• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Kelembagaan Masyarakat

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Struktur Sosial Masyarakat

6.1.4 Struktur Kelembagaan Masyarakat

6.1.4 Struktur Kelembagaan Masyarakat

Lembaga-lembaga formal yang terdapat di perkampungan nelayan adalah lembaga Pemerintahan Kampung (Kepala Kampung, Sekretaris Kampung, Kepala Urusan, dan Ketua RT), Badan Perwakilan Kampung, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, PKK dan Karang Taruna. Selain itu juga terdapat kelompok arisan, pengajian dan shalawatan. Beberapa pengurus organisasi massa dan partai politik juga telah berdiri di sebagian besar perkampungan nelayan. Sedangkan lembaga non formal misalnya pegawai 12.

No Status Kewajiban Hak

1 Punggawa •Penghidupan subsistem dasar, berupa pemberian pekerjaan tetap, penyediaan logistik dan sembako, jasa pemasaran, dan bantuan teknis.

•Jaminan krisis subsisten berupa pinjaman yang diberikan pada klien menghadapi kesulitan ekonomi.

•Memberikan jasa kolektif berupa bantuan untuk mendukung sarana umum setempat.

Membeli ikan hasil tangkapan nelayan.

Memanfatkan tenaga dan keahlian dari nelayan untuk kepentingan punggawa, misal merawat kapal, alat tangkap.

2 Nelayan •Menjual ikan hasil tangkapan kepada punggawa.

•Menyediakan tenaga dan keahlian untuk kepentingan punggawa, misal jasa pekerjaan dasar, jasa tambahan bagi rumah tangga punggawa.

Mendapat penghidupan subsistem dasar (pekerjaan, penyediaan logistik dan sembako untuk melaut, pemasaran, bantuan teknis).

Pinjaman uang pada saat nelayan membutuhkan.

Semua desa atau kampung di Kepulauan Derawan memiliki apa yang dinamakan ‘pegawai 12’ ini. “Pegawai 12” adalah lembaga yang mengurus, menjaga, memelihara dan melaksanakan hal-hal yang dianggap berkaitan dengan agama (Islam). Markas lembaga ini, secara formal, adalah masjid. Organisasi lembaga ini terdiri dari: penghulu, imam, khatib, bilal dan mukim. Tugas penghulu mengurus dan melayani pernikahan atau perkawinan. Tugas imam memimpin sembahyang / shalat berjamaah: shalat lima waktu sehari semalam, shalat Jum’at, shalat Tarawih, shalat Idul Fitri dan Idul Adha serta shalat jenazah. Bilal bertugas mengumandangkan azan setiap waktunya tiba (waktu shalat atau pada waktu upacara mandi safar), menangani jenazah, dan lain-lain. Tugas khatib memberi ceramah atau khutbah pada saat Jum’at-an atau pada ketika yang lain. Dan terakhir tugas mukim, ialah menjaga dan memelihara kebersihan dan merawat peralatan-peralatan yang ada di masjid.

Jumlah dari keseluruhan orang (petugas) yang mengurus lembaga ini adalah 12 orang. Komposisinya bisa berbeda dari satu ke lain kampung. Di kampung Bohesilian misalnya, penghulu satu orang dan biasanya pengulu ini ditunjuk atau diutus oleh Departemen Agama Kecamatan. Imam jumlahnya dua orang, khatib dua orang, bilal enam orang dan mukim satu orang. Di

desa/kampung Pulau Derawan, imamnya empat orang termasuk satu penghulu, khatib tiga orang, bilal tiga orang dan penjaga masjid dua orang (total: 12 orang). Di Bohe Silian penghulu sekaligus menjadi “pimpinan” lembaga, sementara di Pulau Derawan pimpinan lembaga adalah imam tua.

Lembaga ini, di kampung mana pun berada, sifatnya lebih banyak monopang, menyokong dan menunggu permintaan warga untuk sesuatu

keperluan. Di Masjid lembaga ini eksis, menyelenggarakan sholat lima waktu dan shalat jum’at secara berjamaah. Tetapi mereka tidak mampu menarik dan ataupun memaksa lebih banyak lagi warga untuk menambah jumlah jamaahnya dari waktu ke waktu. Porsi anak-anak dapat dikatakan seimbang atau bahkan lebih besar ketimbang porsi orang dewasa dalam setiap berjamaah. Kecuali pada saat jum’at atau magrib, orang dewasa bisa lebih besar namun tidak seberapa jumlahnya. Dibanding jumlah penduduk, jama’ah shalat tidak sampai lima persen. Sikap Pegawai 12, sama seperti sikap keluarga, tidak terlibat dalam

menggolong-86

golongkan warga ke dalam golongan santri atau bukan santri, kaum tua atau kaum muda, sehingga tidak menimbulkan dinamika atau ketegangan di dalam

kehidupan beragama di kalangan masyarakat.

