• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOSIAL BUDAYA 1 SOSIAL

2 4 TATA RUANG, PRASARANA DAN SARANA 2.4.1 TATA RUANG

2.5 SOSIAL BUDAYA 1 SOSIAL

1. Aspek demografi merupakan bagian yang penting dijadikan sebagai dasar perumusan strategi dan kebijakan pembangunan Kota Payakumbuh pada masa yang akan datang. Pada tahun 2000 jumlah penduduk sebanyak 97.997 jiwa dan pada tahun 2005 dengan jumlah dan luas wilayah yang sama jumlah penduduk menjadi 103.330 jiwa. Dengan demikian laju pertumbuhan penduduk rata-rata selama tahun yang bersangkutan adalah sebesar 0,77% per tahun, sebuah laju pertumbuhan kota yang relatif rendah bilamana dibandingkan dengan daerah lain. Laju pertumbuhan penduduk Kota Padang dan Kota Solok pada periode yang sama sudah mencapai rata-rata 2,3% per tahun, setinggi laju pertumbuhan penduduk alamiah. Laju pertumbuhan penduduk Kota Payakumbuh telah memberikan konsekuensi terhadap kepadatan penduduk, dimana pada tahun 2000 mencapai sebesar 1.130 jiwa per kilometer meningkat menjadi 1.265 jiwa pada tahun 2005.

2. Relatif rendahnya pertumbuhan penduduk Kota Payakumbuh disebabkan karena berbagai faktor. Diantaranya adalah menurunnya angka kelahiran. Oleh karena antara penurunan kelahiran dengan kematian tidak begitu besar pengaruhnya terhadap percepatan pertumbuhan penduduk kota, migrasi penduduk keluar dan masuk Kota Payakumbuh menjadi penjelas utama. Migrasi penduduk usia muda, khususnya usia 16-24 tahun, usia SMA dan PT cenderung ke luar Kota Payakumbuh. Sebaliknya migrasi netto positif terhadap penduduk perempuan. Persentase penduduk perempuan berusia tua

cenderung tinggi, sekitar 5,5%. Dengan demikian dinamika kependudukan Kota Payakumbuh cenderung berkurangnya secara signifikan usia pendidikan tinggi, baik karena melanjutkan pendidikan atau angkatan kerja ke daerah lain, sementara jumlah return migration, usia tua cenderung meningkat. Implikasi dari fenomena demografi dalam jangka panjang adalah Kota Payakumbuh akan menjadi salah satu kota untuk orang tua di Sumatera Barat.

3. Kemiskinan adalah salah satu indikasi penting dalam proses pembangunan Kota Payakumbuh. Berdasarkan Data Pendataan Sensus Ekonomi (PSE) Tahun 2005 yang dilakukan oleh BPS diperoleh 5.217 rumah tangga yang dikategorikan sebagai rumah tangga miskin atau sekitar 21,76% dengan penduduk 21.978 jiwa. Dari hasil PSE 2005 ini, sebanyak 3.753 (71,94%) kepala rumah tangga miskin berpendidikan SD/MI ke bawah, 916 (17,56%) berpendidikan SLTP dan 548 (10,50%) berpendidikan SLTA ke atas. Berdasarka jenis lapangan pekerjaan, kepala rumah tangga miskin ini paling banyak bekerja di sektor pertanian, yaitu sebanyak 29,31%, sektor jasa (seperti buruh cuci, kuli pasar, tukang pijit) 18,44%, sektor lainnya (seperti pemulung pengamen, tukang batu atau kayu, pencari kayu di hutan) 15,95% dan sektor perdagangan 9,74%.

