• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Memerangi IUU Fishing

Lebih lanjut Hasan (2002) menyatakan bahwa untuk dapat menggunakan metode deskriptif, maka seorang peneliti harus memiliki sifat represif, harus selalu mencari bukan menguji,

REKAPITULASI PENERBITAN SIB DI PPN PEMANGKAT TH. 2011

4.2.4 Ambon, Maluku

4.2.4.4 Upaya Memerangi IUU Fishing

Salah satu upaya dalam memerangi IUU Fishing di Ambon adalah dengan meningkatkan kegiatan pengawasan. Pasal 66 ayat (3) UU No. 45 Tahun 2009, mengamanatkan pengawasan tertib pelaksanaan perundang-undangan di bidang perikanan meliputi: (1) Kegiatan penangkapan ikan; (2) Pembudidayaan ikan, pembenihan; (3) Pengolahan, distribusi keluar masuk ikan; (4) Mutu hasil perikanan; (5) Distribusi keluar masuk obat ikan; (6) Konservasi; (7) Pencemaran akibat perbuatan manusia; (8) Plasma nutfah; (9) Penelitian dan pengembangan perikanan; dan (10) Ikan hasil rekayasa genetik. Dalam rangka upaya memerangi IUUF, kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Satker PSDKP Ambon selama Tahun 2011 baru dapat melaksanakan kegiatan pengawasan dibidang penangkapan ikan, dan pengolahan dan distribusi ikan, serta pengawasan kelautan. Meskipun terdapat keterbatasan SDM, dimana jumlah PNS di satuan kerja (satker) PSDKP Ambon hanya 5 personil dan hanya 1 personil berstatus PPNS (Bpk. Usu Wandi). Keterbatasan lainnya adalah dengan tidak adanya armada kapal yang dapat mendukung operasi pengawasan di wilayah pengawasan satker PSDKP Ambon, karena dengan kondisi wilayah pengelolaan perikanan di wilayah Ambon, diperlukan kapal pengawas seperti kapal Hiu dan juga kapal patroli.

Pengawasan Bidang Penangkapan Ikan

Pelaksanaan pengawasan bidang Penangkapan Ikan mengacu pada SK Dirjen P2SDKP No.19/DJ-P2SDKP/2008 tentang Petunjuk Teknis Operasional Pengawasan Kapal Perikanan. Pengawasan pada saat kedatangan kapal dilakukan dengan memeriksa dokumen perijinan dan kesesuaian antara hasil tangkapan dengan alat tangkap. Apabila terdapat kesesuaian antara hasil tangkapan dengan alat tangkapnya, maka diterbitkan surat persetujuan didaratkan dan atau surat perintah mendaratkan terhadap ikan hasil tangkapan. Sedangkan untuk pengawasan keberangkatan kapal dilakukan dengan memeriksa kesesuaian antara

115 dokumen perijinan dengan fisik alat tangkap dan kapalnya. Apabila terdapat kesesuaian, maka diterbitkan Surat Laik Operasi (SLO).

Pengawasan Pengolahan, Pengangkutan dan Pemasaran Hasil Perikanan Pelaksanaan Pengawasan pengolahan, pengangkutan dan pemasaran hasil perikanan mengacu pada SK. Dirjen P2SDKP No. 042/DJ-P2SDKP/2008 Tentang Petunjuk Teknis Operasional Pengawasan Pengolahan, Pengangkutan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Pengawasan pengolahan dilakukan dengan memeriksa kelengkapan dan kesesuian dokumen usaha pengolahan dengan kenyataan dilapangan. Sedangkan pengawasan pemasaran atau distribusi ikan dilakukan dengan memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen pengiriman ikan dengan kenyataan dilapangan.

Pengawasan Rumpon

Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut. Menurut jenisnya, rumpon dibagi menjadi 3 jenis, yaitu rumpon perairan dasar, rumpon perairan dangkal dan rumpon perairan dalam. Perijinan untuk rumpon perairan dasar dan perairan dangkal dikeluarkan oleh pemerintah daerah, sedangkan rumpon perairan dalam oleh pemerintah pusat.

