• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis SWOT

TABEL ANALISA SWOT – SARAPAN MENU SEPINGGAN

DI SEKOLAH

(External Factor Analysis Strategic)

EFAS

STRENGTHS

1. Penguatan Model yang telah dibandingkan secara komprehensive dan diefikasi dengan hasil yang baik

2. Metode pelaksanaan yang terstruktur dan sederhana tidak membutuhkan organisasi yang rumit

3. Ketersediaan Sumberdaya manusia yang cukup di masyarakat, TPG Puskesmas, Guru UKS, Orang Tua Siswa, Siswa.

4. Biaya pengadaan dan pelaksanaan yang ekonomis dengan hasil konsumsi gizi dan daya terima yang lebih tinggi dari PMT-AS

5. Tingkat dukungan masyarakat yang sangat tinggi.. 6. Tidak memerlukan infrastruktur tambahan yang

mahal.

7. Semakin banyaknya tenaga gizi yang menyelenggarakan program gizi serta dapat dipergunakan sebagai pusat-pusat penelitian dan pengembangan di daerah-daerah

WEAKNESSES

1. Model yang dibuat perlu diefikasi lebih lanjut pada daerah yang lebih luas dan bervariasi secara sosial, budaya dan agroekologi 2. Kondisi kesehatan lingkungan disekitar SD

keluarga miskin kebanyakan kurang memadai 3. Perlu dikaji sumber-sumber pendanaan yang

dapat mendukung pelaksanaan dan pengadaannya.

4. Perlu adanya Sertifikasi dan standarisasi prosedur

5. Belum adanya detail Sistem pengelolaan dari pihak-pihak terkait.

6. Usaha pengembangan dari pemerintah belum maksimal. Belum memiliki arah yang jelas dalam pengembangan (belum ada master plan yang konsisten dan terpadu)

OPPORTUNITIES

Adanya regulasi yang mendukung (1-8) 1. UU 23 tahun 1992 Pasal 11:

tentang perbaikan gizi institusi.

2. UU 20 tahun 2003 tentang Sis Dik Nas 3. UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 4. UU 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025 5. UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Pasal 79 ayat: 1- 2 tentang Kesehatan Anak sekolah).

6. PP 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar

7. Keppres 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 18 tahun 2011 tentang Pedoman Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah

9. Keinginan pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia untuk generasi mendatang. 10. Baru diterapkan untuk sekolah

dari keluarga mampu, sedangkan dari keluarga miskin belum

11. Potensi partisipasi masyarakat yang tinggi, memung-kinkan untuk dilakukan dengan swadana dari masyarakat / orang tua murid 12. Paradigma Mempersiapkan SDM

yang Berkualitas Dimulai dari Usia Dini 13. Kelembagaan Kesehatan,

Pendidikan dan Masyarakat yang semakin tertata 14. Pendidikan gizi dan sanitasi ke

pedagang makanan disekitar sekolah dan melakukan kerjasama untuk penyelenggaraan makanan.

STRATEGI SO

Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang:

1. Mensosialisasikan slogan PUGS: “Biasakanlah Makan Pagi”

2. Sosialisasi program makan bersama disekolah 3. Melaksanakan proyek-proyek percontohan

dengan menu sarapan sepinggan.

4. Pendidikan Gizi melalui “Learning by Doing” dan etika sosial.

5. Mengajak masyarakat dalam pengadaan sarapan bersama di sekolah

6. Memberikan penghargaan kepada pelaksana penyelenggaraan makanan anak sekolah teladan 7. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai model- model untuk daerah dengan kondisi dan situasi yang bervariasi, sehingga diperoleh standar model yang lebih umum dan dapat diimplementasikan secara lebih luas dengan tetap mengacu pada ketentuan-ketentuan penyelenggaraan makanan anak sekolah.

STRATEGI WO

Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang:

1. Evaluasi dan Monitoring perlu dilakukan secara intensif dengan melibatkan tim penyelenggaraan makanan anak sekolah yang meliputi Puskesmas, Sekolah, Penyuluh Pertanian, Komite Sekolah dan Ibu PKK

2. Pembuatan dapur sekolah jika dana memungkinkan

3. Koordinasi antara tim penyelenggaraan makanan anak sekolah dan komunikasi yang transparan

4. Jika ada pendanaan dari pemerintah, sebaiknya Monitoring dan Evaluasi penyelenggaraan makanan melibatkan tim penyelenggaraan makanan anak sekolah)

THREATS

1. Belum adanya model pelaksanaan berupa juklak untuk realisasinya 2. Kurang terarahnya koordinasi

lintas departemen (DepDaGri, DepDikBud, DepKes, Bappenas, Deptan) yang mengatur penyelenggaraan makanan tersebut.

3. Komitment Pemerintah dari tingkat Pusat hingga Sekolah untuk melaksanakan dengan benar

4. Kolusi Korupsi Nepotisme 5. Otonomi Daerah dan Perda-nya 6. Peningkatan Jumlah Penduduk 7. Peningkatan angka kemiskinan 8. Kenaikan harga kebutuhan pokok

dan BBM

STRATEGI ST

Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman:

1. Model yang dikuatkan harus dituangkan ke dalam suatu Pedoman Umum yang mudah dimengerti oleh penyelenggara pendidikan dan pihak terkait. 2. Perlunya mensosialisasikan program tersebut di

atas ke sekolah-sekolah dan instansi terkait 3. Perlunya pelatihan yang intensif tentang program

kepada tenaga kesehatan dan pendidikan.

