KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI MINYAK
ATSIRI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK
ATSIRI SECARA GC-MS DARI RIMPANG
LEMPUYANG GAJAH (Zingiber
zerumbet SM.)
SKRIPSI
OLEH:
SONDANG R. HUTABARAT
NIM 091524060
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI MINYAK
ATSIRI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK
ATSIRI SECARA GC-MS DARI RIMPANG
LEMPUYANG GAJAH (Zingiber
zerumbet SM.)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
SONDANG R. HUTABARAT
NIM 091524060
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI MINYAK ATSIRI
DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI SECARA
GC-MS DARI RIMPANG LEMPUYANG GAJAH
(Zingiber zerumbet SM.)
OLEH:
SONDANG R. HUTABARAT
NIM 091524060
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
NIP 195108161980031002Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. NIP 195310301980031002 Pembimbing II,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas anugerah dan
kasih setiaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada ayahanda Idris Hutabarat (alm.) dan ibunda Klara br. Sibarani,
serta saudara-saudara saya atas doa tulus dan dukungan moril maupun materil
serta cinta dan kasih yang diberikan kepada penulis dalam menghantarkan penulis
meraih cita-cita.
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dekan Fakultas Farmasi Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.
yang telah memberikan bantuan dan fasilitas kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan pendidikan.
2. Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si. Apt. dan Bapak Syahrial Yoenoes, SU.,
Apt. yang telah membimbing penulis dengan sabar sehingga selesainya
penulisan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Salbiah, M.Si., Apt. selaku penasehat akademik yang telah
memberikan nasehat dan arahan kepada penulis Bapak dan Ibu staf
pengajar Fakultas Farmasi USU atas ilmu yang telah diberikan selama
perkuliahan dan juga staf tata usaha yang telah memberikan bantuan
4. Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt selaku kepala Laboratorium
Farmakognosi dan Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU.,
Apt. selaku kepala Laboratorium Penelitian dan seluruh staf yang telah
memberikan fasilitas dan bantuan kepada penulis selama melakukan
penelitian.
5. Bapak Drs. Ginda Haro, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.,
Ibu Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt., sebagai tim penguji yang sangat banyak
memberikan masukan dan saran hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam manyelesaikan
skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan,
oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritikan
dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2012
Penulis
KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI MINYAK ATSIRI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI SECARA
GC-MS DARI RIMPANG LEMPUYANG GAJAH (Zingiber zerumbet SM.)
ABSTRAK
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi dan sifat fisika kimia yang berbeda-beda. Lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) famili Zingiberaceae adalah salah satu tanaman yang mengandung minyak atsiri.
Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air serta analisis komponen minyak atsiri dan fraksi kristalnya secara Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dari simplisia rimpang lempuyang gajah.
Hasil karakterisasi simplisia rimpang lempuyang gajah diperoleh kadar air 7,98%; kadar sari yang larut dalam air 13,42%; kadar sari yang larut dalam etanol 9,19%; kadar abu total 3,92%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,84%; hasil penetapan kadar minyak atsiri sebesar 6,43% v/b. Hasil penetapan bobot jenis minyak atsiri sebesar 0,9241 dan indeks bias sebesar 1,4915.
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang lempuyang gajah menunjukkan 26 komponen dan terdapat 5 senyawa sebagai komponen utama yaitu: zerumbone (38,10%), α-humulene (22,47%), humulene epoxide II (7,47%), ß-selinene (7,46%) dan (-) caryophyllene oxide (3,17%). Sedangkan hasil analisis GC-MS fraksi kristal minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang lempuyang gajah menunjukkan 11 komponen dan terdapat 5 senyawa sebagai komponen utama yaitu: zerumbone (79,04%), α-humulene (13,59%), ß-selinene (2,56%), humulene epoxide II (2,18%) dan caryophyllene (0,83%).
CHARACTERIZATION OF SIMPLEX, ISOLATION VOLATILE OIL AND ANALYZED VOLATILE OIL COMPONENT BY GC-MS
FROM RHIZOME OF Zingiber zerumbet SM.
ABSTRACT
Volatile oil represents the essential oil with the different composition and chemical physics. Zingiber zerumbet SM. of the family Zingiberaceae is one of species that contain volatile oil.
The purpose of this research include simplex characterization, isolation of volatile oil was accomplished by water distillation and analyzed volatile oil components and the crystal fraction by Gas Cromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) from simplex of Zingiber zerumbet SM.
The result of simplex characterization from simplex of Zingiber zerumbet SM. obtained water value 7.98%, water soluble extract value 13.42%, ethanol soluble extract value 9.19%, total ash value 3.92%, acid insoluble ash value 1.84%, the volatile oil content 6.43% v/b, the specific gravity is 0.9241 and refractive index volatile oil is 1.4915.
The result of GC-MS analyzed of volatile oil from Zingiber zerumbet SM. of obtained 26 compounds, 5 compounds of them was main compound, i.e zerumbone (38.10%), α-humulene (22.47%), humulene epoxide II (7.47%), ß-selinene (7.46%) and (-) caryophyllene oxide (3.17%). While the result of GC-MS analyzed of crystal fraction volatile oil from Zingiber zerumbet SM. of obtained 11 compounds, 5 compounds of them was main compound, i.e:
zerumbone (79.04%), α-humulene (13.59%), ß-selinene (2.56%), humulene
epoxide II (2.18%) and caryophyllene (0.83%).
