BAB 2 KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 13-52
2.1.2 Teori – teori inteligensi
2.1.2 Teori-teori inteligensi
inteligensi. Berikut ini merupakan teori-teori inteligensi yang lahir karena kontribusi analisis faktor atau sering disebut pula dengan psychometrics models.
1. Spearman’s two-factor theory
Charles Spearman (1904) (dalam Sternberg, 2003) mengajukan model two-factor theory of intelligence, sebuah teori yang sampai saat ini masih diakui sebagai teori awal tentang inteligensi. Teori ini menyatakan bahwa setiap individu memiliki general factor (g) yang berlaku umum pada semua tugas yang membutuhkan inteligensi. Karakteristik dari faktor “g” adalah sebagai berikut: (1) merupakan bawaan sejak lahir, (2) bersifat konstan, (3) dipergunakan dalam setiap kegiatan individu, (4) jumlah faktor “g” setiap individu berbeda-beda, (5) semakin besar jumlah faktor “g” semakin besar peluang individu untuk sukses dalam menyelesaikan tugas. Lalu ada yang dinamakan Spearman specific factor (s), yaitu faktor yang berlaku unik pada setiap tugas yang berbeda. Apabila faktor “s” individu dalam bidang tertentu dominan, maka individu tersebut akan menonjol dalam bidang tersebut.
Karakteristik dari faktor “s” adalah sebagai berikut: (1) dapat dipelajari dan didapatkan dari lingkungan, (2) bervariasi dari kegiatan satu dengan lainnya dari individu yang sama, (3) jumlahnya berbeda-beda pada setiap individu.
Dengan demikian, Spearman menyatakan setiap individu memiliki 2 faktor inteligensi.
Spearman mendapatkan ide ini dari hasil proses analisis data yang dikembangkan olehnya sendiri, yaitu analisis faktor. Analisis faktor mencoba mengidentifikasi variabel laten pada individu berdasarkan item pada tes
kemampuan. Ketika Spearman melakukan analisis faktor pada matriks korelasi data, dua macam faktor muncul, general factor yang berlaku umum pada semua tes dan specific factor yang berlaku unik pada setiap tes.
Pada tahun 1927 Spearman mengakui bahwa tidak begitu yakin pada basis psikologis dari g-factor, Spearman hanya memberi rujukan bahwa hal itu mungkin adalah energi mental (istilah ini tidak pernah didefinisikannya dengan jelas). Meski begitu, teori ini merupakan basis utama untuk tes kemampuan dan inteligensi dalam menjelaskan perbedaan individu di masa yang akan datang.
2. Thurstone’s theory of primary mental abilities
Sternberg (2003) menyatakan Louis Thurstone adalah ilmuan yang juga menggunakan analisis faktor sebagai metode untuk mengungkap variabel laten yang mendasari berkorelasinya item pada tes kemampuan. Menurut Thurstone ada tujuh kemampuan mental primer, yaitu:
1. Verbal comprehension, kemampuan untuk memahami materi verbal.
Kemampuan ini diukur menggunakan tes kosakata dan pemahaman membaca.
2. Verbal fluency, kemampuan untuk dengan cepat menghasilkan kata-kata, kalimat, dan materi verbal lainnya. Kemampuan ini diukur dengan cara meminta penempuh tes menghasilkan kata-kata sebanyak mungkin dalam jangka waktu dengan waktu yang relatif singkat.
3. Number, kemampuan berhitung dengan cepat. Kemampuan ini diukur dengan tes mencari solusi dari masalah aritmatika sederhana.
4. Memori, kemampuan untuk mengingat kata-kata, huruf, angka, simbol atau item. Kemampuan ini diuji dengan serangkaian tes mengingat kembali.
5. Perceptual speed, kemampuan mengenali huruf, angka, atau simbol dengan cepat. Kemampuan ini diuji dengan cara tes yang meminta penempuh tes memberikan tanda silang pada huruf tertentu (misalnya huruf A) pada serangkaian huruf.
