• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

G. Teknik Keabsahan Data

Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah triangulasi.

Triangulasi merupakan pengumpulan data dari berbagai sumber yang berbeda untuk memperoleh data yang terpercaya. Proses triangulasi yang digunakan oleh penulis adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode.

 Pertama penulis melakukan wawancara. Dalam proses wawancara ini penulis

memperoleh informasi dari narasumber. Selain itu penulis memperdalam data yang disampaikan oleh narasumber.

 Kedua adalah pertemuan secara online. Pertemuan ini digunakan untuk

memperkuat data berdasarkan sharing bersama dan data dari pihak ketiga.

Pihak ketiga yang dimaksud dalam pertemuan ini adalah pengamat dalam pertemuan.

 Terakhir yaitu menyebarkan kuesioner sebagai langkah akhir untuk

memperkuat data yang telah disampaikan dalam wawancara dan pertemuan online.

Ketiga sumber data ini dianalisis dan saling diperbandingkan untuk melihat konsistensinya. Sumber data yang utama adalah hasil wawancara dan hasil sharing bersama yang diperoleh dengan cara kualitatif. Hasilnya kemudian divalidasi dengan hasil kuesioner yang diperoleh secara kuantitatif.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis memaparkan gambaran umum umat di Lingkungan Santo Antonius Gendeng Selatan, Paroki Kristus Raja Baciro, Yogyakarta.

Setelah itu penulis memaparkan hasil penelitian mulai dari wawancara, pertemuan online dan kuesioner. Setelah memaparkan hasil penelitian penulis memaparkan

validasi data, pembahasan hasil wawancara dan usulan program bagi lansia di Lingkungan St. Antonius Gendeng Selatan, Paroki Kristus Raja Baciro, Yogyakarta.

A. Gambaran Umat di Lingkungan St. Antonius Gendeng Selatan

Lingkungan St. Antonius Gendeng Selatan merupakan salah satu Lingkungan di Paroki Kristus Raja Baciro, Yogyakarta. Lingkungan St. Antonius Gendeng Selatan masuk di Wilayah II dari 6 wilayah. Lingkungan St. Antonius merupakan lingkungan yang paling dekat dengan paroki di sebelah barat gereja.

Lingkungan ini diketuai oleh bapak Antonius Heri Purwito dengan jumlah umat 89 jiwa dari 31 KK. Kriteria umat di Lingkungan St. Antonius yaitu 6 jiwa usia dini, 12 jiwa anak-anak, 22 jiwa orang muda, 31 jiwa orang dewasa dan 18 jiwa usia lanjut. Di Lingkungan St. Antonius juga ada dua biara yaitu Kongregasi SS.CC (Hati Kudus Yesus dan Maria) dan OP (Ordo Pewarta Santo Dominikus).

Dua biara ini termasuk di Lingkungan St. Antonius. Berdasarkan data umat yang ada, mereka merupakan umat asli dari wilayah tersebut, sehingga didomisili asli

suku Jawa, sedangkan pendatang hanya para suster. Data ini diperoleh dari Paulus Nova selaku pengurus di Lingkungan St Antonius Gendeng Selatan secara personal (13 April 2021).

Situasi ekonomi umat di Lingkungan St. Antonius Gendeng Selatan pada umumnya sangat sejahtera. Sebagian besar mata pencaharian mereka adalah pegawai swasta. Selain itu ada yang bekerja sebagai wirausaha, guru, serabutan, dan pensiun. Situasi budaya di lingkungan ini sangat kental dengan kebudayaan Jawa seperti gotong royong dan persaudaraan antara satu dengan yang lain.

Contohnya: bagi mereka yang terkena Covid-19 saat ini umat saling bergiliran untuk mengantar makanan. Selain itu umat di lingkungan sangat aktif dalam kegiatan masyarakat seperti arisan, kerja bakti dan kegiatan masyarakat lainnya.