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ………... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Tumbuhan ... 5
2.1.1 Nama daerah ... 5
2.1.2 Taksonomi tumbuhan ... 6
2.1.3 Morfologi tumbuhan ... 6
2.2 Minyak Atsiri ... 7
2.2.1 Keberadaan minyak atsiri dalam tumbuhan ... 7
2.2.2 Aktivitas biologi minyak atsiri dan penggunaan ... 8
2.2.3 Golongan minyak atsiri ... 8
2.3 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri ... 10
2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri ... 10
2.3.2 Sifat kimia minyak atsiri ... 11
2.4 Cara Isolasi Minyak Atsiri ... 12
2.4.1 Metode penyulingan ... 13
2.4.2 Metode pengepresan ... 14
2.4.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap ... 14
2.4.4 Ekstraksi dengan lemak padat ... 14
2.5 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS ... 14
2.5.1 Kromatografi gas ... 14
2.5.1.1 Gas pembawa ... 16
2.5.1.2 Sistem injeksi ... 16
2.5.1.3 Kolom ... 16
2.5.1.4 Fase diam ... 17
2.5.1.5 Suhu ... 17
2.5.1.5.1 Suhu injektor ... 17
2.5.1.5.2 Suhu kolom ... 18
2.5.1.5.3 Suhu detektor ... 18
2.5.1.6 Detektor ... 18
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Alat dan Bahan ... 19
2.1.1 Alat-alat ... 19
2.1.2 Bahan-bahan ... 19
3.2 Penyiapan Bahan Tanaman ... 19
3.2.1 Pengambilan bahan tanaman ... 20
3.2.2 Identifikasi tanaman ... 20
3.2.3 Pembuatan simplisia ... 20
3.3 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 20
3.3.1 Pemeriksaan makroskopik ... 20
3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 21
3.3.3 Penetapan kadar air ... 21
3.3.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 22
3.3.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 22
3.3.6 Penetapan kadar abu total ... 23
3.3.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 23
3.3.8 Penetapan kadar minyak atsiri ... 23
3.4 Isolasi Minyak Atsiri ... 24
3.5 Identifikasi Minyak Atsiri ... 24
3.5.1 Identifikasi minyak atsiri secara fisika ... 24
3.5.1.1 Penentuan indeks bias ... 24
3.5.1.2 Penentuan bobot jenis ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1 Pemeriksaan Tanaman ... 27
3.1.1 Identifikasi tanaman ... 27
3.1.2 Karakterisasi simplisia ... 27
4.2 Identifikasi Minyak Atsiri ... 29
4.3 Analisis Komponen Minyak Atsiri dan Kristalnya dari Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet SM.) dengan GC-MS .. 29
4.4 Hasil Analisis Spektrometri Massa dan Pola Fragmentasi ... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
5.1 Kesimpulan ... 48
5.2 Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan ... ... 52
Lampiran 2. Tanaman dan simplisia rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) ... 53
Lampiran 3. Gambar Mikroskopik serbuk lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) ... 54
Lampiran 4 Perhitungan Hasil penetapan kadar air ... 55
Lampiran 5. Perhitungan Hasil penetapan kadar sari larut dalam air ... .... 56
Lampiran 6. Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut dalam etanol 57
Lampiran 7. Perhitungan hasil penetapan kadar abu total ... 58
Lampiran 8. Perhitungan hasil penetapan kadar abu tidak larut dalam asam ... 59
Lampiran 9. Perhitungan hasil penetapan kadar minyak atsiri ... 60
Lampiran 10. Penetapan indeks bias minyak atsiri ... ... 61
Lampiran 11. Penetapan bobot jenis minyak atsiri ... ... ... 62
Lampiran 12. Flowsheet isolasi minyak atsiri dari lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) ... 63
Lampiran 13. Pola fragmentasi komponen minyak atsiri lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM ... 64
Lampiran 14. Pola fragmentasi komponen kristal minyak atsiri lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM ... 69
Lampiran 15. Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ... 74
Lampiran 16. Kromatogram GC minyak atsiri dari rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbetSM.) ... 77
Lampiran 17. Kromatogram GC kristal minyak atsiri dari rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) ... 78
Lampiran 19. Spektrum Massa(-) caryophillene oxide dalam minyak atsiri 80
Lampiran 20. Spektrum Massa ß-selinene dalam minyak atsiri ... 81
Lampiran 21. Spektrum Massa humulene epoxide II dalam minyak atsiri .. 82
Lampiran 22. Spektrum Massa zerumbone dalam minyak atsiri ... 83
Lampiran 23. Spektrum Massa caryophillene dalam kristal ... 84
Lampiran 24. Spektrum Massa α-humulene dalam kristal ... 85
Lampiran 25. Spektrum Massa ß-seline dalam kristal ... 86
Lampiran 26. Spektrum Massa humulene epoxide II dalam kristal ... 87
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Gambar kromatogram GC-MS minyak atsiri dari simplisia
Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet SM.) kering ... 32
Gambar 4.2 Gambar kromatogram GC-MS fraksi kristal minyak atsiri dari Simplisia Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet SM.) kering 33
Gambar 4.3 Rumus bangun α-humulene pada minyak atsiri ... ... 38
Gambar 4.4 Rumus bangun (-) caryophillene oxide pada minyak atsiri . ... 38
Gambar 4.5 Rumus bangun ß-selinene pada minyak atsiri ... 39
Gambar 4.6 Rumus bangun humulene epoxide II pada minyak atsiri... ... 40
Gambar 4.7 Rumus bangun zerumbone pada minyak atsiri ... 40
Gambar 4.8 Rumus bangun caryophillene pada kristal ... 44
Gambar 4.9 Rumus bangun α-humulene pada kristal ... ... 45
Gambar 4.10 Rumus bangun ß-selinene pada kristal ... 46
Gambar 4.11 Rumus bangun humulene epoxide II pada kristal ... ... 46
Gambar 4.12 Rumus bangun zerumbone pada kristal ... 47
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia Lempuyang Gajah (Zingiber
zerumbet SM.) ... 28
Tabel 4.2 Hasil Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri
Simplisia Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet SM.) ... 29
Tabel 4.3 Waktu Tambat dan Konsentrasi Komponen Minyak Atsiri Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet SM.) Hasil
Analisis GC-MS ... 34
Tabel 4.4 Waktu Tambat dan Konsentrasi Komponen Kristal Minyak Atsiri Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet SM.)
Hasil Analisis GC-MS ... 34
KARAKTERISASI SIMPLISIA, ISOLASI MINYAK ATSIRI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI SECARA
GC-MS DARI RIMPANG LEMPUYANG GAJAH (Zingiber zerumbet SM.)
ABSTRAK
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi dan sifat fisika kimia yang berbeda-beda. Lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) famili Zingiberaceae adalah salah satu tanaman yang mengandung minyak atsiri.
Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air serta analisis komponen minyak atsiri dan fraksi kristalnya secara Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dari simplisia rimpang lempuyang gajah.
Hasil karakterisasi simplisia rimpang lempuyang gajah diperoleh kadar air 7,98%; kadar sari yang larut dalam air 13,42%; kadar sari yang larut dalam etanol 9,19%; kadar abu total 3,92%; kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,84%; hasil penetapan kadar minyak atsiri sebesar 6,43% v/b. Hasil penetapan bobot jenis minyak atsiri sebesar 0,9241 dan indeks bias sebesar 1,4915.
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang lempuyang gajah menunjukkan 26 komponen dan terdapat 5 senyawa sebagai komponen utama yaitu: zerumbone (38,10%), α-humulene (22,47%), humulene epoxide II (7,47%), ß-selinene (7,46%) dan (-) caryophyllene oxide (3,17%). Sedangkan hasil analisis GC-MS fraksi kristal minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang lempuyang gajah menunjukkan 11 komponen dan terdapat 5 senyawa sebagai komponen utama yaitu: zerumbone (79,04%), α-humulene (13,59%), ß-selinene (2,56%), humulene epoxide II (2,18%) dan caryophyllene (0,83%).
CHARACTERIZATION OF SIMPLEX, ISOLATION VOLATILE OIL AND ANALYZED VOLATILE OIL COMPONENT BY GC-MS
FROM RHIZOME OF Zingiber zerumbet SM.
ABSTRACT
Volatile oil represents the essential oil with the different composition and chemical physics. Zingiber zerumbet SM. of the family Zingiberaceae is one of species that contain volatile oil.
The purpose of this research include simplex characterization, isolation of volatile oil was accomplished by water distillation and analyzed volatile oil components and the crystal fraction by Gas Cromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) from simplex of Zingiber zerumbet SM.