Personil-personil lembaga 12, khususnya penghulu, dibutuhkan

masyarakat pada waktu adanya akad-nikah. Penghulu yang memimpin acara akad nikah sekaligus melengkapi surat-surat adminstrasi pernikahan itu, termasuk buku/surat nikah. Kepala Kampung biasanya menjadi salah satu saksi atas

pernikahan itu dan ditambah satu saksi lagi dari tokoh agama (imam atau khatib). Tokoh agama ini juga memberikan khutbah atau menyampaikan doa selepas akad nikah berlangsung.

Mejelang diadakannya suatu pernikahan, sehari atau dua hari sebelumnya, ahli bait biasanya mengadakan acara syukuran. Syukuran ini, meski maknanya mengekspresikan bahagia, selalu saja bersuasana religius. Doa-doa dipanjatkan secara beramai-ramai di bawah komando tokoh agama, orang yang fasih

membacakan dan menghafalkan doa-doa ialah imam, khatib atau bilal. Tidak ada syukuran tanpa kehadiran sama sekali tokoh agama, sehingga mereka merasa dibutuhkan. Meraka akan datang ke suatu syukuran hanya apabila diundang. “Kita tidak datang kalau tidak diundang”, kata Pak Armansyah (56), imam di Kampung Payung-payung. Tetapi sangat jarang untuk acara-acara seperti ini orang tidak mengundang tokoh agama. “Kecuali untuk urusan kematian, kita akan datang tanpa diundang”, kata Bilal di Payung-payung.

Personil lembaga pegawai 12 paling menonjol perannya dalam menangani kematian, disebut “kerja orang mati”. Kerja ini meliputi memandikan,

mengkafankan, men-shalatkan, menguburkan, mendoakan jenazah (doa arwah dan doa selamat18). Kerja ini diselenggarakan dalam rangka fardhu kifayah, artinya kewajiban yang harus dijalankan oleh muslim terhadap muslim yang meninggal dunia: “Akan mendapat dosa seluruh isi kampung bila tak seorang di antara

18 Acara-acara doa arwah dan doa selamat dapat meliputi: tahlilan (acara membaca doa 3 hari berturut-turut setelah musibah kematian), doa arwah (acara mendoakan orang yang sudah meninggal di hari ke-7, ke-14, ke-40, ke-100, dan ke-1000), akikah, serta berbagai macam acara syukuran dalam hal kelahiran, pindah rumah, perkawinan dan sebaginya.

mereka melakukan kewajiban ini”. Dalam kerja ini bilal sangat penting perannya. Maka dari itu seorang bilal dari Bohe Silian mengatakan:

“Pegawai 12 harus bisa bersikap adi, tidak boleh mencampur-adukkan kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat. Karena tugas pegawai 12 menyangkut kepentingan masyarakat maka tidak boleh tidak datang kepada keluarga orang meninggal karena ada dendam pribadi”. Artinya, keberatan-keberatan pribadi harus disingkirkan dan didahulukan kepentingan orang lain yang mendapat musibah. Pegawai 12 juga berjasa

menyokong penyelenggaraan kegiatan-kegiatan massal yang bersifat religius seperti: Tolak Bala (10 Safar), Talian (Bulan Maulud) dan Assyura (10 Muharram).

Di Pulau Derawan upacara tolak-bala berlangsung di laut, yaitu di suatu tempat di gusung19, pada saat pasang surut. Seluruh warga, kecuali yang tidak sanggup secara fisik, pada hari itu berangkat dengan kapal-kapal milik mereka ke gusung. Anak-anak hingga orang dewasa laki perempuan hadir di sana. Di sana diadakan upacara yang tidak terlalu rumit. Hadirin sesampai di tempat, berdiri membentuk lingkaran besar tetapi masih di dalam batas tonggak kayu yang telah ditancapkan di empat penjuru mata-angin (empat penjuru rumah) sehari

sebelumnya. Empat orang, terdiri dari bilal, masing-masing mengumandangkan azan di empat penjuru mata angin tadi. Siap azan, imam membaca doa. Doa yang dibaca, kata Ahmad Yani (51) (imam masjid Pulau Derawan) adalah ‘salamun qaolam mir robbir rohim’. Lalu hadirin saling bersiram-siraman air laut hingga basah kuyup. Itulah sebabnya upacara ini juga dinamakan upacara mandi safar. Sesudah mandi-mandi di laut para hadirin peserta upacara pulang ke kampung dan menuju masjid untuk makan ketupat. Para ibu-ibu, sebelum berangkat ke gusung, ternyata terlebih dahulu mengantarkan ketupat hasil olahannya ke masjid.

