PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM PELAYANAN KEGAWATDARURATAN
DI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR
T E S I S
Oleh
BONA BOY PANDAPOTAN SIHOTANG 077013004/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM PELAYANAN KEGAWATDARURATAN
DI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
BONA BOY PANDAPOTAN SIHOTANG 077013004/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM PELAYANAN KEGAWATDARURATAN DI RSUD DR.
DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR Nama Mahasiswa : Bona Boy Pandapotan Sihotang
Nomor Induk Mahasiswa : 077013004
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (dr. Fauzi, S.K.M) Ketua Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
PERNYATAAN
PENGARUH BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM PELAYANAN KEGAWATDARURATAN
DI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Januari 2012 Penulis
Telah diuji
Pada Tanggal : 18 Pebruari 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Anggota : 1. dr. Fauzi, S.K.M
ABSTRAK
Jumlah pasien yang masuk di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tergolong tinggi setiap harinya, namun jumlah perawat yang menangani pasien tidak seimbang sehingga kondisi itu memengaruhi jumlah
kematian pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar yang pada tahun 2008 rata-rata 35%.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh beban kerja kuantitatif dan kualitatif terhadap kinerja perawat (implementasi kegiatan ABCD, Airway
management; Breathing management; Circulation management; Drug Defibrilator Disability) dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar. Jenis penelitian survey dengan tipe explanatory. Populasi penelitian sebanyak 32 orang dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan wawancara, dianalisis dengan uji uji regresi linear berganda pada α = 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja kuantitatif dan kualitatif berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan. Beban kerja kuantitatif memberikan pengaruh paling besar terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan.
Disarankan RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar untuk : 1) menyesuaikan jumlah perawat di instalasi gawat darurat dengan jumlah pasien
yang dilayani, 2) membuat kebijakan tentang tugas perawat di instalasi gawat darurat sehingga setiap perawat hanya melakukan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga keperawatan. 3) memberikan pelatihan BTCLS (Basic Trauma Cardiac Life Support) kepada perawat yang bertugas di instalasi gawat darurat sehingga mampu melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan sesuai dengan konsep ABCD.
ABSTRACT
The number of patients admitted in the emergency room at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar every day it is high, but the number of nurses who treat patients are not balanced so that the conditions that affect the number of deaths of patient in the emergency room at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar which in 2008 an average of 35%.
The purpose of this survey study with explanatory approach was to analyze the influence of quantitative and qualitative workload on the performance of nurses (Airway management; Breathing management; Circulation management; Drug Defibrilator Disability, ABCD implementation) in providing emergency service at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar. The population of this study were 32 nurses and all of them were selected to be the samples. The data for this study were obtained through interviews and were analyzed through multiple linear regression tests at a = 5%.
The result of this study showed that quantitative and qualitative workload had an influence on the performance of the nurses in providing emergency service. The quantitative workload provided the biggest influence on the performance of the nurses in providing emergency service.
The management of dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar is suggested to : 1) adjust the number of nurses assigned to work in the emergency room to the number of the patienfs served, 2) make a policy on the work activity of the nurses working in the emergency room that every nurse only does the activity according to his job description and function as nursing staff, and 3) provide the Basic Trauma Cardiac Life Support training to the nurses working in the emergency room that can help them be able to implement the emergency services according to the concept of ABCD.
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat serta pertolongan Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul "Pengaruh Beban Kerja
terhadap Kinerja Perawat dalam Pelayanan Kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.”
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu
Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K).
Selanjutnya kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si
selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Ketua Komisi
Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,
mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal
selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dr. Fauzi, S.K.M sebagai Anggota
Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis
mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. Terima kasih juga kepada
Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si dan Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.Ns selaku
penguji tesis yang telah memberikan masukan dan koreksi untuk kesempurnaan tesis
ini.
Terima kasih kepada Direktur RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar
yang telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian di rumah sakit yang dipimpinnya.
Terima kasih kepada Kepala Keperawatan Instalasi Gawat Darurat RSUD dr.
Djasamen Saragih Pematangsiantar serta seluruh perawat yang telah bersedia
bekerjasama dan menjadi responden dalam penelitian ini.
Terima kasih kepada Kepala Inspektorat Pemerintah Kota Medan yang telah
memberikan izin serta dorongan semangat dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini.
Terima kasih tak terhingga yang tulus dan ikhlas kepada Orangtuaku tercinta
J. Sihotang & N br. Silitonga yang memberikan dukungan moral dan materil selama
Terima kasih yang tulus kepada adik-adikku Tomy, Roland, Putri, Eva yang
telah memberikan motivasi dan dukungan untuk menyelesaikan pendidikan.
Teristimewa buat isteriku tercinta Liza Manurung yang penuh pengertian,
kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang selalu setia menunggu,
memotivasi dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan pendidikan.
Selanjutnya terima kasih juga para dosen dan staf di lingkungan Program
Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih kepada seluruh teman-teman angkatan 2007, khususnya Minat
Studi Administrasi Rumah Sakit yang telah memberikan dorongan semangat dan
bantuan sumbangan ide-ide untuk penulisan tesis ini.
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,
dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Januari 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Bona Boy Pandapotan Sihotang, lahir pada tanggal 3 Mei 1981 di
Pematangsiantar, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda
J. Sihotang dan Ibunda N br. Silitonga.
Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar
Swasta RK Cinta Rakyat 2 Pematangsiantar selesai tahun 1993, Sekolah Menengah
Pertama Negeri Pematangsiantar selesai tahun 1996, Sekolah Menengah Umum
Negeri Pematangsiantar selesai tahun 1999, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara Medan selesai tahun 2004.
Mulai bekerja sebagai pegawai honorer di RSUD Dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar tahun 2005 s/d Desember 2009. Pada Januari tahun 2010 diterima
sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Kota Medan dan sampai
sekarang bekerja pada Inspektorat Pemerintah Kota Medan.