4. Perlu ditelusuri persoalan spesifik kemiskinan di Kota Payakumbuh agar program dalam jangka panjang dapat disusun lebih tepat. Data terakhir tahun 2006 menunjukkan yang lebih menonjol persoalan kemiskinan di Kota Payakumbuh adalah kemiskinan yang disebabkan karena kurangnya akses pada sanitasi (21,7%) dan air bersih (27,6%). Selain dari angka kemiskinan juga disebabkan karena rumah tangga tangga memiliki keterbatasan jenjang pendidikan, sekitar dua per tiga dari penduduk miskin berpendidikan maksimum Sekolah Dasar. Tentunya mereka yang miskin perlu dikenali lebih jauh. Jika yang menyebabkannya adalah pekerjaan, maka menumbuhkan keterampilan dan permodalan menjadi salah satu solusi. Jika miskin karena penyandang cacat maka diperlukan kebijakan perlindungan sosial. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat yang membutuhkan dapat memperoleh jaminan sosial yang lebih dalam bidang pendidikan, kesehatan dan kelayakan hidup.

5. Aspek kesejahteraan sosial adalah serangkaian kegiatan pelayanan yang diberikan kepada individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat yang membutuhkan atau mengalami permasalahan sosial baik yang pencegahan, pengembangan maupun rehabilitasi guna mengatasi permasalahan yang dihadapi, sehingga mereka mampu menjalankan fungsi sosialnya. Fokus pelayanan diarahkan kepada kelompok yang beresiko tinggi, ibu dan anak, kelompok usia Manula, anak terlantar, Anak yatim dan keluarga harapan. Persoalan kesejahteraan sosial Kota Payakumbuh perlu didekati melalui sistem

jaminan sosial yang terbangun, serta proses ‘empowerment’ menjadikan kelompok tersebut menjadi modal dalam jangka panjang. 6. Untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu upaya yang perlu

ilakukan adalah mengenal akar masalah sosial. Misalnya faktor utama yang menyebabkan kemiskinan untuk Kota Payakumbuh ditemukan menurut hasil Susenas 2006 adalah terutama pada 3 sektor utama. Pertama para penganggur, kedua pekerja berada pada keluarga petani dan palawija yang menggarap lahan sendiri atau lahan orang lain dan mereka yang berusaha pada sektor pertanian.

7. Tekanan ketenagakerjaan merupakan bagian dari aspek sosial yang harus mendapatkan perhatian. Setidaknya dapat dilihat dari angka partisipasi angkatan kerja, tekanan pengangguran dan distribusi tenaga kerja. Hasil Sensus Penduduk 2000 menunjukkan bahwa besarnya angkatan kerja sebanyak 40.628 orang, dengan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 60,2%. Pada tahun yang sama angka pengangguran baru mencapai sebesar 6,1%, dengan jumlah penduduk usia kerja yang menganggur sebanyak 2.286 orang. Data Supas tahun 2005 memperlihatkan jumlah angkatan kerja meningkat menjadi 45.217 orang. Artinya setiap tahun, terdapat pertambahan angkatan kerja baru sebanyak rata-rata 900 orang di Kota Payakumbuh. Kemudian pada tahun 2005 juga jumlah pencari kerja sebanyak 4.174 orang, dengan angka pengangguran menjadi 9,9%. Sekalipun pertumbuhan ekonomi tahunan semenjak tahun 2000-2005 berkisar antara 4-6%, kelihatannya Kota Payakumbuh tekanan ketenagakerjaan semakin meningkat, walaupun secara keseluruhan kota di Sumatera Barat dimana angka pengangguran sudah mencapai di atas 10%. Bahkan di Kota Padang sudah mencapai 18,1%.

8. Uniknya angka pengangguran di Kota Payakumbuh sekalipun relatif rendah masih didominasi oleh kaum perempuan. Tahun yang sama angka pengangguran lelaki setinggi 6,5% sementara wanita sudah mencapai 15,3%. 67% dari pencari kerja adalah berusia 24 tahun ke bawah, atau masuk kategori pencari kerja baru. Artinya pengangguran berusia muda, terdidik, dan wanita perlu menjadi fokus utama dari program pembangunan. Selanjutnya, tekanan tenaga kerja diikuti oleh daya serap tenaga kerja, dimana sebanyak 15.195 orang dari tenaga kerja berpendidikan SD, atau sekitar sepertiga dari angkatan kerja hanya berpendidikan SD. Kemudian sebanyak 12.674 orang dari tenaga kerja terserap pada pekerjaan penjualan dan sebanyak 14.104 orang bekerja di sektor perdagangan. Artinya pada masa yang akan datang kebijakan peningkatan jenis pekerjaan menjadi penting dilakukan, perluasan dan diversifikasi pekerjaan penting dilakukan. 9. Upaya yang sudah dilakukan selama ini dalam kaitannya dengan

