• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Antikanker Payudara Kombinasi Ekstrak n-Heksana dan Etilasetat Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan Doksorubisin terhadap Sel Kanker T47D secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Aktivitas Antikanker Payudara Kombinasi Ekstrak n-Heksana dan Etilasetat Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan Doksorubisin terhadap Sel Kanker T47D secara In Vitro"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

UJI AKTIVITAS ANTIKANKER PAYUDARA

KOMBINASI EKSTRAK n-HEKSANA DAN ETILASETAT

BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) DENGAN

DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER T47D

SECARA IN VITRO

Oleh:

RATIH ANGGRAENI

NIM 127014005

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI AKTIVITAS ANTIKANKER PAYUDARA

KOMBINASI EKSTRAK n-HEKSANA DAN ETILASETAT

BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) DENGAN

DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER T47D

SECARA IN VITRO

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

RATIH ANGGRAENI

NIM 127014005

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

UJI AKTIVITAS ANTIKANKER PAYUDARA

KOMBINASI EKSTRAK n-HEKSANA DAN ETILASETAT BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) DENGAN DOKSORUBISIN

TERHADAP SEL KANKER T47D SECARA IN VITRO

Oleh:

RATIH ANGGRAENI NIM 127014005

Medan, Oktober 2014 Menyetujui:

Komisi Pembimbing, Komisi Penguji,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

NIP 195311281983031002 NIP 195301011983031004

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.

NIP 195006071979031001 NIP 195103261978022001

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. NIP 195006071979031001

Mengetahui: Disahkan Oleh:

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.

(4)

PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Ratih Anggraeni Nomor Induk Mahasiswa : 127014005

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Uji Aktivitas Antikanker Payudara Kombinasi Ekstrak n-Heksana dan Etilasetat Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan Doksorubisin terhadap Sel Kanker T47D secara InVitro

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Selasa tanggal

dua puluh satu bulan Oktober tahun dua ribu empat belas.

Mengesahkan:

Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.

Anggota Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt.

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Ratih Anggraeni

Nomor Induk Mahasiswa : 127014005

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Uji Aktivitas Antikanker Payudara Kombinasi Ekstrak

n-Heksana dan Etilasetat Buah Andaliman

(Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan

Doksorubisin terhadap Sel Kanker T47D secara In

Vitro

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah hasil karya saya sendiri,

bukan plagiat, dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat

karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh

Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi USU. Saya tidak akan menuntut

pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dalam keadaan

sehat.

Medan, Oktober 2014 Yang membuat pernyataan,

Ratih Anggraeni

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah swt. yang telah memberikan nikmat dan

karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan

penelitian hingga tersusunnya tesis yang berjudul Uji Aktivitas Antikanker Payudara

Kombinasi Ekstrak n-Heksana dan Etilasetat Buah Andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC.) dengan Doksorubisin terhadap Sel Kanker T47D secara In

Vitro. Tesis ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan

ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K)., selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Karsono, Apt., selaku Ketua Program Studi Magister Farmasi Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., dan Prof. Jansen Silalahi, M.App.Sc.,

Apt., selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan petunjuk

serta arahan selama penelitian hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

5. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., dan Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., selaku penguji

yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan tesis ini.

6. Dra. Suwarti, M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium Farmakognosi beserta

(7)

7. Prof. dr. Supargiyono, DTM&H., SU., Ph.D., SpParK., selaku Direktur Pusat

Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada beserta staf.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada Ayahanda (alm.) Suroso dan Ibunda Agusrina, serta kakak dan

abang ipar, dan teristimewa kepada M. Taufik Alfyan yang tiada henti mendoakan

dan memberikan semangat dan kasih sayang yang tak ternilai dengan apapun.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Cut Masyithah, Denny Satria, Fitri Yanti,

Puji Lestari, Vonna Aulianshah, Mainal Furqan, dan semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu hingga selesainya tesis ini.

Semoga Allah swt. membalas dengan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan

bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis berharap

semoga tesis ini dapat menjadi kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan

khususnya di bidang farmasi.

Medan, Oktober 2014 Penulis,

(8)

UJI AKTIVITAS ANTIKANKER PAYUDARA

KOMBINASI EKSTRAK n-HEKSANA DAN ETILASETAT BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) DENGAN DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER T47D SECARA IN VITRO

Abstrak

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia pada wanita. Penggunaan agen kemoterapi doksorubisin merupakan salah satu pengobatan kanker payudara. Doksorubisin dapat menyebabkan resistensi

Buah andaliman yang digunakan diperoleh dari Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Lalu buah andaliman dibuat menjadi ekstrak melalui maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etilasetat, dan etanol. Pengujian sitotoksik ENBA dan EEABA secara in vitro (nilai IC50) terhadap sel T47D dan sel Vero menggunakan metode MTT yang kemudian dianalisis menggunakan SPSS 19 lalu dihitung indeks selektivitasnya. Selanjutnya ENBA dan EEABA dikombinasikan dengan doksorubisin. Kombinasi yang paling aktif dilanjutkan untuk uji penghambatan siklus sel dan apoptosis dengan metode flow cytometry serta efek penekanan ekspresi protein Bcl-2 dan cox-2 dengan metode imunositokimia terhadap sel T47D.

sehingga potensi sitotoksik akan berkurang. Terapi kombinasi dengan obat herbal dapat meningkatkan sensitivitas sel kanker payudara dan meminimalkan efek samping doksorubisin. Penelitian sebelumnya telah melakukan uji tentang efek sitotoksik ekstrak etilasetat buah andaliman terhadap sel MCF-7. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antikanker yang dikandung ekstrak n-heksana (ENBA) dan ekstrak etilasetat (EEABA) buah andaliman serta kombinasi ENBA dan EEABA dengan doksorubisin terhadap sel T47D.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IC50 ENBA dan EEABA sebesar 30,908 µg/mL dan 24,476 µg/mL. Pengujian dengan sel Vero menunjukkan ENBA dan EEABA selektif terhadap sel T47D. Kombinasi optimum ENBA-doksorubisin dan EEABA-doksorubisin sebesar 20 µg/mL – 25 nM (½ IC50 – 1/16 IC50) dan 7,5 µg/mL – 25 nM (2/8 IC50 – 1/16 IC50). Kombinasi ENBA dan EEABA dengan doksorubisin memiliki aktivitas antikanker terhadap sel T47D melalui penghambatan siklus sel pada fase G0-G1, yaitu sebesar 84,37% dan 80,83% dan apoptosis pada tahap apoptosis akhir dan nekrosis awal sebesar 69,51% dan 62,94% dikarenakan terjadi penghambatan ekspresi protein Bcl-2 dan cox-2.

(9)

ANTICANCER ACTIVITIES OF

n-HEXANE EXTRACT AND ETHYLACETATE EXTRACT OF ANDALIMAN FRUIT (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

IN COMBINATION WITH DOXORUBICIN ON T47D CANCER CELLS IN VITRO

Abstract

Breast cancer is one of cancer variety of the Indonesia's leading cause of death in women. The use of chemotherapeutic agent doxorubicin is one of the breast cancer treatment. Doxorubicin can cause resistance so that the cytotoxic potency will be reduced. Combination therapy with herbal medicines can increase the sensitivity of breast cancer cells and minimize the side effects of doxorubicin. Previous research has tested ethylacetate extract of andaliman fruit’s cytotoxic effect on MCF-7 cells. The purpose of this study to was to determine the anticancer activity of n-hexane extract (ENBA) and ethylacetate extract (EEABA) of andaliman fruit and their combination with doxorubicin on T47D cells.