Ketupat-ketupat ini memang dimaksudkan untuk disantap bersama-sama warga sekampung sepulang mandi-mandi di laut. Caranya, sebelum di santap, ketupat-ketupat beserta adonannya yang lain didoakan lebih dahulu. Imam, dalam hal ini, kembali membaca dan memimpin doa. Menurut Penghulu Kampung, Pak Armansyah, upacara mandi safar atau tolak bala itu tidaklah sekedar mandi di laut. Sebelum mandi di laut, pegawai 12 dan tokoh-tokoh masyarakat sudah

88

berkeliling kampung sambil membacakan yasin. “Surat yasin dibaca sambil berjalan mengelilingi kampung dan berakhir di ujung kampung”.

Sumber : Bestari (2007)

Gambar 15. Ritual Mandi Safar oleh masyarakat Bohesilian (Bestari)

Simbol-simbol Islam seperti kaligrafi dan ayat-ayat yang dipetik dari kitab suci Al-Qur’an (umumnya produk pasar) banyak terlihat dipajang di dinding-dinding ruang tamu rumah penduduk. (Barang-barang ini, menurut informan, diperoleh dari lelek julukan untuk pedagang keliling, termasuk penjual barang yang datang dari luar kampung untuk menjual barang secara kredit). Simbol-simbol ini dapat menjadi petunjuk bahwa penghuni rumah tersebut agamanya Islam. Tetapi di samping simbol-simbol Islam, di rumah-rumah penduduk juga terpajang benda-benda khusus lain yang merupakan simbol kepercayaan, seperti “ajimat” dan bendera kuning. Kedua benda ini berhubungan dengan kepercayaan yang kepemimpinannya ada di tangan dukun.

6.1.4.1 Struktur Pemerintahan Desa

Desa sebagai suatu kesatuan administrasi terkecil yang menempati tingkat paling bawah dalam susunan pemerintahan nasional. Sebagai suatu kesatuan administratif desa memiliki suatu sistem pemerintahan untuk mengurus rumah tangga. Pemerintahan desa terdiri dari perangkat pemerintahan desa dan Badan Pengawas Kampung (BPK). BPK merupakan lembaga baru dalam pemerintahan desa dimasa otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Otonomi Daerah. Secara struktural organisasi birokrasi desa terdiri dari satu orang Kepala Kampung yang didampingi oleh seorang sekretaris desa dan beberapa kepala urusan.

Bagian urusan yang ada di kampung adalah urusan pemerintahan, urusan pembangunan, urusan umum.

Struktur pemerintah Republik Indonesia yang paling dini dikenal oleh masyarakat kepulauan Derawan adalah pemerintahan kampung. Lewat sejumlah intervensi, pemerintahan yang dipimpin oleh orang lokal ini berkembang sehingga

menjadi satu kekuatan yang sulit dihindari. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tersalur ke desa-desa, ditembus lewat lembaga ini dan dilaksanakan oleh lembaga ini pula. Mulai dari KTP hingga urusan berumahtangga, mulai dari urusan

ekonomi hingga urusan politik, mulai dari kesenian, olah raga, kesehatan hingga pendidikan, semuanya melibatkan lembaga ini. Tidak terasa, lama kelamaan lembaga ini kian menguat melebihi lembaga-lembaga lain yang ada di kampung.

Orang-orang yang datang dari luar kampung, apa pun urusannya, selalu memperhitungkan Kepala Desa atau Ketua RT. Siapa pun yang masuk kampung dengan niat baik, juga tidak segan melaporkan kehadirannya kepada kepala desa. Kalau peneliti yang masuk kampung, tidak jarang menjadikan kepala desa sebagai responden atau orang yang merepresentasikan desa. Atau sebagai informan, kalau yang datang adalah peneliti-peneliti dari kalangan kualitatif. Tanpa disengaja, sikap-sikap orang luar ini pun ikut memberi bentuk penguatan sosial, politik dan hukum kepada kepala desa beserta perangkatnya.