pembekalan keterampilan kerja angkatan kerja masih terbatas. Pada masa yang akan datang keterampilan kerja, jaminan peralatan, dan

modal kerja adalah salah satu yang dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan dan persiapan tenaga kerja. Selain dari itu fokus terhadap perluasan lapangan kerja untuk wanita disertai dengan peningkatan jenis pekerjaan yang dapat meningkatkan produktifitas kerja.

2.5.2. BUDAYA

1. Kota Payakumbuh yang mayoritas didiami oleh suku bangsa Minangkabau, dikenal penganut agama Islam kuat dan pemegang teguh adat dan tradisi mereka. Kedekatan agama Islam dan Adat menjadi karakteristik dan jati diri utama masyarakat Kota Payakumbuh khususnya dan Minangkabau umumnya. Pemantapan pelaksanaan kehidupan sosial dan agama di dalam masyarakat mengacu kepada falsafah “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”. Ungkapan ini menunjukkan bahwa kehidupan sosial dan budaya masyarakat di kota ini pada dasarnya dilandasi oleh ajaran Agama Islam sebagai prinsip pokok kehidupan.

2. Masyarakat Kota Payakumbuh khususnya dan masyarakat Minangkabau umumnya, secara normatif memiliki keseimbangan prinsip antara Islam dan Adat. Islam memberikan fondasi bagi prinsip kehidupan yang religius, sementara Adat memberikan fondasi bagi kehidupan yang berbudaya. Faktanya pelaksanaan ajaran Islam dan norma adat masih sering dipertentangkan, dan sering menjadi potensi konflik. Sejalan dengan pemahaman yang semakin kuat tentang pentingnya agama dan adat dalam kehidupan, prinsip pelaksanaan ajaran Islam ditransformasikan di dalam praktek adat, mengacu kepada prinsip: ‘syara’ mangato, adat mamakai’. Dengan demikian, masyarakat Minangkabau memahami sekali tentang dinamika penerapan antara ajaran Islam dan praktek adat dalam kehidupan mereka sehari-hari.

3. Pada hakikatnya masyarakat Kota Payakumbuh selalu dinamis dalam menyikapi berbagai perubahan yang terjadi di daerah. Dalam proses yang dinamis tersebut gejala-gejala positif yang menuju pada pencerahan selalu saja berdampingan dengan gejala-gejala negatif yang menyumbangkan masa depan yang suram dalam peradaban masyarakat. Gejala-gejala positif di bidang sosial keagamaan yang tumbuh dalam masyarakat Kota Payakumbuh di antaranya adalah: semakin bertambahnya jumlah rumah ibadah dengan berbagai pengembangannya, tumbuhnya berbagai lembaga zakat dengan berbagai program dan pengembangannya, jumlah masyarakat yang menunaikan ibadah haji dari tahun ke tahun terus meningkat, diajarkannya kembali mata pelajaran budi pekerti dan Budaya Alam Minangkabau pada sekolah-sekolah, mampu membaca Al-Quran

dijadikan syarat untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, adanya bimbingan dan pengarahan kepada setiap calon penganten, munculnya bimbingan keagamaan untuk tingkat remaja, majelis ta’lim untuk para wanita dan lain-lainnya.