This study used andaliman fruit from Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Extract was made by multilevel maceration with n-hexane, ethylacetate, and ethanol. Cytotoxic effect of EEABA and ENBA was tested in vitro (IC50 values) on the T47D cells and Vero cells used MTT using SPSS 19 and calculated selectivity index. Then ENBA and EEABA were combined with doxorubicin. The most active combination was eventually tested on the inhibition of cell cycle and apoptosis by flowcytometry method and suppressive effects of Bcl-2 and cox-2 protein expression by immunocytochemistry method on T47D cells.

The result of this study showed that IC50 values ENBA and EEABA at 30.908 µg/mL and 24.476 µg/mL. Selectivity test on Vero cells showed that ENBA and EEABA were selective to ward T47D cells. Optimal combination of ENBA-doxorubicin was 20 µg/mL - 25 nM (½ IC50 – 1/16 IC50) and combination of EEABA-doxorubicin was 7.5 µg/mL - 25 nM (2/8 IC50 – 1/16 IC50). Combination of ENBA and EEABA with doxorubicin had anticancer activity to ward T47D cells due to inhibition of cell cycle at G0-G1 phase, amounting to 84.37% and 80.83% and apoptosis in the late stage of apoptosis and early necrosis of 69.51% and 62.94% caused by inhibition of Bcl-2 and cox-2 protein expression.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ... iii

PENGESAHAN TESIS ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Siklus Sel ... 8

(11)

2.2 Kanker ... 12

2.2.1 Karsinogenesis ... 15

2.2.2 Kanker payudara ... 17

2.2.2.1 Sel T47D ... 20

2.2.3 Sel Vero ... 21

2.2.4 P-glycoprotein ... 21

2.3 Penanganan Kanker ... 24

2.3.1 Penanganan kanker payudara ... 25

2.3.1.1 Doksorubisin ... 26

2.3.1.2 Terapi kombinasi ... 28

2.4 Tanaman yang Bersifat Antikanker ... 29

2.4.1 Andaliman ... 29

2.4.2 Pengujian sifat antikanker dari berbagai tanaman obat ... 32

2.4.2.1 Metode pemisahan ekstraksi ... 33

2.4.2.2 Metode pengujian aktivitas antikanker ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Alat ... 40

3.2 Bahan ... 41

3.3 Penyiapan Bahan Uji ... 42

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 43

3.5 Pemeriksaan Karateristik Simplisia dan Ekstrak ... 44

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik ... 44

3.5.2 Penetapan kadar air ... 44

(12)

3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 46

3.5.5 Penetapan kadar abu total ... 46

3.5.6 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 47

3.6 Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak ... 47

3.6.1 Pemeriksaan alkaloid ... 47

3.6.2 Pemeriksaan flavonoid ... 48

3.6.3 Pemeriksaan glikosida ... 48

3.6.4 Pemeriksaan saponin ... 49

3.6.5 Pemeriksaan tanin ... 49

3.6.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 49

3.6.7 Pemeriksaan antrakuinon ... 49

3.7 Sterilisasi Alat dan Bahan ... 50

3.8 Pembuatan Media ... 50

3.8.1 Pembuatan media Roswell Park Memorial Institute (RPMI) ... 50

3.8.2 Pembuatan media kultur lengkap (MK-RPMI) ... 50

3.8.3 Pembuatan media M199 ... 51

3.8.4 Pembuatan media MK-M199 ... 52

3.9 Penumbuhan Sel ... 52

3.9.1 Penumbuhan sel kanker payudara (T47D) ... 52

3.9.2 Subkultur sel kanker payudara (T47D) ... 52

3.9.3 Panen sel kanker payudara (T47D) ... 53

3.9.4 Penumbuhan sel Vero ... 53

3.9.5 Subkultur sel Vero ... 54

(13)

3.9.7 Penghitungan sel T47D dan sel Vero ... 54

3.10 Pembuatan Larutan Uji ... 55

3.11 Pengujian Sitotoksik ... 56

3.11.1 Pengujian sitotoksik terhadap sel Vero ... 56

3.11.2 Pengujian sitotoksik terhadap sel T47D ... 57

3.11.3 Analisis Hasil ... 57

3.11.4 Indeks Selektivitas ... 58

3.12 Uji Kombinasi Ekstrak Buah Andaliman dengan Doksorubisin terhadap Sel T47D ... 58

3.13 Pengujian Kombinasi Ekstrak Buah Andaliman dengan Doksorubisin terhadap Apoptosis dan Siklus Sel Sel T47D ... ... 60

3.14 Pengujian Kombinasi Ekstrak Buah Andaliman dengan Doksorubisin dalam Penghambatan Ekspresi Protein Bcl-2 dan Cox-2 terhadap Sel T47D ... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

4.1 Identifikasi Tumbuhan ... 63

4.2 Karakteristik Simplisia dan Ekstrak ... 63

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak ... 67

4.4 Efek Sitotoksik ENBA dan EEABA terhadap Sel Vero dan Sel T47D ... 69

4.4.1 Efek sitotoksik terhadap sel Vero ... 69

4.4.2 Efek sitotoksik terhadap sel T47D ... 69

4.4.3 Pengaruh Selektivitas ENBA dan EEABA terhadap Sel Vero dan Sel T47D ... 70

4.5 Hasil Pengujian Kombinasi ENBA dan EEABA dengan Doksorubisin terhadap Sel T47D ... 71

(14)

4.7 Pengaruh Kombinasi ENBA dan EEABA dengan

Doksorubisin terhadap Siklus Sel T47D ... 78

4.8 Pengaruh Kombinasi ENBA dan EEABA dengan Doksorubisin dalam Penghambatan Ekspresi Protein Bcl-2 dan Cox-2 terhadap Sel T47D ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

5.1 Kesimpulan ... 87

5.2 Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Beberapa tumbuhan yang berpotensi sebagai antikanker ... 30

Tabel 2.2 Interpretasi nilai CI (Combination Index) ... 36

Tabel 4.1 Hasil karakteristik simplisia dan ekstrak buah andaliman .... 66

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak buah

andaliman ... 68

Tabel 4.3 Nilai indeks selektivitas (IS) ENBA dan EEABA ... 71

Tabel 4.4 Nilai indeks kombinasi ENBA-doksorubisin dan

EEABA-doksorubisin ... 72

Tabel 4.5 Pengaruh tunggal ENBA, tunggal EEABA, tunggal doksorubisin, kombinasi ENBA-doksorubisin dan

