• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Bangunan dan Lingkungan

Dalam dokumen BAB PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang (Halaman 66-74)

FAKTOR -FAKTOR PENGARUH PENGEMBANGAN

3.2.6 Tata Bangunan dan Lingkungan

Halaman 3 - 20 dilalui oleh jaringan irigasi teknis sehingga dalam pembangunan fisik harus memperhatikan fungsi dan tata bangunannya. Secara umum kawasan ini dapat dikembangkan sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam perencanaan kota, tinggal melakukan penataan dan penzoningan kawasan serta peningkatan sarana dan prasarana lingkungannya

3.2.5 Status Kepemiikan Lahan

Secara umum kepemilikan lahan di kawasan perencanaan terdiri dari tanah milik Ulayat, pribadi, dan pemerintah. Sebagian kawasan perencanaan masih merupakan lahan kosong dan dari segi bentuk atau pola pembagian lahannya masih ada yang belum beraturan sehingga untuk melaksanakan pengembangan pembangunan fisik masih mengalami kesulitan di dalam penataan bangunan dan pengembangan jaringan jalan.

Untuk penataan kawasan yang masih belum terbentuk pengkaplingan perlu dilakukan konsolidasi tanah terutama pada lahan bagian depan koridor agar terlihat lebih teratur. Konsolidasi tanah di kawasan perencanaan merupakan suatu model pembangunan yang berkaitan dengan masalah kebijaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan masyarakat, jalan dan prasarana umum lainnya sesuai dengan potensi yang kemungkinan berkembang. Konsolidasi tanah merupakan suatu model pembangunan yang mengatur semua bentuk tanah yang semula terpecah-pecah dan dengan bentuk yang tidak teratur menjadi tanah-tanah yang bentuk dan tata letaknya teratur sehingga untuk pembangunan dan pengembangan sarana prasarana menjadi mudah.

3.2.6 Tata Bangunan dan Lingkungan

Tata bangunan meliputi tinjauan atas bentuk dan massa bangunan, kepadatan bangunan, jarak antar bangunan, bidang muka (fasade) bangunan, KDB, KLB, GSB dan ketinggian bangunan. Sebagai kawasan yang memiliki potensi untuk arahan perkembangan kota, kawasan di sekitar perencanaan memerlukan pengaturan tata bangunan yang sekaligus dapat lebih mengarahkan perwujudan arsitektur lingkungan/perkotaan akibat perkembangan Kota Simpang Ampek terutama

Halaman 3 - 21 koridor jalan utama kota pada masa yang akan datang.

a. Bentuk Massa Bangunan

Ketentuan bentuk dasar bangunan berdasarkan pada fungsi bangunan, dan keserasian bangunan terhadap lingkungannya (bangunan di sekitarnya). Pada kawasan perencanaan terdapat beberapa fungsi kawasan seperti kawasan perdagangan dan jasa, perkantoran, pemukiman dan juga campuran yang sudah mulai padat pada beberapa titik lokasi dalam kawasan perencanaan, maka bentuk dasar bangunan yang ada umumnya berbentuk kubus dan persegi panjang. Bentuk dasar bangunan tersebut memperlihatkan adanya perpaduan bentuk kubus dengan persegi panjang yang memberikan kesan kaku dan kokoh.

Massa bangunan di kawasan perencanaan dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu :

a. Bentuk bangunan tunggal, sebagian besar bangunan tunggal di kawasan perencanaan berfungsi sebagai perumahan, perkantoran, fasilitas pendidikan dan fasilitas umum lainnya.

b. Bangunan deret, merupakan bangunan yang difungsikan untuk kegiatan perdagangan dan jasa yang mulai berkembang di sepanjang koridor/jalan arteri (jalan utama).