4. Namun demikian, sejalan dengan kemajuan tersebut, terlihat pula gejala-gejala negatif di bidang sosial keagamaan yang tumbuh dalam masyarakat. Gejala-gejala tersebut antara lain adalah meningkatnya angka perceraian, moral kaum remaja terlihat semakin rendah dan adanya pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh kelompok radikal baik atas nama agama maupun atas nama kepentingan lainnya. Agama terkesan seakan-akan hanya formalitas dan simbolis. Masyarakat kebanyakan masih mengutamakan seremoni ketimbang melaksanakan makna yang dikandung dalam ajaran agama itu. Pembanguan rumah ibadah terkesan lebih diutamakan ketimbang melaksanakan ajaran agama secara “kaffah”. Pergaulan dan perilaku masyarakat cenderung meninggalkan etika dan budaya agama. Berbagai pihak belum terlalu perhatian terhadap sistem keuangan syariah dan lembaga keuangan mikro yang ada di nagari-nagari. Penyakit masyarakat seperti perjudian, tindakkan asusila, pengedar dan pemakaian obat terlarang masih cenderung menunjukkan peningkatan dan lain-lainnya.

5. Masyarakat Kota Payakumbuh memiliki perkembangan yang sangat dinamis dalam aspek pendidikan, budaya dan mata pencarian hidup. Orientasi pendidikan telah menyerap dan mengadopsi sistem pendidikan nasional dan bahkan internasional. Sistem pendidikan lokal yang berpola pesantren berada pada posisi tidak sentral dalam perkembangan pendidikan secara umum di daerah ini. Sistem pendidikan yang berorientasi ke luar, dipengaruhi juga oleh perubahan orientasi pekerjaan dari sektor pertanian kepada sektor industri, perdagangan, jasa dan pegawai negeri. Dengan demikian, pola ekonomi rakyat sangat berorientasi komersial. Dengan kondisi ini, maka orientasi kehidupan orang Minangkabau yang telah berhasil dari segi pendidikan dan ekonomi cenderung membangun pola budaya baru yang tidak berakar kepada budaya asli mereka.

6. Masyarakat Kota Payakumbuh yang dominan merupakan orang Minangkabau adalah merupakan masyarakat matrilineal. Dari pandangan sistem kemasyarakatan, prinsip matrilineal selain sangat penting, juga unik dan khas, karena ia sangat kuat dalam memberikan karakter budaya suatu masyarakat. Penggarisan keturunan dan pengelompokkan kekerabatan unilineal yang terpusat kepada kedudukan perempuan di dalam sistem sosial mengalahkan kelaziman yang umumnya berpusat kepada filosofi patriaki. Simbolisasi figur perempuan dalam kekerabatan diistilahkan dengan “limpapeh rumah nan gadang, umbun puro pegangan kunci“. Rumah gadang dan Keturunan adalah dua simbol figur kuat perempuan dalam

menentukan asal usul (procreation) dan arah (orientation) dari keturunan suatu kaum. Walaupun demikian kekuatan mereka barulah berada pada domain domestik, sementara pada domain publik, kedudukan mereka diperkuat dan dijalankan oleh kelompok kerabat laki-laki seketurunan ibu. Mereka ini menjaga dan mempertahankan kesinambungan eksistensi sistem sosial yang bersandar kepada adat dan lembaga (adat diisi, limbago dituang).

7. Salah satu potensi sumber daya manusia Kota Payakumbuh yang banyak memegang kendali ekonomi rumah tangga, ekonomi pasar dan ekonomi ulayat adalah kaum perempuan (bundo kanduang). Sebegitu jauh, posisi mereka masih berada dalam domain privat dan belum termanfaatkan dalam domain publik. Dengan demikian, selama ini posisi mereka belum bersifat penting dan sentral dalam berkontribusi bagi proses pembangunan daerah. Potensi sumber daya perempuan ini semestinya mendapat tempat yang lebih baik dalam kegiatan pembangunan daerah agar keseimbangan kekuatan sumber daya manusia secara keseluruhan dapat dioptimalkan.