STRATEGI WT

Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman:

1. Perlunya legalisasi dari pemerintah terhadap Pedoman Umum

2. Membutuhkan komitment pemerintah untuk menyediakan dana yang konsisten untuk program dan penguatan peraturan-peraturan yang terkait dengan pelaksanaan program. 3. Perlu landasan hukum yang lebih detail untuk

pelaksanaannya di lapangan, terutama yang melibatkan koordinasi antar lembaga institusi yang terkait, seperti Puskesmas, Sekolah, penyuluh pertanian, ibu PKK, komite sekolah. 4. Memperjelas peranan tenaga pelaksana gizi puskesmas untuk sekolah dan ketersediaan sumberdaya manusia untuk program tersebut. 5. Sebagai alternatif untuk item no. 4, maka perlu pengadaan tenaga gizi sekolah yang bertugas mengawasi mutu makanan anak sekolah.

Gambar 14 Hasil Matrix Analisis SWOT Model Penyelenggaraan Sarapan Menu Sepinggan Anak Sekolah

Faktor-faktor internal (kekuatan-kelemahan) serta eksternal (peluang- ancaman) yang mempengaruhi penyelenggaraan makanan anak sekolah dengan

menu sepinggan dipetakan pada diagram SWOT. Hasil pemetaan SWOT pada gambar 15 menunjukan model penyelenggaraan sarapan bersama menu sepinggan mempunyai situasi yang kuat untuk dikembangkan dengan membuat strategi-strategi penguatan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

Strategi SO dan WO adalah strategi penguatan yang dilakukan dalam jangka pendek dan menengah, yaitu: 1) mensosialisasikan slogan PUGS: “Biasakan Makan Pagi”; 2) mensosialisasikan program sarapan bersama di sekolah; 3) melaksanakan proyek percontohan dengan sarapan menu sepinggan; 4) melakukan pendidikan gizi melalui “Learning by Doing” dan etika sosial; 5) mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pengadaan sarapan bersama menu sepinggan disekolah; 6) memberikan penghargaan kepada pelaksana-pelaksana terbaik dalam penyelenggaraan sarapan bersama menu sepinggan; 7) melakukan penelitian lebih lanjut tentang pelaksanaan dan pengadaan sarapan bersama menu sepinggan di daerah lainnya; 8) melakukan koordinasi antara tim penyelenggaraan makanan dan komunikasi yang intensif serta transparan; 9) mengevaluasi dan monitoring bersama dengan melibatkan tim penyelenggaraan makanan anak sekolah yang meliputi sekolah, puskesmas, penyuluh pertanian, komite sekolah dan Ibu PKK; 10) jika ada pendanaan dari

pemerintah, sebaiknya monitoring dan evaluasinya melibatkan tim

penyelenggaraan makanan anak sekolah, dan 11) pembuatan dapur sekolah jika dana memungkinkan.

Strategi ST dan WT adalah strategi penguatan yang dilakukan dalam jangka panjang, yaitu : 1) model penyelenggaraan sarapan bersama menu sepinggan yang dikuatkan, perlu dituangkan ke dalam suatu Pedoman Umum yang mudah dimengerti oleh penyelenggara pendidikan dan pihak terkait lainnya; 2) perlunya mensosialisasikan program penyelenggaraan sarapan bersama menu sepinggan ke sekolah-sekolah dan instansi terkait; 3) perlunya pelatihan yang intensif tentang program tersebut kepada tenaga kesehatan dan pendidikan; 4) perlunya legalisasi dari pemerintah terhadap Pedoman Umum untuk penyelenggaraan sarapan bersama menu sepinggan; 5) membutuhkan komitment pemerintah untuk menyediakan dana yang konsisten untuk program dan penguatan peraturan-peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan sarapan bersama menu sepinggan; 6) perlu landasan hukum yang lebih detail untuk pelaksanaannya di lapangan, terutama yang melibatkan koordinasi antar

lembaga institusi yang terkait, seperti Puskesmas, Sekolah, Penyuluh pertanian, ibu PKK, Komite sekolah; 7) memperjelas peranan TPG puskesmas untuk sekolah dan ketersediaan sumberdaya manusia untuk program tersebut, dan 8) perlu pengadaan tenaga gizi sekolah yang bertugas mengawasi mutu makanan anak sekolah.

Simpulan

Model yang dikuatkan dalam efikasi penelitian ini mempunyai kekuatan situasi dan peluang sangat besar untuk dikembangkan secara terstruktur pada cakupan yang lebih luas, tetapi juga mempunyai kelemahan dalam sumber pendanaan dan peraturan pemerintah yang belum cukup mendukung

keberlangsungan penyelenggaraan makanan anak sekolah. Rencana

penanggulangan masalah sumber dana dan kebijakan pemerintah membutuhkan waktu yang lama dan koordinasi yang kompleks. Hal tersebut sangat menarik untuk dipelajari dan diteliti lebih lanjut.

Daftar Pustaka

Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 18 tahun 2011 tentang Pedoman Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah

PP 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar

Sinaga T. 1995. Feasibility Study dalam Foodservice Management. Pendidikan Ahli Madya Gizi. Malang.

Supranto J. 1997. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan dengan Analisis SWOT. Jakarta: Rineka Cipta.

Trifu A and Cîndea M. 2012. Economics of Food And Leisure Services. Journal of Social and Development Sciences 3 (2): 33-38.

UU 20 tahun 2003 tentang Sisim Pendidikan Nasional. UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025.

UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 79 ayat: 1- 2 tentang Kesehatan Anak sekolah).