a. Industri Makanan Dodol Garut Dodol Garut merupakan salah satu komoditas penganan yang telah mampu mengangkat citra Kabupaten Garut sebagai produsen dodol yang berkualitas tinggi dengan jenis yang beraneka ragam. Dodol Garut dikenal luas karena rasanya yang khas, legit dan memiliki kekenyalan yang berbeda dari produk sejenis dari daerah lain. Bahan dasar dari industri dodol ini adalah tepung ketan, gula aren, dan santan kelapa.
Industri dodol berkembang sejak tahun 1926, diawali oleh seorang pengusaha yang bernama Ibu Karsinah dengan proses pembuatan yang sangat sederhana dan terus berkembang hingga saat ini. Beberapa hal yang menyebabkan dodol Garut memiliki kekhasan tersendiri adalah:
1. Memiliki cita rasa yang berbeda dan mampu bersaing dengan jenis dodol yang berasal dari daerah lain;
2. Harganya terjangkau dan merupakan makanan yang sangat digemari oleh masyarakat;
3. Proses pembuatannya sangat sederhana dan bahan bakunya mudah diperoleh; 4. Tidak menggunakan bahan pengawet dan tambahan bahan makanan yang bersifat
sintetis;
5. Memiliki daya tahan cukup lama (3 bulan).
Keunggulan lain dari komoditi ini adalah produknya yang mudah dikembangkan dengan memodifikasi bahan baku utamanya yaitu dengan memanfaatkan bahan lain seperti misalnya buah waluh, kentang, kacang, pepaya, nenas, sirsak dan lain sebagainya. Dekranasda juga membantu pemasaran melalui pameran‐pameran, perbaikan kualitas produk maupun perbaikan desain kemasan melalui pelatihan ataupun training bagi pengusaha yang bergerak di industri ini. Rata‐rata kapasitas produksi dodol Garut pertahun adalah sebanyak 4.378 ton. Potensi industri dodol Garut pada tahun 2006 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.4
Potensi Industri Dodol Garut Pada Tahun 2006
Uraian Formal Non Formal Jumlah
Jumlah Unit Usaha (Unit) 40 45 85 Tenaga Kerja (Orang) 1.178 1.261 2.439 Investasi (000 Rp) 570.000 337.500 907.500 Nilai Produksi (000 Rp) 23.860.770 16.784.000 40.644.770 Wujud Produksi Dodol ketan, kacang, susu, coklat, wijen, dan dodol buah‐buahan Daerah pemasaran Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, Bali , Brunai, Malayasia, Jepang, Arab Saudi, Singapura, Inggris. Sumber : Dinas Perindag Penanaman Modal Kabupaten Garut
b. Jeruk Garut
Citra Kabupaten Garut sebagai sentra produksi jeruk di Jawa Barat khususnya dan nasional pada umumnya, diperkuat melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 760/KPTS.240/6/99 tanggal 22 Juni 1999 tentang Jeruk Garut yang telah ditetapkan sebagai Jeruk Varietas Unggul Nasional dengan nama Jeruk Keprok Garut I. Penetapan tersebut pada dasarnya menunjukkan bahwa Jeruk Garut merupakan salah satu komoditas pertanian unggulan nasional yang perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan kualitas maupun kuantitas produksinya.
Sudah sejak lama, jeruk Garut telah populer dan menjadi trademark dari Kabupaten Garut. Oleh karena itu, sesuai dengan Perda No. 9 Tahun 1981, jeruk Garut kemudian dijadikan sebagai komponen penyusun lambang daerah Kabupaten Garut. Selain sebagai buah yang menjadi ciri khas Kabupaten Garut, jeruk juga merupakan komoditas sub‐ sektor pertanian tanaman pangan yang mempunyai prospek cukup cerah dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sebagai komoditas unggulan khas daerah, jeruk Garut mempunyai peluang tinggi untuk terus dikembangkan karena adanya keunggulan komparatif dan kompetitifnya, serta adanya peluang yang masih terbuka luas. Dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya, jeruk Garut akan mampu bersaing dengan produk sejenis baik pada tingkat nasional seperti halnya jeruk Medan, jeruk Pontianak serta jeruk impor seperti jeruk Mandarin dan jeruk New Zealand. Investasi pada komoditas ini cukup prospektif dan dapat memberikan nilai tambah ekonomis yang cukup tinggi baik bagi para petani maupun investor yang terlibat didalamnya.
