• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.5 Implikasi Diskursus Modal Tubuh sebagai Modal Ekonomi Waranggana dalam Konteks Kekinian Sosial Budaya di Dusun Ngrajek, Desa Sambirejo,

4.5.4 Waranggana sebagai Modal Budaya Pemerintah Nganjuk

Waranggana merupakan suatu diskursus yang diamini sebagai modal budaya dalam masyarakat Ngrajek, terutama di pemerintah Nganjuk. Sebagaimana dikatakan oleh (Treadgoal dalam Piliang, 2011: 293) makna, ide, sistem kepercayaan, serta ideologi dikonstruksi di dalam discourse, yang berfungsi untuk melanggengkan relasi-relasi kekuasaan yang ada. Oleh karenanya waranggana sebagai modal budaya merupakan usaha dengan berkesadaran melanggengkan relasi-relasi kuasa yang berada dalam pemerintah Nganjuk.

Peranan pemerintah dalam eksistensi diri dalam kehidupan pasang surut seniman yang di Ngrajek cukup besar. Pemerintah di Kabupaten Nganjuk membuatkan tata tertib untuk waranggana, tata tertib yang dibuat oleh Pemerintah sebagai berikut.

1. Surat Izin Pentas atau Surat Induk didapat oleh waranggana setelah mengikuti prosesi gembyangan waranggana di pundhen Mbah Ageng, setelah mendapatkan kartu induk berarti sudah sah menjadi waranggana dan siap pentas dipertunjukkan ke tayub

2. Surat Rekomendasi Pentas, digunakan untuk izin ke kantor polisi setempat yang berlangsungnya pementasan. Dalam satu kali pengambilan Surat Rekomendasi Pentas hanya berlaku lima lembar surta tanpa dikenakan biaya. 3. Pendataan Waranggana, dilakukan untuk mendata para waranggana yang

masih aktif dalam jagat pertunjukkan langen tayub di Kabupaten Nganjuk (Lihat gambar 4.35).

Beberapa data yang dapat dikumpulkan yang bersumber dari Dinas Pariwisata Nganjuk. Beberapa waranggana di Desa Ngrajek, Kabupaten Nganjuk yang masih aktif pada tahun 2014, sebagai berikut.

commit to user Tabel. 2. Data waranggana yang Masih Aktif

No. Nama Waranggana Status Desa

1. Sumini Aktif Ngrajek

2. Sriyatun Aktif Ngrajek

3. Supartin Aktif Ngrajek

4. Damiatun Aktif Ngrajek

5. Sunarmi Aktif Ngrajek

6. Minatun Aktif Ngrajek

7. Sutarmi Aktif Ngrajek

8. Kasmiati Aktif Ngrajek

9. Suyati Aktif Ngrajek

10. Suharti Aktif Ngrajek

11. Anjarwati Aktif Ngrajek

12. Wiwin Aktif Ngrajek

13. Andriyani Aktif Ngrajek

14. Musrini Aktif Ngrajek

15. Mami Juhermi Aktif Ngrajek

16. Kasmiati Aktif Ngrajek

Waranggana yang sudah terdata, pada setiap tahunnya wajib membayar uang kas sebesar Rp. 50.000.00 uang tersebut digunakan sebagai dana ketika ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh waranggana.

Hal ini yang membuat dilematis oleh waranggana dalam pertunjukkan langen tayub di Kabupaten Nganjuk. Dikarenakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Nganjuk dirasa tidak membuat nyaman para waranggana. Dana yang dibebankan sebesar Rp.

commit to user

50.000,00 pada setiap kali pementasan kepada waranggana, dianggap terasa berat. Dengan kalimat lain, bahwasanya pemerintah membuat pengekangan terhadap kebebasan waranggana dalam berekspresi. Waranggana dalam hal ini, tidak mempunyai otoritas terhadap apa yang dicapainya melalui modal tubuhnya. Ada sebuah praktek legitimasi pemerintah dalam kedirian waranggana dengan adanya peraturan dana yang dibebankan pada setiap kali pementasan sebesar Rp. 50.000,00.

Terkait dengan pernyataan di atas, dana yang dibebankan pada waranggana menurut Pemerintah adalah usaha pemerintah untuk melindungi waranggana dan menjamin keterlibatan waranggana dalam berkesenian, hal ini berarti waranggana sebagai sebuah praktek legitimasi Pemerintah Kabupaten Nganjuk yang menggangap keberadaan waranggana sebagai seorang pejuang kearifan lokal.

Adanya suatu peraturan yang mengikat mengakibatkan pola hubungan yang kontradiktif. Hal ini berarti bagi pihak yang mengeluarkan kebijakan hal tersebut baik untuk pelaksanaan selanjutnya yang sifatnya berkelanjutan, tetapi di sisi lain bagi pihak yang terdominasi, hal ini berimplikasi pada hilangnya otoritas kedirian waranggana atas modal tubuhnya dikarenakan adanya posisi legitimasi Pemerintah dalam modal tubuh yang dimiliki oleh waranggana.

