• Tidak ada hasil yang ditemukan

The development model of school feeding management for student of poor families at elementary school

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The development model of school feeding management for student of poor families at elementary school"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL

PENYELENGGARAAN MAKANAN DI SEKOLAH DASAR

BAGI SISWA KELUARGA MISKIN

TIURMA SINAGA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Model Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar bagi Siswa Keluarga Miskin adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

(3)

for Student of Poor Families at Elementary School. Under direction of CLARA MELIYANTI KUSHARTO, BUDI SETIAWAN, and AHMAD SULAEMAN.

(4)

Sekolah Dasar bagi Siswa Keluarga Miskin.

Dibimbing oleh : CLARA MELIYANTI KUSHARTO, BUDI SETIAWAN, dan

AHMAD SULAEMAN

Beberapa sekolah di Indonesia telah melaksanakan penyelenggaraan makanan berupa makan siang ataupun makanan selingan bagi siswa yang berasal dari keluarga mampu, namun belum ada pelayanan makanan lengkap bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin. Berdasarkan analisis data Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah dasar, menunjukkan bahwa 26.1% anak hanya sarapan dengan minuman (air, teh, susu) dan sebesar 44.6% anak yang sarapan hanya memperoleh asupan energi kurang dari 15% AKG.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model penyelenggaraan makanan anak di Sekolah Dasar (SD) yang siswanya berasal dari keluarga miskin, sehingga dapat menghasilkan makanan yang dapat diterima siswa dengan baik. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengkaji model-model penyelenggaraan makanan anak sekolah di berbagai negara, 2) mengobservasi model-model penyelenggaraan makanan anak sekolah di Indonesia, 3) merancang model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang berasal dari keluarga miskin, 4) mengujicobakan model yang di rancang untuk menganalisis tingkat kesukaan dan daya terima siswa terhadap makanan yang diproduksi, dan 5) merekomendasikan model yang dapat diaplikasikan di sekolah yang siswanya berasal dari keluarga miskin.

Setiap tujuan khusus mempunyai metode yang berbeda. Model-model penyelenggaraan makanan anak sekolah di berbagai negara dikaji dengan studi literatur, sedangkan untuk mengkaji model-model penyelenggaraan makanan anak sekolah di Indonesia dilakukan dengan observasi. Perancangan model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang berasal dari keluarga miskin, dilakukan dengan metode research and development (R & D). Pengujian terhadap model yang dirancang, dilakukan dengan pre-experiment one-group pretest-posttest design, dan untuk menyempurnakan model dilakukan dengan analisis SWOT.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Desember 2011 di Yayasan Al-Muslim Tambun Cibitung Bekasi, Sekolah Marsudirini Parung Bogor, Sekolah Alam Bogor, SD IT Insantama Bogor, SDN 1 Malangsari Cipanas Lebak Banten dan SDN Kebon Kopi 2 Bogor.

Ada enam model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang dilaksanakan di berbagai negara, yaitu : 1) model penyiapan makanan dilakukan di sekolah, menggunakan bahan pangan dari sumbangan, dengan metode produksi konvensional atau terpusat, 2) model penyiapan makanan dilaksanakan di sekolah, menggunakan bahan pangan lokal, dengan metode produksi

konvensional atau terpusat, 3) model penyiapan makanan dilakukan di sekolah,

(5)

bergantung pada fasilitas yang ada di sekolah dan sekitar sekolah. Jika ruang makan tidak ada, dapat mempergunakan ruang kelas sebagai ruang makan, dengan memperhatikan ruangan yang harus bersih, jauh dari tempat pembuangan sampah, dan pembuangan limbah. Tenaga penjamah makanan berasal dari ibu PKK, komite sekolah, atau tenaga yang bekerja khusus untuk pelayanan makanan.

Perancangan model penyelenggaraan makanan anak sekolah disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah, lingkungan serta sumber daya yang ada. Rancangan model yang dibentuk adalah: penyiapan dan pemasakan bahan pangan menggunakan dapur di luar sekolah, ruang makan di dalam ruang kelas, pengadaan bahan pangan dilakukan dengan cara pembelian langsung ke pasar tradisional yang letaknya tidak jauh dari lokasi pemasakan. Menu sepinggan yang dimasak disesuaikan dengan biaya yang rendah, jenis peralatan yang digunakan sering dipakai untuk mengolah makanan banyak/massal/institusi,

tenaga penjamah makanan dapat melakukan pengolahan makanan

banyak/massal/institusi, dan waktu pengolahan tidak terlalu lama.

Model penyelenggaraan makanan anak yang dirancang dapat diterapkan dengan baik sesuai dengan syarat-syarat penyelenggaraan makanan yang ditentukan. Rata-rata kandungan energi sarapan menu sepinggan contoh 439 KKal, 10 gram protein, 266.8 µg RE vitamin A, dan 1.97 mg Fe dengan biaya Rp 3.000/porsi. Konsumsi energi, protein, vitamin A dan Fe contoh meningkat secara nyata sesudah pemberian sarapan menu sepinggan yaitu energi 27.0%, protein 31.3%, vitamin A 42.3%, dan Fe 30.0%. Tingkat kecukupan contoh terhadap energi, protein, vitamin A dan Fe meningkat sesudah pemberian sarapan menu sepinggan.

Keberlangsungan model yang dirancang akan berjalan dengan baik jika ada sumber dana. Sumber dana dapat diperoleh dari pemerintah (pusat ataupun

daerah), dapat juga dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), CSR (Corporate

Social Responsibility), dan sumbangan-sumbangan dari donatur. Metode SWOT digunakan untuk menyempurnakan model penyelenggaraan sarapan bersama menu sepinggan. Penyempurnaan model juga dilengkapi dengan perhitungan biaya dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah, khususnya biaya yang digunakan sebagai investasi untuk membangun dapur dan membeli peralatan yang dibutuhkan.

Penyelenggaraan makanan lengkap anak sekolah bagi siswa dari keluarga miskin dapat dilakukan dengan menggunakan model persiapan makanan dilakukan di luar sekolah dengan partisipasi masyarakat, dan metode produksi yang diterapkan adalah konvensional.

(6)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(7)

BAGI SISWA KELUARGA MISKIN

TIURMA SINAGA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Gizi Manusia

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS 2. Dr. Minarto

(9)

Nama : Tiurma Sinaga NIM : I 162070091

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Clara Meliyanti Kusharto, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Gizi Manusia

drh. M.Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(10)
(11)

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kasih, atas segala berkat dan anugerahNya sehingga dapat menyelesaikan penulisan disertasi yang berjudul “Pengembangan Model Penyelenggaraan Makanan Siswa di Sekolah Dasar bagi Siswa Keluarga Miskin”. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu terwujudnya disertasi ini.

1. Prof. Dr. Clara Meliyanti Kusharto,M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS selaku anggota pembimbing atas segala arahan, saran, motivasi, kesabaran dan teladan yang diberikan kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga pelaksanaan penelitian serta penulisan disertasi.

2. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dan Dr. Minarto sebagai dosen penguji pada ujian tertutup; Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS dan Dr. Taufik Hanafi sebagai dosen penguji pada ujian terbuka atas segala kritik yang membangun dan masukan guna perbaikan disertasi, serta Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS sebagai dosen pembahas kolokium atas segala masukan dan koreksi pada proposal penelitian.

3. Seluruh staf pengajar dan pengelola Program Studi Gizi Manusia (GMA) Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan segala ilmu yang sangat bermanfaat serta staf administrasi atas bantuan dan kemudahan dalam pengurusan administrasi.

4. Teman-teman angkatan 2007 GMA atas semangat, motivasi, kebersamaan dalam suka dan duka serta persaudaraan yang diberikan selama masa kuliah.

5. Kepala Sekolah, Guru-guru, TPG Puskesmas Cipanas Lebak Banten dan Merdeka Bogor, orang tua murid dan murid kelas 5 dan 6 SDN Kebon Kopi 2 Bogor dan SDN 1 Malangsari Cipanas Lebak Banten atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung.

6. Pengelola makanan anak sekolah di Clinton Elementary School dan

Southwest High School Nebraska USA, Yayasan Al-Muslim Tambun Cibitung Bekasi, Sekolah Marsudirini Parung Bogor, Sekolah Alam Bogor (SAB), SD IT Insantama Bogor serta ibu-ibu PKK di Malangsari Cipanas Lebak Banten atas informasi dan kerja samanya.

7. Para Sarjana gizi alumni Departemen Gizi Masyarakat Fema IPB (Nonly Stevanie, Yuni Munggaranti, dan Pujani Handayani) yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

8. Ibu Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes dan mbak Reisi Nurdiani SP, MSi yang telah meluangkan waktu untuk diskusi dan bertukar pikiran serta memberi komentar dan masukan yang berarti untuk penelitian ini.

9. Kakak, adik & keluarga diucapkan terimakasih atas dukungan dan doa yang telah diberikan selama kuliah.

10. Mama di Pematang Siantar dan Inang di Malang terimakasih atas semua doa-doa dan dukungan yang telah diberikan selama kuliah.