EEABA-doksorubisin terhadap apoptosis sel T47D ... 76

Tabel 4.6 Pengaruh kombinasi ENBA-doksorubisin dan

EEABA-doksorubisin terhadap siklus sel T47D ... 79

Tabel 4.7 Hasil pengujian penghambatan ekspresi protein Bcl-2 ... 81

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian ... 7

Gambar 2.1 Mekanisme pemompaan oleh Pgp ... 23

Gambar 2.2 Struktur kimia doksorubisin ... 27

Gambar 2.3 Reduksi MTT menjadi formazan ... 35

Gambar 2.4 Skema alat flow cytometer ... 37

Gambar 3.1 Hemositometer ... 55

Gambar 4.1 Buah andaliman segar ... 63

Gambar 4.2 Simplisia buah andaliman ... 64

Gambar 4.3 Gambar mikroskopik simplisia buah andaliman ... 65

Gambar 4.4 Korelasi antara konsentrasi larutan uji dengan efek toksik yang ditimbulkan terhadap sel T47D ... 69

Gambar 4.5 Apoptosis sel T47D kontrol ... 74

Gambar 4.6 Apoptosis sel T47D tunggal ENBA ... 74

Gambar 4.7 Apoptosis sel T47D tunggal EEABA ... 74

Gambar 4.8 Apoptosis sel T47D tunggal doksorubisin ... 75

Gambar 4.9 Apoptosis sel T47D kombinasi ENBA-doksorubisin ... 75

Gambar 4.10 Apoptosis sel T47D kombinasi EEABA-doksorubisin ... 75

Gambar 4.11 Persentase jumlah sel yang diberi perlakuan tunggal ENBA, tunggal EEABA, tunggal doksorubisin, kombinasi ENBA-doksorubisin dan EEABA-doksorubisin terhadap apoptosis sel T47D ... 76

Gambar 4.12 Siklus sel T47D kontrol ... 78

(17)

Gambar 4.14 Siklus sel T47D kombinasi EEABA-doksorubisin ... 79

Gambar 4.15 Ekspresi protein Bcl-2 dengan berbagai perlakuan ... 82

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat hasil identifikasi tumbuhan andaliman

(Zanthoxylum acanthopodium DC.) ... 101

Lampiran 2. Perhitungan karakterisasi simplisia, ekstrak n-heksana (ENBA), ekstrak etilasetat (EEABA), dan ekstrak

etanol (EEBA) buah andaliman ... 102

Lampiran 3. Perhitungan persen sel hidup sel T47D ... 105

Lampiran 4. Gambar alat ... 106

Lampiran 5. Hasil penentuan IC50 ENBA pada sel Vero dengan

analisa probit SPSS 19 ... 107

Lampiran 6. Hasil penentuan IC50 EEABA pada sel Vero dengan

analisa probit SPSS 19 ... 108

Lampiran 7. Hasil penentuan IC50 ENBA pada sel T47D dengan

analisa probit SPSS 19 ... 109

Lampiran 8. Hasil penentuan IC50 EEABA pada sel T47D dengan

analisa probit SPSS 19 ... 110

Lampiran 9. Indeks Kombinasi (IK) ENBA-doksorubisin pada

sel T47D ... 111

Lampiran 10. Indeks Kombinasi (IK) EEABA-doksorubisin pada

(19)

UJI AKTIVITAS ANTIKANKER PAYUDARA

KOMBINASI EKSTRAK n-HEKSANA DAN ETILASETAT BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) DENGAN DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER T47D SECARA IN VITRO

Abstrak

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia pada wanita. Penggunaan agen kemoterapi doksorubisin merupakan salah satu pengobatan kanker payudara. Doksorubisin dapat menyebabkan resistensi

Buah andaliman yang digunakan diperoleh dari Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Lalu buah andaliman dibuat menjadi ekstrak melalui maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etilasetat, dan etanol. Pengujian sitotoksik ENBA dan EEABA secara in vitro (nilai IC50) terhadap sel T47D dan sel Vero menggunakan metode MTT yang kemudian dianalisis menggunakan SPSS 19 lalu dihitung indeks selektivitasnya. Selanjutnya ENBA dan EEABA dikombinasikan dengan doksorubisin. Kombinasi yang paling aktif dilanjutkan untuk uji penghambatan siklus sel dan apoptosis dengan metode flow cytometry serta efek penekanan ekspresi protein Bcl-2 dan cox-2 dengan metode imunositokimia terhadap sel T47D.

sehingga potensi sitotoksik akan berkurang. Terapi kombinasi dengan obat herbal dapat meningkatkan sensitivitas sel kanker payudara dan meminimalkan efek samping doksorubisin. Penelitian sebelumnya telah melakukan uji tentang efek sitotoksik ekstrak etilasetat buah andaliman terhadap sel MCF-7. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antikanker yang dikandung ekstrak n-heksana (ENBA) dan ekstrak etilasetat (EEABA) buah andaliman serta kombinasi ENBA dan EEABA dengan doksorubisin terhadap sel T47D.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IC50 ENBA dan EEABA sebesar 30,908 µg/mL dan 24,476 µg/mL. Pengujian dengan sel Vero menunjukkan ENBA dan EEABA selektif terhadap sel T47D. Kombinasi optimum ENBA-doksorubisin dan EEABA-doksorubisin sebesar 20 µg/mL – 25 nM (½ IC50 – 1/16 IC50) dan 7,5 µg/mL – 25 nM (2/8 IC50 – 1/16 IC50). Kombinasi ENBA dan EEABA dengan doksorubisin memiliki aktivitas antikanker terhadap sel T47D melalui penghambatan siklus sel pada fase G0-G1, yaitu sebesar 84,37% dan 80,83% dan apoptosis pada tahap apoptosis akhir dan nekrosis awal sebesar 69,51% dan 62,94% dikarenakan terjadi penghambatan ekspresi protein Bcl-2 dan cox-2.

(20)

ANTICANCER ACTIVITIES OF

n-HEXANE EXTRACT AND ETHYLACETATE EXTRACT OF ANDALIMAN FRUIT (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

IN COMBINATION WITH DOXORUBICIN ON T47D CANCER CELLS IN VITRO

Abstract

Breast cancer is one of cancer variety of the Indonesia's leading cause of death in women. The use of chemotherapeutic agent doxorubicin is one of the breast cancer treatment. Doxorubicin can cause resistance so that the cytotoxic potency will be reduced. Combination therapy with herbal medicines can increase the sensitivity of breast cancer cells and minimize the side effects of doxorubicin. Previous research has tested ethylacetate extract of andaliman fruit’s cytotoxic effect on MCF-7 cells. The purpose of this study to was to determine the anticancer activity of n-hexane extract (ENBA) and ethylacetate extract (EEABA) of andaliman fruit and their combination with doxorubicin on T47D cells.

This study used andaliman fruit from Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Extract was made by multilevel maceration with n-hexane, ethylacetate, and ethanol. Cytotoxic effect of EEABA and ENBA was tested in vitro (IC50 values) on the T47D cells and Vero cells used MTT using SPSS 19 and calculated selectivity index. Then ENBA and EEABA were combined with doxorubicin. The most active combination was eventually tested on the inhibition of cell cycle and apoptosis by flowcytometry method and suppressive effects of Bcl-2 and cox-2 protein expression by immunocytochemistry method on T47D cells.