The result of simplex characterization from simplex of Zingiber zerumbet SM. obtained water value 7.98%, water soluble extract value 13.42%, ethanol soluble extract value 9.19%, total ash value 3.92%, acid insoluble ash value 1.84%, the volatile oil content 6.43% v/b, the specific gravity is 0.9241 and refractive index volatile oil is 1.4915.
The result of GC-MS analyzed of volatile oil from Zingiber zerumbet SM. of obtained 26 compounds, 5 compounds of them was main compound, i.e zerumbone (38.10%), α-humulene (22.47%), humulene epoxide II (7.47%), ß-selinene (7.46%) and (-) caryophyllene oxide (3.17%). While the result of GC-MS analyzed of crystal fraction volatile oil from Zingiber zerumbet SM. of obtained 11 compounds, 5 compounds of them was main compound, i.e:
zerumbone (79.04%), α-humulene (13.59%), ß-selinene (2.56%), humulene
epoxide II (2.18%) and caryophyllene (0.83%).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak dahulu orang telah mengenal berbagai jenis tanaman yang memiliki
bau spesifik. Bau tersebut berasal dari minyak atsiri yang terkandung dari bagian
tertentu dalam tanaman seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, atau biji. Minyak
atsiri bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa tergantung dari
jenis komponen penyusunnya, berbau wangi khas sesuai dengan aroma tanaman
yang menghasilkannya dan umumnya larut dalam pelarut organik (Gunawan dan
Mulyani, 2010)
Minyak atsiri bukan merupakan komponen tunggal, melainkan mengandung
berbagai komponen. Karena itu, analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri
merupakan masalah yang cukup rumit. Kendala yang lazim dihadapi pada saat
menganalisis komponen penyusun minyak atsiri adalah hilangnya sebagian
komponen selama berlangsungnya proses analisis. Setelah ditemukan gabungan
antara kromatografi gas dan spektrometri massa, kendala dalam analisis
komponen minyak atsiri ini mulai dapat diatasi (Agusta, 2000).
Salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri adalah rimpang lempuyang
gajah (Zingiber zerumbet SM.) dimana rimpangnya berkhasiat sebagai obat
disentri, obat batuk, stomakikum, karminatif dan tonikum. Lempuyang gajah
memiliki nama daerah lempuyang kapur, lempuyang kebo (Jawa Tengah) dan
lampoyang paek (Madura). Tumbuhan lempuyang gajah memiliki batang semu
dengan tinggi ± 1m. Daunnya berwarna hijau muda, bentuk daun lanset dengan
Memiliki bunga majemuk bentuk bongkol berwarna merah. Memiliki akar serabut
berwarna kuning keputih-putihan. Bentuk rimpang agak pipih berwarna coklat
kekuningan sampai berwarna kuning pucat, bekas patahan tidak rata dan berserat
(Depkes RI, 1978).
Lempuyang gajah memiliki kandungan minyak atsiri yang tersimpan dalam
sel-sel parenkim dan terdapat di semua jaringan terutama rimpang. Pada penelitian
terdahulu, metode isolasi minyak atsiri dari lempuyang gajah (Zingiber zerumbet
SM.) dilakukan dengan cara destilasi uap dan air. Pada penyulingan minyak atsiri
dari rimpang lempuyang gajah kering, pada saat air sulingan mendingin, terdapat
kristal yang terpisah dari fase minyak maupun airnya. Hasil analisis GC-MS dari
komponen minyak atsiri lempuyang gajah terdapat α-pinena, kamfena,
kariofilena, β-pinena, α-farnesena, sineol, kamfor, isokariofilena,
kariofilena-oksida dan germakron sedangkan hasil analisis GC-MS dari kristal minyak atsiri
terdapat α-humulena, kariofilena oksida, ß-selinena dan zerumbona (Mulyani,
2010).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik melakukan penelitian yang
meliputi karakterisasi simplisia dan isolasi minyak atsiri dengan metode destilasi
air serta analisis komponen minyak atsiri dan kristalnya secara GC-MS sehingga
dari hasil analisis di peroleh informasi komponen penyusun minyak atsiri dan
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil perumusan masalah, yaitu:
1. Apakah karakterisasi simplisia rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet
SM.) yang diteliti memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia Jilid II
Tahun 1978?
2. Apakah komponen minyak atsiri dan kristalnya dari rimpang lempuyang gajah
(Zingiber zerumbet SM.) dapat di analisis secara GC-MS?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dibuat hipotesis, yaitu:
1. Simplisia rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) yang diteliti
memenuhi persyaratan yang terdapat dalam Materia Medika Indonesia Jilid II
Tahun 1978.
2. Komponen minyak atsiri dan kristalnya dari rimpang lempuyang gajah
(Zingiber zerumbet SM.) dapat di analisis secara GC-MS.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karakterisasi simplisia rimpang lempuyang gajah (Zingiber
zerumbet SM.).
2. Untuk mengetahui komponen minyak atsiri dan kristalnya yang terdapat
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
karakteristik dari rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) serta
komponen minyak atsiri dan kristalnya yang terdapat dalam rimpang lempuyang
gajah (Zingiber zerumbet SM.) sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan
secara optimal untuk berbagai keperluan seperti diformulasi menjadi bahan obat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Lempuyang gajah berasal dari Asia tropis dan ditemukan tumbuh tersebar
di India, Sri Lanka Malaysia sampai Pulau Jawa (Depkes RI, 1978).
Lempuyang gajah tumbuh mencapai ketinggian sekitar satu meter. Daun
berwarna hijau, kecil memanjang, berukuran panjang rata-rata 17,8 cm dan lebar
5,60 cm. Jumlah daun mencapai 14 helai. Di dataran rendah setiap rumpun dapat
menghasilkan sekitar 14 anakan, sedangkan di dataran tinggi hanya 5 anakan.
Tangkai bunga tumbuh tegak , berambut dan bersisik yang berbentuk lanset.
Kuntum bunga berwarna kuning terang, kuning gelap, sampai putih
kekuning-kuningan. Rimpang muda maupun rimpang tua berwarna kuning muda dengan
warna daging kuning. Rimpang berasa pahit getir dan berbau wangi (Rukmana,
2004).
2.1.1. Nama daerah
Nama daerah dari lempuyang gajah adalah lempuyang kapur, lempuyang
kebo (Jawa), lempuyang paek (Madura) (Depkes RI, 1978).
2.1.2 Taksonomi tumbuhan
Menurut Materia Medika Indonesia Jilid II (1978), taksonomi tumbuhan
lempuyang gajah adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Zingiber
Jenis : Zingiber zerumbet SM..
2.1.3 Morfologi tumbuhan
Tumbuhan lempuyang gajah merupakan habitus semak, semusim yang
tingginya ±1 m. Ciri-ciri morfologi tanaman lempuyang gajah sebagai berikut:
Batang : Tegak, semu, membentuk rimpang.