Dalam kegiatan peribadatan umat sangat terlibat dan aktif bahkan umat di Lingkungan St. Antonius rajin mengikuti perayaan Ekaristi setiap hari baik itu secara daring maupun secara langsung. Paroki Kristus raja Baciro juga sudah mengadakan misa untuk lansia yang dilaksanakan pukul 10.00 pada Minggu kedua. Tetapi karena di Lingkungan St. Antonius ada yang terkena Covid-19, mereka tidak dapat mengikuti perayaan Ekaristi secara langsung di gereja [Lampiran 4: (5-34)].

B. Hasil dan Analisis Wawancara

Wawancara tentang penghayatan komuni batin dalam perayaan Ekaristi daring bagi umat lansia di Lingkungan St. Antonius Gendeng Selatan, Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta dilaksanakan pada tanggal 10-13 Juni 2021.

Wawancara ini dilaksanakan secara langsung di rumah umat masing-masing oleh 15 narasumber [Lampiran 3: (3)]. Berikut ini hasil dari wawancara yang telah dilaksanakan bersama dengan narasumber di rumah mereka masing-masing [Lampiran 4: (5-34)]:

1. Mempersiapkan Perayaan Ekaristi Daring

Penulis melakukan wawancara mengenai bagaimana para lansia mempersiapkan diri untuk mengikuti perayaan Ekaristi daring. Menurut N01, dalam mempersiapkan perayaan Ekaristi daring ia dibantu oleh anaknya: mulai dari lilin dan salib itu disiapkan oleh cucunya sedangkan laptop yang disambungkan ke televisi disiapkan oleh anaknya. Selain itu ia mempersiapkan diri seperti berpakain ke gereja. Hal tersebut berbeda dengan N02 yang menyampaikan: “Saya mempersiapkan diri seperti ketika mengikuti perayaan Ekaristi di gereja mulai dari buku Madah Bakti, berpakaian rapi dan rosario serta televisi, untuk lilin saya kadang-kadang menggunakannya” [Lampiran 4: (7-8)].

Menurut N03, untuk persiapan seperti televisi dan peralatan misa sudah ada di kamar, sehingga tinggal ia menyiapkan hati supaya mantap mengikuti perayaan Ekaristi. Menurut N04, laptop, lilin dan salib sudah disiapkan oleh anak-anaknya, ia tinggal berpakaian rapi saja.

Menurut N05 dan N06, untuk laptop yang mempersiapkan cucunya karena seusianya tidak paham, sedangkan untuk peralatan lainnya sudah dipersiapkan sendiri [Lampiran 4: (13-16)]. Menurut N07 untuk laptop dan peralatan yang lain sudah dipersiapkan oleh adik sepupunya. Menurut N08, menyatakan bahwa dalam

perayaan Ekaristi daring ia menggunakan HP, berpakaian seperti ke gereja dan menyiapkan lilin.

Menurut N09 dan N10, bahwa lilin, televisi, salib, dan cara berpakaian adalah seperti saat mengikuti perayaan Ekaristi di gereja dan menyiapkan hati dan diri kita dengan berpuasa selama satu jam [Lampiran 4: (21-24)]. Menurut N11, yang dipersiapkan oleh dirinya yaitu menyiapkan taplak putih, patung bunda Maria, salib, lilin dan patung Santo Yusuf. N12 menyampaikan bahwa dalam mengikuti perayaan Ekaristi daring ia menggunakan televisi, lilin, salib yang dipersiapkan sendiri. Sementara N13 menyampaikan bahwa laptop disiapkan oleh anaknya, sedangkan peralatan misa seperti lilin dan salib sudah siap di ruang tamu. Setelah itu ia menyiapkan diri dengan membersihkan diri dan berpakaian rapi seperti mau pergi ke gereja. N14 menyampaikan bahwa ia menyiapkan diri seperti mengikuti perayaan Ekaristi biasa, berpakaian seperti umat pergi ke gereja, sedangkan lilin, salib, taplak dan televisi disiapkan sendiri. Selain itu, N15 menyampaikan bahwa lilin, salib, dan telivisi disiapkan sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, penulis menemukan bahwa para lansia dapat mempersiapkan diri untuk mengikuti perayaan Ekaristi daring mulai dari peralatan misa (lilin, salib, patung dan taplak) yang sudah disiapkan baik oleh diri sendiri maupun anak dan cucu mereka. Sedangkan media yang mereka gunakan untuk mengikuti perayaan Ekaristi secara daring seperti laptop, handphone dan televisi sebagian besar membutuhkan bantuan dari orang lain.

