WISATA ZIARAH
C. Usaha Perjalanan Wisata
3.4 Sumber Daya Manusia
Permasalahan
- Belum adanya paket dan pola perjalanan wisata yang mengintegrasikan berbagai daerah di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan menyebabkan terbatasnya kunjungan wisatawan.
- Belum optimalnya pengembangan berbagai daya tarik wisata, sarana dan prasarana pendukung pariwisata menghasilkan keterbatasan kunjungan wisatawan ke Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan.
- Belum dilakukannya riset pasar detil, khusus untuk Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan sehingga karakteristik dan kebutuhan wisatawan terhadap produk pariwisata di kawasan wisata unggulan ini belum teridentifikasi. Riset pasar ini perlu dilakukan dalam pengembangan produk pariwisata di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. - Keterbatasan informasi, promosi, dan pengemasan produk wisata yang diterima
wisatawan sehingga mereka kurang berminat untuk berkunjung ke berbagai objek wisata kria dan budaya.
3.4 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan kepariwisataan daerah, di mana kesuksesan pengembangannya, baik dalam segi produk
maupun pelayanan bergantung kepada kualitas SDM yang berkecimpung dalam kepariwisataan. Untuk lebih mengetahui potensi dan permasalahan SDM yang terdapat di KW Kria dan Budaya Priangan, terlebih dahulu kita lihat karakteristik SDM di kawasan ini. Tabel 3.56 Jumlah Penduduk Usia Produktif di KW Kria dan Budaya Priangan Tahun 2005 Sumber : Jawa Barat Dalam Angka 2006, BPS
Berdasarkan tabel di atas, jumlah penduduk usia produktif di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan berjumlah 4.056.638 jiwa atau sekitar 64,14% dari keseluruhan jumlah penduduk berusia produktif di kawasan ini. Kabupaten Garut mempunyai jumlah penduduk usia produktif terbanyak, yaitu 1.421.245 atau sekitar 35,03% dari keseluruhan. Kabupaten Tasikmalaya menduduki urutan kedua yaitu 1.096.743 jiwa atau 27,03% dari jumlah keseluruhan. Sebaliknya Kota Banjar mempunyai jumlah penduduk usia produktif paling sedikit, yaitu 113.238 jiwa atau 2,79% dari jumlah keseluruhan.
Sementara itu jumlah penduduk yang bekerja pada sektor pariwisata, khususnya pada bidang perhotelan dapat dilihat pada tabel di bawah ini, dimana Kabupaten Garut merupakan daerah terbesar yang mempekerjakan SDM di berbagai hotel bintang, yaitu 218 jiwa atau 59,72% dari jumlah keseluruhan, diikuti oleh Kota Banjar sebanyak 77 jiwa atau sebanyak 21,1% dari jumlah keseluruhan.
Tabel 3.57
Jumlah Tenaga Kerja di Hotel Bintang
No Daerah Jumlah Penduduk yang
Bekerja di Hotel Bintang 1 Kab. Garut 218 2 Kab. Tasikmalaya ‐ 3 Kab. Ciamis 70 4 Kota Tasikmalaya ‐ 5 Kota Banjar 77 Jumlah 365 orang Sumber : Jawa Barat Dalam Angka 2006, BPS
Dengan melihat pada gambaran di atas, maka dapat ditelaah potensi dan permasalahan aspek SDM di KWU Priangan berikut ini.
No Daerah Jumlah Penduduk
Usia Produktif 1 Kab. Garut 1.421.245 2 Kab. Tasikmalaya 1.096.743 3 Kab. Ciamis 1.027.024 4 Kota Tasikmalaya 398.388 5 Kota Banjar 113.238 Jumlah 4.056.638
Potensi:
• Jumlah penduduk usia produktif yang mendominasi jumlah keseluruhan penduduk di KWU Priangan (64,14%) dapat dilihat sebagai potensi bagi penyediaaan tenaga kerja yang berlimpah. Hal ini tentunya harus ditunjang dengan perkuatan kualitas SDM, misalnya dengan adanya program pelatihan dan pembinaan tenaga kerja.