Akan tetapi dengan bertumpuk-tumpuknya tugas yang harus dijalankan oleh kepala desa di desanya masing-masing, kepala desa sulit menyusun program kerja. Belum selesai satu pekerjaan ditangani sudah datang lagi pekerjaan lainnya, sementara ‘yang kerja’ dan ‘sumberdaya yang kerja’ tidak terlalu super. Ditambah dengan teknologi yang sangat terbatas, membuat pekerjaan itu menjadi semakin keteter. Di Payung-payung, sebagai contoh, kepala desa dalam waktu bersamaan bertugas menyiapkan kegiatan-kegiatan menyambut hari ulang tahun kampung 5 mei 2008, mengisi formulir super-rumit untuk mendata calon pemilih dalam program Pilkada, mensosialisasikan undang-undang No.32 tahun 2004,

melayani/mendukung program LSM dalam ekowisata, menyelesaikan sengketa perbatasan dengan Teluk Harapan, mengatasi masalah penutupan jalan umum oleh pengusaha Maratua Paradise, mendukung program pemetaan sumberdaya dari LSM, peneliti dari IPB dan peneliti dari Unmul dan sejumlah soal ‘dalam negeri’ berkenaan dengan belum rampungnya pembentukan lembaga-lembaga seperti Dakayu Akkal. Tugas-tugas tersebut masih belum termasuk tugas-tugas dalam rangka menghadiri berbagai undangan dari kecamatan, undangan dari warga yang mengadakan hajatan, melayani/menyambut tetamu suatu acara perkawinan, menjadi saksi sebuah pernikahan, dan seterusnya.

90

6.1.4.2Organisasi Berbasis Masyarakat

Organisasi yang ada di dalam kehidupan masyarakat adalah Badan Kelola Kawasan (BKK), BKK ini telah di bentuk di setiap kampung sehingga ada lima Badan Kelola Kawasan yang terdapat di Kepulauan Derawan, yakni satu di Pulau Derawan dan empat di Pulau Maratua. Tujuan dari Badan Kelola Kawasan ini adalah untuk mensejahterakan masyarakat umum melalui pengelolaan

sumberdaya alam dan pelestariannya. Sehingga untuk mewujudkan tujuan tersebut maka setiap Badan Kelola Kawasan membuat rencana kerja dimana rencana kerja tersebut dibuat sesuai dengan kondisi sumberdaya alam yang ada di masing-masing kampung. Struktur kelembagaan di dalam organisasi ini adalah Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, seksi ekowisata, seksi konservasi, seksi pemberdayaan ekonomi serta penasehat yang terdiri dari Badan Pengawas Kampung (BPK) dan Camat.

Di Kepulauan Derawan masih ada organisasi berbasis masyarakat yang konsen terhadap kesejahteraan nelayan, yaitu Forum Komunikasi Masyarakat Nelayan (Formal). Keterpolaan hubungan antara lapisan atas dengan lapisan bawah dan menengah serta dengan banyaknya nelayan dari luar Kepulauan Derawan yang masuk ke wilayah perairan menyebabkan konflik kepentingan dalam perebutan sumberdaya.20 Sehingga karena alasan inilah menjadi awal terbentuknya Forum Komunikasi Masyarakat Nelayan. Bapak Andi Erson (52) sebagai salah satu pengurus Formal mengatakan konflik yang terjadi antara nelayan lokal dan nelayan andon serta nelayan lengkong telah membuat gerah nelayan lokal, akan tetapi sebelum terbentuknya Formal nelayan belum satu suara dalam penanganan masalah, sehingga setelah terbentuknya Formal diharapkan dapat mengakomodasi semua kepentingan yang ada.21

Formal saat ini telah terbentuk di 6 kecamatan pesisir, yaitu kecamatan Pulau Derawan, Tabalar, Biduk-biduk, Talisayan-Lempake, dan Batu Putih. Untuk Kecamatan Maratua belum terbentuk Formal. Pada tingkat elit organisasi,

20

Konflik yang terjadi biasanya karena adanya kapal Andon, kapal lengkong yang beroperasi di wilayah tangkapan nelayan lokal. Nelayan ini berasal dari daerah Tarakan dan Nunukan. 21 Pernyataan ini juga termuat di dalam Koran Editor Berau edisi No.VIII/Tahun I/Mar-Apr 2008, dan hasil wawancara dengan beliau. Andi Erson merupakan tokoh masyarakat Kampung Pegat, dan juga seorang punggawa. Sekarang dipercayakan menjadi Ketua Jaman (Jaringan Masyarakat Nelayan) Kabupaten Berau.