6. Inductive reasoning, kemampuan untuk bernalar dari khusus ke umum.
Kemapuan ini diuji melalui tes serangkaian huruf. Misalnya, “Huruf apakah yang akan muncul berikutnya pada seri berikut ini? B, d, g, k, ...”.
7. Spatial visualization, kemampuan untuk memvisualisasi bentuk, rotasi, objek, dan bagaimana kepingan dari sebuah puzzle akan melengkapi satu sama lain. Kemampuan ini diuji dengan tes yang memerlukan mental rotation atau objek geometri yang bisa dimanipulasi.
B. Hierarchical Theories
Kelompok teori lain yang mencoba menjelaskan inteligensi adalah hierarchical theories. Teori-teori ini berasumsi bahwa kemampuan dapat diurutkan berdasarkan tingkatan keumumannya. Para ahli hierarchical theories berargumen daripada memperdebatkan kemampuan mana yang paling penting, mereka menyatakan bahwa setiap kemampuan memiliki tempat pada hirarki kemampuan dari umum sampai dengan ke khusus. Berikut adalah teori-teori yang merupakan teori hirarki:
1. Burt’s theory
Sir Cyril Burt (1949) dikenal karena karyanya tentang heritabilitas inteligensi.
Burt mengajukan hirarki lima tingkatan yang dapat menjelaskan inteligensi.
Pada hirarki teratas Burt mengajukan “pikiran manusia.” Pada tingkat kedua
“tingkatan relasi.” Pada tingkatan ketiga adalah asosiasi. Pada tingkatan keempat adalah persepsi. Dan pada tingkatan kelima adalah sensasi. Model teori ini terbukti tidak bertahan lama dan kurang dijadikan rujukan saat ini (Sternberg, 2003).
2. Vernon theory of verbal: Educational and spatial: Mechanical abilities Model teori hirarki yang cukup terkenal diajukan oleh Vernon (1971). Teori ini menyatakan bahwa general factor berada pada hirarki teratas. Di bawah g-factor terdapat dua kelompok faktor, yaitu v:ed dan k:m. Nama pertama merujuk kepada kemampuan verbal-educational yang diukur berdasarkan tes kemampuan yang konvensional. Nama kedua merujuk pada kemampuan spatial-mechanical (Sternberg, 2003)
3. Cattell’s theory of fluid and crystallized intelligence
Sternberg (2003) menyatakan teori yang lebih banyak diterima dibanding teori-teori sebelumnya adalah teori yang dikemukakan oleh Raymond Cattell (1971) yang sepintas terlihat mirip dengan teori yang dikembangkan Vernon.
Cattell mengajukan bahwa general ability berada di hirarki teratas dan dua kemampuan di bawahnya, fluid ability, atau gf, dan crystallized ability, atau gc. Fluid ability adalah kemampuan untuk berpikir secara fleksibel dan bernalar secara abstrak. Kemampuan ini diukur oleh tes serial angka dan
gambar analogi. Crystallized ability adalah kumpulan pengetahuan berdasarkan pengembangan dan penerapan sepanjang hidup dari fluid ability.
Kemampuan ini diukur berdasarkan tes kosakata dan wawasan umum.
Studi terbaru menunjukkan bahwa fluid ability sangat sulit dibedakan secara statistik dengan general ability. Tes yang digunakan untuk mengukur fluid ability seringkali identik dengan tes yang dimaksudkan untuk mengukur general ability. Contohnya, tes Raven Progressive Matrice yang mengukur bagian matriks yang hilang terdiri dari gambar.
Horn (1994) memperluas teori hirarki yang awalnya dikembangkan oleh Cattell. Horn merujuk bahwa general factor dapat dibagi kedalam tiga faktor lagi di bawah fluid dan crystallized ability. Ketiga faktor ini antara lain visual thinking (gv), auditory thinking (ga), dan speed (gs). Faktor visual thinking kemungkinan mendekati faktor k:m yang dikembangkan oleh Vernon daripada fluid ability milik Cattell.
