlah penduduk di Mentawai sebesar 88.692 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata

15 jiwa per km2. Sebagian besar masyarakat Mentawai tersebut (64,67%) bekerja di

bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan. Sementara itu masih

sedikit sekali masyarakat yang bekerja di sektor industri (3,30%), perdagangan, rumah

makan, dan jasa akomodasi (9,5%). Kondisi tanah di kepulauan Mentawai memang

tergolong sangat subur. Sayangnya pertanian dan perkebunan di Mentawai belum

dikelola secara optimal. Pada umumnya mereka menanam tanaman seperti kakao,

cengkeh, nilam, pinang, kelapa (yang kemudian dijadikan kopra), pisang dan keladi. Hasil

kebun tersebut selanjutnya dijual kepada pedagang besar dan kemudian diangkut ke

Padang. Banyak pedagang besar juga memiliki kapal yang singgah di daerah-daerah yang

belum memiliki akses jalan guna mengangkut hasil bumi seperti kopra dan rotan. Pada

masa lampau kapal-kapal dagang inilah yang sekaligus menjadi sarana transportasi

orang-orang Mentawai yang hendak pergi ke Padang.

Makanan utama warga setempat adalah sagu. Namun dengan semakin banyaknya

pendatang serta perubahan pola hidup, disamping sagu masyarakat Mentawai kini telah

mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Keadaan ini memicu pemerintah daerah

untuk menggalakkan pengadaan lahan persawahan guna menunjang kebutuhan beras di

35

Mentawai yang semakin meningkat. Peningkatan luas lahan persawahan tampak dari data

statistik. Pada 2012 hanya terdapat 307 Ha lahan sawah di Mentawai. Saat ini telah

tercatat 2.452 Ha area sawah yang tersebar di seluruh kepulauan.

Mayoritas penduduk Kabupaten Kepualauan Mentawai adalah suku Mentawai.

Selain itu terdapat juga penduduk yang berasal dari etnis lain seperti Minangkabau, Nias,

Batak, Jawa, dan Flores. Agama resmi yang dipeluk masyarakat di Mentawai adalah

Protestan (50,32%), Katolik (36,62%), dan Islam (16,57%)21. Pada tahun 1901 agama

Protestan mulai diperkenalkan di Mentawai yakni di wilayah Sikakap dan Sipora. Baru

pada tahun 1953 para misionaris Katolik masuk di Siberut. Gereja Katolik pertama berdiri

pada tahun 1954 di Muara Siberut. Walaupun diketahui bahwa para pedagang dari tanah

tepi Sumatera Barat yang beragama Islam telah memiliki hubungan dagang dengan

wilayah Mentawai sejak zaman Belanda, namun belum ada data yang autentik tentang

kapan agama Islam mulai diperkenalkan di kepulauan Mentawai. Namun penyebaran

agama Islam di Mentawai, khususnya di Siberut, mulai terorganisir sejak dibentuknya

Badan Otorita Khusus Kepulauan Mentawai pada tahun 1971.

Dalam bidang pendidikan tampak bahwa tingkat pendidikan masih tergolong

rendah. Laporan mengenai jumlah penduduk usia sekolah dan partisipasi sekolah tahun

2017 memperlihatkan hanya 35,20% penduduk usia sekolah, 5-25 tahun ke atas yang

sedang bersekolah. Selebihnya sebanyak 59,60% sudah tidak bersekolah lagi. Lebih dari

setengah kelompok ini (76,9%) adalah mereka yang berusia 19-24 tahun. Ini

menunjukkan bahwa mereka hanya menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah

Menengah Atas (SMA) saja. Angka putus sekolah setelah SMA tergolong sangat tinggi.

Hingga tahun 2017 dilaporkan terdapat 117 Sekolah Dasar (SD), 29 Sekolah Menengah

36

Pertama (SMP), dan 15 Sekolah Menengah Atas yang tersebar di Kab. Kepulauan

Mentawai. Selama periode 2014-2017 tidak terdapat penambahan jumlah SD. Sedangkan

untuk periode yang sama sebanyak 5 unit SMP dan 4 unit SMA baru dibuka.

Pada umumnya Sekolah Dasar banyak tersebar di dusun-dusun22. Namun untuk

SMP biasanya hanya terdapat desa. Hanya di pusat kecamatan keberadaan SD, SMP, dan

SMA bisa dijumpai. Hal ini mengakibatkan anak-anak usia sekolah yang berasal dari

daerah-daerah yang jauh harus tinggal di pusat-pusat kecamatan selama masa sekolah.

Keberadaan asrama-asrama dan pondokan pelajar menjadi hal yang umum dijumpai

hingga saat ini. Persebaran guru juga sejauh pengamatan penulis kurang merata. Di

sejumlah sekolah dasar yang terletak di wilayah yang sulit dijangkau, jumlah guru sangat

sedikit. Tidak jarang seorang guru harus mendampingi anak-anak dari kelas 1 hingga

kelas 3 SD. Situasi ini menjadikan perkembangan pembangungan di Mentawai berjalan

lambat. Kabupaten Kepulauan Mentawai hingga 2017 merupakan salah satu dari tiga

daerah tertinggal di Sumatera Barat.