Formal terdiri dari Ketua, Wakil, Sekretaris, Bendahara, dan Koordinator di tiap kampung, dan untuk lebih melegalkan forum ini maka pada tanggal 24 November 2006 Formal Kecamatan Pulau Derawan telah di akte notariskan. Bahkan saat ini Formal ini telah membentuk jaringan untuk di tingkat Kabupaten Berau, sehingga Formal yang terbentuk di tiap kecamatan akan berada di bawah Jaman (Jaringan Masyarakat Nelayan). Berdasarkan fungsi tersebut selain organisasi yang mengurus aspirasi nelayan, Formal juga merupakan salah satu organisasi politik masyarakat.22

Di Kepulauan Derawan juga telah dibentuk Kelompok Masyarakat Pengawas yang dibentuk oleh DKP, di setiap kampung kelompok ini berjumlah 10 orang dan telah berjalan sejak tahun 2007. Tugas dari Pokmaswas ini adalah melaporkan informasi jika adanya pelanggaran dalam pengelolaan dan

pemanfaatan sumberdaya perikanan, serta melaporkan jika adanya tindak pidana perikanan oleh kapal ikan Indonesia, maupun kapal ikan asing kepada pengawas perikanan, TNI-AL dan Polri.

(a) (b) Keterangan :

(a) Lokasi persemaian bibit mangrove milik Formal. (b) Papan nama Pokmaswas di Kampung Payung-payung.

Gambar 16. Fasilitas yang Dimiliki Organisasi Masyarakat.

6.1.4.3Organisasi Non-Pemerintah (ORNOP)

Untuk mendukung kegiatan konservasi penyu di Kepulauan Derawan maka pemerintah bekerjasama dengan berbagai LSM baik yang berskala lokal, regional maupun internasional. LSM yang masih menjalankan programnya di Kepulauan Derawan yang berskala lokal, selama ini pemerintah bekerjasama dengan Yayasan Berau Lestari (Bestari), dan Com-Viro. Lalu ada LSM skala regional seperti WWF Indonesia, dan untuk LSM skala internasional seperti The

22 Politik yang dilakukan yaitu strategi untuk mendapatkan legitimasi atas persengketaan wilayah tangkapan untuk kepentingan anggota Formal.

92

Nature Conservancy (TNC), dan Turtle Foundation (TF) serta Conservation International (CI).

Sebenarnya dalam proses konservasi yang telah dijalankan selama ini masih ada LSM yang pernah berperan, akan tetapi dengan berbagai alasan sekarang LSM tersebut tidak lagi menjalankan programnya di Kepulauan Derawan, adapun LSM tersebut adalah : Kalbu, Kehati,& Mitra Pesisir. Namun untuk LSM Kehati masih tetap medukung dana lewat LSM Bestari.

(a) (b) (c) (d) Sumber : WWF (2007)

Keterangan :

(a) Stasiun kelautan bersama (TNC,WWF,Mitra Pesisir). (b) Pos pengamanan bersama (WWF,TNC,Pemkab Berau). (c) Speed Boat untuk operasional di Kepulauan Derawan. (d) Stasiun monitoring penyu di Pulau Sangalaki.

Gambar 17. Fasilitas yang Dimiliki Oleh Berbagai LSM di Kepulauan Derawan

Untuk LSM lokal pendiri dari organisasi ini merupakan orang yang memiliki pendidikan dan status tinggi dalam lapisan masyarakat. Pendirian lembaga tersebut bermula dari rasa keprihatinan atas berubahnya lingkungan disekitarnya seperti kerusakan terhadap hutan pantai dan berkurangnya penyu, akibat penebangan yang dilakukan oleh masyarakat serta kelangkaan penyu akibat pengambilan telur penyu. Hal ini menjadi suatu tujuan untuk melakukan

pembalikan posisi lingkungan kepada aslinya dengan melestarikan hutan pantai dan penyu sebagai salah satu satwa kebanggaan yang berada di Kepulauan Derawan.

6.2 Partisipasi Masyarakat dalam Konservasi Penyu