4. Carroll’s three-stratum theory
Teori yang dikemukakan oleh Carroll (1993) kemungkinan merupakan teori hirarki yang paling banyak diterima saat ini. Pada hirarki teratas adalah general ability, lalu pada hirarki tengah terdapat berbagai macam kemampuan yang luas, termasuk fluid dan crystallized ability, proses belajar dan proses ingatan, persepsi visual dan auditory, facile production, dan kecepatan. Pada hirarki paling paling bawah merupakan kemampuan-kemampuan yang spesifik (Sternberg, 2003).
5. Guilford’s structure of intellect model
J.P Guilford (1971) mengajukan model inteligensi dengan 120 kemampuan yang berbeda. Pada awalnya Guilford mengajukan sebanyak 180 kemampuan, kemudian direvisi menjadi 150 kemampuan, dan yang terakhir menjadi 120 kemampuan. Teori Guilford’s structure of intellect model meliputi tiga dimensi, yaitu: operasional (operation), produk (product), dan isi (content). Guilford menyatakan terdapat lima operasi, enam produk, dan empat isi. Kelima bentuk operasi adalah kognisi, memori, berpikir divergen, berpikir, konvergen, dan evaluasi. Lalu bentuk keenam produk adalah unit, kelas, relasi, sistem, transformasi, dan implikasi. Dan keempat bentuk dari isi adalah figural, simbol, semantik, dan perilaku. Karena seluruh dimensi-dimensi ini berinteraksi satu sama lain, maka terdapat 5 X 6 X 4 atau 120 kemampuan berbeda (Sternberg, 2003).
C. Piaget’s Cognitive Model
Penelitian tentang teori inteligensi tidak hanya berkembang melalui analisis faktor dan metode psikometri. Para ilmuan eksperimental dan psikologi perkembangan merumuskan gagasan tentang perkembangan belajar, berpikir, pemecahan masalah, dan proses kognitif lainnya. Ilustrasi dari upaya ini adalah teori perkembangan kognitif yang dikembangkan Jean Piaget.
Menurut Piaget (Aiken, 1997) anak mengetahui dan memahami lingkungan dengan berinteraksi dengan suatu hal dan beradaptasi dengan hal tersebut, proses ini disebut sebagai adaptasi atau equilibrasi. Equilibrasi melibatkan asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses penyesuaian
pengalaman baru kedalam struktur mental yang sudah ada sebelumnya (schemata) dan akomodasi adalah proses modifikasi dari schemata sebagai hasil dari pengalaman.
Piaget (Miller, 1989) menyatakan bahwa perkembangan kognitif yang terjadi karena proses asimilasi dan akomodasi terjadi dalam empat urutan tahap atau periode. Tahapan ini merupakan hirarki perkembangan dimana proses equilibrasi yang berhasil pada tahap sebelumnya diperlukan individu untuk berhasil pada tahap perkembangan selanjutnya. Tahap perkembangan yang diajukan oleh Piaget adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama, disebut tahap sensori-motori yang terjadi antara masa kelahiran hingga individu berusia 2 tahun. Pada tahap ini anak belajar untuk melatih refleks sederhana dan mengkordinasikan berbagai persepsi.
2. Tahap kedua, disebut dengan tahap pra-operasional yang terjadi antara 2 sampai 7 tahun. Pada tahap ini anak mendapatkan kemampuan berbahasa dan representasi simbol lainnya mengenai realita, hal ini sangat penting karena merupakan tahap egosentris dari perkembangan.
3. Tahap ketiga, disebut tahap operasi konkrit yang terjadi antara 7 sampai 11 tahun. Pada tahap ini anak mengembangkan sistem operasi yang terorganisir dengan proses interaksi sosial, dan pengurangan terhadap pemusatan diri sendiri.