Selain itu dalam mempersiapkan diri mereka mampu menyiapkan diri dengan baik mulai dari pakaian maupun kesiapan diri mereka.

2. Memfokuskan diri secara Khusyuk dan Berdoa dengan Sepenuh Hati

Dalam memfokuskan diri secara khusus dan berdoa dengan sepenuh hati dalam perayaan Ekaristi daring, N01 menyatakan bahwa ia menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan atas segala rahmatnya dan sebelum mengikuti perayaan Ekaristi ia berpuasa selama satu jam. Sedangkan N02 berkata “… kalau secara umum saya menerima namun secara pribadi tidak enak karena daring tetapi karena keadaan harus menerima untuk beradaptasi, ya seperti mengikuti perayaan Ekaristi di gereja” [Lampiran 4: (9-10)]. Menurut N03, ia memfokuskan diri dengan memasrahkan diri kepada Tuhan yang telah memberikan berkat kepada kita. Sedangkan menurut N04 ia mengosongkan diri dengan ambil waktu sebelum mengikuti perayaan Ekaristi untuk berdoa supaya dapat siap mengikuti perayaan Ekaristi. Menurut N05, suasananya sama seperti ke gereja harus siap karena mau bertemu dengan Tuhan walaupun di rumah sama saja dengan gereja kecil. N06 selalu fokus, walaupun secara daring ia tetap siap untuk menghadap Tuhan dengan berpuasa satu jam sebelum makan dan minum. Sebelum mengikuti perayaan Ekaristi daring, mereka berdoa di kamar masing-masing.

Selain itu, N07 menyampaikan bahwa ia mempersiapkan diri seperti biasa kalau pergi ke gereja saja. Sedangkan N08 mengosongkan diri dengan tidak minum dan tidak makan. N09 mengosongkan diri dan menyatukan hati supaya dapat membangun iman untuk bersatu dengan Tuhan. Sementara N10 mengungkapkannya dengan berpuasa dan mengosongkan hati supaya dapat bersatu dengan Tuhan dalam perayaan Ekaristi dan komuni batin. Menurut N11, N12, N13 memfokuskan diri dengan menyerahkan diri dan berpuasa satu jam

sebelum mengikuti perayaan Ekaristi [Lampiran 4: (23-24)]. N14 menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dan menerima kehendak Tuhan, sehingga ia mempunyai rasa syukur untuk segala anugrah-Nya. N15 mengungkapkan bahwa ia memfokuskan diri dengan berpuasa dan menata hati supaya layak dan pantas.

Layak yang artinya kita benar-benar fokus pikiran kita kepada Tuhan [Lampiran 4: (33-34)].

Melalui hasil wawancara ini, penulis menemukan bahwa para lansia dapat memfokuskan diri secara khusyuk dan berdoa sepenuh hati walaupun secara daring. Hal ini dikarenakan para lansia merasa bahwa perayaan Ekaristi daring

sama saja seperti mengikuti perayaan Ekaristi di gereja. Para lansia dapat memfokuskan diri selayaknya pergi dan berdoa secara langsung di gereja walaupun tempatnya berbeda. Hal-hal yang dilakukan oleh para lansia untuk memfokuskan diri, yaitu dengan berpuasa dan berpantang sebelum mengikuti perayaan Ekaristi. Selain itu mereka menata hati mereka dan menyiapkan diri mereka supaya layak untuk menyambut kehadiran Tuhan dengan mengambil waktu hening baik di kamar mereka atau pun di tempat mereka saat mengikuti perayaan Ekaristi daring.