Daun : Tunggal, bentuk lanset, tepi rata, ujung dan pangkal runcing,
permukaan licin, panjang 25-40 cm, lebar 10-15 cm, hijau muda,
pelepah bentuk talang, panjang ±17 cm, tangkai panjang ±10 cm,
hijau.
Bunga : Majemuk, bentuk bongkol, tumbuh dari pangkal rimpang, tangkai
panjang ±12 cm, merah, kelopak lepas satu sama lain, merah.
Biji : Bulat panjang, diameter ±4mm, hitam.
Akar : Serabut, kuning keputih-putihan (Depkes RI, 1978).
2.1.4 Kandungan senyawa kimia
Rimpang lempuyang gajah mengandung alkaloid, saponin, flavonoida,
polifenol dan minyak atsiri. Minyak atsiri 0,82% mengandung zerumbone, α
-pinen, α-kariofilen, kamfer dan sineol (Depkes RI, 1978).
2.1.5 Kegunaan tumbuhan
Rimpang lempuyang gajah digunakan untuk mengobati kejang, sakit perut,
radang lambung, sembelit, kurang darah, rematik, borok, penyakit kulit dan bisul.
Selain itu dapat menambah nafsu makan, menyegarkan badan dan meningkatkan
stamina. Biji lempuyang gajah digunakan untuk mengobati nyeri perut, cacingan,
disentri, lemah usus dan lambung, batu ginjal, ambeien, sesak napas dan borok
(Rukmana, 2004).
2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak
terbang ( essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut
mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai
rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut
dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren, 1985).
2.2.1 Keberadaan minyak atsiri dalam tumbuhan
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut
kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili
Piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut vittae (famili Umbelliferae), di
dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae),
terkandung di dalam semua jaringan (pada famili Coniferae). Pada bunga mawar,
kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu
manis (Lauraceae) banyak ditemui di kulit batang (korteks), pada Menthae sp.
terdapat dalam rambut kalenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat dalam
2.2.2 Aktivitas biologi minyak atsiri dan penggunaan
Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi yaitu: membantu
proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah
kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan
bagi tanaman (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri,
misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent)
dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985).
2.2.3 Golongan minyak atsiri
Minyak atsiri terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia dengan
sifat fisika dan kimia yang juga berbeda. Pada umumnya perbedaan komponen
minyak atsiri disebabkan perbedaan kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur
panen, metode ekstraksi yang digunakan, cara penyimpanan minyak dan jenis
tanaman penghasil. Minyak atsiri biasanya tersusun dari unsur Karbon (C),
Hidrogen (H), dan oksigen (O). Atas dasar perbedaan komponen tersebut maka
minyak atsiri dibagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut:
1.) Minyak atsiri hidrokarbon
Minyak atsiri hidrokarbon sebagian besar memiliki komponen penyusun
yang terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon seperti minyak terpentin yang
diperoleh dari tanaman-tanaman bermarga pinus (famili Pinaceae), diantaranya
Pinus palustris Miller, Pinus maritime Lamarck, Pinus longifolia Roxb, Pinus
merkusii L. Selain minyak terpentin, Oleum cubebae dari Piper cubeba Linn
2.) Minyak atsiri alkohol
Alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri digolongkan kedalam 3 jenis
yaitu alkohol asiklis, alkohol monosiklis, dan alkohol disiklis. Salah satu contoh
minyak atsiri alkohol adalah minyak pipermen yang dihasilkan oleh daun tanaman
Mentha piperita Linn.
3.) Minyak atsiri fenol
Minyak cengkeh adalah merupakan minyak atsiri fenol yang diperoleh dari
tanaman Eugenia caryaphyllata (famili Myrtaceae). Bagian yang dimanfaatkan
adalah bagian bunga dan daun, namun demikian bunga lebih utama dimanfaatkan
karena mengandung minyak atsiri sampai 20%.
4.) Minyak atsiri eter fenol
Minyak adas merupakan minyak atsiri eter fenol yang berasal dari hasil
penyulingan buah Pimpinella anisum (famili Apiaceae). Minyak yang dihasilkan
terutama tersusun oleh komponen-komponen terpenoid seperti anetol, sineol,
pinena dan felandrena.
5.) Minyak atsiri oksida
Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri oksida yang diperoleh dari
isolasi daun Melaleuca leucadendron L.(famili Myrtaceae). Komponen penyusun
minyak atsiri kayu putih paling utama adalah sineol (85%) yang merupakan
senyawa dari kelompok terpenoid. Komponen lain adalah terpineol, pinena,
benzaldehida, limonene, dan berbagai senyawa kelompok seskuiterpena.
6.) Minyak atsiri ester
Minyak gandapura merupakan minyak atsiri ester yang diperoleh dari
penyusun minyak terpenting adalah metal salisilat yang merupakan bentuk ester.
Komponen lain yaitu triakontan, aldehida, keton, alkohol dan ester-ester lain
(Gunawan D dan Mulyani S, 2010).
2.3 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri
2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri
Minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda, tetapi dari segi
fisikanya banyak yang sama. Parameter yang banyak digunakan untuk tetapan
fisika minyak atsiri antaralain:
a. Berbau karakteristik
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak
ini disebut juga minyak eteris, minyak esensial, atau minyak menguap karena
pada suhu kamar mudah menguap di udara terbuka. Istilah esensial dipakai karena
minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya (Gunawan dan Mulyani, 2010).
b. Indeks bias
Perbedaan komposisi senyawa penyusun akan mempengaruhi nilai indeks
bias minyak atsiri. Indeks bias ditentukan oleh panjang rantai karbon senyawa
penyusun minyak. Semakin panjang rantai karbon menyebabkan tingkat kerapatan
minyak akan semakin tinggi sehingga lebih sukar membiaskan cahaya yang
datang dan menyebabkan nilai indeks bias menjadi lebih tinggi (Wibowo, dkk.,
2009).
c. Bobot Jenis
Nilai bobot jenis minyak atsiri didefenisikan sebagai perbandingan antara
berat minyak pada suhu tertentu dengan berat air pada volume air yang sama
kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Wibowo,
dkk., 2009).
d. Putaran Optik
Minyak atsiri jika ditempatkan dalam sinar atau cahaya yang
dipolarisasikan mempunyai sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan dan ke
kiri. Besarnya putaran optik tergantung pada jenis dan konsentrasi senyawa,
panjang jalan yang ditempuh sinar melalui senyawa tersebut, dan suhu
pengukuran (Wibowo, dkk., 2009).
2.3.2 Sifat kimia minyak atsiri
Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari adanya suatu
kerusakan minyak dan ini dapat terjadi pada beberapa jenis minyak atsiri.
