• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya memerangi praktek IUU fishing yang telah dilakukan oleh penegak hukum di lokasi penelitian

Kunjungan kapal di pelabuhan sorong

4.2.5.4 Upaya memerangi praktek IUU fishing yang telah dilakukan oleh penegak hukum di lokasi penelitian

Pos Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Unit kerja bidang pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan pusat yang berada di wilayah Sorong merupakan bagian dari Stasiun Pengawasan SDKP Tual. Tugas pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan yang berlangsung selama 24 jam dan 7 hari dalam seminggu, membuat jadwal kerja pengawasan para pengawas dan juga penyidik PNS perikanan bertugas selama waktu tersebut dengan pembagian jam tugas dan kelompok tugas. Apalagi dengan jumlah personil pengawas 5 petugas, dimana 3 merangkap sebagai penyidik pembantu PPNS perikanan, dan 2 PPNS perikanan yang diperbantukan dari dinas kelautan dan perikanan pemerintah daerah setempat, meskipun mungkin saat ini 1 PPNS perikanan dari Kota Sorong telah pindah ke Kabupaten Raja Ampat.

Barang bukti berupa kapal sitaan yang ditangani oleh pos pengawasan SDKP Sorong berasal dari Filipina. Status hukum dari kapal-kapal sitaan tersebut, berdasarkan data dari pos pengawasan, ada yang merupakan titipan kejaksaan karena kasus masih pada tahapan pemeriksaan di pengadilan, dan 2 unit kapal telah memiliki kekuatan hukum tetap (incracht) tetapi belum ada tindakan lebih lanjut dari

126 jaksa penuntut umum pelaksana dari putusan pengadilan, padahal dikhawatirkan jika semakin lama dibiarkan akan semakin hilang nilai ekonomis dari kapal tersebut.

Keberadaan kapal-kapal sitaan yang dititipkan penuntut umum ke PPNS Perikanan Sorong untuk kemudian dititipkan di Pelabuhan Pendaratan Ikan Sorong menimbulkan masalah tersendiri pada saat tempat labuh sandar kapal penuh dan ada kapal-kapal perikanan yang akan melabuh di pelabuhan perikanan tersebut. Penanganan kapal sitaan berbeda dengan barang/benda sitaan lainnya, karena sifat dan kondisi kapal dan letak kapal yang beresiko tinggi untuk rusak, dan karena itu perlu diperhatikan lebih lanjut.

Peran pengawas perikanan, selain sebagai pengawas sumber daya kelautan dan perikanan, juga sebagai penyidik kasus perikanan (bagi yang telah berstatus penyidik PNS perikanan). Jadi setelah penangkapan, proses pemberkasan pada tahapan penyidikan juga dilakukan oleh penyidik PNS perikanan, meskipun ada juga yang ditangani oleh kepolisian dan TNI AL. Jika telah usai proses penyidikan tersebut, maka berkas perkara dilimpahkan untuk proses selanjutnya yaitu penuntutan.

Penanganan kepada tersangka/terdakwa kasus perikanan warga negara asing yang ditangkap di wilayah perairan ZEE Indonesia membawa permasalahan tersendiri bagi para pengawas dan penyidik PPNS perikanan di Sorong, karena berdasarkan ketentuan hukum internasional, para pelaku IUU fishing ini tidak dapat ditahan ataupun dipenjara, dan akhirnya diambil kebijakan untuk melokalisir mereka dalam lokasi khusus di dekat pos pengawasan SDKP Sorong. Meskipun kebijakan ini agak mengganggu disisi anggaran operasional karena tidak dianggarkan dalam anggaran stasiun pengawasan SDKP Sorong.

Pelabuhan Pendaratan Ikan Sorong

Berdasarkan pada hasil wawancara dengan perwakilan dari petugas pelabuhan perikanan, diterangkan bahwa peran pelabuhan berdasarkan landasan hukumnya hanya menjalankan fungsi pelayanan, kalaupun terkait dengan kegiatan penanganan IUU fishing hanya bersifat pencegahan, yaitu pada saat pengurusan dokumen perijinan kapal perikanan, dimana jika persyaratan belum dilengkapi, maka

127 surat persetujuan berlayar tidak dapat dikeluarkan, dan hal itu cukup ampuh membuat para pelaksana dari kapal-kapal perikanan memenuhi kewajiban administrasi. Selain terkait perijinan, juga terkait dengan pemanfaatan fasilitas pelabuhan, seperti tambat labuh kapal perikanan.

Terkait dengan penanganan barang bukti kasus perikanan yang dititipkan kepada penyidik perikanan kemudian dititipkan ke pelabuhan perikanan, seperti kapal perikanan dan ikan hasil tangkapan, sebaiknya di masa yang akan datang dapat lebih memperhatikan penanganan barang bukti tersebut agar tidak mengalami penurunan nilai jual yang terlalu jauh karena akan merugikan negara secara tidak langsung. Pernah terjadi ikan hasil tangkapan yang menjadi barang bukti sitaan sampai menjadi busuk di tempat penyimpanan hanya karena menunggu selesainya penanganan kasus perikanan tersebut. Hal ini menjadikan negara rugi, karena barang bukti tidak dapat dijual karena kehilangan nilai ekonomisnya.