(12)

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih belum sempurna, tetapi penulis berharap disertasi ini bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu gizi manusia khususnya penyelenggaraan makanan anak sekolah.

Bogor, Agustus 2012

Tiurma Sinaga

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 21 Mei 1961 sebagai putri ketiga dari bapak Drs. Alfred Sinaga dan ibu Sinta Sirait. Pendidikan Sarjana Muda (B.Sc) ditempuh di Akademi Gizi Jakarta Departemen Kesehatan RI lulus pada bulan Agustus 1983. Pada bulan Mei tahun 1989, penulis melanjutkan pendidikan program Master of Food Service Administration (MFSA) di University of the Philippines Diliman, Quezon City dengan beasiswa dari Bank Dunia dan lulus tahun 1992. Pada tahun 2007 melanjutkan pendidikan doktor pada program studi Ilmu Gizi Manusia - Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja di Akademi Gizi Malang sejak bulan Desember 1983 sampai Oktober 2006, mulai Nopember 2006 sampai Oktober 2008 bekerja di Unit Produksi Makanan (UPM) RSCM Jakarta, dan sejak Nopember 2008 - sekarang bekerja di Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian... 5

Manfaat Penelitian ... 5

Kerangka Pemikiran Penelitian ... 6

Definisi Operasional ... 9

TINJAUAN PUSTAKA ... 11

Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah ... 11

Manajemen Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah ... 11

Proses Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah ... 13

Perencanaan Menu ... 13

Pembelian Bahan Pangan ... 20

Penerimaan Bahan Pangan ... 21

Penyimpanan dan Pengeluaran Bahan Pangan ... 21

Penyiapan Bahan Pangan ... 22

Metode Pemasakan Bahan Pangan ... 22

Metode Penyajian Makanan ... 25

Pendistribusian Makanan ... 25

Pencucian Alat Makan dan Alat Masak ... 26

Higiene dan Sanitasi Makanan ... 26

Model Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah ... 27

Model Penyiapan Makanan dilakukan di Sekolah, Bahan Pangan berasal dari Bantuan/Sumbangan... 27

Model Penyiapan Makanan dilakukan di Sekolah, Bahan Pangan berasal dari Lokasi di Sekitar Sekolah ... 28

(15)

Model Penyiapan Makanan dilakukan di luar Sekolah, Tenaga Penjamah berasal

dari swasta/katering ... 28

Model Penyiapan Makanan dilakukan di luar Sekolah, Tenaga Penjamah dari Masyarakat... 29

Model Kupon atau Tunai atau Bahan Pangan di Bawa Pulang ... 29

PENYELENGGARAAN MAKANAN ANAK SEKOLAH DI BERBAGAI

NEGARA ... 32

Amerika Serikat ... 32

Peru ... 33

Jepang ... 34

Chili ... 34

Jamaika... 34

Banglades ... 35

Philipina... 36

Indonesia ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 42

STUDI PENYELENGGARAAN MAKANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI

INDONESIA ... 44

Pendahuluan ... 45

Metode Penelitian ... 45

Desain ... 45

Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

Peralatan ... 46

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 46

Pengolahan dan Analisis Data ... 47

Hasil dan Pembahasan ... 47

Yayasan Al-Muslim Tambun Cibitung Bekasi ... 47

Sekolah Marsudirini Parung Bogor ... 49

Sekolah Alam Bogor (SAB) ... 50

SD IT Insantama Bogor ... 52

SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak – Banten ... 53

Simpulan ... 56

(16)

MODEL PENYELENGGARAAN SARAPAN MENU SEPINGGAN DAN

EFIKASINYA TERHADAP KONSUMSI, TINGKAT KECUKUPAN

ENERGI DAN ZAT GIZI LAIN PADA SISWA SD ... 58

Pendahuluan ... 60

Metode Penelitian ... 64

Desain ... 64

Tempat dan Waktu Penelitian ... 65

Cara Penetapan Peserta Efikasi ... 66

Bahan dan Alat ... 66

Mekanisme Efikasi ... 66

Jenis dan Cara Pengumpulan Data Efikasi ... 68

Pengolahan dan Analisis Data Efikasi ... 68

Tahap-tahapan Perancangan Model Penyelenggaraan Makanan ... 71

Hasil Perancangan Model Penyelenggaraan Makanan ... 73

Hasil Efikasi Model Sarapan Menu Sepinggan ... 74

Gambaran Umum Sekolah ... 74

Karakteristik Peserta ... 74

Umur dan Jenis Kelamin ... 74

Besar Uang Jajan ... 75

Pendidikan Orang Tua ... 75

Karakteristik Orang Tua Peserta ... 76

Pekerjaan dan Pendapatan Orang Tua ... 76

Besar Keluarga ... 77

Sumberdaya pada Penyelenggaraan Sarapan Menu Sepinggan ... 78

Tenaga Penjamah Makanan ... 78

Peralatan ... 78

Bahan Pangan ... 79

Biaya (Dana) ... 80

Metode ... 80

Proses Penyelenggaraan Sarapan Menu Sepinggan untuk Anak Sekolah ... 80

Perencanaan Menu. ... 80

Pengolahan ... 81

(17)

Pemorsian dan Pendistribusian ... 83

Penyajian Makanan ... 83

Monitoring dan Evaluasi ... 84

Output Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah... 84

Tingkat Kesukaan Anak terhadap Menu Sepinggan ... 84

Daya Terima Makanan Anak Sekolah ... 85

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan ... 87

Simpulan ... 93

Daftar Pustaka ... 93

ANALISIS SWOT MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN ANAK

SEKOLAH DENGAN MENU SEPINGGAN ... 98

Pendahuluan ... 99

Metode Analisis ... 99

Kerangka Analisis Strategis SWOT ... 99

Formulasi Analisis SWOT ... 100

Analisis SWOT ... 101

Simpulan ... 106

Daftar Pustaka ... 106

PEMBAHASAN UMUM ... 108

SIMPULAN DAN SARAN ... 112

Simpulan ... 112

Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 115

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Variabel, data, metode pengukuran dan responden penelitian ... 46

Tabel 2 Kandungan energi, protein, vit A dan Fe kudapan PMT-AS SDN 1 Malangsari Cipanas – Lebak – Banten ... 55

Tabel 3 Daya Terima Siswa Terhadap Menu PMT-AS ... 56

Tabel 4 Variabel, data, metode pengukuran dan peserta penelitian ... 69

Tabel 5 Distribusi peserta berdasarkan umur dan jenis kelamin ... 75

Tabel 6 Distribusi peserta berdasarkan besar uang jajan ... 76

Tabel 7 Distribusi orang tua peserta berdasarkan tingkat pendidikan ... 76

Tabel 8 Distribusi orang tua peserta berdasarkan pekerjaan ... 77

Tabel 9 Distribusi peserta berdasarkan jumlah anggota keluarga ... 78

Tabel 10 Kandungan energi, protein, vit. A dan Fe sarapan menu sepinggan 81 Tabel 11 Daya terima peserta terhadap menu sepinggan ... 86

Tabel 12 Distribusi tingkat kecukupan energi dan protein (TKE dan TKP) peserta ... 91

(19)
(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian penyelenggaraan makanan anak

sekolah ... 8

Gambar 2Komponen-komponen penyelenggaraan makanan anak sekolah .... 9

Gambar 3Hubungan sistem dan subsistem dalam penyelenggaraan makanan

(Sullivan 1989) ... 14

Gambar 4Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan menu

anak sekolah (Sinaga 2007) ... 15

Gambar 5Skala Wajah untuk mengukur tingkat kesukaan pada anak sekolah

(Gregoire & Spears 2007) ... 17 Gambar 6Skala Comstock untuk mengukur sisa makanan siswa (Gregoire &

Spears 2007) ... 18 Gambar 7 Tingkat kesukaan siswa terhadap kudapan PMT-AS ... 55 Gambar 8 Alur Pelaksanaan penelitian pengembangan (R&D) menurut Borg

and Gall (1989) dalam Sugiyono (2011) ... 65 Gambar 9 Tahapan kegiatan perancangan sarapan menu sepinggan di SDN

Kebon Kopi 2 Bogor ... 72 Gambar 10 Hasil perancangan model penyelenggaraan sarapan menu

sepinggan untuk anak sekolah dasar bagi siswa dari keluarga miskin ... 73 Gambar 11 Tingkat kesukaan peserta terhadap menu sepinggan ... 85 Gambar 12 Diagram proses penyusunan strategi penguatan model

penyelenggaraan makanan anak sekolah melalui analisis SWOT ... 100 Gambar 13 Diagram analisis SWOT (Sumber: Supranto, 1997) ... 101 Gambar 14 Hasil Matrix Analisis SWOT Model Penyelenggaraan Sarapan Menu

(21)
(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Persetujuan Etik (Ethical Clearance) ... ...122 Lampiran 2 Analisis uji beda konsumsi dan tingkat kecukupan contoh selama

pemberian makanan sepinggan di SDN Kebon Kopi 2 Bogor

(Dependent sampleT-test ) ... 123 Lampiran 3 Perbedaan Komponen dalam Penyelenggaraan Makanan di Setiap