Tahun 2007 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Minat Studi Aministrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan
DAFTAR ISI
2.1. Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit ... 12
2.1.1. Prosedur Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit ... 13
2.1.2. Tenaga Kesehatan dalam Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit ... 14
2.2. Perawat ... 15
2.2.1. Definisi Perawat ... 16
2.2.2. Tugas Pokok dan Fungsi Perawat ... 17
2.3. Kinerja ... 18
2.3.1. Faktor - Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 19
2.3.2. Penilaian Kinerja ... 20
2.3.3. Kinerja Keperawatan ... 23
2.4. Beban Kerja ... 30
2.4.1. Pengertian Beban Kerja... 30
2.4.2. Klasifikasi Beban Kerja ... 32
2.4.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Beban Kerja ... 32
2.4.4. Dampak Beban Kerja ... 33
2.4.5. Penilaian Beban Kerja ... 33
2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 38
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 42
3.6. Metode Pengukuran ... 43
3.7. Metode Analisis Data ... 44
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46
4.1. Gambaran Umum RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar . 46 4.2. Karakteristik Responden ... 46
4.3. Beban Kerja Kuantitatif ... 50
4.3.1. Perbandingan Jumlah Pasien dengan Jumlah Perawat ... 50
4.3.2. Melaksanakan Kegiatan lain di luar Tugas Pokok dan Fungsi Perawat ... 51
4.4. Beban Kerja Kualitatif (Kompetensi Pelayanan Kegawatdaruratan) ... 53
4.5. Kinerja Perawat Gawat Darurat ... 56
4.5.1. Implementasi Keperawatan Gawat Darurat dengan Konsep ABCD ... 56
4.5.2. Penilaian Atasan Langsung ... 62
4.6. Analisis Bivariat ... 63
4.7. Analisis Multivariat ... 65
4.7.1. Analisis Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat Gawat Darurat Berdasarkan Implementasi Konsep ABCD .... 66
4.7.2. Analisis Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat Gawat Darurat Berdasarkan Penilaian Atasan Langsung ... 67
BAB 5. PEMBAHASAN ... 69
5.1. Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat Gawat Darurat di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 69
5.1.2. Pengaruh Beban Kerja Kualitatif terhadap Kinerja Perawat Gawat Darurat di RSUD. dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar ... 74
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80
6.1. Kesimpulan ... 80
6.2. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Beban Kerja Kuantitatif ... 41
3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Beban Kerja Kulitatif ... 42
3.3. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 44
4.1. Jumlah Pasien IGD RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar
Berdasarkan Pelayanan Tahun 2009 ... 48
4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di RSUD. dr. Djasamen
Saragih Pematangsiantar ... 49
4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Perbandingan Jumlah Pasien dengan
Jumlah Perawat di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 50
4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Beban Kerja Kuantitatif di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 52
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan lain di luar Tugas Pokok
dan Fungsi Perawat di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 53
4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kompetensi Pelayanan
Kegawatdaruratan di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 54
4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Beban Kerja Kuantitatif di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 55
4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Airway Management di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 57
4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Breathing Management
di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 58
4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Circulation
4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Disability Management
di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 60
4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja Perawat dalam Implementasi Konsep ABCD di RSUD. dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar ... 61
4.13. Distribusi Kinerja Perawat Berdasarkan Penilaian Atasan Langsung di
RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 62
4.14. Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja berdasarkan Implementasi
Konsep ABCD di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 63
4.15. Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja perawat berdasarkan Penilaian
Atasan Langsung di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 65
4.16. Hasil Uji Multivariat Regresi Ganda Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat Gawat Darurat Berdasarkan Implementasi Konsep
ABCD ... 66
4.17. Hasil Uji Multivariat Regresi Ganda Pengaruh Beban Kerja terhadap
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja Menurut Gibson ... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 86
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 92
3. Distribusi Frekuensi (Uji Univariat) ... 93
4. Hasil Uji Chi-Square (Uji Bivariat) ... 100
5. Hasil Uji Regresi Berganda (Uji Multivariat) ... 104
6. Master Data Penelitian ... 106
ABSTRAK
Jumlah pasien yang masuk di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tergolong tinggi setiap harinya, namun jumlah perawat yang menangani pasien tidak seimbang sehingga kondisi itu memengaruhi jumlah
kematian pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar yang pada tahun 2008 rata-rata 35%.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh beban kerja kuantitatif dan kualitatif terhadap kinerja perawat (implementasi kegiatan ABCD, Airway
management; Breathing management; Circulation management; Drug Defibrilator Disability) dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar. Jenis penelitian survey dengan tipe explanatory. Populasi penelitian sebanyak 32 orang dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan wawancara, dianalisis dengan uji uji regresi linear berganda pada α = 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja kuantitatif dan kualitatif berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan. Beban kerja kuantitatif memberikan pengaruh paling besar terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan.
Disarankan RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar untuk : 1) menyesuaikan jumlah perawat di instalasi gawat darurat dengan jumlah pasien
yang dilayani, 2) membuat kebijakan tentang tugas perawat di instalasi gawat darurat sehingga setiap perawat hanya melakukan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga keperawatan. 3) memberikan pelatihan BTCLS (Basic Trauma Cardiac Life Support) kepada perawat yang bertugas di instalasi gawat darurat sehingga mampu melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan sesuai dengan konsep ABCD.
ABSTRACT
The number of patients admitted in the emergency room at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar every day it is high, but the number of nurses who treat patients are not balanced so that the conditions that affect the number of deaths of patient in the emergency room at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar which in 2008 an average of 35%.
The purpose of this survey study with explanatory approach was to analyze the influence of quantitative and qualitative workload on the performance of nurses (Airway management; Breathing management; Circulation management; Drug Defibrilator Disability, ABCD implementation) in providing emergency service at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar. The population of this study were 32 nurses and all of them were selected to be the samples. The data for this study were obtained through interviews and were analyzed through multiple linear regression tests at a = 5%.
The result of this study showed that quantitative and qualitative workload had an influence on the performance of the nurses in providing emergency service. The quantitative workload provided the biggest influence on the performance of the nurses in providing emergency service.