The result of this study showed that IC50 values ENBA and EEABA at 30.908 µg/mL and 24.476 µg/mL. Selectivity test on Vero cells showed that ENBA and EEABA were selective to ward T47D cells. Optimal combination of ENBA-doxorubicin was 20 µg/mL - 25 nM (½ IC50 – 1/16 IC50) and combination of EEABA-doxorubicin was 7.5 µg/mL - 25 nM (2/8 IC50 – 1/16 IC50). Combination of ENBA and EEABA with doxorubicin had anticancer activity to ward T47D cells due to inhibition of cell cycle at G0-G1 phase, amounting to 84.37% and 80.83% and apoptosis in the late stage of apoptosis and early necrosis of 69.51% and 62.94% caused by inhibition of Bcl-2 and cox-2 protein expression.

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan suatu penyakit yang mengalami pertumbuhan tidak

normal dan cepat, yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan

memiliki kemampuan untuk menyerang jaringan biologis lainnya. Kanker bukanlah

penyakit yang menular, namun menjadi masalah kesehatan yang serius di belahan

dunia manapun termasuk di Indonesia (Diandana, 2009; Hawari, 2004).

Kanker merupakan suatu penyakit yang kompleks yang diakibatkan oleh

banyak faktor. Secara fisiologis, sistem pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh

suatu sistem keseimbangan, yaitu apoptosis dan proliferasi. Apabila terjadi apoptosis

yang berlebih, maka akan mengalami kemunduran fungsi dari suatu sistem organ

yang dapat menimbulkan penyakit. Sebaliknya, apabila terjadi proliferasi yang

berlebih, maka akan membentuk suatu massa tumor (malignancy) yang akan

mengarah pada kanker (Sudiana, 2011).

Kanker termasuk penyakit mematikan di dunia, baik pria maupun wanita. 5

jenis kanker penyebab kematian terbesar di dunia pada wanita adalah kanker

payudara, leher rahim, kolon, paru-paru, dan lambung (Yaacob, et al., 2010). Kanker

payudara merupakan penyakit kanker jenis sarkoma yang sering ditemui pada

wanita. National Cancer Institute (NCI) memperkirakan akan ada kasus baru kanker

payudara pada wanita sebanyak 232.340 kasus dengan jumlah kematian 39.620

kematian dan sebanyak 22.240 kasus pada laki-laki dengan jumlah kematian 410

(22)

seluruh dunia termasuk di Indonesia. Insidensi kanker payudara di Indonesia terdapat

26 per 100.000 wanita yang disusul kanker serviks sebanyak 16 per 100.000 wanita.

Berdasarkan data tahun 2007 Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), kanker

payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh rumah sakit di

Indonesia (Depkes RI, 2013). Kanker payudara merupakan penyebab utama

kematian pada wanita yang disebabkan metastasis kanker tersebut (Walker, et al.,

1997; Klauber-DeMore, et al., 2001).

Penggunaan agen kemoterapi merupakan salah satu pengobatan kanker

payudara selain pembedahan, radioterapi, dan terapi hormonal (Jong, 2005). Salah

satu agen kemoterapi yang efektif digunakan adalah doksorubisin. Doksorubisin

merupakan agen kemoterapi golongan antrasiklin yang memiliki aktivitas antitumor

spektrum luas (Wattanapitayakul, et al., 2005). Doksorubisin memiliki efek samping

hepatotoksik (Ekowati, et al., 2013) dan kardiotoksik (Arafa, et al., 2005).

Penggunaan jangka panjang doksorubisin dapat menyebabkan resistensi karena

ekspresi berlebih dari P-glikoprotein (Pgp), yakni protein yang berperan pada

pengeluaran obat dari sel, sehingga potensi sitotoksik doksorubisin pada sel kanker

akan berkurang (Sarmoko, 2012; Imai, et al., 2005; Wong, et al., 2006). Berdasarkan

data National Cancer Institute, efek samping yang dapat terjadi akibat kemoterapi

berbasis antrasiklin (doksorubisin) dikelompokkan menjadi mual, muntah, diare,

stomatitis, alopesia, rentan terinfeksi, trombositopenia, neuropati, dan myalgia

(Partridge, et al., 2001). Timbulnya resistensi ini menjadi kendala utama dalam

kemoterapi karena dapat menurunkan sensitivitas sel kanker terhadap agen

(23)

Oleh karena itu, perlu dilakukan terapi kombinasi dengan menggunakan agen

kemopreventif untuk meningkatkan sensitivitas sel kanker payudara terhadap agen

kemoterapi doksorubisin dan meminimalkan efek samping doksorubisin. Akan

tetapi, masih langkanya pembuktian penggunaan bahan alami secara ilmiah

menimbulkan kekhawatiran apakah alternatif pengobatan tersebut mempunyai

dampak positif ataukah justru berdampak negatif. Bahan alami yang ideal digunakan

sebagai ko-kemoterapi adalah bahan alami yang berefek sinergis dengan agen

kemoterapi, sehingga dosis agen kemoterapi yang dipakai dapat diturunkan sebagai

upaya menghindari efek samping serta membantu percepatan penyembuhan kanker

(Untung, et al., 2008).

Berbagai kendala dan efek samping yang ditimbulkan oleh berbagai

pengobatan kanker memotivasi kita sebagai farmasis untuk menciptakan suatu ide

pengobatan kanker, khususnya kanker payudara yang memiliki efektifitas tinggi

dengan efek samping minimal. Salah satu upaya mengatasi penyakit kanker ini

adalah mengembangkan obat dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung senyawa

antikanker. Pengembangan obat kanker dari tanaman ini dipandang memiliki

beberapa keuntungan, seperti biaya yang lebih murah, mudah didapat, dan efek

samping relatif sedikit (Depkes RI, 2008).

Tumbuhan bermarga Zanthoxylum tidak menunjukkan adanya efek sitotoksik

terhadap sel normal (sel Vero) sehingga berpotensi sebagai obat antikanker yang

aman (Da Silva, et al., 2007). Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

merupakan tanaman khas Sumatera Utara yang termasuk marga dari Zanthoxylum,

suku Rutaceae (Suryanto, et al., 2004). Buah andaliman mengandung banyak

(24)

uji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol andaliman (Marwoto, et al., 2004;

Tensiska, et al., 2003), ekstrak heksan andaliman (Tensiska, et al., 2003), ekstrak

metanol andaliman (Gultom, 2011), ekstrak etilasetat andaliman (Gultom, 2012),

minyak atsiri andaliman (Cahyana, 2003), dan senyawa terpenoid andaliman

(Wijaya, 1999) terbukti dapat meredam radikal bebas. Uji sitotoksik buah andaliman

telah diteliti pada sel MCF-7 dan sel T47D oleh Thaib (2013). Pada sel MCF-7,

ekstrak n-heksana buah andaliman (ENBA) memberikan hasil 159,747 µg/mL,

ekstrak etilasetat buah andaliman (EEABA) memberikan hasil 136,490 µg/mL, dan

ekstrak etanol memberikan hasil 957,499 µg/mL. Pada sel T47D, ENBA

memberikan hasil 57,013 µg/mL, EEABA memberikan hasil 52,031 µg/mL, dan

ekstrak etanol memberikan hasil 463,231 µg/mL. Ekstrak dinyatakan aktif apabila

memberikan nilai IC50 10 – 100 µg/mL dan cukup aktif apabila memberikan nilai

IC50 100 – 500 µg/mL (Weerapreeyakul, et al., 2012).