• Sifat masyarakat yang kreatif dan berdaya usaha tinggi menghasilkan peluang bagi pengembangan produk kria dan budaya. Hal ini dapat dilihat dari tumbuh dan berkembangnya berbagai sentra kerajinan dan industri kria dan budaya di berbagai tempat di KWU Priangan dengan menonjolkan ciri khas dan lokaliatas masing‐masing. • Pesatnya kemajuan teknologi mengakibatnya cepatnya akses informasi yang dapat
diterima oleh pengusaha wisata (baik dari internet, tv, radio, koran, dan telekomunikasi), sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan usaha kepariwisataan.
Permasalahan:
• Terbatasnya jumlah tenaga kerja yang bekerja pada instansi pemerintahan, dalam hal ini yang terkait dengan kepariwisataan, misalnya Kota Banjar. Minimnya personil yang berbanding terbalik dengan tingginya beban/load pekerjaan berpotensi untuk dapat menghasilkan terbatasnya pencapaian target dalam pengembangan kepariwisataan daerah.
• Terbatasnya jumlah dan keterlibatan organisasi masyarakat yang diharapkan dapat menjadi generator pengembangan kepariwisataan berbasis masyarakat (tourism community development). Walaupun pada beberapa daerah sudah terdapat KOMPEPAR (Kelompok Penggerak Pariwisata), akan tetapi hal ini belum menunjukkan hasil yang signifikan bagi pengembangan kepariwisataan KWU Priangan.
• Persepsi masyarakat terhadap kegiatan wisata tidak selamanya baik. Hal ini dapat dilihat dari penolakan terhadap pengembangan wisata di kawasan‐kawasan tertentu. Harus diperhatikan pengembangan pariwisata yang menghormati nilai‐nilai lokal. • Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pariwisata, misalnya terbatasnya kualitas
pelayanan yang diberikan dan kurangnya kebersihan yang terdapat di berbagai objek wisata. Kualitas ini menjadi tolok ukur kenyamanan wisatawan.
• Minimnya pelatihan dan pendidikan mengenai pengembangan keahlian usaha kria dan budaya pada masyarakat. Hal ini dapat mengakibatkan stagnasi produk dengan ketiadaan terobosan atau inovasi produk‐produk baru. Akibatnya daya jual menurun, karena ketidakmampuan pengusaha untuk mengembangkan daya saingnya di bidang usaha pariwisata.
• Hal yang sama terjadi pada ketidakmerataan akses informasi (baik dari internet, radio, tv, koran,dll) yang diterima para pelaku usaha pariwisata yang mengakibatkan keterbatasan inovasi serta kegagalan dalam menangkap pangsa pasar.
• Terbatasnya jumlah guide atau pemandu baik lokal maupun regional yang memenuhi syarat, yaitu penguasaan interpretasi dan bahasa. Hal ini dapat menghasilkan dangkalnya muatan interpretasi terhadap produk‐produk wisata.
• Guide pada umumnya merupakan tenaga kerja BPW yang sebagian besar terdapat di kota‐kota besar di luar wilayah KWU Priangan, misalnya Bandung, Jakarta, dll. Hal ini menghasilkan terbatasnya kesempatan bagi penduduk setempat untuk berkarir sebagai guide. Hal ini diperkuat oleh karakteristik kunjungan wisatawan yang bersifat repeater atau berulang (lihat Tabel Karakteristik Wisatawan yang Datang Berkunjung ke Jawa Barat), dimana karakteristik wisatawan seperti ini umumnya lebih mempercayakan perjalanan mereka kepada pemandu dan BPW yang mereka sudah kenal sebelumnya. • Terdapatnya kecenderungan krisis SDM dalam pengembangan industri kria dan budaya,
contohnya kurangnya regenerasi pekerja, karena banyak generasi muda yang kurang tertarik untuk bergelut dalam bidang kria dan budaya (misal Batik Garutan). Hal ini mengakibatkan dapat mengakibatkan penciutan jumlah usaha yang bergerak di bidang kria dan budaya.
• Perlunya standarisasi kompetensi SDM pariwisata diantaranya disebabkan oleh minimnya ketersediaan lembaga pendidikan yang terkait dengan pariwisata.