8. Keberadaan tanah ulayat merupakan salah satu kharakteristik budaya masyarakat Minangkabau, termasuk masyarakat Kota Payakumbuh. Sebegitu jauh, keberadaan tanah ulayat telah memberikan dampak positif dan juga negatif terhadap proses pembangunan daerah. Dampak positif yang timbul adalah dalam bentuk lebih baiknya distribusi pendapatan dalam masyarakat karena semua kaum dan kelompok masyarakat mempunyai tanah ulayat milik bersama yang juga dapat digunakan secara bersama. Dengan demikian, walaupun terdapat kelompok masyarakat miskin, tetapi paling kurang mereka masih mempunyai tanah kaum yang dapat digunakan untuk menopang kebutuhan hidup. Akan tetapi dampak negatif yang timbul adalah tanah kaum tersebut sukar untuk diperjualbelikan karena harus mendapat persetujuan dari seluruh warga kaum dan harus dengan alasan yang sangat kuat. Akibatnya, bila ada warga masyarakat atau investor dari luar ingin memanfaatkan tanah tersebut, proses jual beli menjadi lebih rumit sehingga seringkali menghambat proses pembangunan daerah. Karena itu, perlu kesepakatan antara pemuka adat, bagaimana tanah ulayat tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendorong proses pembangunan.

9. Kelembagaan adat dalam tradisi Minangkabau adalah cerminan dari bagaimana aturan adatdijaga dan dipraktekkan dalam suatu kesatuan masyarakat hukum adat (nagari). Kelembagaan ini diwakili oleh peran kaum adat, ninik mamak. Eksistensi mereka sejalan dengan keberadaan hukum adat yang dijalankan dan dipatuhi oleh seluruh anggota suatu kaum dan suku. Filofosi aturan adat dalam sejarah atau asal usulnya datang dari nilai ajaran agama Islam. Nenek moyang orang Minangkabau telah memasukkan nilai-nilai agamais menjadi

bagian dari nilai luhur adat. Identitas orang Minangkabau akhirnya identik dengan keIslaman.

10. Secara konstruktif ideal, masyarakat Minangkabau menjalankan tiga jalinan elemen penting dalam kehidupan yakni adat, agama dan intelektualitas. Secara kelembagaan, tiga elemen tersebut tergambar dalam simbolisasi tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan. Orang Minangkabau sangat menghargai adat, agama dan akal yang dijalin dari nilai agama dan nilai adat. Idealisme ini terpatri semenjak alam minangkabau terbentang. Dapat dikatakan dalam ungkapan lain bahwa, pada satu sisi, keberadaan Minangkabau diwakilkan dengan keberadaan fungsi dan peran dari kaum ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai. Sementara di sisi lain, orang Minangkabau kebanyakan, yang seringkali digambarkan sebagai anak kemenakan, adalah warga dari kesatuan masyarakat hukum adat yang harus patuh menjalankan adat dan ajaran agama. Mekanisme yang terus dipertahankan semenjak masa ninik mamak dahulu, telah membawa kebesaran nilai dan keberadaan orang Minangkabau. Namun dalam perjalanannya, Minangkabau mengalami tantangan besar, oleh karena kehidupan masyarakat semakin beragam dan kompleks.

11. Semenjak masuknya arus globalisasi melalui peran komunikasi dan jalur informasi modern, maka batas-batas sosial kita semakin kabur, meskipun interaksi sosial semakin berkembang. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembangnya komunitas-komunitas baru di luar batas kesatuan identitas sosial yang ada, artinya kesatuan sosial tidak lagi diikat oleh batas-batas nagari, suku atau kaum. Ikatan sosial sudah berkembang kearah kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi, atau kepentingan lainnya yang kadang-kadang tak masuk akal. Sementara ini, sejalan dengan perkembangan teknologi, peralatan canggih untuk menopang kehidupan sehari-hari ditengah masyarakat justru melahirkan perilaku sosial yang keluar dari nilai kemuliaan. Anak-anak dan remaja lebih suka permainan elektronik dari pada bermain permainan rakyat seperti, gasing, genggong, dll. Remaja dan orangtua berekreasi dengan penampilan “kota” ke plaza daripada ke kampung atau nagari. Kesemuanya ini menunjukkan bahwa budaya masyarakat Minangkabau mulai berobah menjadi budaya orang modern, seperti gaya hidup kota, walaupun kemampuan finansial mereka masih tergolong lemah.