Gambar 4.35 Foto Data Waranggana di Dinas Pariwisata (dokumen Ningsih, 16 0ktober 2014).

commit to user

Terkait dengan paragraf awal yang dijelaskan dimuka, selain waranggana sebagai sebuah diskursus untuk melanggengkan relasi kuasa, waranggana juga sebagai diskursus modal budaya. Waranggana merupakan modal budaya yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Seperti pepatah mengatakan: “pasang tidak hanyut, surut tidak lenyap”. Oleh karena itu dikarenakan kebertahanan masyarakat pendukung yang selalu menjaga kelestarian tayub dan waranggana, tayub dan waranggana tetap terjaga kelestariannya sebagai modal budaya yang potensial.

Untuk menjaga modal budaya yang potensial tersebut, dibutuhkan kreativitas untuk mengolah modal tersebut agar mampu berdaya saing di tengah arus modernisasi dan tekanan modernitas.

Terkait dengan pernyataan di atas, ada beberapa langkah kreativitas dalam pariwisata yang harus dilakukan, diantaranya sebagai berikut.

1. Mengembangkan produk dan pengalaman pariwisata 2. Revitalisasi produk budaya yang ada

3. Polarisasi aset budaya dan kreatif dan menyediakan keuntungan untuk pengembangan kreatif

4. Menggunakan teknik-teknik kreatif untuk meningkatkan pengalaman pariwisata (Vickery, 2007;Evans, 2001)

Sebagai salah satu contoh pengalaman budaya dapat dilihat dari wisuda gembyangan waranggana. Pada tahun 1987 dilakukan pembinaan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (DIKPORA) yaitu wisuda gembyangan waranggana. Wisuda tersebut dilaksanakan rutin setiap satu tahun sekali, pada bulan besar, Jumat Pahing di pundhen Mbah Ageng. Adanya wisuda Gembyangan waranggana menarik perhatian wisatawan untuk menyaksikan prosesi tersebut. Acara tersebut tidak dapat dijumpai di daerah lain. Sehingga hal ini menarik banyak wisatawan untuk berkunjung di daerah Ngrajek.

commit to user

Selain acara prosesi gembyangan waranggana, pada tahun 2009 sampai dengan sekarang. Dinas kebudayaan dan Pariwisata Daerah Kabupaten Nganjuk mengadakan acara rutin tahunan yaitu Tayub Padang Bulan. Tayub Padang Bulan diadakan empat kali pada setiap tahunnya berkisar pada pertengahan bulan sampai dengan akhir bulan purnama. Tayub padang bulan diselenggarakan sebagai pencerminan dan percontohan kebaikan dalam tata cara atau tata tertib pementasan langen tayub (Agung, wawancara 10 Oktober 2014).

Beberapa urutan acara dalam tayub padang bulan sebagai berikut. 1. Klenengan 2. Gambyongan 3. Gedhok 4. Ndoro-ndoro 5. Penentuan pengibing 6. Tayuban

Tayub padang bulan dan acara tayub lain merupakan bagian dari pariwisata kreatif yang dimiliki oleh Kabupaten Nganjuk. Dalam mengaktualisasikan pariwisata kreatif hendaknya terjalin suatu kerja sama yang baik, antara beberapa peran yang ikut terlibat dalam proses aktualisasi pariwisata kreatif.

Berikut beberapa saluran yang memegang kunci dalam mengaktualisasikan pariwisata kreatif. 1. Produser

2. Konsumer

3. Pemangku Kebijakan 4. Orang-orang lokal

Keempat saluran yang terlibat hendaknya mempunyai kemampuan bersinergi dengan baik, agar aktualisasi dari pariwisata kreatif yaitu acara langen tayub termasuk di dalamnya

commit to user

tayub padang bulan dapat berjalan dengan baik, dan memberikan kesejahteraan bagi masing-masing pihak.

Dalam pariwisata sendiri terdapat arena tawar menawar atau adanya negosiasi yang merupakan sebuah ruang percampuran antara keempat saluran yang telah disebutkan di muka. Bangunan relasi (pemerintah, seniman, pariwisata, dan orang lokal) memang tidak bisa dilepaskan dari proses kegiatan pariwisata. Artinya, kekuasaan bermain dalam sebuah proses transformasi pariwisata, tidak bisa dielakkan jika, kontruksi budaya dan pariwisata tidak bisa dilepaskan dari kekuasaan. Hal ini dapat dilihat dari dua implikasi sebagai berikut.

1. Kontribusi pariwisata dapat dilihat dari implikasi-implikasi pergerakan wisatawan, seperti : meningkatnya kegiatan ekonomi, pemahaman terhadap budaya yang berbeda, pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan manusia