Sekolah ... 124 Lampiran 4 Nilai Higiene & Sanitasi Model off-site prepared meal community

sector participation with conventional production ... 125 Lampiran 5 (Lanjutan ) Nilai Higiene & Sanitasi Model off-site prepared meal

community sector participation with conventional production ... 126

Lampiran 6 Gambar Penyelenggaraan Makanan di Clinton Elementary School dan

Southwest High School Nebraska USA ... 127 Lampiran 7 Gambar Penyelenggaraan Makanan di Yayasan Al-Muslim Tambun Cibitung Bekasi ... 128 Lampiran 8 Gambar Penyiapan, Pemasakan, Penyajian dan Pencucian Alat di

Sekolah Marsudirini, Parung Bogor ... 130 Lampiran 9 Gambar Penyimpanan, Pemasakan, Pendistribusian, Penyajian dan

Penyimpanan Alat di SAB, Bogor ... 131 Lampiran 10 Gambar Penyimpanan, Pemasakan, Pendistribusian, Penyajian dan

Penyimpanan Alat di SD IT Insantama Bogor ... 132 Lampiran 11 Gambar Penyiapan, Pemasakan, Penyajian dan Suasana Makan

Kudapan PMT-AS di SDN 1 Malangsari Cipanas ... 133 Lampiran 12 Gambar Alur Pemilihan Penjamah Makanan ... 134 Lampiran13 Gambar Alur Pembelian Bahan Pangan ... 134 Lampiran14 Gambar Alur Pendidikan Gizi melalui Makanan di Sekolah ... 135 Lampiran15 Gambar Alur Perencanaan Menu ... 136

Lampiran16 Prosedur Penyelenggaraan Sarapan Menu Sepinggan di SDN Kebon

(23)
(24)
(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan sumberdaya manusia (SDM) adalah kunci utama dari keberhasilan pembangunan nasional. Pembangunan SDM diarahkan untuk membangun manusia berkualitas baik dari aspek fisik maupun rohani secara seimbang (Syarief 1997). Kualitas SDM Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Hal ini dapat dilihat dari peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang relatif stagnan di urutan bawah dari tahun ke tahun (Riyadi 2006). Pada tahun 2011 Pembangunan Manusia Indonesia berada di posisi ke-124 di bawah rangking Singapore, Brunai Darussalam, Malaysia, Thailand dan Filipina (UNDP 2011).

Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia harus dilakukan sejak dini, secara sistematis dan berkesinambungan. Usia anak sekolah merupakan investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus yang akan menentukan kualitas bangsa di masa yang akan datang. Gizi baik waktu usia sekolah menghantarkan masa depan gemilang (Muhilal & Damayanti 2006). Proses tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal diantaranya ditentukan oleh asupan makanan yang tepat secara kualitas dan kuantitas.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan SDM di bidang pendidikan adalah masih tingginya angka putus sekolah yang dialami oleh 3% atau sekitar 11,7 juta anak usia sekolah. Meskipun belum ada penelitian khusus, diduga penyebab putus sekolah adalah rendahnya keadaan kesehatan dan gizi anak-anak serta kemiskinan orangtua mereka, sehingga tenaga mereka lebih diperlukan untuk membantu mencari nafkah (KEMENDAGRI 2010).

(26)

secara menyeluruh (komprehensif) yang dapat dilaksanakan sebagai upaya untuk memecahkan masalah tersebut.

Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, dinyatakan bahwa status gizi anak sekolah (usia 6-14 tahun) masih rendah. Prevalensi kependekan (pendek dan sangat pendek) secara nasional sebesar 35.6% (Jawa Barat 34.2%), dan prevalensi kekurusan (kurus dan sangat kurus) secara nasional sebesar 12.2% (Jawa Barat 10.2%). Laporan Riskesdas 2007 disebutkan bahwa di wilayah kota Bogor prevalensi kurus pada anak laki-laki sebesar 9,5% dan pada anak perempuan sebanyak 5,3%.

Laporan analisis lanjut data Riskesdas 2010 yang dilakukan oleh Salimar (2011) menyatakan bahwa deisit energi pada anak usia sekolah (6-12 tahun) sebesar 294 Kkal/hari, sedangkan defisit untuk keperluan intervensi sebesar 558 Kkal/hari. Dan jika dilihat defisit protein untuk intervensi ditemukan sebesar 12.2 gram/hari.

Anak-anak sekolah di negara sedang berkembang umumnya menderita kelaparan jangka pendek, kekurangan energi protein, dan kekurangan Iodium, vitamin A, dan besi. Beberapa studi menemukan bahwa status gizi dan kesehatan berpengaruh penting pada kapasitas belajar anak-anak dan kinerja mereka di sekolah. Anak-anak usia sekolah yang kekurangan gizi, terutama besi dan Iodium, atau yang menderita kekurangan energi-protein, kelaparan, dan/atau infeksi parasit atau penyakit lain, tidak memiliki kapasitas yang sama untuk belajar seperti anak-anak yang sehat dan gizinya baik. Banyak intervensi yang telah dilakukan pada beberapa tahun terakhir ini, yang bertujuan meningkatkan kemampuan siswa, terutama bagi mereka yang kurang gizi. Di antara intervensi tersebut, program pemberian sarapan di sekolah sering dianggap sebagai intervensi yang efektif untuk meningkatkan efisiensi pendidikan di sekolah-sekolah miskin di negara berkembang (Cueto & Chinen 2008). Program sarapan di sekolah ditargetkan untuk mengurangi kelaparan dan meningkatkan status gizi anak-anak, terutama mereka yang kurang gizi (Powell et al 1998).

(27)

Beberapa model penyelenggaraan makanan anak sekolah sudah diterapkan di berbagai negara. Model tersebut adalah model penyiapan makanan dilakukan di sekolah, model penyiapan makanan dilakukan di luar sekolah, siswa membawa pulang kupon, atau pemberian uang tunai kepada siswa atau pemberian bahan pangan dalam jumlah tertentu. Model penyiapan makanan (berupa makanan lengkap atau makanan kecil/kue) yang dilakukan di sekolah, bahan pangan yang dipergunakan dapat berupa sumbangan dari pemberi bantuan, atau bahan pangan lokal yang ada di sekitar sekolah, tenaga penjamah makanan merupakan tenaga sekolah atau tenaga dari luar sekolah, misalnya dari katering atau dari penjual makanan. Model penyiapan makanan dilakukan di luar sekolah, dengan tenaga penjamah makanan berasal dari swasta seperti tenaga katering. Di dalam model penyiapan makanan yang dilakukan di sekolah dan luar sekolah, makanan yang diproduksi dikonsumsi di dalam sekolah. Model lainnya adalah siswa membawa pulang kupon ke rumah atau uang tunai atau bahan pangan dalam jumlah tertentu. Dalam model ini makanan dikonsumsi di

rumah siswa. Menurut Del Rosso (1999), masing-masing model

penyelenggaraan makanan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pada saat ini beberapa sekolah di Indonesia telah menyelenggarakan makanan di sekolah (sebagai makanan kecil dan makanan lengkap siang hari) bagi siswa yang berasal dari keluarga mampu. Hal ini dilaksanakan karena sekolah-sekolah tersebut memberlakukan 5 hari sekolah (full day school). Sekolah tersebut memperoleh dana dari orang tua siswa untuk pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan makanannya. Beberapa contoh sekolah yang melaksanakan penyelenggaraan makanan di sekolah untuk mencukupi kebutuhan gizi siswanya selama berada di sekolah adalah Sekolah Alam Bogor (SAB), SD IT Insantama Bogor, Yayasan Al-Muslim Tambun di Bekasi, Sekolah Marsudirini Parung Bogor, SD azhaar Tulung Agung Jawa Timur, Yayasan Al-Hikmah Surabaya dll.

(28)

dilaksanakan secara lintas sektoral. Pada tahun 2010 dilakukan kegiatan Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengolahan makanan berupa kudapan dari bahan pangan lokal melalui pemberdayaan masyarakat setempat (KEMENDAGRI 2010).

Dalam rangka penyusunan buku Petunjuk Teknis Pengolahan Kudapan Nusantara dalam PMT-AS (KEMENDIKNAS 2011), telah dilakukan ujicoba pembuatan kudapan PMT-AS pada tanggal 21 Mei dan 5 Juni 2011. Ujicoba tersebut dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Makanan Program Studi Tata Boga jurusan Ilmu Kesejahteraan Keluarga Fakultas Tehnik Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Pengalaman dalam ujicoba pembuatan kudapan PMT-AS tersebut adalah cukup susah untuk memenuhi 300 Kkal dan 5 gr protein karena: 1) memerlukan waktu penyiapan yang relatif lama; 2) memerlukan tenaga khusus yang dapat memasak berbagai macam jenis kudapan; 3) menuntut tersedianya berbagai macam dan jumlah peralatan memasak yang memadai; dan 4) beberapa kudapan mempunyai volume yang besar sehingga harus disajikan lebih dari satu buah. Berdasarkan Laporan Pengumpulan Data Dasar Monitoring dan Evaluasi PMTAS (1997), rata-rata lama memasak kudapan PMT-AS berkisar 10.8 jam hingga 21.9 jam, serta data yang diperoleh di SDN 1 Malangsari Cipanas Lebak Banten pada bulan Desember 2011, didapatkan bahwa rata-rata memasak kudapan PMT-AS adalah 7 jam.