Sel kanker payudara memiliki beberapa jenis untuk diteliti. Banyaknya jenis

sel kanker payudara akan memberikan hasil yang berbeda. Salah satu sel kanker

payudara yang sering digunakan dalam penelitian adalah sel T47D (human ductal

breast epithelial tumor cell line). Sel T47D merupakan continous cell lines yang

dikultur dari jaringan epitel duktus payudara seorang wanita berusia 54 tahun. Sel

ini dapat ditumbuhkan pada suhu 37ºC secara kontinu, menempel pada dasar flask.

Sel T47D sering digunakan dalam penelitian kanker secara in vitro karena mudah

penanganannya, memiliki kemampuan replikasi yang tidak terbatas atau cepat

pertumbuhannya, memiliki homogenitas yang tinggi dan mudah diganti sel baru yang

telah dibekukan jika terjadi kontaminasi (Abcam, 2007). Sel T47D merupakan sel

(25)

termutasi sehingga resisten terhadap mekanisme apoptosis, yaitu suatu mekanisme

fisiologis pengurangan sel untuk perbaikan jaringan dan pelepasan sel yang rusak

yang dapat membahayakan tubuh (Ruddon, 2007; Junedi, et al., 2010).

Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini untuk melakukan uji aktivitas

antikanker yang terkandung dalam ENBA dan EEABA terhadap sel T47D melalui

uji sitotoksik, indeks selektivitas, indeks kombinasi dengan doksorubisin, apoptosis,

siklus sel, dan pengujian ekspresi protein.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. apakah ENBA dan EEABA memiliki aktivitas antikanker terhadap sel T47D

melalui efek sitotoksik dan nilai indeks selektivitas?

b. apakah dapat diketahui konsentrasi optimum kombinasi ENBA dan EEABA

dengan agen kemoterapi doksorubisin pada sel T47D?

c. apakah kombinasi ENBA dan EEABA dengan agen kemoterapi doksorubisin

memiliki aktivitas antikanker terhadap sel T47D melalui penghambatan

apoptosis dan siklus sel serta menekan ekspresi protein Bcl-2 dan cox-2?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka hipotesis penelitian ini

adalah:

a. ENBA dan EEABA memiliki aktivitas antikanker terhadap sel T47D melalui

(26)

b. konsentrasi optimum kombinasi ENBA dan EEABA dengan agen kemoterapi

doksorubisin pada sel T47D dapat diketahui.

c. kombinasi ENBA dan EEABA dengan agen kemoterapi doksorubisin memiliki

aktivitas antikanker terhadap sel T47D melalui penghambatan apoptosis dan

siklus sel serta menekan ekspresi protein Bcl-2 dan cox-2.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antikanker yang

dikandung ENBA dan EEABA serta kombinasi ENBA dan EEABA dengan

doksorubisin terhadap sel T47D.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah kepada

tenaga kesehatan, khususnya farmasis, bahwa buah andaliman berfungsi sebagai

agen ko-kemoterapi antikanker, khususnya kanker payudara yang selektif dan dapat

dimanfaatkan sebagai salah satu obat tradisional yang bersifat antikanker.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

(27)

Simplisia buah andaliman 1. Pembuatan ekstrak bahan uji

2. Pengujian sitotoksik dan indeks selektivitas

3. Pengujian aktivitas antikanker

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian Sel T47D Efek sitotoksik Persentase sel hidup

Sel Vero Ekstrak n-heksana buah

andaliman (ENBA) 5. Kadar abu tidak larut

dalam asam

6. Kadar sari larut dalam air

7. Kadar sari larut dalam etanol.

ENBA/EEABA

Persentase sel hidup

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Sel

Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang memperantarai

pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel baik normal maupun

kanker mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase utama, yakni fase S

(sintesis) dan fase M (mitosis). Fase S merupakan fase terjadinya replikasi DNA

kromosom dalam sel, sedangkan pada fase M terjadi pemisahan 2 set DNA

kromosom tersebut menjadi 2 sel (Nurse, 2000). Fase yang membatasi kedua fase

utama tersebut yang dinamakan Gap. G1 (Gap-1) terdapat sebelum fase S dan setelah

fase S dinamakan G2 (Gap-2). Pada fase G1, sel melakukan persiapan untuk sintesis

DNA yang merupakan fase awal siklus sel. Penanda fase ini adalah adanya ekspresi

dan sintesis protein sebagai persiapan memasuki fase S. Pada fase G2, sel melakukan

sintesis lebih lanjut untuk proses pembelahan pada fase M (Ruddon, 2007).

Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai regulator

positif dan negatif. Kelompok cyclin, khususnya cyclin D, E, A, dan B merupakan

protein yang levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Cyclin bersama dengan

kelompok cyclin dependent kinase (CDK), khususnya CDK 4, 6, dan 2, bertindak

sebagai regulator positif yang memacu terjadinya siklus sel. Pada mamalia ekspresi

kinase (CDK4, CDK2, dan CDC2/CDK1) terjadi bersamaan dengan ekspresi cyclin

(D, E, A, dan B) secara berurutan seiring dengan jalannya siklus sel (G1-S-G2-M)

(Nurse, 2000). Aktivasi CDK dihambat oleh regulator negatif siklus sel, yakni CDK

(29)

keluarga INK4 (meliputi p16, p18, p19). Selain itu, tumor suppressor protein (p53

dan pRb) juga bertindak sebagai protein regulator negatif (Foster, et al., 2001).

Checkpoint pada fase G2 terjadi ketika ada kerusakan DNA yang akan

mengaktivasi beberapa kinase termasuk ataxia telangiectasia mutated (ATM) kinase.

Hal tersebut menginisiasi dua kaskade untuk menginaktivasi Cdc2-CycB baik

dengan jalan memutuskan kompleks Cdc2-CycB maupun mengeluarkan kompleks

Cdc-CycB dari nukleus atau aktivasi p21. Checkpoint pada fase G1 akan dapat dilalui

jika ukuran sel memadai, ketersediaan nutrien mencukupi, dan adanya faktor

pertumbuhan (sinyal dari sel yang lain). Checkpoint pada fase G2 dapat dilewati jika

ukuran sel memadai, dan replikasi kromosom terselesaikan dengan sempurna.

Checkpoint pada metaphase (M) terpenuhi bila semua kromosom dapat menempel

pada gelendong (spindle) mitosis. Checkpoint ini akan menghambat progresi siklus

sel ke fase mitosis, sedangkan checkpoint pada fase M (mitosis) terjadi jika benang

spindle tidak terbentuk atau jika semua kromosom tidak dalam posisi yang benar dan

tidak menempel dengan sempurna pada spindle. Kontrol checkpoint sangat penting

untuk menjaga stabilitas genomik. Kesalahan pada checkpoint akan meloloskan sel

untuk berkembang biak meskipun terdapat kerusakan DNA atau replikasi yang tidak

lengkap atau kromosom tidak terpisah sempurna sehingga akan menghasilkan

kerusakan genetik. Hal ini kritis bagi timbulnya kanker. Oleh karena itu, proses

regulasi siklus sel mampu berperan dalam pencegahan kanker (Ruddon, 2007).