Susunan peletakan massa bangunan pada suatu lingkungan disebut juga dengan gubahan massa. Gubahan massa bangunan pada kawasan perencanaan dikategorikan tunggal karena belum banyak bangunan deret yang ada terutama pada lapis pertama jalan utama kawasan. Bangunan yang yang berbentuk tunggal masih cukup banyak ditemukan di kawasan ini dengan fungsi yag berbeda-beda (dominan rumah dan kantor). Sementara pada bagian lapis kedua (dalam kawasan) juga banyak bangunan tunggal yang berfungsi untuk perumahan. Tatanan massa bangunan sangat penting diperhatikan kerena merupakan salah satu elemen pembentuk lingkungan. Dengan melihat kecendrungan pertumbuhan aktifitas dan fisik kawasan serta fungsi yang dibebankan pada kawasan perencanaan, bentuk massa bangunan

Halaman 3 - 22 telah mulai berkembang bangunan dengan tipe deret yang umumnya akan difungsikan untuk bangunan komersial seperti ruko dan toko.

Kondisi bangunan jika dilihat dari segi konstruksi di kawasan perencanaan berupa bangunan kios-kios dan rumah, adalah semi permanen dan permanen namun dengan melihat perkembangan saat ini bangunan yang ada telah banyak dibuat dengan permanen. Ukuran rumah-rumah di kawasan perencanaan juga bervariasi sesuai dengan tingkat ekonomi masyarakat.

b. Kepadatan dan Jarak Bangunan

Dilihat secara keseluruhan kepadatan bangunan dengan luas lahan yang ada bisa dikatakan masih rendah atau sedang tetapi dibeberapa titik atau lokasi di dalam kawasan perencanaan terdapat konsentrasi bangunan dengan kepadatan bangunan tinggi (padat) seperti yang terdapat di persimpangan Simpang Ampek. Pada lokasinya ini kepadatan bangunan cukup tinggi jarak antar bangunan ada yang bisa dikatakan nol (0). Sementara di beberapa bagian lain dalam kawasan pembangunan fisik bangunan terlihat berkembang secara sporadis. Pada kawasan yang cukup padat ini, mereka tidak memiliki halaman atau ruang terbuka yang cukup sehingga terkesan sempit.

c.

Pada lokasi yang kepadatannya cukup tinggi ini memiliki jarak antar bangunan dekat sekali, bangunan berdempetan satu dengan yang lainnya. Hal ini cukup berbahaya ditinjau dari segi pengamanan dan keselamatan terutama bila terjadi kebakaran yang dapat merugikan orang banyak.

Untuk kawasan perkantoran, kepadatan dan jarak bangunan cukup rendah dimana bangunan perkantoran ini umumnya merupakan bangunan tunggal dan memili jarak antar banguna yang cukup jauh.

Untuk perencanaan ke depan diharapkan dalam bangunan, suatu bangunan harus mempunyai jarak tertentu antara satu bangunan dengan bangunan lain sedangkan untuk bangunan deret juga harus diperhatikan panjang maksimal bangunan deret dan ketahanan bahan bangunannya.

Sempadan bangunan merupakan pengaturan jarak antar bangunan (sempadan muka bangunan, samping bangunan dan belakang bangunan) dan bangunan

Halaman 3 - 23 dengan jaringan jalan. Garis sempadan bangunan adalah batas dimana bangunan boleh didirikan, dihitung dari batas persil terluar. Kondisi eksisting sempadan bangunan yang ada di kawasan perencanaan sampai saat ini belum teratur.

Penetapan sempadan bangunan diperlukan karena mempertimbangkan :  Keteraturan bangunan.

 Memperkecil resiko penjalaran bahaya kebakaran, jarak atau ruang yang diperhitungkan dapat mencegah merambatnya api ke bangunan lain dan memberikan ruang yang cukup untuk petugas dalam memadamkan kebakaran.

 Memperlancar aliran udara segar, penyinaran matahari dan estetika lingkungan.

 Ruang visual lalu lintas yang aman terhadap kegiatan pergerakan dalam suatu lingkungan akan ditentukan oleh jenis lalu lintas yang melewati jalan tersebut. Hal ini ditentukan oleh fungsi jalan.