Kerusakan minyak atsiri yang mengakibatkan perubahan tersebut antaralain dapat
terjadi selama penyimpanan dan biasanya disebabkan oleh terjadinya oksidasi,
polimerisasi, serta hidrolisis. Karena peristiwa tersebut maka minyak atsiri akan
berubah warna dan menjadi lebih kental. Proses-proses tersebut diaktifkan oleh
panas, oksigen udara, lembab, sinar matahari, dan molekul logam berat. Minyak
atsiri harus diberi perlakuan khusus agar proses tersebut tidak terjadi atau
setidaknya dapat diperlambat. Jadi minyak atsiri sebaiknya disimpan dalam wadah
yang benar-benar kering dan harus bebas dari logam-logam berat, serta bebas dari
cahaya yang masuk (Koensoemardiyah, 2010).
2.4 Cara Isolasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan 4 cara yang lazim digunakan
1.) Metode penyulingan (destilasi) terhadap bagian tanaman yang mengandung
minyak. Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih.
2.) Metode penyarian dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok. Dasar
dari metode ini adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri sangat mudah
larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.
3.) Metode pengepresan atau pemerasan. Metode ini hanya bisa dilakukan
terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup besar.
Bila tidak, nantinya hanya akan habis didalam proses.
4.) Metode pelekatan bau dengan menggunakan media lilin (enfleurage). Cara ini
memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif selama sekitar 15
hari sejak bahan minyak atsiri dipanen (Gunawan D dan Mulyani S, 2010).
2.4.1 Metode penyulingan
a. Penyulingan dengan air
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak
langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam
secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri
khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh
karena itu, sering disebut penyulingan langsung.
Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya
rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu
b. Penyulingan dengan uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung.
Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air
penghasil uap dan bahan yang akan disuling berada pada ketel yang berbeda. Uap
yang digunakan berupa uap jenuh.
c. Penyulingan dengan air dan uap
Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan
di atas rak-rak atau saringan. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai
permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu
uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman
yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas
(Lutony & Rahmayati, 2000).
2.4.2 Metode pengepresan
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan
terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang memiliki kandungan
minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang
mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke
permukaan bahan, misalnya minyak atsiri dari kulit jeruk dapat diperoleh dengan
cara ini (Ketaren, 1985).
2.4.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap
Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang
mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan
terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya
bunga cempaka, melati, mawar dan kena (Ketaren, 1985).
2.4.4 Ekstraksi dengan lemak padat
Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan,
untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode
ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi (Ketaren,
1985).
2.5 Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS
2.5.1 Kromatografi gas
Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran
kimia dalam suatu bahan, berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak
akan membawa campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak
akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam
campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi
komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama
dari kolom dan yang paling lambat akan keluar paling akhir (Eaton, 1998).
Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom
disebut waktu tambat (waktu retensi) yang diukur mulai saat penyuntikan sampai
saat elusi terjadi (Gritter, dkk., 1991).
Menurut Eaton (1989), hal yang mempengaruhi waktu retensi yaitu:
1. Sifat senyawa, semakin sama kepolaran dengan kolom dan makin kurang
2. Sifat adsorben, semakin sama kepolaran maka senyawa akan semakin
lama tertahan dan sebaliknya.
3. Konsentrasi adsorben, semakin banyak adsorben maka senyawa semakin
lama tertahan dan sebaliknya.
4. Temperatur kolom, semakin rendah temperatur maka senyawa semakin
lama tertahan dan sebaliknya.
5. Aliran gas pembawa, semakin kecil aliran gas maka senyawa semakin
lama tertahan dan sebaliknya.
6. Panjang kolom, semakin panjang kolom akan menahan senyawa lebih
lama dan sebaliknya.
Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom,
fase diam, suhu dan detektor.
2.5.1.1 Gas pembawa
Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni,
dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang
dipakai, semua gas yang dipakai ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam
keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi.
Gas pembawa yang sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2),
hidrogen (H2), dan karbon dioksida (CO2) (Gritter, 1991).
2.5.1.2 Sistem injeksi
Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang suntik,
biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang
10-15oC lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera
setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1991).
2.5.1.3 Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di
dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan hal sentral dalam
kromatografi gas. Ada dua jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas
(packing column) dan kolom kapiler (capillary column).
Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan
penyangga yang lembam (inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar
(diameter dalam 1-3mm). Kolom kapiler jauh lebih kecil (0,02 – 0,2 mm) dan
dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair.
Semakin sempit diameter kolom, maka efisiensi pemisahan kolom semakin besar
atau puncak kromatogram yang dihasilkan semakin tajam. Pada umumnya,
seorang analis akan memilih kolom dengan diameter 0,2 atau yang lebih kecil
ketika menganalisis sampel dengan konsentrasi yang kecil atau memisahkan
komponen yang sangat kompleks (Rohman, 2007).
2.5.1.4 Fase diam
Banyak macam bahan kimia yang dipakai sebagai fase diam antara lain:
squalen, DEGS (Dietilglikol suksinat). Fase diam yang dipakai dalam kolom
kapiler dapat bersifat non polar, polar atau semi polar. Jenis fase diam akan
menentukan urutan elusi komponen – komponen dalam campuran. Seorang analis
harus memilih fase diam yang mampu memisahkan komponen – komponen dalam
2.5.1.5 Suhu
Tekanan uap sangat bergantung pada suhu, maka suhu merupakan
faktor utama dalam GC. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang
berbeda, yaitu: suhu injektor, suhu kolom, suhu detektor.
2.5.1.5.1 Suhu injektor
Suhu injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan dengan
cepat sehingga tidak menghilangkan keefisienan cara penyuntikan. Tetapi
sebaliknya, suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian atau penataan
ulang akibat panas (McNair and Bonelli, 1988).
2.5.1.5.2 Suhu kolom
Suhu kolom harus cukup tinggi sehingga analisis dapat diselesaikan dalam
waktu yang sesuai, dan harus cukup rendah sehingga terjadi pemisahan.
Umumnya semakin rendah suhu kolom, semakin tinggi koefisien partisi dalam
fase diam sehingga hasil pemisahan semakin baik. Pada beberapa hal tidak dapat
digunakan suhu kolom yang rendah, terutama bila cuplikan terdiri atas senyawa
dengan rentangan titik didih yang lebar, untuk itu suhu perlu diprogram.
2.5.1.5.3 Suhu detektor
Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atau hasil samping
yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun (McNair and
2.5.1.6 Detektor
Menurut McNair dan Bonelli (1988) ada dua detektor yang popular yaitu
detektor hantar-thermal (DHB) dan detektor pengion nyala (DPN).
2.5.2 Spektrometri massa
Spektrometri massa pada umumnya digunakan untuk:
1. Menentukan massa molekul.
2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa
Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra).
3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya
(Dachriyanus, 2004).
Spektrometri massa terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, ruang pengion
dan percepatan, tabung analisis, pengumpul ion dan penguat, dan pencatat.
Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu
metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak
diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan
adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi
mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting
dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak
paling kuat pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan
nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian meliputi penyiapan sampel, karakterisasi simplisia,
isolasi minyak atsiri serta analisis komponen minyak atsiri dan fraksi kristalnya
dari simplisia rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) secara GC-MS.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas
laboratorium, cawan porselin berdasar rata, krus porselin bertutup, blender,
mikroskop, timbangan kasar (Ohaus), timbangan listrik (Mettler Toledo), oven
listrik, desikator, seperangkat alat stahl, seperangkat alat destilasi air, alat
penetapan kadar air, piknometer, alat refraktometer Abbe, seperangkat gabungan
alat Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) model Shimadzu QP
2010 Plus.
3.1.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel rimpang
lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) kering, kertas saring, toluen pro
analisa (E. Merck), natrium sulfat anhidrat pro analisa (E. Merck), kloroform pro
analisa (E. Merck), kloralhidrat pro analisa (E. Merck), etanol 96%, n-heksan pro
analisa dan air suling.
3.2 Penyiapan Bahan Tanaman
Penyiapan bahan tanaman meliputi pengambilan bahan, identifikasi tanaman
3.2.1 Pengambilan bahan tanaman
Pengambilan bahan rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.)
segar dilakukan secara purposif yaitu diambil dari satu daerah yaitu Pasar Sentral
Pajak Sambu Kecamatan Medan Kota Provinsi Sumatera Utara tanpa
membandingkan dengan bahan yang sama dari daerah lain.
3.2.2 Identifikasi tanaman
Identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani
Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor. Hasil identifikasi tanaman dapat dilihat pada
Lampiran 1 halaman 52.
3.2.3 Pembuatan simplisia
Rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) yang segar dibersihkan
dari kotoran dengan air mengalir lalu ditiriskan kemudian rimpang dirajang secara
melintang dengan ketebalan 3-4 mm dan dikeringkan dilemari pengering pada
suhu 50-60ºC sampai simplisia rapuh (sekitar satu minggu).
3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik
dan mikroskopik, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut
dalam asam, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari larut
dalam etanol, penetapan kadar air, dan penetapan kadar minyak atsiri.
3.3.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik di lakukan dengan mengamati bentuk luar dari
rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) segar dapat dilihat pada
lampiran 2 halaman 53.
3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk rimpang lempuyang gajah
(Zingiber zerumbet SM.) dilakukan dengan cara: serbuk simplisia ditaburkan di
atas kaca objek yang telah di tetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan
kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Untuk melihat minyak
atsiri, serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang ditetesi sudan III.Untuk
melihat pati, serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi air.
Gambar mikroskopik serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 54.
3.3.3 Penetapan kadar air
a. Penjenuhan toluen
Sebanyak 200 ml toluen dimasukkan kedalam labu alas bulat, lalu
ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi
selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit,
kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,1 ml.
b. Penetapan kadar air simplisia
Dimasukkan 5 g serbuk simplisia ke dalam labu tersebut, lalu dipanaskan
hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2
tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi
dinaikkan sampai 4 tetes per detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam
pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian
tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen
volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992). Hasil perhitungan dapat
dilihat pada Lampiran 4 halaman 55.
3.3.4 Penetapan kadar sari larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam
dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml CHCl3 dalam air suling sampai 1 liter) dalam
labu bersumbat warna coklat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama
diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang beralas rata yang telah ditara.
Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam
air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1978). Hasil
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 56.
3.3.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam
dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat warna coklat sambil dikocok
sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat
untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai
kering dalam cawan penguap yang beralas rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan
pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol 96%
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1978). Hasil
3.3.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan
dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara. Krus dipijar perlahan-lahan
sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500-600oC selama 3 jam
kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992). Hasil perhitungan
dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 58.
3.3.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu didihkan dalam 25 ml asam
klorida encer (HCl 2N) selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap,
kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang dikeringkan (WHO, 1992). Hasil perhitungan dapat
dilihat pada Lampiran 8 halaman 59.
3.3.8 Penetapan kadar minyak atsiri
Penetapan kadar minyak atsiri simplisia rimpang lempuyang gajah (Zingiber
zerumbet SM.) dilakukan dengan alat Stahl.
Caranya: sebanyak 10 g rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) yang
sudah kering dan sudah dihaluskan dimasukkan kedalam labu alas bulat berleher
pendek, tambahkan air suling sebanyak 300 ml, letakkan labu diatas pemanas
listrik. Hubungkan labu dengan pendingin dan alat penampung berskala, isi buret
dengan air sampai penuh. Didihkan isi labu dengan pemanasan yang sesuai untuk
Setelah penyulingan selesai, biarkan tidak kurang dari 15 menit, catat volume
minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri dalam % v/b (Depkes RI,
1978). Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 60.
3.4 Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi minyak atsiri simplisia rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet
SM.) yang sudah kering dilakukan dengan metode destilasi air.
Caranya: sebanyak 200 g serbuk simplisia rimpang lempuyang gajah
(Zingiber zerumbet SM.) dimasukkan kedalam labu alas bulat berleher panjang 2
liter ditambahkan air suling sampai sampel terendam. Kemudian dirangkai alat
destilasi air. Destilasi dilakukan selama 6 jam. Minyak atsiri yang diperoleh
ditampung dalam corong pisah, setelah itu dipisahkan antara minyak dan air.
Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat,
dikocok dan didiamkan selama 1 hari. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam
botol berwarna gelap.
Dari hasil destilat yang dibiarkan mendingin akan terbentuk kristal. Kristal
yang terbentuk selanjutnya dipisahkan dari fase air dan minyak. Dari 1 kg
rimpang kering dihasilkan 20 gram fraksi kristal (Mulyani, 2010).
3.5 Identifikasi Minyak Atsiri
3.5.1 Penetapan parameter secara fisika
3.5.1.1 Penentuan indeks bias
Penentuan indeks bias dilakukan menggunakan alat Refraktometer Abbe.
Caranya: Alat Refraktometer Abbe dihidupkan. Prisma atas dan prisma bawah
dipisahkan dengan membuka klem dan dibersihkan dengan mengoleskan kapas
lalu ditutup. Melalui teleskop dapat dilihat adanya bidang terang dan bidang gelap
lalu skrup pemutar prisma diputar sedemikian rupa, sehingga bidang terang dan
gelap terbagi atas dua bagian yang sama secara vertikal. Dengan melihat skala
dapat dibaca indeks biasnya. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10
halaman 61.
3.5.1.2 Penentuan bobot jenis
Penentuan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan alat Piknometer.
Caranya: Piknometer kosong ditimbang dengan seksama pada suhu kamar
sehingga diperoleh bobot piknometer kosong, lalu diisi dengan air suling dan
ditimbang dengan seksama. Kemudian piknometer dikosongkan dan dibilas
beberapa kali dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan bantuan hairdryer.