Sebagai daerah sentra produksi jeruk, Pemerintah Kabupaten Garut yang telah didukung oleh berbagai pihak terkait terus berusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya. Saat ini belum ada sumber yang melaporkan kapasitas jeruk Garut secara spesifik, karena pada umumnya dalam pelaporannya, komoditas jeruk Garut terselip di antara tanaman jeruk siam/keprok yang tersebar di beberapa wilayah Kabupaten Garut.
c. Makanan Khas Garut Lainnya
Selain dodol dan jeruk, Kabupaten Garut juga memiliki beberapa makanan khas daerah yang sudah cukup dikenal luas oleh masyarakat dan telah berkembang menjadi usaha industri kecil maupun rumah tangga, diantaranya yaitu:
Burayot
Burayot terbuat dari gula merah dan tepung beras pilihan, bahan dan rasanya sama dengan makanan khas daerah lainnya yang dikenal dengan nama ali agrem atau kue cuhcur. Bedanya yaitu dari segi bentuk, kue ini di Garut dibuat bundar keriput atau dikenal dengan istilah ʺngaburayotʺ (kata orang Sunda) maka kemudian kue terssbut banyak dikenal dengan nama burayot. Makanan ini banyak diproduksi oleh masyarakat Garut terutama di wilayah Leles, karena bahannya mudah didapat dan cara membuatnya yang mudah.
Ladu
Ladu adalah makanan yang terbuat dari beras ketan dan diolah sedemikian rupa sehingga menjadi hidangan yang khas serta rasanya yang berbeda dengan makanan lainnya. Pertama kali ladu diperkenalkan oleh masyarakat di wilayah Malangbong Garut.
Angleng dan Aneka Wajit
Angleng dan wajit, sebenarnya mirip dengan dodol Garut yang diproduksi dari beras ketan dan gula merah. Bedanya kalau dodol diolah menjadi semacam karamel, sedangkan wajit tidak. Makanan ini banyak diproduksi oleh masyarakat di Kabupaten Garut khususnya di wilayah Kecamatan Cihurip. Kurupuk Kulit Khas Garut Makanan yang berupa kerupuk ini berkembang seiring dengan banyaknya penyamakan kulit di wilayah Kabupaten Garut. Pada proses penyamakan ada bagian dari bahan baku kulit yang tidak diolah dan kemudian dibuang begitu saja. Untuk memanfaatkan bagian yang terbuang ini, maka diperoleh ide untuk mengolahnya menjadi kerupuk kulit agar bernilai ekonomis. Kerupuk kulit atau dikenal dengan nama dorokdok Garut ini mempunyai citarasa yang sangat khas. Produksi kerupuk kulit tersebar di Kota Garut, wilayah Tarogong dan daerah lainnya di sekitarnya.
Pindang Ikan
Penampilan ikan pindang Garut sama dengan ikan pindang dari daerah lainnya, yang menjadikan pindang ikan Garut berbeda adalah cara pengolahan yang menjadikannya memiliki citarasa tersendiri yang khas. Pindang ikan dapat diperoleh di berbagai tempat khususnya di daerah yang banyak memproduksinya, seperti di wilayah Cikajang, Cisurupan, dan Cihideung.
Sambel Cibiuk
Menurut sumber yang tersebar di masyarakat Kecamatan Cibiuk, resep sambel Cibiuk merupakan resep yang dibawa langsung dari Arab. Terlepas benar atau tidaknya, sambel yang dibuat di Kecamatan Cibiuk ini mempunyai perbedaan dengan sambal‐sambal lainnya pada umumnya, karena dibuat dari bahan: tomat hijau, serawung atau daun kemangi, cabe rawit dan bumbu‐bumbu lainnya. Walaupun pedas tetapi tidak akan menimbulkan panas pada perut orang yang menkonsumsinya. Karena terkenalnya, maka sekarang restoran dengan menu sambel Cibiuk sudah ada di berbagai kota besar khususnya di wilayah Bandung dan Jakarta. Sambal Cibiuk mulanya hanya disajikan bila ada tamu istimewa. Zaman dahulu sambal ini hanya dapat dinikmati oleh masyarakat Cibiuk dan para pejabat saja, tetapi seiring perkembangan peradaban maka sekarang dapat dinikmati oleh seluruh kalangan. Rumah makan sambal Cibiuk yang ada saat ini di Kecamatan Cibiuk merupakan keturunan langsung dari pemegang resep Sambal Cibiuk yang asli. Akan tetapi untuk sekadar mengenal saja seperti apa bentuk dan citarasa sambal Cibiuk, peminat dapat memesannya di berbagai rumah makan yang berada di wilayah di Kota Garut, Tarogong dan sekitarnya.