Berdasarkan masalah tersebut di atas, maka penting melakukan

penelitian untuk mengembangkan model sarapan menu sepinggan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin yang dapat dilaksanakan di sekolah dasar.

Perumusan Masalah

Hasil analisis lanjut terhadap data Riskesdas 2010 pada 17.756 anak usia sekolah dasar yang berada pada kuintil 1 dan 2 didapatkan bahwa, sebesar 48.4% siswa yang sarapan hanya memperoleh asupan energi < 15% AKG, dan rata-rata konsumsi sarapan siswa SDN Kebon Kopi 2 Bogor adalah sebesar 196 Kkal (10% AKG), serta sebagian besar (75.8%) pendapatan keluarga murid SD tersebut termasuk kategori miskin.

(29)

bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang bagaimana selama ini dapat diterapkan di berbagai negara ?

2. Model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang bagaimana selama ini dapat dilaksanakan di Indonesia ?

3. Bagaimana model penyelenggaraan makanan di sekolah dasar yang sesuai untuk siswa yang berasal dari keluarga miskin ?

4. Bagaimana efikasi dari model penyelenggaraan makanan anak sekolah untuk siswa yang berasal dari keluarga miskin?

5. Model yang bagaimana dapat direkomendasikan untuk diterapkan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin ?

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model penyelenggaraan makanan anak sekolah di Sekolah Dasar (SD) yang siswanya berasal dari keluarga miskin sehingga dapat menghasilkan makanan yang dapat diterima siswa dengan baik. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji model-model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang telah dilaksanakan di berbagai negara

2. Mengkaji model-model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang telah dilaksanakan di Indonesia

3. Merancang model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang berasal dari keluarga miskin

4. Efikasi model yang dirancang untuk menganalisa tingkat kesukaan dan daya terima siswa terhadap makanan yang diproduksi

5. Merekomendasikan model sarapan menu sepinggan yang dapat diaplikasikan di sekolah yang siswanya berasal dari keluarga miskin

Manfaat Penelitian

(30)

dihasilkannya publikasi yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya manfaat sarapan menu sepinggan di sekolah dasar.

Kerangka Pemikiran Penelitian

Anak sekolah di negara sedang berkembang banyak yang menderita kelaparan jangka pendek, kekurangan energi protein, dan kekurangan Iodium, vitamin A, dan besi. Status gizi dan kesehatan siswa berpengaruh penting pada konsentrasi belajar anak di sekolah. Anak-anak usia sekolah yang kekurangan gizi, terutama besi dan Iodium, atau yang menderita kekurangan energi-protein, kelaparan, dan/atau infeksi parasit atau penyakit lain, tidak memiliki konsentrasi untuk belajar seperti anak yang sehat dan gizinya baik.

Untuk mengatasi masalah diatas maka diperlukan makanan anak sekolah yang dilaksanakan selama berada di sekolah. Beberapa model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang sudah dilaksanakan mempunyai keuntungan dan kerugian. Untuk membuat model yang sesuai dan dapat diterapkan pada sekolah yang siswanya berasal dari keluarga miskin, maka diperlukan analisa tentang keuntungan dan kerugian dari model-model penyelenggaraan makanan yang telah diterapkan di berbagai negara dan juga di Indonesia.

Penyelenggaraan makanan siswa di sekolah dapat dilaksanakan dengan syarat-syarat yang ditetapkan yaitu memenuhi kontribusi terhadap kecukupan zat gizi siswa, dengan memperhatikan sanitasi yang tinggi sehingga menghasilkan makanan yang aman dan dapat diterima siswa. Manajemen penyelenggaraan makanan anak sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri atas beberapa sub-sistem. Sub-sistem tersebut harus dikoordinasikan dengan baik dalam satu kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan dari penelenggaraan makanan tersebut. Sub-sistem yang dimaksud mencakup 3 komponen yaitu sumberdaya, proses dan hasil (Perdigon 1989).

Sumberdayadalam kegiatan penyelenggaraan makanan anak terdiri atas

(31)

kepada siswa sebagai konsumen, serta pencucian peralatan (alat saji dan alat masak) (Perdigon 1989).

Hasil dari sumberdaya dan proses penyelenggaraan makanan adalah menu yang bermutu yang dapat dikonsumsi oleh siswa. Untuk mengetahui mutu makanan yang dihasilkan, maka dilakukan analisa tingkat kesukaan dan daya terima siswa terhadap makanan yang diproduksi. Hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan makanan anak sekolah adalah adanya kenaikan konsumsi, tingkat kecukupan energi dan gizi lainnya, serta status gizi siswa kearah yang lebih baik. Pada Gambar 1 dapat dilihat kerangka pemikiran dalam penelitian ini, dan pada Gambar 2 merupakan komponen-komponen penyelenggaraan makanan anak sekolah yang dibutuhkan. Penyelenggaraan makanan anak sekolah melibatkan berbagai pihak yang memiliki peranan masing-masing, seperti kepala sekolah, guru, siswa, orang tua murid/komite sekolah, masyarakat di sekitar sekolah, dan Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) dari Puskesmas.

(32)
[image:32.595.51.512.63.625.2]

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian penyelenggaraan makanan anak sekolah

Status Gizi Siswa Rendah

Konsumsi Makanan Siswa Rendah

Ekonomi Terbatas

Pengetahuan Gizi Siswa Rendah

Penyelenggaraan Makanan Anak

Sekolah

Program PMT-AS belum mencapai sasaran Teknis Pelaksanaan Rumit

Program belum berkelanjutan Kepedulian Masyarakat

tentang Gizi Rendah

MODEL Penyelenggaraan

Makanan Anak Sekolah

Pendidikan Gizi & Etika

Masyarakat sekitar sekolah peduli & ikut berpartisipasi

Pemilihan Menu yg tepat

Bahan pangan sesuai, ekonomis & bergizi

Proses pengolahan yang praktis & higienis Intervensi Pemerintah

masih minimum

Siswa: -Peningkatan Konsumsi

Makanan

- Peningkatan Status Kesehatan & Gizi - Pendidikan Gizi & Etika - Konsentrasi belajar naik - Tingkat kehadiran naik - Lebih Berprestasi

Masyarakat Sekitar Sekolah : - Pengetahuan Gizi naik - Status Kesehatan & Gizi

naik

- Ada Kepedulian & Kerjasama

- Meningkatkan ekonomi

Pemerintah: - Sumber Daya Manusia

yang lebih berkualitas - Program Swadana

Masyarakat dapat mendukung keberkelanjutan program

(33)
[image:33.595.109.511.123.401.2]

Gambar 2 Komponen-komponen penyelenggaraan makanan anak sekolah

Definisi Operasional

Siswa adalah anak usia sekolah yang berumur 6–18 tahun yang duduk di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Siswa sekolah dasar adalah anak usia sekolah yang berumur 11–14 tahun yang duduk di kelas 5 dan 6 dan menjadi peserta penelitian.

Penyelenggaraan makanan siswa di sekolah dasar adalah pelaksanaan penyediaan makanan bagi siswa di sekolah dasar. Pelaksanaan Penyediaan Makanan Tambahan anak sekolah (PMT-AS) termasuk dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah.

Tingkat kesukaan siswa adalah tingkatan dari “sangat suka”, “suka”, “biasa”, “tidak suka”, dan “sangat tidak suka” siswa terhadap menu sepinggan

(34)

Higiene dan sanitasi makanan adalah keadaan yang digambarkan pada tingkat kebersihan pada saat penyiapan, saat pemasakan, peralatan (masak & alat saji), penyajian, lingkungan kerja, air dan tenaga kerja.

Daya terima siswa adalah penerimaan (habis tidaknya makanan) siswa terhadap menu sepinggan yang diukur dengan metode self-reported consumption (disebut juga penilaian dengan metode Comstock). Daya terima terhadap sarapan menu sepinggan diukur dengan 6 kategori, yaitu : tidak dimakan, hanya dicicipi, habis ¼ bagian, habis ½ bagian, habis ¾ bagian, dan habis semua.

Pengolahan bahan pangan adalah kegiatan yang dilakukan pada saat penyiapan dan pemasakan makanan untuk anak sekolah.

Model Penyelenggaraan Makanan adalah model pelaksanaan penyediaan makanan bagi siswa di sekolah dasar yang meliputi input (SDM), peralatan yang dipergunakan (mulai dari kegiatan penyiapan sampai pencucian), bahan pangan dan non-pangan (detergen untuk pencucian, serbet untuk pengering), metode dan biaya, proses (perencanaan menu

sampai penyajian makanan) dan output (kesukaan siswa terhadap menu

dan daya terima siswa terhadap menu) serta dampaknya adalah konsumsi, dan tingkat kecukupan siswa.