The management of dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar is suggested to : 1) adjust the number of nurses assigned to work in the emergency room to the number of the patienfs served, 2) make a policy on the work activity of the nurses working in the emergency room that every nurse only does the activity according to his job description and function as nursing staff, and 3) provide the Basic Trauma Cardiac Life Support training to the nurses working in the emergency room that can help them be able to implement the emergency services according to the concept of ABCD.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional, sehingga pemerintah telah mencanangkan visi dalam bidang pelayanan
kesehatan yaitu bertekad untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara
menyeluruh. Salah satu strategi yang harus dilakukan untuk mencapai visi tersebut
adalah meningkatkan profesionalisme rumah sakit. Undang-undang No. 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan per orangan
secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat
darurat.
Sebagai upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara paripurna,
maka rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan. Berdasarkan
Undang-Undang No. 44 tahun 2009, komponen pelayanan di rumah sakit mencakup
20 pelayanan sebagai berikut: (1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan medis,
(3) pelayanan gawat darurat, (4) kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan
perinatal risiko tinggi, (7) pelayanan keperawatan, (8) pelayanan anastesi,
(9) pelayanan radiologi, (10) pelayanan farmasi, (11) pelayanan laboratorium,
(12) pelayanan rehabilitasi medis, (13) pelayanan gizi, (14) rekam medis,
(17) keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana alam,
(18) pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, dan (20) perpustakaan.
Pelayanan gawat darurat merupakan salah satu komponen pelayanan di rumah
sakit yang dilaksanakan di instalasi gawat darurat. Adapun tugas instalasi gawat
darurat adalah menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan
serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan gawat darurat
medis. Sebagai unit pelayanan yang menanggulangi penderita gawat darurat,
komponen pelayanan di instalasi gawat darurat harus memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam penanggulangan penderita gawat darurat dan dikelola sedemikian
rupa sehingga terjalin kerjasama yang harmonis dengan unit-unit dan
instalasi-instalasi lain dalam rumah sakit (Depkes R.I. 2006).
Menurut Depkes R.I (2006), petugas kesehatan di instalasi gawat darurat di
rumah sakit terdiri dokter ahli, dokter umum, atau perawat yang telah mendapat
pelatihan penanganan kegawatdaruratan yang dibantu oleh perwakilan unit-unit lain
yang bekerja di instalasi gawat darurat.
Mengacu kepada Pedoman Pelayanan Gawat Darurat tersebut diketahui
bahwa perawat di instalasi gawat darurat mempunyai peran dan tanggung jawab yang
penting. Tenaga kesehatan rumah sakit yang paling banyak adalah tenaga perawat
yang berjumlah sekitar 60 % dari tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Oleh
Pekerjaan seorang perawat sangatlah berat. Dari satu sisi seorang perawat
harus menjalankan tugas yang menyangkut kelangsungan hidup pasien yang
dirawatnya. Di sisi lain, keadaan psikologis perawat sendiri juga harus tetap terjaga.
Kondisi seperti inilah yang dapat menimbulkan tambahan beban kerja dan rasa
tertekan pada perawat, akibatnya kinerja mereka menjadi buruk dan secara tidak
langsung berpengaruh terhadap organisasi di mana mereka bekerja (Nursalam, 2007).
Klasifikasi perawat menurut Depkes RI (2004) terdiri dari perawat pengelola
dan perawat pelaksana. Perawat pelaksana dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit
mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam pelayanan di rumah sakit
meliputi pelaksanaan asuhan keperawatan serta kegiatan yang mendukung pelayanan
keperawatan di rumah sakit. Khusus untuk pelayanan kegawatdaruratan, seorang
perawat pelaksana seharusnya yang telah pernah mengikuti pelatihan Basic Trauma
Cardiac Life Support (BTCLS).
Asuhan keperawatan secara umum meliputi: pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam konteks pelayanan kegawatdaruratan,
aspek asuhan keperawatan pada tahap pelaksanaan merupakan hal yang sangat
penting diperhatikan, karena dalam tahap pelaksanaan/implementasi ini harus
mengacu kepada doktrin dasar pelayanan gawat darurat yaitu: time saving is life
saving (waktu adalah nyawa), dengan ukuran keberhasilan adalah respons time
(waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam (Basoeki dkk, 2008).
Lingkup pelayanan kegawatdaruratan adalah melakukan primary survey,
menggunakan tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing
management; C : Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability
(Basoeki dkk, 2008).
Pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pelayanan kegawatdaruratan
berdasarkan beberapa penelitian dalam Prawitasari (2006) tentang hubungan beban
kerja perawat pelaksana dengan keselamatan pasien di Rumah Sakit Husada Jakarta,
menyimpulkan perawat pelaksana mempunyai beban kerja kategori tinggi, masih ada
masalah keselamatan pasien yang buruk dan terdapat hubungan yang bermakna
antara beban kerja perawat pelaksana dengan keselamatan pasien.
Selanjutnya penelitian Astuti (2009) tenta
Magelang dalam kategori berat, yaitu banyaknya jumlah pasien yang ditangani sesuai
dengan konsep respons time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2
jam. Waktu tanggap pelayanan keperawatan gawat darurat dalam kategori lambat.
Ada hubungan antara beban kerja perawat IGD RSU Kabupaten Magelang dengan
waktu tanggap pelayanan keperawatan gawat darurat.
Penelitian di lnstalasi Rawat lnap RSU Dr. Pirngadi Medan tentang
perhitungan kebutuhan tenaga perawat berdasarkan beban kerja oleh Jauhari (2005),
menyimpulkan bahwa sete1ah dilakukan perhitungan secara keseluruhan perawat
berlebih di lnstalasi Rawat lnap RSU Dr. Pirngadi Medan sebesar 35 orang dari 141
dimana hampir seluruhnya mengerjakan pekerjaan diluar dari tugas Pokok dan Fungsi
Asuhan Keperawatan, seperti; melakukan pekerjaan mengambil diet makanan
didapur, menyajikan makanan keruangan pasien, melakukan penulisan resep,
menyapu ruangan, mengepel lantai ruangan, membersihkan kamar mandi,
membersihkan jendela dan sebagainya. Hal ini menunjukkan beban kerja perawat
pada kategori terlalu sedikit, oleh karena itu dalam mengukur beban kerja perawat
seperti keperawatan gawat darurat, penting memerhartikan kesesuaian jumlah pasien
yang ditangani dengan jumlah perawat.