4. Tahap keempat atau terakhir, disebut tahap operasi formal yang terjadi antara 11 sampai 15 tahun. Pada tahap ini anak sudah bisa menggunakan logika dan penalaran verbal yang lebih tinggi, dan operasi nalar yang lebih abstrak.
D. Teori Pemrosesan Informasi
Perkembangan dunia teknologi komputer dan sistem informasi yang pesat dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan lahirnya konsep yang menyamakan otak manusia dengan komputer. Studi di bidang neurofisiologi dan psikologi kognitif juga memberikan kontribusi pada model pengolahan informasi dalam proses pemecahan masalah dan berpikir manusia. Model ini menekankan pada proses atau operasi identifikasi dimana informasi dikodekan, disimpan, diambil, dan dimanfaatkan oleh otak dalam melaksanakan tugas-tugas kognitif seperti pada tes inteligensi (Gardner, 2011)
Model komputer melihat otak manusia sebagai pengolah sistem informasi yang memiliki kapasitas penyimpanan yang besar. Penyimpanan sendiri berisi antara lain program kompleks atau strategi yang dapat ditimbulkan oleh input stimulus tertentu. Dalam model ini inteligensi dianalisis sebagai variabel seperti kapasitas penyimpanan, kecepatan melakukan operasi dasar, dan kecepatan ke akses ke penyimpanan.
1. Sternberg’s triarchic theory
Salah satu contoh model teori yang menggunakan dasar pemrosesan informasi adalah teori yang diajukan oleh Sternberg (Aiken, 1997). Terdapat komponen dalam proses berpikir manusia yaitu: componential, experiental, dan contextual. Pada tahap componential terjadi proses memperoleh pengetahuan dan pemecahan masalah. Bagian kedua adalah tahap experiental, inti pada tahap ini adalah kemampuan individu untuk menciptakan ide baru dengan cara menggabungkan fakta-fakta yang cenderung tidak berhubungan.
Bagian ketiga adalah contextual, inti tahap ini adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan sehingga kemampuan individu dapat maksimal dan meminimalisir kesalahan (Kaufman & Grigorenko, 2009).
Sternberg (dalam Aiken, 1997) merevisi teorinya dengan mengusulkan konsep mental self-government yang merupakan upaya untuk menggabungkan konsep inteligensi dengan kepribadian. Cara dimana tiga jenis inteligensi digambarkan oleh teori komponen triarchic digunakan untuk menghadapi masalah sehari-hari yang ditandai dalam teori ini sebagai gaya intelektual.
2. Gardner’s Multiple-Intelligence
Gardner (2011) mengusulkan teori multiple intelligences berdasarkan penelitiannya mengenai hubungan otak dengan perilaku. Gardner berpendapat bahwa kekhasan kognisi manusia dan pengolahan informasi melibatkan pengerahan berbagai sistem simbol yang merupakan karakteristik persepsi, memori, dan pembelajaran. Dengan demikian, individu mungkin akan baik dalam bahasa, tetapi tidak pada musik, memanipulasi lingkungan spasial, atau interaksi interpersonal.
Gardner menjabarkan terdapat tujuh bentuk inteligensi yaitu linguistik, logika-matematika, spasial, musikal, kinestetik tubuh, dan dua bentuk inteligensi personal (intrapersonal dan interpersonal). Tiga bentuk pertama dari daftar ini diukur dengan tes inteligensi konvensional, tapi empat terakhir lebih seperti bakat istimewa daripada inteligensi. Inteligensi kinestetik dapat terlihat lebih banyak pada atlit, pengrajin, penari, dan ahli
bedah. Inteligensi spasial diperlukan untuk pematung, dan inteligensi musikal oleh komposer, musisi, dan penyanyi. Inteligensi intrapersonal adalah ketika individu dapat mendeteksi suasana hati individu lain dan untuk memimpin, memahami perasaan diri sendiri, dan menggunakan pengetahuan diri secara produktif.