Rumpon perairan dasar dan perairan dangkal banyak terdapat di perairan Pulau Ambon, terutama di Teluk Ambon dan perairan sepanjang Ureng sampai Tulehu. Pengawasan perijinan rumpon ini belum dilakukan oleh Satker PSDKP Ambon. Pengaturan pemasangan rumpon perairan dasar dan perairan dalam sesuai Kepmentan No. 51 Tahun 1997 adalah :

a. Sampai dengan jarak 3 mil laut diukur dari garis pasang surut terendah pada waktu air surut dari setiap pulau, oleh Pemerintah Daerah Tingkat II;

b. Di atas 3 sampai dengan 12 mil laut diukur dari garis pasang surut terendah pada waktu air surut dari setiap pulau, oleh Pemerintah Daerah Tingkat I.

Dari syarat pemasangan rumpon tersebut diatas jelas bahwa pemasangan rumpon terutama diperairan Teluk Ambon menyalahi aturan, karena jarak pemasangan dengan garis pasang surut terendah kurang dari 3 mil. Penertiban

116 pemasangan rumpon ini belum dilaksanakan oleh Satker PSDKP Ambon karena rawan konflik dengan nelayan kecil. Kedepan diperlukan sosialisasi kepada nelayan dengan melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ambon agar tercipta kesadaran masyarakat untuk memasang rumpon sesuai aturan.

Di Ambon terdapat 2 perusahaan yang mengoperasikan armada purse seine, yaitu PT. Samudera Sakti Sepakat dan PT. Arabikatama Khatulistiwa F.I. Ijin pemasangan rumpon oleh PT. Samudera Sakti Sepakat sudah habis tanggal 30 Mei 2008 yang lalu. Oleh karena itu sesuai pasal 8 ayat (2) Kementan No. 51 tahun 1997, perusahaan tersebut wajib membongkar rumpon yang telah dipasang. Penertiban rumpon terutama rumpon perairan dalam belum dapat dilaksanakan oleh Satker PSDKP Ambon karena keterbatasan sarana yang dimiliki.

Penegakan Hukum

Tahun 2011 ini tidak ada kapal hasil tangkapan Kapal Patroli Pengawas Perikanan yang di ad hock ke Satker PSDKP Ambon. Penyidik Satker PSDKP Ambon hanya menuntaskan proses penyidikan tindak pidana perikanan tahun 2010 dengan tersangka Hendry Penados dan Roberto SY, jabatan Nahkoda dan Kepala Kamar Mesin KM. Bahari kasih 01, yang belum selesai di tahun 2010. Proses penyidikan tersangka Hendry Penados dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Kejaksaan Negeri Ambon melalui surat No. B-1497/S.1.10/Fd.1/07/2011 tanggal 26 Juli 2011. Sedangkan proses penyidikan untuk tersangka Roberto SY dinyatakan P-21 oleh Kejaksaan Negeri Ambon melalui surat No. B-1916/S.1.10/Fd.2/10/2011 tanggal 7 Oktober 2011.

Adapun perkara kedua tersangka tindak pidana perikanan tersebut sudah diputus oleh Pengadilan Negeri Ambon dengan putusan sebagai berikut: (1) Hendry Penados, dengan putusan Pidana penjara 7 bulan dan denda Rp. 1.500.000.000,- dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar dapat diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan. Semua barang bukti dirampas untuk negara; dan (2) Roberto, SY, dengan putusan Pidana penjara 7 bulan dan denda Rp. 1.500.000.000,- dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar dapat

117 diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan dan semua barang bukti dirampas untuk negara.

Identifikasi dan Verifikasi Usaha Perikanan

Identifikasi dan verifikasi usaha perikanan yang terdapat di Ambon dilakukan dengan mendata jenis usaha perikanan dan mengkroscek kebenaran laporan dari kapal penangkap ikan yang mendaratkan ikannya pada unit pengolahan ikan sesuai HPK kedatangan kapal perikanan. Verifikasi dilakukan pada bulan Agustus 2011, adapun hasilnya sebagai berikut.

1. Dokumen perijinan yang harus dimiliki oleh unit pengolahan ikan dan perusahaan penangkap ikan yang menjadi mitra usahanya di Ambon sudah terpenuhi, meskipun ada beberapa yang sudah expired.