Salah satu indikator yang menunjukkan kinerja perawat dalam pelayanan
kegawatdaruratan adalah tingkat kematian yang terjadi di instalasi gawat darurat.
Menurut Indikator Kinerja Rumah Sakit (Depkes RI, 2005), persentase keselamatan
pasien di rumah sakit adalah 100%. Dengan demikian kematian pasien di instalasi
gawat darurat rumah sakit menunjukkan tingkat kinerja tenaga keperawatan yang
bekerja di unit pelayanan tersebut. Angka kematian yang tinggi menunjukkan
pelayanan keperawatan kegawatdaruratan yang rendah.
Rendahnya kinerja pelayanan keperawatan kegawatdaruratan terkait dengan
beban kerja, seperti dikemukakan Norman (2006), bahwa beban kerja yang tidak
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi perawat berdasarkan asuhan keperawatan
(pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi), menyebabkan tidak
efektifnya pelaksanaan pekerjaan yang selanjutnya berdampak kepada kualitas
Menurut Jauhari (2005), beban kerja perawat berdasarkan waktu yang
dibutuhkan melaksanakan setiap kegiatan pelayanan pada lnstalasi Rawat Inap RSU
Dr. Pirngadi Medan berbeda-beda untuk setiap jenis kegiatan. Dengan demikian
dalam pelayanan keperawatan kegawatdaruratan, beban kerja perawat juga terkait
dengan waktu yang dibutuhkan dalam mencapai waktu tanggap (respons time) yang
ditetapkan yaitu selama 5 menit.
Kematian dan kesakitan pasien sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah
dengan berbagai usaha perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan, khususnya
meningkatkan pelayanan kegawatdaruratan. Kegagalan dalam penanganan kasus
kedaruratan umumnya disebabkan oleh kegagalan mengenal risiko, keterlambatan
rujukan, kurangnya sarana yang memadai maupun pengetahuan dan keterampilan
tenaga medis, paramedis dan penderita dalam mengenal keadaan risiko tinggi secara
dini, masalah dalam pelayanan kegawatdaruratan, maupun kondisi ekonomi
(Ritonga, 2007).
Penelitian Soehartati (2005), menyimpulkan bahwa
Lubis (2007), menyimpulkan terdapat pengaruh beban kerja berdasarkan:
waktu, standar kerja, standar kelonggaran dan kuantitas kegiatan pokok terhadap
efektivitas pekerjaan perawat di Instalasi Rawat Inap RSU dr. Pirngadi Medan. mayoritas yang menjadi
beban kerja perawat pada beban kerja kuantitatif adalah banyaknya pekerjaan yang
harus dilakukan demi kesehatan dan keselamatan penderita, sedangkan pada beban
kerja kualitatif yaitu tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan
Demikian juga dengan pekerjaan perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan
diasumsikan dipengaruhi oleh beban kerja.
Selanjutnya penelitian Girsang (2005) tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan waktu tanggap petugas kesehatan menyimpulkan bahwa: (a) 67,5%
responsden menyatakan tugasnya pada bidang kegawatdaruratan merasakan bebannya
lebih berat dibandingkan petugas di ruang/unit kerja yang lain, (b) 80,0% responden
menyatakan fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia pada kategori sedang,
karena masih ada fasilitas dan peralatan yang seharusnya jumlah dan kualitasnya
belum sesuai dengan standar, (c) 77,5% responden menyatakan standar prosedur
pelayanan pada kategori sedang, karena telah dilakukan orientasi pengenalan tugas
dan lapangan bagi petugas yang baru, pertemuan reguler antara semua tenaga medik,
serta disiplin terhadap waktu kerja.
RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar merupakan salah satu rumah
sakit pemerintah yang berada di pusat Kota Pematangsiantar dan menjadi rumah sakit
rujukan dari wilayah sekitarnya. Sebagai rumah sakit rujukan, maka RSUD
dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar menerima pasien baik rujukan dari puskesmas
atau rumah sakit lainnya, serta pasien akibat terjadinya bencana. Dengan beragamnya
jenis pasien tentunya kondisi pasien juga beragam, di mana sebagian pasien
merupakan status Death On Arrive (DOA), yaitu pasien yang masuk ke rumah sakit
dalam keadaan meninggal. Namun sebagian besar pasien yang ditangani di IGD
merupakan pasien kritis yang harus diselamatkan sesuai konsep respons time (waktu
Berdasarkan survei pendahuluan dengan melakukan wawancara dengan
beberapa perawat maupun dokter yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat di RSUD
dr. Djasamen Saragih, diketahui bahwa jumlah pasien yang ditangani di IGD
bervariasi antara 10-80 orang setiap hari, apabila dirata-ratakan jumlah pasien yang
ditangani di IGD sekitar 45 orang setiap harinya. Sekitar 25% dari seluruh pasien atau
sebanyak 12 orang pasien yang masuk ke IGD dengan kondisi gawat dan darurat,
seperti pada tabel berikut :
Tabel 1.1. Jumlah Pasien yang Gawat dan Darurat di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar
Bulan (2010) Jumlah Kunjungan Pasien IGD (orang)
Pasien Gawat dan Darurat
Jumlah (orang) %
April 1.350 284 21,0
Mei 1.572 362 23,0
Juni 1.245 336 27,0
Jumlah perawat yang bertugas tetap ( stand by) di IGD RSUD dr.