Menu adalah makanan (dapat berupa makanan lengkap atau makanan kecil/kue) dan minuman yang disajikan kepada anak sekolah.

Menu Sepinggan adalah makanan lengkap yang disajikan dalam satu piring atau mangkuk, yang terdiri dari makanan pokok sebagai sumber karbohidrat, lauk pauk sebagai sumber protein, dan sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral.

(35)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah

Belajar dari perjalanan sejarah peradaban dunia, kita akan menemukan bahwa bangsa-bangsa yang sekarang termasuk dalam gugusan negara maju, seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Jepang, dan sekarang disusul oleh China, India, Malaysia, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan, adalah negara-negara yang sejak memulai pembangunannya mendudukkan pendidikan sebagai prioritas pertama. Negara-negara ini menganut paradigma “To Built Nation Built School”. Penelitian membuktikan bahwa ”Education and learning depend on

good nutrition and health” (Sinaga 2009).

Pemberian makanan di sekolah (School Feeding Program/SFP) telah dilaksanakan di berbagai negara. Berbagai kesuksesan dapat dicapai melalui pemberian makanan tersebut. Di negara maju seperti Amerika Serikat, program pemberian makanan di sekolah telah dimasukkan ke dalam undang-undang “Makan Siang Anak Sekolah” - P.L. 105-394, November 13, 1998 (Pannell,1999), sehingga wajib dilaksanakan di sekolah-sekolah. Tujuan pemberian makanan di sekolah adalah menyediakan makanan yang berguna untuk mengurangi rasa lapar sehingga siswa dapat berkonsentrasi belajar lebih baik, dan juga cara untuk menarik anak-anak supaya mau pergi ke sekolah serta mereka hadir secara teratur (Ahmed 2004).

Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, program pemberian makanan anak di sekolah sering dilakukan dengan kerja sama antara organisasi-organisasi besar dengan pemerintah dan dengan organisasi-organisasi-organisasi-organisasi

non-pemerintah. Pelaksanaan yang terbesar dilakukan oleh UN World Food Program

(WFP), yang mengoperasikan program tersebut di 78 negara pada tahun 2006. Agen lain dan NGOs melaksanakan pemberian makanan di sekolah pada tingkat nasional, regional dan lokal (Village Hope 2008).

Manajemen Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah

(36)

sanitasi. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki dan menjaga status gizi anak sekolah, meningkatkan tingkat kehadiran anak di sekolah, memperbaiki prestasi akademik serta mendukung kurikulum pendidikan gizi (Wirakusumah dkk 1989).

Di negara maju atau negara industri, penyelenggaraan makanan di sekolah diawasi oleh organisasi makanan sekolah yang bertanggung jawab untuk jasa katering, termasuk kontrol keuangan, perencanaan menu, penasehat dalam pembelian bahan pangan, perencanaan dapur dan administrasi secara umum. Pengawasan dapur makanan di sekolah dilakukan oleh petugas katering atau pengawas juru masak dan pada unit yang lebih kecil dilaksanakan oleh tukang masak. Banyak perempuan dipekerjakan pada bidang ini, karena mereka menemukan bahwa bekerja di penyelenggaraan makanan sekolah cocok dengan tanggung-jawab mereka di rumah. Mereka bekerja dua sampai dua setengah jam setiap hari di pelayanan makanan, karena fasilitas untuk kegiatan sudah tersedia lengkap. Staf di dapur pelayanan makanan anak sekolah pada semua tingkatan manajemen sudah mendapatkan pelatihan sebelum mereka bekerja. Dapur-dapur sekolah dilengkapi dengan peralatan yang baik. Standar yang tinggi diterapkan terhadap kesehatan pekerja dan sanitasi dapur dituntut untuk dapat dipenuhi. Staf pelayanan makanan mengawasi siswa pada waktu makan, terutama di sekolah dasar dan menengah. Staf pelayanan makanan mempunyai tanggung jawab atas perilaku dan tata krama yang baik di meja makan dan juga mendorong anak-anak agar mengembangkan perilaku yang benar terhadap makanan sehat (Kinton & Ceserani 1989).

Pelayanan makanan siswa di negara maju paling efektif ketika ahli diet atau ahli gizi, pengelola sekolah, manajer penyelenggaraan makanan, dan kelompok pendukung lainnya, seperti persatuan orang tua murid menyadari pentingnya nilai-nilai perkembangan mental dan fisik siswa. Kelompok ini dapat bekerja sama untuk membuat penyelenggaraan makanan tidak hanya sebagai "program pemberian makanan" tetapi lebih dari itu, sebagai program pendidikan gizi untuk semua siswa yang menjadi bagian dari pengalaman belajar anak-anak di sekolah (Palacio & Theis 2009).

(37)

yang bekerja part-time. Sekolah dengan jumlah siswa yang banyak di kota-kota besar sering mempergunakan dapur produksi terpusat dan mengirim makanan jadi ke sekolah-sekolah yang lebih kecil yang berada di sekitarnya. Manajemen terpusat dengan pengawas di masing-masing unit sekolah merupakan karakteristik sistem produksi terpusat/commissary (Palacio & Theis 2009).

Di negara-negara berkembang, penyediaan makanan di sekolah mempunyai peranan kritis karena berfungsi untuk menjamin anak-anak dapat belajar ketika mereka berada di sekolah. Anak-anak miskin sering pergi ke sekolah dengan perut kosong. Tiga ratus juta anak-anak di dunia dalam keadaan lapar kronis, kira-kira 170 juta dari anak-anak tersebut hadir di sekolah dan belajar dengan kondisi melawan lapar. Program pemberian makanan di sekolah membantu anak-anak miskin bersekolah, menolong mereka saat belajar di sekolah. Anak-anak di pedesaan sering berjalan jauh menuju ke sekolah dengan perut kosong. Banyak anak-anak tidak membawa makanan dari rumah untuk dimakan di sekolah karena faktor kemiskinan. Anak-anak ini mempunyai masalah untuk berkonsentrasi pada pelajaran di kelas. Para guru melaporkan bahwa tidak sarapan dapat menjadikan anak-anak sekolah tertidur di dalam kelas dan tidak mampu memperoleh manfaat pendidikan yang telah disediakan. Sindrom ini, secara umum dikaitkan dengan lapar jangka pendek, dan dapat mempengaruhi fungsi cognitive anak-anak, dan prestasi belajar. Beberapa studi mengemukakan bahwa lapar jangka pendek bertambah buruk pada anak-anak yang mempunyai riwayat kurang gizi (Cueto & Chinen 2008).

Proses Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah

Perencanaan Menu

Istilah “menu” berasal dari bahasa Perancis yang artinya daftar makanan yang dihubungkan dengan kartu, kertas, atau media lain dimana daftar makanan itu tertulis (Khan 1989). Menu itu sendiri “rangkaian dari beberapa macam hidangan atau masakan yang disajikan atau dihidangkan untuk seseorang atau kelompok orang untuk setiap kali makan, yaitu dapat berupa susunan hidangan pagi, hidangan siang, ataupun hidangan malam” (Mukri dkk 1990).

(38)
[image:38.595.68.480.42.842.2]

baik bagi siswa. Perencanaan menu merupakan rangkaian kegiatan untuk menyusun suatu hidangan dalam variasi yang serasi. Kegiatan ini sangat penting dalam sistem pengelolaan makanan anak sekolah, karena menu sangat berhubungan dengan kebutuhan dan penggunaan sumberdaya lainnya seperti anggaran belanja. Perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang tersedia dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek kepadatan makanan dan variasi bahan pangan (Mukri dkk 1990). Perencanaan menu merupakan salah satu tugas yang paling penting dalam sistem penyelenggaraan makanan anak sekolah (Khan 1989). Sistem penyelenggaraan makanan terdiri atas beberapa sub-sistem. Sub-sistem ”menu” merupakan unsur paling utama dalam kegiatan sistem penyelenggaraan makanan anak sekolah (Gambar 3).

Gambar 3 Hubungan sistem dan subsistem dalam penyelenggaraan

makanan (Sullivan 1989)

Dalam perencanaan menu anak sekolah, beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan agar tujuan penyelenggaraan makanan anak sekolah tercapai adalah jumlah dan keahlian tenaga penjamah makanan, dana yang dibutuhkan, peralatan yang dipergunakan, cara pembelian bahan pangan, cara memproduksi makanan dan jenis pelayanan yang akan diberikan kepada anak sekolah.