2. Kapasitas cold storage yang digunakan oleh unit pengolahan ikan yang mempunyai kemitraan dengan perusahaan penangkap jauh lebih kecil dari pada jumlah tonase kapal-kapal penangkap dari perusahaan penangkap yang menjadi mitranya.

3. Tidak ditemukan unit pengolahan ikan di Ambon yang bermitra dengan perusahaan penangkap ikan atas nama PT. Bersama Mitra Sejahtera, PT. Maju Bersama Jaya, PT. Era Sistem Informasindo dan PT. Makmur Rizky Bersama.

Temu Pelaku Usaha dengan Pengawas Perikanan

Kegiatan temu pelaku usaha dengan pengawas perikanan ini dilaksanakan untuk mengetahui arah kebijakan perijinan pusat dan daerah dalam bidang penangkapan ikan, pengolahan ikan dan pemasaran ikan serta pembudidayaan ikan; untuk mengetahui kebijakan dan implementasi pengawasan perikanan di lapangan; untuk mengetahui keluhan dan masukan dari pelaku usaha perikanan terhadap pelayanan dan penerapan aturan bidang penangkapan ikan, pengolahan dan pemasaran ikan serta pembudidayaan ikan. Kegiatan ini mengambil tema “Melalui Temu Pengawas Perikanan dengan Pelaku Usaha dan Instansi terkait, Kita Wujudkan Ketaatan Perijinan Bidang Perikanan untuk Mendukung Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional”.

118 Dalam kegiatan temu pelaku usaha dengan pengawas perikanan ini mengundang narasumber Direktur Pengawasan Sumberdaya Perikanan, Direktur Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan yang diwakili oleh Kasubdit Verifikasi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku yang diwakili oleh Kabid Perikanan Tangkap. Adapun peserta yang diundang dari pelaku usaha perikanan yang terdapat di Ambon.

Dari kegiatan temu pelaku usaha dengan pengawas perikanan ini dapat diambil kesimpulan bahwa keharmonisan hubungan antara pelaku usaha, aparat penegak hukum dilaut dan KKP sangat diperlukan untuk menciptakan iklim berinvestasi yang baik dan kepastian hukum dibidang perikanan; pengawasan tentang penggunaan tenaga kerja asing diatas kapal berdasarkan komposisi ABK yang tertera dalam SIPI; pengawasan tentang ikan hasil tangkapan yang didaratkan dipelabuhan pangkalan perlu ditingkatkan sehingga ikan yang menurut sifatnya memerlukan pengolahan benar-benar diolah di UPI sebelum di eksport.

Berikut adalah rangkuman kegiatan pengawasan perikanan di Kota Ambon, Maluku pada tahun 2011:

1. Pelayanan Surat Laik Operasi (SLO) kapal perikanan ditahun 2011 ini meningkat dibanding tahun 2010 yaitu dari 896 menjadi 1011.

2. Unit Pengolahan Ikan yang sudah dilakukan pengawasan ditahun 2011 ini berjumlah 6, atau baru sekitar 50 persen dari UPI yang ada.

3. Usaha budidaya yang dilakukan pengawasan masih sebatas usaha budidaya yang berada di Kota Ambon, belum menyentuh sampai ke Kab. Lain yang menjadi wilayah kerja Satker PSDKP Ambon.

4. Pengawasan Kelautan ditahun 2011 ini masih sebatas inventarisasi obyek pengawasan dan pemanfaatannya oleh masyarakat sekitar.

Hasil temuan lain terkait dengan permasalahan penanganan kasus IUU Fishing di wilayah Ambon dan sekitarnya selain kondisi sarana dan prasarana satker PSDKP yang kurang, berdasarkan keterangan dari perwakilan dari pangkalan utama TNI AL (Lantamal) IX pada saat acara diskusi kelompok terfokus, telah dibangun pangkalan TNI AL (Lanal) di pulau Morotai yang ditujukan salah satunya untuk

119 membantu fungsi pengawasan SDKP dari terjadinya pelanggaran terkait IUU fishing karena terkait dengan fungsi penegakan hukum di laut dan keamanan wilayah perairan Indonesia, meskipun hingga saat ini belum dilengkapi sarana dan prasarana pendukung (baru 1 bulan berdiri).