2.1.1 Apoptosis dan proliferasi

Pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh suatu sistem keseimbangan, yaitu

(30)

organ akan mengalami kemunduran fungsi yang dapat menimbulkan penyakit.

Sebaliknya, apabila terjadi proliferasi berlebihan, maka akan membentuk suatu

massa tumor yang akan mengarah pada kanker (Sudiana, 2011).

Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik dengan

kerusakan/fragmentasi kromosom atau DNA. Apoptosis dibedakan menjadi dua

kelompok, yaitu apoptosis fisiologis dan apoptosis patologis. Apoptosis fisiologis

adalah kematian sel yang diprogram (programmed cell death). Proses kematian sel

erat kaitannya dengan enzim telomerase. Pada sel embrional, enzim ini mengalami

aktivasi sedangkan pada sel somatik enzim ini tidak mengalami aktivasi, kecuali sel

bersangkutan mengalami transformasi menjadi ganas. Telomer yang terletak pada

ujung kromosom merupakan faktor yang sangat penting dalam melindungi

kromosom. Pada sel normal, telomer akan memendek pada saat pembelahan diri.

Apabila ukuran telomer mencapai ukuran tertentu (level kritis) akibat pembelahan

berulang, maka sel tersebut tidak dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya

sel akan mengalami apoptosis secara fisiologis. Pada sel ganas, pemendekan

telomerase sampai pada level kritis tidak terjadi karena pada sel ganas terjadi aktivasi

dari enzim ribonukleoprotein (telomerase) secara terus menerus. Enzim ini sangat

berperan pada sintetis telomer DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan

pada pembentukan telomer dapat dibentuk secara terus menerus dan ukuran telomer

pada ujung kromosom dapat dipertahankan. Oleh karena itu, sel ganas dapat bersifat

immortal (Sudiana, 2011).

Sedangkan apoptosis patologis adalah kematian sel karena adanya proses

suatu rangsangan. Proses ini dapat melalui beberapa jalur, yaitu aktivitas p53, jalur

(31)

aktivitas p53 karena sel memiliki gen cacat yang dipicu oleh banyak faktor, antara

lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus (oncovirus). Gen yang cacat dapat

memicu aktivitas beberapa enzim seperti PKC dan CPK-K2 yang dapat memicu

aktivitas p53. P53 adalah faktor transkripsi terhadap pembentukan p21. Peningkatan

p21 akan menekan semua CDK (Cyclin Dependent Kinase) dengan cyclin, dimana

siklus pembelahan sel sangat tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan

cyclin. Apabila terjadi pengikatan p21, maka semua CDK akan ditekan, baik pada

CDK-1 pada fase M maupun CDK-4 dan CDK-6 pada fase S, lalu siklus sel akan

berhenti sehingga p53 akan memicu aktivitas Bax. Protein Bax akan menekan

aktivitas Bcl-2 sehingga terjadi perubahan membran permeabilitas dari mitokondria

yang mengakibatkan pelepasan sitokrom c ke sitosol sehingga akan mengaktivasi

kaskade kaspase. Kaspase aktif ini akan mengaktifkan DNA-se yang akan menembus

membran inti dan merusak DNA, sehingga DNA akan terfragmentasi dan mengalami

apoptosis (Sudiana, 2011).

Apoptosis melalui jalur sitotoksik dipicu oleh adanya sel yang memiliki gen

cacat sehingga sel akan mengekspresikan protein asing. Protein asing yang

dihasilkan dapat bersifat imunogenik sehingga memicu pembentukan antibodi.

Antibodi akan menempel di permukaan sel killer dan akan memicu pelepasan enzim

yang disebut sebagai sitotoksin. Sitotoksin tersebut mengandung perforin dan

granzyme. Perforin dapat memperforasi membran sel yang memiliki gen cacat

sedangkan granzyme akan masuk ke dalam sel dan mengaktivasi kaspase kaspade.

Kaspase yang aktif ini akan mengaktivasi DNA-se sehingga sel mengalami

apoptosis. Apoptosis dengan jalur disfungsi mitokondria terjadi karena adanya

(32)

berlebih maupun protein yang diekspresikan adalah protein abnormal. Terjadinya

apoptosis melalui jalur ligan dan fas terjadi karena dipicu oleh adanya sel yang

terinfeksi virus, dimana di permukaan sel terekspresi suatu protein yang disebut fas.

Fas yang terdapat pada membran sel yang terinfeksi virus akan diikat oleh ligan yang

berada di permukaan NK-cell atau CTL. Adanya ikatan antar fas-ligan akan

mengaktifkan suatu protein yang disebut Fas Associated Protein Death Domain

(FADD) yang dapat mengaktivasi kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase yang aktif

akan mengaktifkan DNA-se sehingga sel akan mengalami apoptosis (Sudiana, 2011).

2.2 Kanker

Kanker adalah segolonga

tidak terkendali dan kemampuan sel menyera

pertumbuhan langsung di jaringan tetangganya (invasif) maupun migrasi sel ke

tempat yang lebih jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut

disebabkan kerusaka

pembelahan sel. Sel kanker kehilangan fungsi kontrolnya terhadap regulasi daur sel

maupun fungsi homeostasis sel pada organisme multiseluler sehingga sel tidak dapat

berproliferasi secara normal. Akibatnya, sel akan berproliferasi terus-menerus

sehingga menimbulkan pertumbuhan jaringan yang abnormal (Diandana, 2009).

Sel kanker timbul dari sel normal tubuh yang mengalami transformasi atau

perubahan menjadi ganas oleh karsinogen atau karena mutasi spontan. Transformasi

sejumlah gen yang menyebabkan gen tersebut termutasi disebut neoplasma atau

tumor. Neoplasma merupakan jaringan abnormal yang terbentuk akibat aktivitas

(33)

berkembang menjadi karsinoma in situ di mana sel pada jaringan tersebut masih

terlokalisasi dan mungkin memiliki kesamaaan fungsional dengan sel normal (King,

2000). Sel neoplasma mengalami perubahan morfologi, fungsi, dan siklus

pertumbuhan yang akhirnya menimbulkan disintegrasi dan hilangnya komunikasi

antarsel. Tumor diklasifikasikan sebagai benigna, yaitu kejadian neoplasma yang

bersifat jinak dan tidak menyebar ke jaringan di sekitarnya. Sebaliknya, maligna

disinonimkan sebagai tumor yang melakukan metastasis, yaitu menyebar dan

menyerang jaringan lain sehingga maligna sering disebut sebagai kanker. Kanker

sering dikenal sebagai tumor, tetapi tidak semua tumor disebut kanker

Sel kanker memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan sel normal. Sel

kanker tidak mengenal apoptosis dan akan terus hidup meski seharusnya mati

(bersifat immortal) (Sofyan, 2000). Sel kanker tidak mengenal komunikasi

ekstraseluler atau asosial yang diperlukan untuk menjalin koordinasi antarsel

sehingga dapat saling menunjang fungsi masing-masing. Dengan sifatnya yang

asosial, sel kanker bertindak semaunya sendiri tanpa peduli apa yang dibutuhkan

oleh lingkungannya. Sel kanker dapat memproduksi growth factor sendiri sehingga

tidak bergantung pada rangsangan sinyal pertumbuhan dari luar untuk melakukan

proliferasi sehingga dapat tumbuh menjadi tak terkendali. Sel kanker juga tidak

sensitif terhadap sinyal yang dapat menghentikan pertumbuhan dan pembelahan sel.