Piknometer diisi dengan minyak selanjutnya dilakukan seperti pengerjaan pada air
suling. Hasil bobot minyak atsiri diperoleh dengan mengurangkan bobot
piknometer yang diisi minyak atsiri dengan bobot piknometer kosong. Bobot jenis
minyak atsiri adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot minyak atsiri
dengan bobot air suling dalam piknometer, kecuali dinyatakan lain dalam
monograf keduanya ditetapkan pada suhu 25ºC (Depkes RI, 1995). Hasil
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 62.
3.5.2 Analisis komponen minyak atsiri dan kristalnya dari rimpang lempuyang gajah dengan GC-MS
Penentuan komponen minyak atsiri dan kristalnya yang diperoleh dari
simplisia rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) yang kering di
Laboratorium Penelitian Farmasi dengan menggunakan seperangkat alat GC-MS
yang dibiarkan mendingin akan terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk
selanjutnya dipisahkan dari fase air dan minyak. Dari 1 kg rimpang kering
dihasilkan 20 gram fraksi kristal. Pemeriksaan komponen dari minyak atsiri dan
kristalnya dianalisis komponen penyusunnya dengan GC-MS dengan
menggunakan pelarut n-heksan (Mulyani, 2010).
Kondisi analisis adalah sebagai berikut: Jenis kolom Rastek Rxi-5MS,
panjang 30 m, diameter 0,25 mm, detektor FID. Suhu injektor 280ºC, suhu kolom
diprogram 70ºC (5 menit)-270ºC (15 menit) dengan kenaikan suhu diatur
100C/menit. Kecepatan gas pembawa 3,0 mL/menit, tekanan 13,7 k.Pa. Kondisi
GC-MS: ion source temp 250ºC, interface temp 300ºC dan solvent out time 3
menit (Mulyani, 2010).
Cara identifikasi komponen minyak adalah dengan membandingkan
spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown) dengan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan Tanaman
4.1.1 Identifikasi tanaman
Identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani
Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor terhadap tanaman yang diteliti menunjukkan
bahwa bahan uji adalah tanaman lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) dari
suku Zingiberaceae. Identifikasi bertujuan untuk memastikan kebenaran tanaman
yang akan digunakan sebagai bahan uji (Terlampir pada halaman 52).
4.1.2 Karakterisasi simplisia
Hasil pemeriksaan makroskopik adalah rimpang bentuk agak pipih, irisan
rimpang berwarna kuning keputih-putihan. Bagian luar berwarna coklat
kekuningan. Berbau aromatik serta memiliki rasa pedas dan sedikit pahit.
Hasil pemeriksaan mikroskopik pada serbuk warna kuning kecoklatan.
Terdapat butir pati berbentuk bulat telur, fragmen jaringan gabus, parenkim,
pembuluh kayu dan serabut.
Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam Materia Medika Indonesia Jilid II Tahun 1978. Hasil
karakterisasi simplisia rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet SM.)
No Penetapan Kadar % Menurut MMI II
1. Kadar air 7,98 Tidak lebih dari 10%
2. Kadar sari yang larut dalam air 13,42 Tidak kurang dari 11,4%
3. Kadar sari yang larut dalam etanol 9,19 Tidak kurang dari 3,5%
4. Kadar abu total 3,92 Tidak lebih dari 4,9%
5. Kadar abu tidak larut dalam asam 1,84 Tidak lebih dari 3,8%
6. Kadar minyak atsiri 6,43 Tidak kurang 0,5% v/b
Kadar air dalam simplisia menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam
simplisia yang digunakan. Kadar air simplisia berhubungan dengan proses
pengeringan simplisia. Pengeringan merupakan suatu usaha untuk menurunkan
kadar air bahan sampai tingkat yang diinginkan. Apabila simplisia yang
dihasilkan tidak cukup kering maka kemungkinan akan terjadi pertumbuhan jamur
dan jasad renik lainnya. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air
kurang dari 10% (Depkes, 1977).
Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan dalam etanol dilakukan
untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan dalam etanol
dari suatu simplisia. Senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air akan tersari
oleh air. Sedangkan senyawa yang larut dalam etanol akan tersari oleh etanol.
Kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam ditetapkan untuk melihat
kandungan mineral dari simplisia. Kadar abu yang tinggi menunjukkan banyaknya
Abu total terbagi dua yang pertama abu fisiologis adalah abu yang berasal
dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan yang kedua abu non fisiologis adalah sisa
setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari luar (seperti pasir dan
tanah) yang terdapat pada permukaan simplisia (WHO, 1992).
Kadar minyak atsiri dari lempuyang gajah yang diperoleh dari peneliti dan
peneliti lain hasilnya berbeda. Perbedaan kadar ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti umur panen, tanah dan iklim tempat tumbuh. Dalam
penelitian Marsusi dkk, kadar minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang
lempuyang gajah dengan metode destilasi air adalah sebesar 6,00% b/v (Marsusi
dkk, 2001).
Dari hasil penelitian ini, kadar minyak atsiri rimpang lempuyang gajah
(Zingiber zerumbet SM.) diperoleh sebesar 6,43% v/b dihitung terhadap serbuk
simplisia yang telah dikeringkan. Kadar ini telah memenuhi persyaratan menurut
Materia Medika Indonesia Jilid II Tahun 1978 yaitu tidak kurang dari 0,5%v/b
(Depkes RI, 1978).
4.2 Identifikasi Minyak Atsiri
Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri hasil isolasi dari
rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri Simplisia Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet SM.)
No. Parameter Hasil Menurut Literatur (Rukmana, 2004)
1. Indeks bias 1,4915 1,4917
4.3 Analisis Komponen Minyak Atsiri dan Kristalnya dari Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet SM.)dengan GC-MS
Hasil analisis GC-MS dari komponen minyak atsiri rimpang lempuyang
gajah (Zingiber zerumbet SM.) terdapat 10 komponen yaitu: α-pinena, kamfena,
kariofilena, β-pinena, α-farnesena, sineol, kamfor, isokariofilena,
kariofilena-oksida dan germakron (Mulyani, 2010). Sedangkan hasil analisis GC-MS dari
komponen minyak atsiri dari rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.)
yang di lakukan di LP Fakultas Farmasi USU ada 26 komponen yaitu: α-pinene,
camphene, ß-myrcene, α-phellandrene, delta 3-carene, 1-pentanone, dl-limonen,
1,8-cineole, linalool, camphor, borneol, 3-cyclohexen-1-ol, α-terpineol, bornyl
acetate, caryophyllene, 2-propenoic acid, α-humulene, cyclohexane,
caryophyllene oxide, ß-selinene, humulene epoxide II, cycloheptane, (+)
aromedendrene, 2-naphthalenemethanol, longipinane dan zerumbone dimana
lima komponen utama yang diujikan dengan GC-MS yaitu: zerumbone (38,10%),
α-humulene (22,47%), humulene epoxide II (7,47%), ß-selinene (7,46%) dan (-)
caryophyllene oxide (3,17%).
Hasil analisis GC-MS dari komponen kristal minyak atsiri rimpang
lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) terdapat 4 komponen yaitu: α
-humulena, kariofilena oksida, ß-selinena dan zerumbon (Mulyani, 2010).