Djasamen Saragih sebanyak 10 orang setiap shift kerja, sehingga untuk
menangani pasien setiap harinya sekitar 45 orang merupakan beban yang cukup
berat, karena perawat di IGD juga melaksanakan kegiatan lain di luar tugas
pokok dan fungsinya sebagai perawat IGD. Beban kerja perawat semakin tinggi
pada saat harus menangani pasien sekitar 80 orang menyebabkan konsep waktu
tanggap yang ditetapkan tidak terpenuhi sehingga mengakibatkan terjadinya
kematian pada pasien. Berdasarkan Laporan Kegiatan IGD RSUD dr. Djasamen
Saragih (2008) diketahui rata - rata jumlah kematian pasien di IGD yang pada
sampai keluar dari instalasi gawat darurat dan masuk ke ruang perawatan (rawat
inap). Pasien yang mati umumnya adalah dengan kondisi gawat dan darurat.
Dari gambaran di atas terlihat bahwa perawat di instalasi gawat darurat
merasakan beban kerja yang tinggi, terutama beban fisik dan beban mental karena
harus melakukan mengupayakan penyelamatan pada pasien dengan kondisi kritis.
Akibat dari beban kerja yang tinggi tersebut adalah kurang optimalnya penanganan
kasus gawat darurat.
Beban kerja menurut Munandar (2001), beban kerja adalah suatu kondisi dari
pekerjaan dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas waktu tertentu
dan dilakukan secara tepat dan cepat dalam keadaan darurat. Mengacu kepada
pengertian beban kerja menurut Munandar tersebut, di instalasi gawat darurat, maka
pengertian pekerjaan dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas
waktu tertentu.
Mengacu kepada kebutuhan bertindak tepat dan cepat di Instalasi Gawat
Darurat, khususnya dalam penanganan pasien dalam kondisi gawat dan darurat
seperti yang disebutkan Munandar (2001), maka dalam pelayanan keperawatan
kegawatdaruratan, masalah beban kerja yang tidak sesuai secara kuantitatif maupun
kualitatif karena banyaknya pasien yang ditangani di Instalasi Gawat Darurat RSUD
dr. Djasamen Saragih akan berdampak kepada kinerja perawat.
Pada dasarnya kinerja perawat dalam pelayanan di rumah sakit menekankan
apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (
merupakan suatu proses penanganan pasien dengan konsep penyelamatan jiwa pasien
tersebut. Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu,
bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan
landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen
kompetensi dan produktivitas hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat
kemampuan individu dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, berdasarkan
asuhan keperawatan kegawatdaruratan (Nursalam, 2007).
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi di IGD yang ditemukan di RSUD
dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dalam penanganan pasien gawat dan darurat
melalui konsep ABCD yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian
tentang beban kerja serta pengaruhnya terhadap kinerja perawat dalam pelayanan
kegawatdaruratan.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka dirumuskan permasalahan
penelitian adalah: Apakah ada pengaruh beban kerja kuantitatif (perbandingan jumlah
perawat dengan jumlah pasien, pekerjaan perawat di luar tugas pokok) dan kualitatif
(kompetensi perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan) terhadap kinerja perawat
(implementasi keperawatan gawat darurat dengan konsep ABCD dan penilaian atasan
langsung) dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh beban kerja kuantitatif (perbandingan jumlah perawat
dengan jumlah pasien, pekerjaan perawat di luar tugas pokok) dan kualitatif
(kompetensi perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan) terhadap kinerja perawat
(implementasi keperawatan gawat darurat dengan konsep ABCD dan penilaian atasan
langsung) dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar.
1.4. Hipotesis
Adapun yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah ”Ada pengaruh beban
kerja kuantitatif (perbandingan jumlah perawat dengan jumlah pasien, pekerjaan
perawat di luar tugas pokok) dan kualitatif (kompetensi perawat dalam pelayanan
kegawatdaruratan) terhadap kinerja perawat (implementasi keperawatan gawat
darurat dengan konsep ABCD dan penilaian atasan langsung) dalam pelayanan
kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Sebagai rekomendasi bagi pengelola rumah sakit dalam kebijakan menempatkan
petugas Instalasi Gawat Darurat yang ahli kegawatdaruratan sehingga kinerja
perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan menjadi baik.
Bahan informasi dan pengembangan bagi peneliti sejenis dan berkelanjutan bagi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas
menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta
pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis.
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan
segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah
satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI,
2006)
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian
dan cacat ditentukan oleh : a) k .
ecepatan ditemukan penderita, b) kecepatan meminta
pertolongan, dan c) kecepatan dalam kualitas pertolongan yang diberikan untuk
menyelamatkannya. Penyebab kematian penderita gawat darurat yaitu 50%
meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit dan pada pasien trauma (35 % meninggal
dalam 1- 2 jam setelah trauma, disebabkan oleh : trauma kepala berat (hematoma
subdural atau ekstradural), trauma toraks (hematoma toraks atau lascriasis hati),
fraktur femur atau pelvis dengan perdarahan massif, 15% meninggal setelah beberapa
hari atau minggu karena mati otak, gagal organ atau multi organ), 50% meninggal
2.1.1. Prosedur Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan
diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat jalan
(poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/emergency dalam suatu
prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal pelayanan
petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau tidaknya,
dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab (Ditjen
Yanmed Depkes RI , 2006).
Perbedaan masing-masing prosedur dalam pelayanan pasien di rawat inap,
rawat jalan, dan IGD, maka dalam tulisan ini hanya membahas prosedur pelayanan
khusus untuk Instalasi Gawat Darurat saja dikarenakan pasien yang datang untuk
berobat di unit ini jumlahnya lebih banyak dan silih berganti setiap hari, serta unit
pelayanan ini bersifat penting (emergency) sehingga diwajibkan untuk melayani
pasien 24 jam sehari selama 7 hari dalam 1 minggu secara terus menerus (Depkes RI,
2006).
Menurut Herkutanto (2008), ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah
yang cukup sesuai kebutuhan adalah syarat yang harus dipenuhi oleh IGD. Selain
dokter jaga yang siap di IGD, rumah sakit juga harus menyiapkan spesialis lain
(bedah, penyakit dalam, anak, dll) untuk memberikan dukungan tindakan medis
spesialistis bagi pasien yang memerlukannya.
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas
mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar
prikemanusiaan. Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu
persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan
untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan.