Gambar 4 menunjukkan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan menu. Faktor-faktor tersebut yaitu: 1) faktor siswa, yang terdiri dari kecukupan gizi siswa, kebiasaan makan & kesukaan siswa terhadap makanan,

SUPRA SISTEM

SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN

MENU BIAYA

TENAGA PENJAMAH

MAKANAN PENYAJIAN

MAKANAN

PENGOLAHAN BAHAN PANGAN

PEMBELIAN BAHAN PANGAN

(39)

karakteristik makanan & sifat rangsangannya, macam & jumlah siswa yang dilayani, dan 2) faktor manajemen, yang terdiri dari sasaran & tujuan penyelenggaraan makanan anak sekolah, dana yang tersedia, keahlian & jumlah tenaga penjamah makanan, sarana & prasarana, musim/iklim dan keadaan pasar, macam dan peraturan sekolah, serta metode produksi & sistem pelayanan (Sinaga 2007; Mukri dkk 1990; Khan 1989).

[image:39.595.114.487.210.406.2]

Skala Hedonik Wajah (Lampiran )

Gambar 4 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan

menu anak sekolah (Sinaga 2007)

Hal yang paling utama yang harus diperhatikan dalam menyusun menu adalah kecukupan gizi anak sekolah. Menu yang dibuat harus sesuai dengan angka kecukupan gizi berdasarkan pertimbangan umur & jenis kelamin. Untuk sarapan sebaiknya diberikan 20-25% dari kecukupan siswa dan makan siang diberikan 30% dari kecukupan siswa/hari. Menu yang direncanakan sebaiknya disesuaikan dengan kebiasaan makan siswa. Kebiasaan makan siswa ditentukan oleh faktor kejiwaan, faktor sosial-budaya, agama, kepercayaan, latar belakang pendidikan, pengalaman, lingkungan hidup sehari-hari tempat asal dan demografi (Khan 1989).

Menurut Khan 1989, makanan kesukaan adalah pilihan makanan dari sekian banyak makanan yang dihidangkan kepada siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesukaan siswa terhadap makanan adalah: 1) faktor intrinsik, yaitu yang berasal dari penampilan makanan seperti warna, aroma, tekstur, rasa, kualitas dan suhu makanan. Siswa cenderung tertarik pada penyajian makanan yang menarik, dan warna yang serasi serta rasa yang enak; 2) faktor ekstrinsik, meliputi lingkungan, situasi, promosi, musim dan suhu lingkungan; 3) faktor

MENU SISWA

MANAJEMEN

SDM

SARANA & PRASARANA

MACAM & PERATURAN SEKOLAH TIPE PRODUKSI & SISTEM PELAYANAN MAKANAN

DANA PASAR & MUSIM

SASARAN DAN TUJUAN

JUMLAH SISWA KECUKUPAN GIZI SISWA

KEBIASAAN MAKAN & KESUKAAN SISWA TERHADAP MAKANAN

(40)

Biologi, Fisiologi, dan Psikologi. Jika terjadi gangguan pada fungsi biologi, fisiologi dan psikologi ini, maka kesukaan siswa terhadap makanan akan berubah karena perubahan penilaian, persepsi, dan nafsu makan. Usia dan jenis kelamin juga merupakan faktor biologis yang berpengaruh terhadap kesukaan anak terhadap makanan. Contoh, anak sekolah cenderung senang makan yang mengandung gula-gula seperti permen atau coklat. Faktor ke 4) adalah faktor personal, yang berasal dari siswa itu sendiri, seperti tingkat keinginan dan prioritas; 5) pengaruh dari orang lain, selera, suasana hati, emosi, keluarga; 6) faktor Sosial Ekonomi. Faktor ini sangat berpengaruh sekali terhadap pemilihan makanan. Jika penghasilan orangtua minim, siswa akan cenderung mengurangi pengeluaran untuk makanan & minuman, sedangkan bagi siswa yang orang tuanya berpenghasilan tinggi, dapat memilih berbagai macam makanan; 7) faktor budaya & agama. Dalam ajaran agama, terdapat larangan pada setiap umatnya untuk menjauhi beberapa makanan yang dianggap haram dan mutlak tidak boleh dikonsumsi. Faktor agama & budaya sangat mempengaruhi kesukaan terhadap makanan, seperti, muslim dilarang mengonsumsi daging babi dan hasil produknya (Khan 1989).

Faktor-faktor tersebut diatas merupakan faktor yang saling berkaitan satu sama lain. Kesukaan siswa terhadap makanan yang sifatnya lebih kompleks dapat diketahui dengan melakukan survey pertanyaan atau dengan pengamatan sisa makanan yang tidak dimakan oleh siswa. Kesukaan siswa terhadap makanan didefinisikan sebagai derajat suka atau ketidaksukaan terhadap makanan dan akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Rasa kesukaan terhadap makanan terbentuk dari keinginan makan untuk memenuhi rasa lapar serta dari hubungan kesukaan pada masa anak-anak. Suatu makanan dianggap memenuhi selera atau tidak, tergantung dari pengaruh sosial, budaya, dan sifat fisik makanannya (Suhardjo 1986).

(41)

sekolah dibandingkan dengan metode tulisan atau angka karena kedua metode tersebut membutuhkan komunikasi dan pemahaman yang baik, kecerdasan, atau kemampuan untuk berkomunikasi dalam bahasa.

Jenis Makanan Wajah anak

1. Makanan 1

Sangat Suka Suka Biasa-biasa Tidak Suka Sangat

Tidak Suka

2. Makanan 2

Sangat Suka Suka Biasa-biasa Tidak Suka Sangat

[image:41.595.109.510.154.483.2]

Tidak Suka

Gambar 5 Skala Wajah untuk mengukur tingkat kesukaan pada anak sekolah

(Gregoire & Spears 2007)

(42)

3/4 bagian, dimakan ½ bagian, dimakan ¼ bagian, hanya dicicipi dan tidak dimakan (Gambar 6).

Jenis Makanan Saya tidak makan

Saya hanya

cicipi

Saya makan

¼ bgn

Saya makan ½ bgn

Saya makan

¾ bgn

Saya makan

habis

1. Makanan 1

2. Makanan 2

Gambar 6 Skala Comstock untuk mengukur sisa makanan siswa (Gregoire &

Spears 2007)

Karakteristik makanan dan sifat rangsangannya meliputi aspek-aspek: 1) warna, kombinasi yang menarik dan saling berkaitan dapat membantu penerimaan terhadap makanan dan secara tidak langsung dapat menambah nafsu makan siswa. Betapapun lezatnya makanan apabila warna penyajian tidak menarik dapat mengakibatkan siswa enggan untuk mencoba memakannya. Hindarilah makanan dengan warna yang sama, karena akan mengurangi keindahan menu yang disajikan. Biasanya orang menghias menu dengan tambahan garnish, seperti: peterselli, cheri, tomat atau dengan daun slada; 2) bentuk makanan, dianjurkan untuk tidak dibuat dengan banyak variasi bentuk, karena dapat menimbulkan ketidakserasian dan dapat mengurangi keindahan menu. Bentuk makanan yang disajikan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain: sesuai bentuk asli bahan pangan, memotong bahan pangan dengan teknik tertentu, bentuk sajian khusus seperti nasi tumpeng; 3) aroma

makanan mampu merangsang indera penciuman sehingga dapat

(43)

lebih lambat terhadap manusia. Oleh karena itu, menu yang berkonsistensi padat sebaiknya dicampur dengan yang lunak, seperti lontong sayur dengan kerupuk; 5) rasa makanan dapat berupa asin, asam, pahit, dan manis. Rasa ini dapat dipadukan satu dengan yang lainnya dengan perbandingan yang sesuai dan pas, agar tidak terjadi rasa yang tidak enak dalam masakan; 6) metode penyiapan, perlu diperhatikan, seperti pada anak sekolah sebaiknya potongan bahan pangan lebih kecil dari pada orang dewasa; 7) penyesuaian suhu, pada suhu udara yang dingin biasanya anak lebih suka menu yang dapat menghangatkan tubuh yaitu makanan panas. Pada suhu yang panas lebih disukai makanan dingin, seperti es campur; 8) penyajian, merupakan aspek yang sangat menentukan karena penyajian makanan adalah hal pertama yang dapat mempengaruhi indera penglihatan siswa, maka diperlukan penyajian yang baik dari segi alat saji maupun cara penyajiannya (Khan 1989).

Bila konsumen yang akan dilayani homogen seperti anak sekolah, menyusun menu dapat lebih sederhana. Dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah, umumnya yang dilayani adalah para siswa, tetapi beberapa sekolah juga melayani para guru dan pegawainya. Tujuan utama penyelenggaraan makanan anak sekolah adalah melayani makanan siswa selama berada di sekolah, dan umumnya bersifat pelayanan (service-oriented) bukan mencari

keuntungan (profit-oriented). Penyelenggaraan makanan anak sekolah

memberikan pelayanan yang sesuai dengan kecukupan gizi siswa dan harganya terjangkau sesuai kemampuan siswa. Menu yang disusun harus sesuai dengan dana yang ditetapkan. Makanan yang baik dan bergizi untuk anak sekolah bukan berarti makanan yang harus mahal, oleh karena itu makanan anak sekolah yang disusun hendaknya beragam dengan harga terjangkau (Sinaga 2007).

(44)

perlengkapan yang tersedia baik dan modern tentu menu yang dibuat dapat lebih bervariasi (Khan 1989).