Mengingat ketentuan pengaturan garis sempadan ini sudah baku dan berlaku secara umum, maka ketentuan-ketentuan tersebut juga berlaku untuk

Halaman 3 - 24 kawasan perencanaan. Bertitik tolak dari ketentuan-ketentuan di atas, dijabarkan :

a. Garis Sempadan Bangunan.

b. Jarak Antara Bangunan (JAB), yaitu jarak antara bangunan yang satu dengan bangunan yang lainnya, baik di dalam satu kapling maupun antara kapling dalam lingkungan kawasan.

a. KDB, KLB, GSB dan Ketinggian

KDB

Rencana kepadatan bangunan digambarkan dari arahan Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah rasio perbandingan luas lantai dasar bangunan terhadap luas lahan efektif atau daerah perencanaan yang dinyatakan dalam persen (%). Daerah Perencanaan yang dimaksud adalah lahan atau petak lahan yang dikuasai atau direncanakan. Luas daerah perencanaan adalah luas lahan bruto yang dikuasai dikurangi luas lahan untuk rencana jalan, saluran, dan atau luas lahan jenis peruntukan lain (sesuai ketentuan) yang tidak dapat digabungkan.

Pengaturan KDB ini diperlukan untuk mengatur besarnya aliran air permukaan, peresapan air ke dalam tanah, estetika dan keseimbangan ekologis yang dikaitkan dengan nilai lahan setempat. Penentuan KDB juga memperhatikan faktor kondisi fisik wilayah perencanaan, daya dukung lahan, rencana peruntukan, dan rencana distribusi penduduk. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Pasal 13 tahun 1987 tentang “Pedoman Penyusunan Rencana Kota”, klasifikasi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) terdiri dari :

 Sangat Tinggi : > 75 %.  Tinggi : 50 – 75 %.  Menengah : 20 – 60 %.

Halaman 3 - 25  Rendah : 5 – 20 %.

 Sangat Rendah : < 5 %.

Mengingat pola sebaran bangunan yang memusat di bagian pusat kota dengan letak bangunan yang cukup rapat, maka KDB pada kawasan pusat Kota Simpang Ampek dapat digolongkan sangat tinggi.

Kondisi KDB di Kawasan perencanaan untuk lokasi di jalan utama mulai persimpangan Simpang Ampek sampai ke persimpangan Soekarno Hatta berkisar antara 80-90% yang umumnya berfungsi untuk kawasan perdagangan dan jasa. Sedangkan di titik mulai persimpangan Soekarno Hatta sampai ujung ke kawasan Padang Tujuh berkisar antara 30-60% yang umumnya berfungsi untuk kawasan perkantoran, fasilitas dan permukiman karena kawasan masih banyak lahan kosong. Perkembangan kegiatan msyarakat di kawasan inti kota, memaksa perkembangan bangunan terus meningkat sehingga menyebabkan kepadatan bangunan yang mulai tinggi, berdampak terhadap luasan lahan terbangun yang umumnya hampir menutupi kapling lahan yang ada terutama untuk bangunan yang berfungsi perdagangan dan jasa.

KLB

Koefisien Lantai bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan. KLB mempunyai fungsi untuk mengatur rasio/persyaratan tinggi bangunan pada suatu kawasan. Dalam KLB, ketinggian bangunan diatur sedemikian rupa untuk memperoleh tatanan yang baik, sehingga pembedaan ketinggian massa bangunan pada suatu deretan bangunan akan menghindarkan dari kesan monoton atau untuk mengurangi rintangan pandangan dari unit-unit di sekitarnya.

Kebijakan ketinggian bangunan sangat erat kaitannya dengan kebijaksanaan penentuan FAR (Floor Area Ratio). Penentuan ketinggian

Halaman 3 - 26 bangunan ini akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan wajah atau image terhadap kawasan yang bersangkutan.

Berdasarkan pemantauan di lapangan, KLB yang terdapat dikawasan perencanaan yakni disekitar pusat kota Simpang Ampek berkisar mulai dari 0,7 – 1,8 terutama yang berfungsi untuk perdagangan, dan di kawasan pinggir kota KLB berkisar dari 0,4 – 1,4 yang umumnya berfungsi untuk permukiman atau perumahan.

KDH

Koefisien Dasar Hijau (KDH) ditetapkan sesuai dengan peruntukkan dalam rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. KDH minimal 10% pada daerah sangat padat/padat. KDH ditetapkan meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah.