2.1.2. Tenaga Kesehatan dalam Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
Hal yang perlu dikemukakan dalam lingkup kewenangan personil dalam
pelayanan gawat darurat adalah pengertian tenaga kesehatan. Pengertian tenaga
kesehatan diatur dalam Pasal 1 butir 6 UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan.
Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.36 tahun 2009 tentang
Kesehatan dapat dilihat dalam Pasal 63 ayat (4) yang menyatakan bahwa pelaksanaan
pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan
hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
Mengacu kepada kondisi pelayanan kegawatdarutan, Depkes RI (2006),
menyebutkan perawat gawat darurat mempunyai peran dan fungsi: a) fungsi
dependen, fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain,
c) fungsi kolaboratif, yaitu melakukan kerjasama saling membantu dalam program
kesehatan (perawat sebagai anggota tim kesehatan).
Klasifikasi perawat gawat darurat menurut Depkes RI (2006),
mengelompokkan berdasarkan fungsinya sebagai berikut: a) fungsi independen,
fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan (care), b) fungsi dependen, fungsi
yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain, c) fungsi kolaboratif,
yaitu melakukan kerjasama saling membantu dalam program kesehatan (perawat
sebagai anggota tim kesehatan).
Menurut Hamurwono (2002), untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya,
maka perawat gawat darurat harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:
a. mengenal klasifikasi pasien
b. mampu mengatasi pasien : syok, gawat nafas, gagal jantung paru dan otak,
kejang, koma, perdarahan, kolik, status asthmatikus, nyeri hebat daerah pinggul
dan kasus ortopedi
c. mampu melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan gawat darurat
d. mampu melaksanakan komunikasi eksternal dan internal.
2.2. Perawat
Tenaga keperawatan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang
menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini wajar
kepada pasien secara langsung. Sehingga pelayanan keperawatan yang prima secara
psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat
(Kusnanto, 2004).
Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga
kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan
kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian
dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu
mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya di
mana pelayanan tersebut dilaksanakan (Potter dan Perry, 2005).
2.2.1. Definisi Perawat
Nursalam (2007), mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk
pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan
bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit
maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan
keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional
2.2.2. Tugas Pokok dan Fungsi Perawat
Menurut Kusnanto (2004) fungsi perawat adalah :
a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber
yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
b. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.
c. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan
termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.
d. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.
e. Mendokumentasikan proses keperawatan.
f. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta merencanakan
studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan pengembangan ketrampilan dan
praktek keperawatan.
g. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien,
keluarga, kelompok serta masyarakat.
h. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.
i. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam melaksanakan
kegiatan keperawatan.
Hadjam (2001), mengemukakan beberapa modal dasar perawat dalam
mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi, memegang teguh etika profesi,
mempunyai emosi yang stabil, percaya diri, bersikap wajar, dan berpenampilan
memadai.
Perawat sebagai seorang tenaga profesional dalam bidang pelayanan kesehatan
yang dihadapinya adalah manusia, sehingga dalam hal ini empati mutlak harus
dimiliki oleh seorang perawat. Dengan empati, seorang perawat akan mampu
mengerti, memahami dan ikut merasakan apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan
dan apa yang diinginkan pasien (Potter dan Perry.2005).
Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima maka seorang perawat harus
peka dalam memahami alur pikiran dan perasaan pasien serta bersedia mendengarkan
keluhan pasien tentang penyakitnya. Dengan demikian perawat dapat mengerti bahwa
apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga respon yang
diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien (Potter dan Perry.2005).
2.3. Kinerja
Menurut Ilyas (2002) kinerja adalah penampilan karya personal baik kuantitas
maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan
individu maupun kelompok kerja personal.
Menurut Mangkunegara (2005) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya. Kinerja
memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi tingkat kinerja dan produktivitasnya.
Kompetensi tersebut dapat diterjemahkan ke dalam tindakan atau kegiatan-kegiatan
yang tepat untuk mencapai hasil kinerja.
Menurut Ruky (2001), kinerja adalah kegiatan atau program yang diprakarsai
dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk merencanakan, mengarahkan dan
mengendalikan prestasi karyawan. Menurut Lembaga Administrasi Negara, kinerja
adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program,
kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.
2.3.1. Faktor - Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Menurut Gibson (1996) untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
kinerja personel dilakukan pengkajian terhadap tiga kelompok variabel yaitu :
Variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga variabel
tersebut memengaruhi perilaku kerja personel yang berkaitan dengan tugas-tugas
yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran dalam organisasi.
Menurut Ilyas (2000), untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja
personal dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga
kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu variabel
individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel
tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja
tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan
atau tugas.
2.3.2. Penilaian Kinerja
Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang
kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan
standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses
yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,
meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.
Menurut Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja :
1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu
(a) Skala Peringkat (Rating Scale)
Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam
penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian
yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,
mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)
Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam
tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau
pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.
Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah,
(c) Metode dengan Pilihan Terarah
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi
subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini
adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah
penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan
deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.
(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)
Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait
langsung dengan pekerjaannya.
(e) Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan
penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional,
misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan
aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.
(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored
Rating Scale=BARS)
Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu:
1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja
2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat
3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku
(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)
Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.
Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal
karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.
(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)
Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang
menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan
mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian
parktik yang langsung diamati oleh penilai.
(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)
Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan
karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan
a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)
Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri
dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan
dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek
perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)
Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia
bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja
c. Penilaian dengan Psikolog
Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,
diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.
3. Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai
oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan
oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel
disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai
contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai
sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara
personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari
bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering
melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa
atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam
kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian
dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil
penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya
perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan
gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias
dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian
yang merata.
Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja.
dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk
mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem
penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan o!eh atasan
(Rivai, 2005).
2.3.3. Kinerja Keperawatan
Kinerja profesi keperawatan dinilai tidak hanya berdasarkan konsep keilmuan
yang dimiliki tetapi juga berdasarkan pelayanan yang diberikan kepada pasien. Untuk
memberikan pelayanan yang prima seorang perawat tidak hanya membutuhkan
keahlian medis tetapi harus memiliki empati dan tingkat emosionalitas yang baik
(PPNI, 2002).