3. Perasaan yang Muncul ketika Tidak Menerima Komuni Suci secara Langsung Dalam mengikuti perayaan Ekaristi daring ada berbagai perasaan yang muncul ketika tidak menerima komuni secara langsung. Menurut N01, saat awal-awal pandemi ia merasa kecewa karena tidak menerima komuni secara langsung, namun sekarang ia sudah terbiasa ketika melaksanakan perayaan Ekaristi daring.

Sedangkan N02 berpendapat: “… secara umum saya menerima namun secara pribadi tidak enak karena menerima secara tulisan” [Lampiran 4: (7-8)]. N03 merasa tidak enak, karena tidak bisa kemana-mana dan tidak bisa menerima komuni juga, namun ia merasa senang karena kerinduannya terobati untuk misa walaupun secara daring. Sedangkan N04 merasa sedih, tetapi ia menerima dengan lapang karena kondisi. Hal tersebut juga diungkapkan oleh N05 dimana ia merasa kecewa karena biasanya menerima Tubuh dan Darah Kristus setiap hari sekarang harus menerima komuni batin yang kurang enak [Lampiran 4: (13-14)].

Menurut N06, ia merasa kecewa, kenapa Tuhan memberikan situasi dan cobaan seperti ini, sehingga kita tidak bisa menerima Tubuh dan Darah Kristus secara langsung. Sedangkan N07 berpendapat: “Saya merasa mengganjal karena kurang enak, kalau di gereja dapat menerima komuni dari romo atau prodiakon, sedangkan di rumah hanya menerima secara batin saja.” [Lampiran 4: (17-18)].

Menurut N08, ia merasa bahwa sama saja seperti pergi ke gereja, ia juga merasa sudah terobati kerinduannya. Sedangkan N09 merasa tidak enak, tetapi karena kondisi dan keadaan ia menerimanya. Selain itu, ia percaya bahwa Tuhan hadir di mana saja tergantung hati kita dan diri kita. Kalau diri kita merasa kacau, kita tidak bisa fokus dengan Tuhan, tetapi kalau kita menerima dengan lapang dan mau merasakan kehadiran Tuhan, kita akan merasa puas dengan kehadiran Tuhan di dalam diri kita.

N10 mengatakan: “Perasaan saya bagaimana begitu, tapi karena kondisi saya menerima saja, karena Tuhan hadir di mana saja” [Lampiran 4: (23-24)].

N11 merasa kurang mantap, karena tidak ada bentuknya dan tidak bisa menerima

secara langsung. Sedangkan N12 merasa sedih, karena tidak bisa menyambut Tubuh Kristus secara langsung. Sementara N13 merasa kecewa karena tidak bisa menerima Tubuh dan Darah Kristus secara langsung, namun karena kondisi ia harus menerimanya karena ia tidak tahu musibah yang datang. N14 merasa sedih, tetapi harus disyukuri karena bisa mengikuti perayaan Ekaristi secara daring.

Sedangkan N15 merasa kecewa karena tidak bisa menyambut Tubuh dan Darah Kristus.

Dalam wawancara ini para lansia menyampaikan bahwa pada awal pandemi atau perayaan Ekaristi secara daring mereka merasa kecewa, sedih, kurang mantap karena tidak bisa menyambut Tubuh dan Darah Kristus secara langsung. Karena kondisi dan keadaan mereka sudah terbiasa dengan perayaan Ekaristi daring. Selain itu mereka juga merasakan kehadiran dan perjumpaan dengan Tuhan dalam penerimaan komuni batin dan perayaan Ekaristi daring, sehingga kerinduan mereka terhadap Tuhan terobati.