Ceprus
Makanan ini bisa diperoleh di Garut bagian Selatan. Ceprus adalah makanan yang terbuat dari singkong bakar panas yang kemudian dicelupkan pada gula merah yang telah dipanaskan (kinca). Makanan ini tergolong langka karena hanya tersaji di sentra gula merah asli dari pohon kawung (aren).
WISATA BUDAYA
a. Situ Cangkuang
Situ Cangkuang terletak di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles atau sekitar 16 km dari Kota Garut dan 54 km jika ditempuh dari Kota Bandung. Situ Cangkuang berada pada ketinggian 600‐650 m dpl. Luas situ (danau) ini adalah 25,55 Ha dengan volume air 288.340 m3, tetapi kini keadaannya makin dangkal karena dibeberapa bagian sudah tertutup oleh tanaman enceng gondok, ganggang dan teratai. Situ Cangkuang berbentuk memanjang dari barat ke timur, mengikuti lembah yang bagian baratnya menyempit dan merupakan daerah persawahan, sedangkan di sebelah selatan bertepi bukit terjal. Ada 3 objek wisata yang cukup menarik untuk dikunjungi di Situ Cangkuang ini, yaitu
Kampung Pulo dengan makam Arif Muhamad dan Candi Cangkuang. Gambar 3.3 Makam Arif Muhamad Untuk mencapai lokasi ini bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum/ bus dari Bandung‐Garut, kemudian dari Garut menuju Kecamatan Leles dilanjutkan dengan angkutan umum (angkot). Jalan menuju Situ Cangkuang dari jalan raya berjarak sekitar 3 km dengan jalan beraspal, dapat dilalui dengan menggunakan kendaraan bermotor, berjalan kaki selama 30 menit, atau naik kendaraan tradisional berupa andong. Untuk melintasi Situ Cangkuang dan mengunjungi Kampung Pulo, makam Arif Muhamad dan Candi Cangkuang, pengunjung harus menaiki rakit dari bambu yang dicat dengan beraneka warna. Rakit yang berkapasitas 30 orang ini baru beroperasi kalau penumpangnya sudah penuh dengan tarif Rp. 2.000/orang, atau dapat disewa sebuah rakit. Biasanya pengemudi dan rakitnya akan menunggu pengunjung untuk kemudian diantar kembali ke tempat keberangkatan.
Gambar 3.4
Penyewaan Rakit Menuju Kawasan Candi Cangkuang dan Kampung Pulo
Candi Cangkuang adalah candi yang berasal dari abad ke‐7 dan merupakan salah satu dari sedikit candi peninggalan Hindu yang terdapat di Jawa Barat. Candi ini memiliki ketinggian sekitar 8,5 m. Persis di samping Candi Cangkuang terdapat makam Embah Dalem Arif Muhammad, yaitu seorang penyebar agama Islam di daerah ini. Arif Muhammad dan kawan‐kawannya yang mensyiarkan Islam sendiri berasal dari kerajaan Mataram di Jawa Timur. Kegiatan wisata yang bisa dilakukan oleh wisatawan di kawasan cagar budaya Candi Cangkuang, antara lain adalah melihat pemandangan, memancing, berjalan‐jalan, berziarah dan melakukan penelitian tentang kebudayaan. Gambar 3.5 Candi Cangkuang Fasilitas yang terdapat di kawasan ini antara lain adalah toilet umum sebanyak 6 buah dengan kondisi yang cukup baik. Terdapat pula 3 buah shelter, namun dengan kondisi yang kurang baik. Pusat informasi dan loket tiket yang letaknya di pinggir situ. Sebuah museum kecil dan pendopo yang terdapat di depan candi. Di kawasan ini juga terdapat sebuah masjid yang berada di kawasan adat Kampung Pulo.