Iklim dapat mempengaruhi selera dan kebutuhan tubuh siswa. Pada musim hujan, udara menjadi sejuk, siswa membutuhkan makanan yang sedikit lebih banyak dari biasanya dan makanan yang diinginkan adalah makanan panas. Iklim juga mempengaruhi musim terutama untuk buah-buahan dan sayuran yang sifatnya musiman. Ada beberapa buah yang selalu ada sepanjang hari dalam setahun seperti pisang, pepaya, dan nenas. Jika menyusun menu sesuai dengan keadaan pasar/musim akan lebih menguntungkan karena harganya relatif lebih murah (Mukri 1990). Peraturan sekolah yang menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk pengadaan makanan anak sekolah dan siapa yang harus diberi makan (murid, guru dan pegawai). Berapa besar biaya makanan (pembelian bahan pangan, biaya tenaga kerja, dan biaya bahan bakar) yang disediakan untuk penyelenggaraan makanan anak sekolah juga harus ditetapkan dalam peraturan sekolah (Sinaga 2007). Tipe produksi makanan anak sekolah memiliki dampak yang besar terhadap jenis menu dan waktu yang diperlukan untuk produksi dan penyajian makanan.

Sistem atau macam pelayanan yang diberikan kepada siswa dapat berbeda-beda. Hal ini bergantung pada kemampuan tenaga penjamah makanan berdasarkan efisiensi dan efektivitas penyelenggara makanan anak sekolah. Macam pelayanan yang diberikan akan mempengaruhi susunan peralatan dan tata alur penyajian makanan siswa. Dengan demikian perlu diperhitungkan jadwal waktu pengolahan dan pelayanan makanan. Beberapa macam pelayanan makanan yang dikenal di penyelenggaraan makanan anak sekolah adalah: pelayanan cara cafetaria, prasmanan, dengan mesin makanan otomatis, dan lain-lain.

Pembelian Bahan Pangan

(45)

sekolah dapat dilakukan langsung ke pasar atau melalui pelelangan (Palacio & Theis 2009).

Pembelian langsung ke pasar biasanya dilaksanakan oleh sekolah yang jumlah siswanya sedikit. Di negara-negara maju, pada umumnya pembelian bahan pangan dikelola sendiri oleh penyelenggara makanan anak sekolah. Sistem ini dianggap efisien dan ekonomis dan menghemat waktu pengawasan. Penyelenggara makanan anak sekolah langsung mempertanggung jawabkan semua kegiatan yang dilaksanakannya mulai dari perencanaan menu, hingga tersedianya makanan siswa yang memenuhi standar. Penyelenggara makanan anak sekolah jelas lebih menekuni bidangnya, menguasai keadaan pasar dan sumber bahan pangan yang baik dan segar, matang ataupun setengah matang, serta mampu menilai kualitas bahan pangan dengan tepat (Sinaga 2007).

Penerimaan Bahan Pangan

Penerimaan bahan pangan merupakan kelanjutan dari proses pembelian bahan pangan. Penerimaan bahan pangan adalah kegiatan meneliti, memeriksa, mencatat dan melaporkan bahan pangan yang diperiksa sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan (Mukrie dkk 1990). Dalam penerimaan diperhatikan juga jumlah, jenis, ukuran kualitas bahan dan batas waktu kadaluarsa (Moehyi 1992). Jika penyelenggaraan makanan anak sekolah dalam skala kecil, tidak perlu ada penerimaan bahan pangan, karena petugas pembeli langsung belanja ke pasar dan membawa bahan ke tempat penyiapan untuk diproses (Sinaga 2007).

Penyimpanan dan Pengeluaran Bahan Pangan

(46)

bahan pangan yang disimpan dari kerusakan, kebusukan dan gangguan lingkungan lainnya, 3) melayani kebutuhan macam dan jumlah bahan pangan dengan mutu dan waktu yang tepat, 4) menyediakan stok bahan pangan dalam jumlah dan mutu yang memadai (Palacio & Theis 2009).

Penyiapan Bahan Pangan

Penyiapan bahan pangan bertujuan untuk mempersiapkan racikan yang tepat dari berbagai macam bahan pangan untuk berbagai masakan dalam jumlah yang sesuai dengan standar porsi, dan jumlah siswa serta mempersiapkan berbagai bumbu masakan sesuai standar resep (Mukri dkk 1990). Ditjen Pelayanan Kesehatan (1981) menetapkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan penyiapan makanan anak sekolah yaitu: 1) penyiapan bahan pangan berdasarkan tertib kerja dan metode teknik penyiapan bahan pangan dalam standar resep; 2) penyiapan bahan pangan memperhitungkan waktu dan menu yang diproduksi; 3) peralatan, bahan pangan, dan bumbu-bumbu disesuaikan dengan menu yang akan diolah dan diatur secara baik sehingga memudahkan dalam melakukan pekerjaan; 4) pergunakan alat sesuai dengan menu yang dimasak; 5) perlengkapan dan peralatan disusun sedemikian rupa sehingga pekerjaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien; 6) pergunakan peralatan dengan baik dan benar untuk menghindari kecelakaan kerja; 7) perhatikan urutan langkah-langkah kerja sesuai dengan metode teknik penyiapan; 8) meja kerja, perlengkapan dan peralatan segera dibersihkan dan disusun kembali setelah digunakan. Penyiapan sebaiknya dilakukan dengan baik agar penampilan makanan baik dan nilai gizi bahan pangan tidak berkurang.

Metode Pemasakan Bahan Pangan

(47)

sekolah harus dapat merangsang kelenjar ludah, mata, lidah dan perasaan sehingga makanan yang diproduksi sedap dipandang dan mempunyai rasa yang lezat. Kesalahan dalam urutan dan pencampuran bumbu akan menghasilkan makanan yang tidak menarik. Untuk dapat menghasilkan makanan yang berkualitas tinggi di sekolah maka diperlukan pengolahan dengan cara yang tepat, proporsi bahan pangan penyusun seimbang, bervariasi, disajikan dengan menarik serta memenuhi standar sanitasi yang tinggi (Ditjen Pelayanan Kesehatan 1981).

Proses pengolahan perlu mendapat perhatian karena kehilangan zat gizi sering terjadi pada saat memasak (Hardinsyah dan Briawan 1994). Dalam pemasakan bahan pangan di sekolah, beberapa peraturan yang harus dilaksanakan adalah menjaga kualitas bumbu, melaksanakan pemasakan yang benar, menetapkan tenggang waktu antara penyiapan dan waktu penyajian, serta memperhatikan kehilangan nilai gizi atau kerusakan akibat pemasakan yang terlalu lama.

Ada empat metode pemasakan bahan pangan yang sering dipergunakan dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah, yaitu metode konvensional, produksi yang dipusatkan, makanan matang lalu didinginkan dan makanan matang lalu dibekukan (makanan dimasak hari ini dan dikonsumsi hari berikutnya), serta assembly atau serve atau hanya penyajian makanan (Palacio & Theis 2009; Khan 1989). Metode konvensional berarti penyiapan, dan pemasakan bahan pangan dilakukan dalam satu tempat, serta penyajian makanan dilakukan pada hari yang sama. Metode produksi yang dipusatkan, berarti pembelian, penyiapan, pemasakan bahan pangan dalam jumlah besar dan dilakukan di sebuah dapur besar atau disebut juga dapur terpusat. Setelah makanan matang lalu dibagikan ke tempat pelayanan yang membutuhkan yang

lokasinya dekat dengan tempat pemasakan. Metode ready prepared ada 2 jenis

(48)

Di dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah, metode produksi mana yang akan diterapkan sangat bergantung dari fasilitas sekolah, seperti berapa jumlah tenaga penjamah makanan, adakah tempat penyimpanan bahan pangan, adakah tempat penyimpanan makanan matang, dan waktu yang tersedia untuk mengolah bahan pangan (Sinaga 2007). Metode produksi penyelenggaraan makanan anak sekolah dengan dapur terpusat yang dilaksanakan di India dan Chili dapat berjalan dengan baik di daerah yang padat penduduknya, metode ini mungkin tidak berhasil di daerah yang lebih pedesaan seperti di Mali. Keterlibatan masyarakat dan tenaga sukarelawan untuk mempenyiapan makanan di Mali dapat menjadi metode yang baik di negara pertanian, dan mungkin tidak cocok dilaksanakan di negara industri, karena para keluarga tidak memiliki produk pertanian atau jadwal yang kondusif untuk ikut terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan makanan anak sekolah (Winch 2009).

Masing-masing negara seperti di Mali, Chili, dan India mempunyai pengalaman yang berbeda dalam tujuan pemberian makanan bagi anak sekolah. Di Mali, tujuan pemberian makanan anak di sekolah adalah memberi anak kesempatan untuk mendapatkan kebutuhan gizi dasar yang terpenuhi dan dapat menyelesaikan sekolah dasar. Pemberian makanan anak sekolah di Chili bertujuan untuk menjamin kesetaraan dalam pendidikan. Di India pemberian makanan anak sekolah merupakan hak dan kesempatan untuk hidup dan berkembang. Jadi tujuan pemberian makanan anak di sekolah tidak harus selalu sama di setiap negara. Pengalaman masing-masing negara menggambarkan bahwa pemberian makanan anak di sekolah lebih dari sekedar memberi makan siswa, tetapi juga akan membantu mereka memiliki sarana yang diperlukan untuk tumbuh, belajar, dan berkembang (Winch 2009).