Administrator Pelabuhan Sorong

Kewenangan kementerian perhubungan dalam hal ini perhubungan laut berdasarkan pada ketentuan undang-undang pelayaran dan yang terkait dengan masalah perhubungan menjadikan semua kapal harus berhubungan dengan kementerian perhubungan, karena terkait dengan dokumen kapal dan laik lautnya kapal. Berdasarkan keterangan dari salah satu petugas adpel Sorong, diterangkan bahwa kondisi pada saat ini, laik operasi kapal perikanan belum tentu dianggap laik laut oleh administrator pelabuhan (adpel).

TNI AL

Unsur TNI AL yang membantu dalam kegiatan pemberantasan IUU fishing adalah pangkalan TNI AL (Lanal) Sorong. Operasi pengawasan SDKP bagi pihak TNI AL adalah merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi keamanan laut Indonesia. Operasi pengawasan ini merupakan bagian dari kegiatan operasi pada masa damai (diluar operasi perang). Berdasarkan keterangan dari perwira hukum TNI AL di Sorong, penanganan kasus pidana yang terjadi di laut berbeda dengan penanganan kasus pidana di darat, karena hukum yang berlaku di laut tidak hanya hukum nasional, tetapi juga ketentuan hukum internasional. Pada saat ini, TNI AL masih

128 menangani 5 kasus perikanan, dan terdapat 8 kapal sitaan yang berada di Lanal Sorong, dengan 1 unit kapal sebaiknya dirumponkan saja. Selain itu, terdapat lebih dari 10 orang warga negara filipina yang dilokalisir di Lanal Sorong, karena kasus mereka belum selesai.

Penuntut Umum

Pada proses penuntutan, berdasarkan pada penjelasan kepala sie penuntutan pidana khusus pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong, untuk kasus tindak pidana perikanan (baca: kasus IUU fishing), ditangani sebagai tindak pidana khusus, karena tindak pidana perikanan telah diatur secara khusus dalam UU No.45 Th.2009 jo. UU No.31 Th.2004 tentang Perikanan dengan penanganan yang berbeda dengan tindak pidana biasa.

Berdasarkan penjelasan dari salah satu penuntut umum yang pernah dan sedang menangani kasus perikanan, menangani kasus perikanan cukup sulit pada saat penanganan barang bukti yang berbeda dengan barang bukti tindak pidana lainnya, dan pada saat menangani para pelakunya, karena penerapan hukum dilaut tidak hanya terikat dengan hukum nasional, tetapi juga terkait dengan ketentuan hukum internasional. Berdasarkan pada hasil kunjungan tim dari Bakorkamla (termasuk didalamnya unsur dari Kejaksaan Agung RI) direncanakan akan dibangun tempat khusus untuk penitipan dan penyimpanan barang bukti dan sitaan untuk kasus perikanan, sehingga tidak akan mengganggu kinerja dari instansi penyidik yang selama ini dititipkan barang bukti dan sitaan untuk kasus perikanan.

Pengadilan Negeri (PN) Sorong

Penanganan tindak pidana perikanan dilakukan oleh hakim karier yang pernah mengikuti pelatihan untuk penanganan kasus perikanan. Meski ditangani oleh PN Sorong, kasus perikanan tetap diperlakukan sebagai tindak pidana khusus, karena ketentuan yang mengaturnya juga khusus. Meskipun jika tidak ada hakim yang memiliki kemampuan bidang perikanan, berdasarkan peraturan perundang-undangan, pengadilan tidak boleh menolak jika ada pelimpahan semua kasus (termasuk didalamnya kasus perikanan) yang dilimpahkan oleh penuntut dengan alasan belum ada hukumnya atau tidak ada hakim adhoc perikanannya.

129 Berdasarkan keterangan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Penyidik PPNS Perikanan, dan Perwira Hukum TNI AL, jumlah kasus perikanan yang ditangani oleh PN Sorong berkisar antara 7-8 kasus tiap tahunnya, jika pada tahun 2012 hingga bulan Agustus baru 6 kasus.

Para hakim yang menangani kasus perikanan memiliki beragam pendapat berdasarkan pada pengalaman mereka menangani kasus perikanan. Jika terkait dengan peran pengadilan perikanan, mereka menyatakan bahwa pengadilan memang memiliki peranan pasif, menanti kasus perikanan masuk ke pengadilan, karena memang undang-undang menetapkan demikian. Terkait dengan proses pemeriksaan di pengadilan, kesulitan terbesar adalah masalah bahasa yang dikuasai para terdakwa, padahal penterjemah yang mengerti bahasa mereka (filipina) hanya 1 orang saja dan penterjemah tersebut membantu semua penegak hukum yang membutuhkan jasanya jika terkait dengan tersangka/terdakwa berasal dari Filipina. Putusan pengadilan perikanan selalu dilakukan berdasarkan hasil musyawarah majelis hakim setelah memeriksa berkas perkara dan memeriksa saksi di sidang pengadilan. Penentuan besarnya pidana penjara, kurungan, maupun denda dilakukan setelah memperhitungkan tingkat kerugian yang diderita akibat perilaku para pelaku IUU fishing ini bagi Indonesia.

Peran Masyarakat

Untuk wilayah Papua Barat juga telah melibatkan peran masyarakat untuk aktif melakukan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan dengan jumlah kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) 5 unit (Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2011); dan berdasarkan keterangan dari kepala dinas kelautan dan perikanan Kota Sorong 1 pokmaswas tersebut berada di Kota Sorong.