Sedangkan hasil analisis GC-MS dari komponen kristal minyak atsiri dari
rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) yang di lakukan di LP
Fakultas Farmasi USU ada 11 komponen yaitu: camphene, camphor,
caryophyllene, α-humulene, cyclobutene, ß-selinene, humulene epoxide II, (-)
caryophyllene oxide, (-) α-santalal, caryophylla, dan zerumbone dimana lima
-humulene (13,59%), ß-selinene (2,56%), humulene epoxide II (2,18%) dan
caryophyllene ( 0,83%).
Perbedaan komponen ini di sebabkan oleh beberapa hal seperti: daerah
tumbuh tanaman, umur tanaman dan proses pengeringan.
Dari hasil analisis GC-MS terdapat kesamaan komponen antara komponen
minyak atsiri dan kristalnya dari rimpang lempuyang gajah. Dari hasil diatas dapat
dinyatakan bahwa kristal tersebut merupakan bagian dari minyak atsiri yang
terpisah membentuk padatan menjadi kristal. Hal ini dapat disebabkan oleh
perbedaan sifat kimia maupun sifat fisik dari masing-masing komponen seperti
perbedaan kelarutan dan titik didih.
Hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari simplisia rimpang lempuyang
gajah (Zingiber zerumbet SM.) kering diperoleh 26 puncak dengan 5 puncak
Gambar 4.1: Kromatogram GC minyak atsiri dari simplisia rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.)
Hasil analisis GC-MS kristal minyak atsiri dari simplisia rimpang
lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) kering diperoleh 11 puncak dengan 5
Gambar 4.2: Kromatogram GC kristal minyak atsiri dari simplisia rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.)
Waktu tambat dan konsentrasi komponen minyak atsiri simplisia rimpang
lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) hasil analisis GC-MS dapat dilihat
Tabel 4.3 Waktu Tambat dan Konsentrasi Komponen Minyak Atsiri Simplisia Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet SM.) Hasil Analisis GC-MS
No Nama Komponen Waktu tambat
(menit)
Waktu tambat dan konsentrasi komponen kristal minyak atsiri simplisia
rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) kering hasil analisis GC-MS
dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Waktu Tambat dan Konsentrasi Komponen Kristal Minyak Atsiri Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet SM.) Hasil Analisis GC-MS
No. Nama Komponen Waktu tambat
4.4 Hasil Analisis Spektrometri Massa dan Pola Fragmentasi
Hasil analisis spektrometri massa komponen minyak atsiri dari rimpang
lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) diperoleh 26 komponen dimana lima
komponen utama yang diujikan dengan GC-MS adalah α-humulene, (-)
caryophyllene oxide, ß-selinene,humulene epoxide II dan zerumbone yang akan
dibahas satu-persatu adalah sebagai berikut:
1. α-humulene: puncak dengan waktu tambat 16,967 menit mempunyai M+ 204
diikuti fragmen m/z 189, 161, 147, 121, 107, 93, 67, 53, 39.
Spektrum massa unknown
Spektrum massa library
2. (-) Caryophyllene oxide: puncak dengan waktu tambat 18,749 menit
mempunyai M+220 diikuti fragmen m/z 177, 161, 135, 121, 93, 79, 41, 39.
Spektrum massa library
3. ß-Selinene: puncak dengan waktu tambat 18,939 menit mempunyai M+ 204
diikuti fragmen m/z 189, 161, 147, 121, 107, 93, 67, 41, 27.
Spektrum massa unknown
Spektrum massa library
4. Humulene epoxide II: puncak dengan waktu tambat 19,090 menit mempunyai
M+ 220 diikuti fragmen m/z 149, 123, 109, 81, 67, 41.
Spektrum massa library
5. Zerumbone: puncak dengan waktu tambat 20,705 menit mempunyai M+218
diikuti fragmen m/z 203, 189, 163, 135, 121, 107, 79, 53, 27.
Spektrum massa unknown
Spektrum massa library
Pola fragmentasi dari hasil analisis spektrometri massa komponen minyak
atsiri dari rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet SM.) adalah sebagai
berikut:
1. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 16,967 menit
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
dapat disimpulkan sebagai α-humulene ( C15H24 ) dengan rumus bangun seperti
pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Rumus bangun α-humulene pada minyak atsiri
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 204 yang
merupakan berat molekul dari C15H24. Pelepasan CH3. menghasilkan fragmen
[C14H21]+ Dengan m/z 189 dari puncak ion molekul C15H24. Pelepasan C2H4
menghasilkan fragmen [C12H17]+ dengan m/z 161. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C11H15]+ dengan m/z 147. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+ dengan
m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan
C2H2 menghasilkan fragmentasi [C5H7]+ dengan m/z 67. Pelepasan CH2
menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmentasi [C3H3]+ dengan m/z 39.
2. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 18,749 menit
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (92%), maka senyawa tersebut
adalah (-) caryophyllene oxide (C15H24O) dengan rumus bangun seperti pada
Gambar 4.4.
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 220 yang
merupakan berat molekul dari C15H24O. Pelepasan C3H7. menghasilkan fragmen
[C12H17O]+ dengan m/z 177. Pelepasan Omenghasilkan fragmen [C12H17]+ dengan
m/z 161. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C10H15]+ dengan m/z 135.
Pelepasan CH2menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4
menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79. Pelepasan C3H2 menghasilkan fragmen [C3H5]+
dengan m/z 41. Pelepasan 2H· menghasilkan fragmen [C3H3]+ dengan m/z 39.
3. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 18,939 menit
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (88%) maka senyawa tersebut
adalah ß-selinene( C15H24 ) dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Rumus bangun ß-selinene pada minyak atsiri
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 204 yang
merupakan berat molekul dari C15H24. Pelepasan CH3. menghasilkan fragmen
[C14H21]+ dengan m/z 189. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C12H17]+
dengan m/z 161. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C11H15]+ dengan m/z 147.
Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan CH2
menghasilkan fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C5H7]+
dengan m/z 67. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/z 41.
4. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 19,090 menit
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (87%) maka senyawa tersebut
humulene epoxide II (C15H24O) dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Rumus bangun humulene epoxide II pada minyak atsiri
Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 220 yang
merupakan berat molekul dari C15H24O. Pelepasan C5H11. menghasilkan fragmen
[C10H13O]+ dengan m/z 149. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C8H11O]+
dengan m/z 123. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9O]+ dengan m/z 109.
Pelepasan CO menghasilkan fragmen [C6H9]+ dengan m/z 81. Pelepasan CH2
menghasilkan fragmen [C7H13]+ dengan m/z 97. Pelepasan CH2 menghasilkan
fragmen [C5H7]+ dengan m/z 67. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C3H5]+
dengan m/z 41.
5. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 20,705 menit
Dengan membandingkan spektrum massa unknown dengan data library
yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (88%) maka senyawa tersebut
zerumbone (C15H22O) dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.7.