Dengan berkembangnya keperawatan sebagai suatu profesi, diperlukan
penetapan standar praktik keperawatan. Standar praktik sangat penting untuk menjadi
pedoman objektif di dalam menilai asuhan keperawatan. Apabila sudah ada standar,
klien akan yakin bahwa ia mendapatkan asuhan yang bermutu tinggi. Standar praktik
juga sangat penting jika terjadi kesalahan yang terkait dengan hukum (Sitorus, 2006).
Penetapan standar ini juga bertujuan untuk mempertahankan mutu pemberian
asuhan keperawatan yang tinggi (PPNI, 2002). Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI) sudah menetapkan standar praktek keperawatan yang dikembangkan
berdasarkan standar praktik keperawatan yang dikeluarkan oleh American Nursing
Association/ANA (PPNI, 2002). Standar praktik keperawatan adalah :
Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan.
Standar III : Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap klien.
Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi
rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Standar V : Perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah ditetapkan dalam
rencana asuhan keperawatan.
Standar VI : Perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai hasil
akhir yang sudah ditetapkan.
Standar pelayanan keperawatan yang disebutkan di atas merupakan standar
umum yang dilakukan oleh seluruh perawat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai perawat. Khusus dalam pelayanan keperawatan gawat darurat, setiap perawat
juga melakukan kegiatan: pengelolaan peralatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan
lain, pasien dan keluarga pasien, serta melakukan rujukan pasien (Kusnanto, 2004).
Kinerja perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar berdasarkan:
a. Implementasi asuhan keperawatan kegawatdaruratan (khususnya pelaksanaan
tahapan ABCD (Airway-Breathing–Circulation–Disability). Kegiatan yang
dilakukan perawat dalam tahapan ABCD adalah:
- Airway
Menilai jalan nafas dan pernafasan: bila penderita sadar dapat berbicara
kalimat panjang. Airway baik, bila penderita tidak sadar bisa menjadi lebih
Pengelolaan jalan nafas:
- Penghisapan (suction) – bila ada cairan
- Menjaga jalan nafas secara manual
Bila penderita tidak sadar maka lidah dapat dihindarkan jatuh kebelakang
dengan melekukan : (a) angkat kepala-dagu (head tilt-chin manouvre),
prosedur ini tidak boleh dipakai bila ada kemungkinan patah tulang leher,
dan (b) angkat rahang (jaw thrust).
- Breathing
Bila airway sudah baik, belum tentu pernafasan akan baik sehingga perlu
selalu dilakukan pemeriksaan apakah ada pernafasan penderita sudah
adekuat atau belum. Bila penderita sadar, dapat berbicara tetapi tidak dapat
berbicara kalimat panjang : airway baik, breathing terganggu, penderita
terlihat sesak, sesak nafas dapat terlihat atau mungkin juga tidak.
Tindakan yang dilakukan adalah:
- Pemberian Oksigen : (a) kanul hidung (nasal canule) dan (b) masker
oksigen (face mask)
- Pernafasan Buatan (artificial ventilation), bila diperlukan, pernafasan
buatan dapat diberikan dengan cara mouth to mouth ventilation ( mulut ke
mulut ). Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18%
- Circulation
Kondisi umum dilihat dari: (a) frekuensi denyut jantung normal adalah
60-80/menit, (b) penentuan denyut nadi pada orang dewasa dan anak-anak
denyut nadi diraba pada a.radialis (lengan bawah, dibelakang ibu jari) atau
a.karotis, yakni sisi samping dari jakun, (c) henti jantung, dengan
gejala henti jantung adalah gejala syok yang sangat berat. Penderita
mungkin masih akan berusaha menarik nafas satu atau dua kali. Setelah itu
akan berhenti nafas dan pada perabaan nadi tidak ditemukan a.karotis yang
berdenyut.
- Disability
Bila ditemukan henti jantung maka harus dilakukan masase jantung luar
yang merupakan bagian dari Resusitasi Jantung Paru (RJP). RJP hanya
menghasilkan 25-30% dari curah jantung (cardiac output) sehingga oksigen
tambahan mutlak diperlukan.
Langkah-langkah yang harus diambil pada sebelum memulai RJP :
(a). Tentukan tingkat kesadaran (respon penderita)
(b). Panggil bantuan bila petugas sendiri, maka jangan mulai RJP sebelum
memanggil bantuan
(c). Penderita harus dalam keadaan terlentang, bila dalam keadaan
(d). Periksa pernafasan dengan inspeksi, palpasi dan aiskultasi. Pemeriksan
ini paling lama 3-5 detik. Bila penderita bernafas penderita tidak
memerlukan RJP
(e). Berikan pernafasan buatan 2 kali. Bila pernafasan buatan pertama tidak
berhasil, maka posisi kepala diperbaiki atau mulut lebih dibuka. Bila
pernafasan buatan kedua tidak berhasil (karena resistensi/tahanan yang
kuat), maka airway harus dibersihkan dari obstruksi (heimlich
manouvre, finger sweep)
(f). Periksa pulsasi a, karotis (5-10 detik). Bila ada pulsasi, dan penderita
bernafas, dapat berhenti. Bila ada pulsasi dan penderita tidak bernafas
diteruskan nafas buatan. Bila tidak ada pulsasi dilakukan RJP.
Teknik Resusitasi Jantung Paru (Cardiopulmonary Resusitation)
dapat dilakukan oleh 1 atau 2 orang, yaitu:
(a) Posisi penderita dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras.
(b) Posisi petugas berada setinggi bahu penderita bila akan melakukan
RJP 1 orang, bila penderita dilantai, petugas berlutut seinggi bahu,
disisi kanan penderita. Posisi paling ideal sebenernya adalah dengan
‘menunggangi’ penderita, namun sering dapat diterima oleh keluarga
penderita.