Sel kanker mampu menghindar dari sinyal antipertumbuhan yang berhubungan

dengan siklus sel (Kumar, et al., 2005).

(Diandana,

2009).

Sel kanker mampu menyerang jaringan lain (invasif), merusak jaringan

(34)

jangkauan metastasis tumor, akan semakin sulit disembuhkan. Kanker pada stadium

metastasis merupakan penyebab 90% kematian penderita kanker (Pecorino, 2005).

Untuk mencukupi kebutuhan pangan dirinya sendiri, sel kanker mampu membentuk

pembuluh darah baru (neoangiogenesis) meski dapat mengganggu kestabilan

jaringan tempat ia tumbuh. Sinyal inisiasi pada proses neoangiogenesis diantaranya

adalah Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Fibroblast Growth Factor

(FGF). Selain itu, regulator yang lain adalah angiopoietin-1, angiotropin, angiogenin,

epidermal growth factor, granulocytecolony-stimulating factor, interleukin-1 (IL-1),

IL-6, IL-8, PDGF, TNF-α, kolagen, cathepsin. Sel kanker memiliki kemampuan

yang tidak terbatas dalam memperbanyak dirinya sendiri (proliferasi) meski sudah

tidak dibutuhkan dan jumlahnya sudah melebihi kebutuhan yang seharusnya (Kumar,

et al., 2005).

Secara umum, penyebab kanker dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu

karsinogen fisik (radiasi sinar UV dan radiasi ionisasi), karsinogen kimiawi (asap

tembakau dan asbestos), dan karsinogen biologis (virus, bakteri, dan parasit) (PCC,

2013). Selain itu, kanker dapat timbul karena pola hidup yang tidak sehat. Hampir

separuh dari kanker yang terdiagnosis setiap tahun disebabkan oleh gaya hidup yang

tidak sehat. Pencetus kanker dapat berasal dari makanan yang kaya akan gula buatan,

karbohidrat olahan, pengawet, produk sampingan dari hasil penggorengan (minyak

jelantah), mengandung banyak lemak, asupan antioksidan yang kurang, dan

minuman yang mengandung bahan kimia (minuman beralkohol) (Mueller, et al.,

2010). Penyebab kanker juga bisa timbul karena kondisi kejiwaan yang tidak stabil

dan faktor keturunan. Orang tua yang mengidap kanker sangat mungkin menurunkan

(35)

2.2.1 Karsinogenesis

Kanker bukan termasuk penyakit yang datang begitu saja, melainkan akibat

akumulasi atau penumpukan kerusakan-kerusakan tertentu di dalam tubuh.

Serangkaian proses berkembangnya kanker disebut karsinogenesis. Karsinogenesis

adalah suatu proses terjadinya kanker melalui mekanisme multi tahap yang

menunjukkan perubahan genetik dan menyebabkan transformasi progresif sel normal

menjadi sel malignan (ganas). Perubahan ini diawali dari mutasi somatik satu sel

tunggal yang mengakibatkan perubahan dari normal menjadi hiperplastik, displastik,

dan pada akhirnya menjadi suatu keganasan atau malignansi (memiliki kemampuan

metastasis atau menginvasi jaringan di sekitarnya). Perubahan genetik ini termasuk

perubahan seluler mendasar pada sel kanker yang dipengaruhi oleh beberapa gen

seperti tumor suppresor genes (pRb, p53, PTEN, E-cadherin) dan proto-oncogenes

(ras, c-myc, Bcl-2). Karsinogenesis dapat dibagi menjadi empat tahap utama, yaitu

tahap inisiasi, promosi, progresi, dan metastasis (Tsao, et al., 2004).

Tahap inisiasi adalah tahap pertama pada karsinogenesis dan merupakan hasil

perubahan genetik yang menuntun pada proliferasi tidak terkontrol (abnormal)

sebuah sel. Tahap inisiasi dapat terjadi melalui jalur germinal dan somatik. Namun

pada kebanyakan kasus diperoleh secara somatik akibat terjadinya kesalahan acak

saat pembelahan sel atau karena paparan dari karsinogen spesifik seperti tobako dan

radiasi. Pada tahap ini, senyawa yang berpotensi sebagai senyawa karsinogen

diaktivasi terlebih dahulu di dalam tubuh terutama di hepar menjadi senyawa

metabolitnya. Senyawa metabolit ini ada yang bersifat reaktif, mutagenik, dan

mampu berikatan dengan makromolekul di dalam tubuh seperti DNA dengan ikatan

(36)

normal secara spontan, tetapi pada tingkat lebih lanjut dapat menjadi ganas

(malignan) (King, 2000).

Selanjutnya tahap promosi yang merupakan tingkat lanjutan dari tahap

inisiasi. Pada tahap ini, sel mulai mengalami hiperplastik pada inti sel. Berbeda

dengan tahap inisiasi yang dapat melewati jalur germinal dan somatik, tahap promosi

hanya diketahui terjadi melalui jalur somatik. Pada tahap promosi, sel akan

memperoleh beberapa keuntungan selektif untuk tumbuh sehingga pertumbuhannya

menjadi cepat dan berubah menjadi tumor jinak. Tahap promosi tidak melibatkan

perubahan struktural dari genom secara langsung, tetapi biasanya terjadi perubahan

ekspresi gen yang terinisiasi (Tsao, et al., 2004; King, 2000).

Pada tahap progresi, kemampuan pembelahan yang tinggi menuntun

terbentuknya koloni sel yang lebih besar melalui perubahan genetik lebih lanjut dan

munculnya keistimewaan lain seperti peningkatan mobilitas dan angiogenesis

(Kumar, 2005). Pada tahap ini, sel tumor dikatakan sebagai sel malignan. Pada fase

ini juga akan terjadi karsinoma dan metastasis melalui aktivasi onkogen dan

malfungsi dari enzim topoisomerase (Pecorino, 2005).