4. Makna yang Diperoleh ketika Mengikuti Perayaan Ekaristi Daring

N01 menyatakan: “Selama mengikuti perayaan Ekaristi daring saya merasakan kehadiran Tuhan di tengah-tengah kita yang berkumpul di sini dan di dalam diri saya pribadi.” [Lampiran 4: (5-6)]. Hal ini berbeda dengan N02 yang menyatakan pendapatnya bahwa dia sama saja seperti mengikuti perayaan Ekaristi di gereja. Sedangkan N03 menyampaikan pedapatnya: “Saya merasa terobati untuk berjumpa dengan Tuhan” [Lampiran 4: (9-10)]. Sama halnya dengan N04 yang menyatakan bahwa Tuhan hadir dalam diri kita dengan duduk di samping

kita. Hal itu pula yang membuat N05 dapat mengatasi kerinduan hatinya yang setiap hari pergi ke gereja dengan mengikuti perayaan Ekaristi daring. Melalui Ekaristi daring lah mereka dapat mengutarakan isi hati dan perasaan mereka.

Menurut N06, makna yang diperoleh yaitu menerima Tuhan yang hadir di dalam perayaan Ekaristi. Hal itulah yang membuat N07 merasa bahwa ia merasa mantap dan senang dapat mengikuti perayaan Ekaristi. Sementara N08 merasakan sama seperti biasa ia mengalami kehadiran Tuhan di dalam perayaan Ekaristi. Hal tersebut sama juga yang dialami oleh N09 dan N10 bahwa mereka memperoleh Tuhan yang benar-benar hadir di dalam perayaan Ekaristi dan di dalam diri mereka dimana pun mereka berada [Lampiran 4: (21-24)]. Menurut N11, ia mengalami kehadiran Tuhan di tengah-tengah mereka. Hal itu juga dirasakan oleh N12 bahwa ia merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya. Berbeda dengan N12, N13 merasa bahwa ia terobati kerinduannya terhadap Tuhan. Ia juga merasakan bahwa Tuhan benar-benar hadir di dalam perayaan Ekaristi seperti saat mengikuti perayaan Ekaristi secara langsung. Menurut N14, ia merasakan kehadiran Tuhan di mana saja tidak hanya dalam perayaan Ekaristi atau pun di gereja melainkan di mana kita berada dan menyerahkan diri kepada Tuhan. Hal tersebut juga diakui oleh N15 yang merasakan kehadiran Tuhan di mana kita berada.

Berdasarkan hasil pendapat mereka dalam wawancara, penulis menyimpulkan bahwa para lansia sebagian besar memperoleh makna yang sama antara mengikuti perayaan Ekaristi secara langsung maupun secara daring.

Sebagian besar dari mereka mersakan kehadiran Tuhan di dalam diri mereka, di dalam perkumpulan mereka, dan di mana saja mereka berada. Selain itu, para

peserta dapat merasakan bahwa mereka terobati kerinduannya untuk berjumpa dengan Tuhan dalam perayaan Ekaristi. Dengan demikian perayaan Ekaristi secara daring dapat membantu para lansia untuk berjumpa dengan Tuhan baik secara pribadi maupun bersama, baik itu di gereja maupun dimana saja mereka berada.

5. Makna yang Diperoleh ketika Menerima komuni Batin

N01 menyatakan: Yang saya terima dalam menerima komuni batin yaitu bahwa Tuhan sudah hadir dalam perayaan Ekaristi dan saya merasa bahwa Tuhan hadir juga di dalam diri saya” [Lampiran 4: (5-6)]. Hal tersebut berbeda dengan N02 yang menyatakan biasa saja maknanya, sama seperti mengikuti perayaan Ekaristi secara langsung di gereja. Sedangkan N03 menyadari bahwa dalam komuni batin Tuhan hadir di dalam dirinya, sehingga ia merasa tentram. Hal ini sama dengan pendapat N15 [Lampiran 4: (33-34)]. Demikian juga dengan N04 yang memperoleh rahmat dan kekuatan dalam dirinya melalui komuni batin.

Menurut N05, ia merasakan kehadiran Tuhan di dalam rumah ini dan di dalam dirinya, sehingga suasana hatinya menjadi berbeda.