(49)

Metode Penyajian Makanan

Umumnya makanan anak sekolah disajikan dengan tipe (gaya) cafetaria. Ada beberapa tipe pelayanan cafetaria yang sering dipergunakan di sekolah yaitu: 1) cafetaria umum; 2) cafetaria dengan pelayanan; 3) kantin bergilir dan 4) prasmanan. Dalam cafetaria umum, semua hidangan disajikan dalam bentuk porsi dan diatur dalam kelompok hidangan yang siap untuk diambil oleh siswa. Siswa dapat mengambil sendiri hidangan yang diinginkan. Tidak ada pelayan dalam cara cafetaria umum ini. Tipe cafetaria umum banyak di laksanakan di sekolah menengah atas (SMA). Dalam cafetaria dengan pelayanan, sebagian dari hidangan tersedia dalam bentuk porsi yang siap untuk diambil siswa, dan sebagian lagi hidangan disajikan atas permintaan siswa. Untuk jenis ini, harus tersedia tenaga pelayan. Tipe cafetaria dengan pelayanan umumnya di laksanakan di SMA. Dalam tipe kantin bergilir, siswa berbaris mengambil baki makanan atau kotak makanan yang telah diisi dengan makanan dalam bentuk porsi. Tipe kantin bergilir umumnya di laksanakan di sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) dan SMA. Dalam penyajian secara prasmanan, siswa secara bergilir mengambil makanan dengan bebas menurut kemampuan dan kecukupannya, di meja makan yang disediakan. Tipe prasmanan ini dapat di laksanakan di SMP dan SMA (Pannell 1999).

Pendistribusian Makanan

(50)

sesuai dengan porsi yang ditetapkan, meneliti macam dan jumlah makanan, serta membawa hidangan kepada siswa (Palacio & Theis 2009;Mukri dkk 1990).

Pencucian Alat Makan dan Alat Masak

Peranan alat makan dan alat masak dalam higiene sanitasi makanan siswa sangatlah penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam prinsip-prinsip higiene sanitasi makanan penyelenggaraan makanan anak sekolah. Alat makan dan alat masak perlu dijaga kebersihannya setiap saat akan dipergunakan. Untuk itu peranan pembersihan atau pencucian alat perlu diketahui secara mendasar. Dengan membersihkan alat secara baik, akan menghasilkan alat makan dan alat masak yang bersih dan sehat (Depkes 2006).

Alat makan meliputi piring, gelas, mangkuk, cangkir, sendok, pisau, garpu, dan lain-lain. Alat saji dapat berupa peralatan kaca (chinaware), logam (metalware), tembikar (ceramicware), plastik, dan lain lain. Peralatan masak meliputi kuali/wajan, dandang/kukusan, pisau, talenan, oven dan lain-lain. Dengan menjaga kebersihan peralatan makan dan masak, maka telah membantu mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi makanan yang dapat terjadi karena peralatan yang digunakan (Depkes 2006).

Higiene dan Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah meliputi kegiatan usaha yang ditujukan terhadap semua tingkatan, sejak bahan pangan mulai dibeli, disimpan, diolah dan disajikan untuk melindungi agar anak

sekolah tidak dirugikan kesehatannya. Usaha-usaha sanitasi dalam

(51)

kepada faktor-faktor lingkungan hidup manusia, sedangkan higiene lebih menitik beratkan kepada kebersihan individu (Anwar H dkk 1988).

Pengertian higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya, seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Depkes 2006). Di Indonesia penilaian higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan anak sekolah dapat dilakukan berdasarkan Permenkes RI nomor : 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga.

Model Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah

Model penyelenggaraan makanan mana yang ingin dilaksanakan di sekolah sangatlah bergantung dari fasilitas yang ada di sekolah dan lingkungan di sekitar sekolah. Model-model yang dapat dilaksanakan di sekolah adalah: 1) penyiapan makanan dilakukan di sekolah, bahan pangan berasal dari bantuan/sumbangan; 2) penyiapan makanan dilakukan di sekolah, bahan pangan berasal dari lokasi di sekitar sekolah; 3) penyiapan makanan dilakukan di sekolah, dapat berupa makanan lengkap atau kecil, tenaga penjamah berasal dari pedagang makanan; 4) penyiapan makanan dilakukan di luar sekolah, tenaga penjamah berasal dari swasta/katering; 5) penyiapan makanan dilakukan di luar sekolah, tenaga penjamah dari masyarakat dan 6) kupon atau tunai atau bahan pangan di bawa pulang

Model Penyiapan Makanan dilakukan di Sekolah, Bahan Pangan berasal dari Bantuan/Sumbangan

(52)

Model Penyiapan Makanan dilakukan di Sekolah, Bahan Pangan berasal dari Lokasi di Sekitar Sekolah

Model ini dapat dilaksanakan di sekolah yang memiliki fasilitas dapur sekolah, dan menyajikan makanan lengkap, mempunyai tenaga sendiri atau membayar tenaga penjamah makanan dari luar sekolah. Tenaga penjamah makanan membeli bahan pangan yang ada di sekitar lingkungan sekolah untuk kegiatan penyelenggaraan makanannya (WFP 2007). Model ini paling banyak (81.5%) dilakukan di sekolah-sekolah negara Amerika Serikat (Pannell 1999). Di Taiwan, sebagian besar (67%) sekolah mempergunakan model ini, yang disebut sebagai “public-owned-public-managed”, yaitu sekolah memiliki dapur sendiri dan menyelenggarakan makan siang bagi siswanya (Yang 2006). Di Indonesia beberapa sekolah menerapkan model ini, khususnya sekolah yang siswanya berasal dari keluarga mampu dan sekolah masih mempunyai lahan untuk membangun dapur.

Model Penyiapan Makanan dilakukan di Sekolah, Tenaga Penjamah berasal dari Pedagang Makanan

Model ini dapat dilaksanakan di sekolah yang memiliki fasilitas dapur sekolah, dapat menyajikan makanan lengkap atau makanan kecil/selingan, mempekerjakan tenaga penjamah makanan yang berasal dari pedagang makanan yang ada di sekitar sekolah. Sekolah yang mempergunakan model ini biasanya melakukan pelatihan tentang higiene dan sanitasi makanan terlebih dahulu, supaya tenaga pedagang makanan dapat melakukan kegiatan penyelenggaraan makanan dengan baik dan menghasilkan makanan yang aman untuk dikonsumsi oleh siswa (Del Rosso 1999).

Kelebihan model penyiapan makanan dilakukan di sekolah adalah tidak adanya tambahan biaya transportasi, lebih mudah mengontrol kualitas makanan karena berada di dalam lingkungan sekolah, makanan dapat disajikan dalam keadaan hangat tanpa menunggu waktu transportasi, tidak membutuhkan

peralatan untuk menghangatkan makanan. Kekurangan model ini adalah

membutuhkan investasi yang tinggi dalam hal penyediaan fisik dapur dan ruang makan, peralatan dan perlengkapannya.

Model Penyiapan Makanan dilakukan di luar Sekolah, Tenaga Penjamah berasal dari swasta/katering

(53)

mempekerjakan tenaga penjamah makanan dari sektor swasta, seperti dari katering, dan membeli sendiri bahan pangan yang dibutuhkan. Dalam model ini penyiapan dan pemasakan bahan pangan dilakukan di luar gedung sekolah, mempergunakan fasilitas dapur swasta, seperti dapur katering. Makanan yang matang kemudian dibawa ke sekolah untuk disajikan kepada siswa (Del Rosso 1999).

Model Penyiapan Makanan dilakukan di luar Sekolah, Tenaga Penjamah dari Masyarakat

Model ini dilaksanakan di sekolah yang belum memiliki fasilitas dapur sekolah, menyajikan makanan lengkap atau makanan selingan/kecil, membeli sendiri bahan pangan, mempekerjakan tenaga penjamah makanan yang berasal dari partisipasi masyarakat yang mau membantu dan peduli dengan pendidikan. Tenaga penjamah makanan berasal dari masyarakat, seperti dari Komite Sekolah (persatuan orang tua murid), masyarakat sekitar sekolah, ibu-ibu Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Tenaga ini dapat bersifat sukarela atau sosial atau dibayar dengan upah/honor yang rendah. Model ini mempersiapkan dan memasak bahan pangan di dapur yang berada di luar gedung sekolah.

Gambar

Gambar   1 Kerangka pemikiran penelitian penyelenggaraan makanan anak
Gambar   2 Komponen-komponen penyelenggaraan makanan anak sekolah
Gambar   3 Hubungan
Gambar  4 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan
+7

Referensi

Dokumen terkait