Untuk perhitungan KDH secara umum, digunakan rumus : 100 % -

(KDB + 20% KDB) - Ruang Terbuka Hijau yang termasuk dalam KDH

sebanyak mungkin diperuntukkan bagi penghijauan/penanaman di atas tanah. Dengan demikian area parkir dengan lantai perkerasan masih tergolong RTH sejauh ditanami pohon peneduh yang ditanam di atas tanah, tidak di dalam wadah/container kedap air. KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-tiap klas bangunan dalam kawasan bangunan, dimana terdapat beberapa klas bangunan dan kawasan campuran.

Koefisien dasar hijau di kawasan perdagangan dan jasa (pusat kota) di kawasan perencanaan (Kota Simpang Ampek dan Sekitarnya) sebagian masih kurang memenuhi persyaratan karena lahan terbangun di sebagian bangunan terutama di kawasan pusat kota yang berfungsi untuk perdagangan hampir mencapai 90 % bahkan 100%. Dengan demikian RTH di daerah kawasan tersebut sangat minim. Namun di daerah pinggiran kawasan perkotaan masih besar lahan ruang terbuka

Halaman 3 - 27 hijaunya karena kepadatan bangunan masih dalam kategori sedang dan rendah sehingga KDH yang ada masih tinggi yakni ada yang lebih dari 40 %.

b. Bentuk dan Tampilan Bangunan

Ketentuan bentuk dasar bangunan berdasarkan pada fungsi bangunan, setelah mempertimbangkan KDB dan KLB serta faktor visual dan keserasian bangunan terhadap lingkungannya (bangunan di sekitarnya). Arsitektur bangunan dan lingkungan harus secara positif menunjang penciptaan ruang kota/lingkungan yang bermakna dan terkait dengan jati diri setempat serta berkorelasi dengan kultur prilaku/budaya dan kegiatan kehidupan setempat oleh karenanya tidak dapat bersifat figuratif. Kawasan perencanaan saat ini berfungsi sebagai kawasan perdagangan dan jasa, pemukiman dan campuran, serta kawasan wisata, bentuk dan corak arsitekturnya bervariasi mengikuti perkembangan zaman yang umumnya mempunyai gaya moderen.

Kondisi bangunan di kawasan perencanaan umumnya baik, dengan jenis konstruksi rata-rata sudah permanen. Bentuk bangunan umumnya sudah mengadopsi bentuk bangunan modern dan trend-trend masa depan terutama bangunan yang berfungsi untuk hunian/rumah. Sementara bangunan pemerintah dan swasta juga sudah mulai mendekati bangunan modern. Bentuk tersebut tidak mencerminkan kearifan lokal sehingga tidak mencirikan sebuah kota yang memiliki keunikan dan kekhasan suku

Halaman 3 - 28 bangsa yang ada terutma bangunan pemerintah. Hal ini perlu diantisipasi untuk masa yang akan datang dengan sebuah usulan arsitektur bangunan yang lebih mencirikan gaya arsitektir lokal terutama bangunan pemerintah dan bangunan yang berfungsi umum sehingga kawasan perencanaan memiliki identitas tersendiri bila dilihat dari sseni atau bentuk arsitektur bangunannya.

c. Tata Lingkungan

Tata lingkungan diperlukan untuk melihat kecenderungan perkembangan kawasan saat ini maka perlu pengaturan dalam penetapan fungsi serta pengaturan bangunan dan lingkungannya sehingga masing-masing kawasan memiliki karakteristik tersendiri.

Umumnya bangunan yang ada di sepanjang koridor jalan utama kawasan perencanaan berorientasi menghadap ke jalan yang ada di depannya. Pada bagian dalam kawasan perencanaan masih ada beberapa bangunan terutama yang berfungsi untuk rumah posisinya atau orientasinya tidak menghadap ke jalan. Hal ini juga disebabkan oleh belum jelasnya rencana jalan yang ada di dalam kawasan dan rumah tersebut sudah ada sebelum jalan dibuka sehingga mengakibatkan posisi rumah tidak menghadap kejalan. Diharapkan untuk perecanaan dimasa yang akan datang orientasi bangunan semuanya terutama bagi bangunan baru harus menghadap jalan, hal ini didasarkan pada pertimbangan estetika.

Dalam dokumen BAB PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang (Halaman 66-74)