Menurut N06, dalam komuni batin ia menyadari bahwa kehadiran Yesus dilambangkan dengan roti dan anggur sama seperti di gereja. Melalui penerimaan komuni batin ia menghaturkan penghormatan dirinya kepada Yesus sang Juru Selamat. Menurut N07, dalam komuni batin ia merasa senang, mantap, dan tentram karena ia bisa menerima Tubuh dan Darah Kristus. Berbeda dengan N08 bahwa ia memperoleh makna seperti biasa yaitu merasakan kehadiran Tuhan. N09

berpendapat: “Walaupun Tuhan memang selalu hadir dalam diri kita, dalam penerimaan komuni suci secara virtual inilah Tuhan hadir secara khusus di dalam diri kita” [Lampiran 4: (21-22)]. Menurut N10, ia merasa bahwa Tuhan benar-benar hadir di dalam hatinya. Hal tersebut hampir sama dengan N11 yang menyatakan: “Tuhan benar-benar hadir di tengah-tengah saya melalui komuni batin” [Lampiran 4: (25-26)]. Berbeda dengan yang lain N12 menyatakan bahwa ia merasa terobati kerinduannya terhadap kehadiran Tuhan di dalam dirinya.

Sedangkan N13 merasakan kehadiran Tuhan di dalam penerimaan komuni dan bahwa Tuhan masuk dalam dirinya. Menurut N14, ia memperoleh rahmat dari Tuhan bahwa Tuhan selalu menyertainya.

Para lansia menyadari bahwa dalam komuni batin mereka tidak biasa menyambut dan menerima Tubuh Yesus secara virtual atau batin. Berdasarkan pengalaman yang mereka sampaikan mereka merasa senang, tentram dan damai menyambut komuni suci secara batin. Selain itu, mereka merasakan kehadiran Tuhan di dalam diri mereka dan di tengah-tengah mereka. Mereka juga merasakan terobati kerinduannya untuk berjumpa secara intim dengan Tuhan. Dengan demikan para lansia memperoleh makna dalam penerimaan komuni. Hal tersebut dibuktikan dengan penghayatan mereka menemukan Tuhan di dalam penerimaan komuni batin.

6. Sikap dalam Mengikuti Perayaan Ekaristi Daring

Berkaitan dengan sikap dalam mengikuti perayaan Ekaristi daring, N01 menyatakan bahwa ia duduk di ruang tamu bersama istrinya, anak-anak dan

cucunya. Sedangkan N02 menyatakan bahwa ia duduk sendiri di tempat tidur.

N03 berkata bahwa ia duduk dalam mengikuti perayaan Ekaristi daring. Hal tersebut sama dengan N04, N08 sampai dengan N15 [Lampiran 4: (11-12 & 19-34)]. Menurut N05, ia duduk dalam mengikuti perayaan Ekaristi daring, sedangkan kalau mau menerima komuni ia baru berdiri. Menurut N06, dalam mengikuti perayaan Ekaristi ia memfokuskan diri dengan apa yang disampaikan oleh romo dalam perayaan Ekaristi dengan sikap duduk. Menurut N07, dalam mengikuti perayaan Ekaristi daring ia bersikap duduk saja karena kodisi fisiknya kurang baik jika harus berdiri, duduk dan berdiri lagi.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, seluruh umat mengambil sikap duduk dalam mengikuti perayaan Ekaristi daring. Ada salah satu umat yang menyatakan bahwa dalam perayaan Ekaristi ia duduk sedangkan saat menerima komuni ia berdiri. Selain itu, ada beberapa lansia yang memang kondisi dan keadaan fisik sedang sakit, sehingga ia harus duduk saja dalam mengikuti perayaan Ekaristi. Berdasarkan hasil dan tanggapan para lansia, penulis menyimpulkan bahwa para lansia mampu mengikuti panduan atau anjuran dari Gereja dalam mengikuti perayaan Ekaristi secara daring.