(c) Tempat kompresi 2 inci diatas prosesus xifoideus pada tengah
sternum. Jari-jari kedua tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh
(d) Kompresi dilakukan dengan meluruskan siku, beban pada bahu,
bukan pada siku. Kompresi dilakukan sedalam 3-5 cm. cara lain untuk
memeriksa pulsasi a, karotis yang seharusnya ada pada setiap
kompresi.
(e) Perbandingan Kompresi-Ventilasi. Pada dewasa (2 dan 1 petugas) 15 :
2 anak, maupun bayi, perbandingan kompresi-ventilasi adalah 5:1, ini
akan menghasilkan kurang lebih 12 kali ventilasi setiap menitnya,
pada dewasa dalam satu menit dilakukan 4 siklus.
(f) Memeriksa pulsasi dan pernafasan. Tanda-tanda keberhasilan tehnik
RJP : Nadi karotis mulai berdenyut, pernafasan mulai spontan, kulit
yang tadinya berwarna keabu-abuan mulai menjadi merah. Bila denyut
karotis sudah timbul teratur, maka kompresi dapat di hentikan tetapi
pernafasan buatan tetap diteruskan sampai timbul nafas spontan.
(g) Menghentikan RJP. Bila RJP dilakukan dengan efektif, kematian
biologis akan tertunda. RJP harus dihentikan tergantung pada :
- lamanya kematian klinis
- prognosis penderita (ditinjau dari penyebab henti jantung)
- penyebab henti jantung (pada henti jantung karena minimal listrik 1
jam) sebaiknya keputusan menghentikan RJP diserahkan kepada
(h) Komplikasi RJP
- Patah tulang iga, sering terjadi terutama pada orang tua. RJP tetap
diteruskan walaupun terasa ada tulang yang patah. Patah tulang iga
mungkin terjadi bila posisi tangan salah
- Perdarahan pada perut, disebabkan karena robekan hati atau limpa
(Basoeki dkk, 2008).
2.4. Beban Kerja
2.4.1. Pengertian Beban Kerja
Menurut Munandar (2001), beban kerja adalah suatu kondisi dari pekerjaan
dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas waktu tertentu. Beban
kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam beban kerja berlebih/terlalu sedikit
’kuantitatif’, yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit
diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban
kerja berlebih/terlalu sedikit ’kualitatif’, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk
melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan ketrampilan dan/atau potensi
dari tenaga kerja. Disamping itu beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif dapat
menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak, yang
merupakan sumber tambahan dari stres. Everly & Girdano (dalam Munandar, 2001)
menambahkan kategori lain dari beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja
Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu
jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara jumlah pekerjaan dengan
waktu. Setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri
maupun masyarakat di sekelilingnya, untuk itu perlu dilakukan upaya penyerasian
antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar, sehingga diperoleh
produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan No 36 Tahun 2009).
Menurut Irwandy (2007), beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari
masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja meliputi beban
kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan
fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang perawat menderita gangguan
atau penyakit akibat kerja. Beban kerja berkaitan erat dengan produktifitas tenaga
kesehatan, di mana 53,2% waktu yang benar-benar produktif yang digunakan untuk
pelayanan kesehatan langsung dan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan
penunjang.
2.4.2. Klasifikasi Beban Kerja
Menurut Munandar (2001), mengklasifikasikan beban kerja sebagai berikut :
a. Beban berlebih kuantitatif
Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat terlalu banyak melakukan
kegiatan merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur yang menimbulkan
beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu, yaitu setiap tugas diharapkan dapat
Dalam konteks pelayanan pasien di IGD, maka semakin banyak pasien
dengan kondisi gawat dan darurat yang harus ditangani secara cepat dan cermat
melalui konsep ABCD merupakan gambaran beban kerja berlebih secara kuantitatif.
Kondisi pasien gawat dan darurat menuntut perawat bekerja secara optimal serta tidak
boleh melakukan kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi keselamatan jiwa pasien,
hal ini merupakan cerminan adanya beban berlebih kuantitatif.
b. Beban terlalu sedikit kuantitatif
Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga dapat memengaruhi kesejahteraan
psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, di mana banyak terjadi
pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja
rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan,
dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara potensial membahayakan
jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.
c. Beban berlebih kualitatif
Kemajuan teknologi mengakibatkan sebagian besar pekerjaan yang selama ini
dikerjakan secara manual oleh manusia/tenaga kerja diambil alih oleh mesin-mesin
atau robot, sehingga pekerjaan manusia beralih titik beratnya pada pekerjaan otak.
Pekerjaan makin menjadi majemuk sehingga mengakibatkan adanya beban berlebih
kualitatif. Kemajemukan pekerjaan yang harus dilakukan seorang tenaga kerja dapat
dengan mudah berkembang menjadi beban berlebih kualitatif jika kemajemukannya
memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang lebih tinggi daripada yang
d. Beban terlalu sedikit kualitatif
Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan di mana tenaga kerja tidak
diberi peluang untuk menggunakan ketrampilan yang diperolehnya, atau untuk
mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh. Beban terlalu sedikit
disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah ke semangat dan motivasi
yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia "tidak maju-maju", dan
merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan ketrampilannya.
2.4.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Beban Kerja
Manuaba (2000) menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi faktor – faktor
sebagai berikut :
a.. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti ;
- Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti tata ruang, tempat
kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas
yang bersikap mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan
pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.
- Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir,
kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas
dan wewenang.
- Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi,
lingkungan kerja biologis dan lingkungann kerja psikologis.
b. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat
dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut Strain , berat ringannya strain
dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal meliputi faktor
somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor
psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).
2.4.4. Dampak Beban Kerja
Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik
atau mental dan reaksi –reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan
dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit di mana
pekerjaan yang terjadi karena pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan, rasa
monoton Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang
terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara
potensial membahayakan pekerja. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat
menimbulkan stress kerja (Manuaba, 2000).
2.4.5. Penilaian Beban Kerja
Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (2008),
pengukuran beban kerja adalah teknik mendapatkan informasi tentang efisiensi &
efektivitas kerja unit organisasi atau pemegang jabatan yang dilakukan secara