7. Doa dalam menerima Komuni Batin

Sehubungan dengan doa menerima komuni batin dalam perayaan Ekaristi daring, N01 menyatakan bahwa ia hanya berdoa spontan untuk mengucapkan syukur dan memohon berkat untuk anak-anak dan keluarganya supaya diberikan kesehatan. Menurut N02, ia menyatakan: “saya hanya mendoakan doa spiritual

yang sudah ada di layar” [Lampiran 4: (7-8)]. Menurut N03, ia berdoa dalam hati untuk mengucap syukur kepada Tuhan karena masih diberi kesehatan sampai saat ini. Menurut N04, ia berdoa spontan untuk mengucapkan syukur atas berkat yang telah ia terima. Menurut N05, ia berdoa secara spontan dan dengan panduan dari gereja (Doa Komuni batin). Menurut N06, ia berdoa secara pribadi pertama-tama untuk bersyukur kepada Tuhan atas rahmat-Nya, baik keselamatan, kesehatan, kebahagiaan dan atas ijin-Nya, sehingga ia masih bisa melakukan perziarahan di dunia. Ia juga mengikuti panduan yang sudah disiapkan oleh Gereja.

Menurut N07, ia berdoa lewat batinnya untuk bersyukur bahwa ia masih diberi kesehatan sampai saat ini. Hal tersebut juga dilakukan oleh N08 [Lampiran 4: (19-20)]. N09 dan N10 menyatakan: “Kami pertama-tama doa spontan secara pribadi setelah itu mengikuti nyanyian doa komuni spiritual (komuni batin) karena itu sifatnya wajib” [Lampiran 4: (21-24)]. Menurut N11, ia berdoa karena ia percaya bahwa ini adalah Tubuh dan Darah Kristus, setelah itu ia menyanyikan lagu doa komuni batin. Menurut N12 ia mengikuti doa yang dianjurkan oleh Gereja. N13 berdoa spontan mengucap syukur kepada Tuhan dan menyanyikan lagu doa komuni batin. Hal tersebut sama dengan N14 dimana ia berdoa spontan dan mendoakan doa komuni batin. Berbeda dengan N15 di mana ia berdoa dalam hati untuk mengucap syukur kepada Tuhan karena masih diberi kesehatan sampai saat ini.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, penulis memperoleh hasil bahwa para lansia menghayati penerimaan komuni sebagai berkat dan rahmat yang telah mereka terima dalam hidup mereka. Hal tersebut dibuktikan dari doa spontan

yang mereka doakan, di mana mereka berdoa mengucap syukur atas rahmat dan berkat yang telah mereka terima. Selain itu, sebagian besar dari para lansia dapat menyesuaikan diri dengan Gereja di mana dalam penerimaan komuni sebagian besar dari mereka ada yang mendoakan doa komuni batin atau menyanyikan doa komuni batin. Dengan demikian para lansia dapat menerima komuni dengan hati mereka dan dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan keadaan saat ini.

8. Ruang dalam Melaksanakan Perayaan Ekaristi Daring

Menurut N01, ia mengikuti perayaan Ekaristi daring di ruang tamu.

Sementara N02, N03, N12, N14 dan N15 mengungkapkan bahwa mereka di tempat tidur untuk berdoa dan mengikuti perayaan Ekaristi [Lampiran 4: (7-10, 27-28, & 31-34)]. Kemudian N04, N05, N06, N08 dan N13 mengikuti perayaan Ekaristi daring di ruang tamu [Lampiran 4: (11-16, 19-20 & 29-30)]. Menurut N07 ia mengikuti perayaan Ekaristi daring bersama-sama di rumah tetangganya yaitu di ruang tamu. Sedangkan N09 dan N10 mengikuti perayaan Ekaristi di

Sementara N02, N03, N12, N14 dan N15 mengungkapkan bahwa mereka di tempat tidur untuk berdoa dan mengikuti perayaan Ekaristi [Lampiran 4: (7-10, 27-28, & 31-34)]. Kemudian N04, N05, N06, N08 dan N13 mengikuti perayaan Ekaristi daring di ruang tamu [Lampiran 4: (11-16, 19-20 & 29-30)]. Menurut N07 ia mengikuti perayaan Ekaristi daring bersama-sama di rumah tetangganya yaitu di ruang tamu. Sedangkan N09 dan N10 mengikuti perayaan Ekaristi di