Tahap metastasis merupakan tahap akhir dalam karsinogenesis. Pada tahap

ini, sel kanker melakukan invasi ke jaringan lain di dalam tubuh melalui pembuluh

darah, pembuluh limpa, atau rongga tubuh. Sel malignan yang bermetastasis ini

masuk melalui basement membran menuju saluran limpoid. Sel tersebut akan

berinteraksi dengan sel limpoid yang digunakan sebagai inangnya. Selanjutnya, sel

kanker akan masuk ke jaringan lainnya membentuk tumor sekunder dengan

didukung kemampuan neoangiogenesis yang dimilikinya. Tahap metastasis dapat

(37)

terdegradasinya CAMs (Cell-cell Adhesion Molecules) dan E-cadherin sebagai

molekul yang menjaga pertautan antarsel. Molekul tersebut diketahui sudah sangat

sedikit bahkan tidak ditemukan lagi pada sel kanker, sehingga proses metastasis

dapat terus terjadi (Kumar, et al., 2005).

Kanker dapat terjadi dalam berbagai jenis sel, antara lain karsinoma (pada

kelenjar epitel), glioma (pada jaringan otak), leukemia (pada sel darah putih),

sarkoma (pada jaringan lunak dan jaringan ikat seperti tulang rawan, lemak, otot,

ataupun tulang), myeloma (pada jaringan selaput saraf/neuron), hepatoma (pada sel

hati), fibroma (pada jaringan ikat fibrosa), dan limfoma (pada kelenjar getah bening)

(Anonim1

2.2.2 Kanker payudara

, 2014).

Kanker payudara merupakan kanker yang menyerang jaringan epitelial

payudara, yaitu membran mukosa dan kelenjar sehingga kanker payudara tergolong

pada karsinoma. Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita

oleh wanita selain kanker serviks. Penyebab kanker payudara sangat beragam, antara

lain kerusakan pada DNA yang menyebabkan mutasi genetik. Kerusakan ini dapat

disebabkan oleh radiasi yang berlebihan. Selanjutnya karena kegagalan immune

surveillance dalam pencegahan proses malignan pada fase awal, faktor pertumbuhan

yang abnormal, dan malfungsi DNA repairs seperti BRCA1, BRCA2, dan p53

(Torosian, 2002).

Kanker payudara terjadi ketika sel pada payudara tumbuh tidak terkendali

dan dapat menginvasi jaringan tubuh yang lain baik yang dekat dengan organ

tersebut maupun bermetastasis ke jaringan tubuh yang letaknya berjauhan. Semua

(38)

umumnya kanker muncul baik dari saluran (ducts) maupun kelenjar (glands).

Perkembangannya memerlukan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai

tumor tersebut cukup besar untuk dirasakan pada payudara. Deteksi dapat dilakukan

dengan mammogram yang kadang-kadang dapat mendeteksi tumor sejak dini

(Elwood, et al., 1993).

Peningkatan insidensi kanker payudara disebabkan oleh kegagalan terapi

terhadap kanker itu sendiri. Kegagalan ini diakibatkan oleh adanya multidrug

resistance (MDR) dan terjadi hingga 71% dibandingkan dengan faktor penyebab

lainnya (Mechetner, et al., 1998). Multidrug resistance atau resistensi obat ini

diakibatkan oleh adanya breast cancer resistance protein (BCRP) yang salah satunya

adalah P-glycoprotein (Pgp) (Imai, et al., 2005). Aktivasi Pgp dan peningkatan

ekspresinya dapat menurunkan efikasi dari beberapa agen kemoterapi, seperti Taxol

dan Doxorubicin (Mechetner, et al., 1998). Penekanan aktivitas Pgp dan ekspresinya

mampu meningkatkan efektivitas agen kemoterapi (Zhou, et al., 2006).

Selain itu, paparan estrogen endogen yang berlebihan juga dapat

berkontribusi sebagai penyebab kanker payudara. Sekitar 50% kasus kanker

payudara merupakan kanker yang bergantung pada estrogen dan sekitar 30% kasus

merupakan kanker yang positif mengekspresi HER-2 berlebihan. Kedua protein

tersebut selain berperan dalam metastasis, juga berperan dalam perkembangan

kanker payudara (early cancer development) (Gibbs, 2000).

Proses metastasis kanker payudara diinisiasi oleh adanya aktivasi/ekspresi

berlebih beberapa protein, seperti Estrogen Reseptor (ER) dan c-erbB-2 (HER- 2)

yang merupakan protein predisposisi kanker payudara. Aktivasi reseptor estrogen

(39)

mengatur proliferasi sel. Estrogen dapat memacu ekspresi protein yang berperan

dalam siklus sel seperti cyclin D1, CDK4, cyclin E, dan CDK2. Selain itu, aktivasi

reseptor estrogen mampu mengaktivasi beberapa onkoprotein yang berperan dalam

sinyal pertumbuhan, misalnya Ras, Myc, dan cycD1 (Foster, et al., 2001). Aktivasi

protein ini mengakibatkan adanya pertumbuhan yang berlebihan melalui aktivasi

onkoprotein yang lain seperti P13K, AKT, Raf, ERK, dan MAP kinase (Hahn, et al.,

2002). Di lain pihak, kompleks estrogen dengan reseptornya juga akan memacu

transkripsi beberapa gen tumor suppressor, seperti BRCA1, BRCA2, dan p53.

Namun, pada penderita kanker payudara (yang umumnya telah lewat masa

menopause), gen tersebut telah mengalami perubahan (transformed) akibat dari

hiperproliferasi sel payudara selama perkembangannya sehingga tidak berperan

sebagaimana mestinya (Adelmann, et al., 2000, Clarke, 2001; Ingvarsson, et al.,

2002).

Beberapa jenis sel kanker payudara yang dapat dikultur adalah MCF-7,

Ia-270, BT-20, BT-474, BT-549, Colo-824, HBL-100, MA-CLS-2, MDA-MB-231,

MDA-MB-435S, MDA-MB-436, MB-MDA-468, MX-1, SK-BR-3, ZR-75-1, dan

T47D (Pao, et al., 1985; Anonim2

2.2.2.1 Sel T47D

, 2014). Banyaknya jenis sel kanker payudara ini

akan memberikan hasil yang berbeda pada setiap selnya. Perbedaan hasil ini akan

memberikan peluang baru untuk menyelidiki perkembangan yang terjadi pada

resistensi obat pada pasien dengan tumor payudara yang memiliki p53 termutasi

(Schafer, et al., 2000).

Sel T47D merupakan sel kanker yang mengekspresikan reseptor estrogen

(40)

sehingga resisten terhadap mekanisme apoptosis (Ruddon, 2007; Junedi, et al.,

2010). Pada sel ini, p53 mengalami missense mutation pada residu 194 (dalam

zinc-binding domain L2) sehingga p53 kehilangan fungsinya. Jika p53 tidak dapat

mengikat response element pada DNA, maka akan mengurangi atau menghilangkan

kemampuannya dalam meregulasi siklus sel dan memacu apoptosis. Sel ini dapat

kehilangan estrogen reseptor (ER) apabila kekurangan estrogen pada jangka waktu

lama selama percobaan in vitro. Oleh karena itu, sel ini digunakan pada model untuk

penelitian resistensi obat pada pasien dengan tumor payudara yang memiliki p53

termutasi (Abcam, 2007).

Sel T47D sering digunakan dalam penelitian kanker secara in vitro karena

mudah penanganannya, memiliki kemampuan replikasi yang tidak terbatas atau cepat

pertumbuhannya, memiliki homogenitas yang tinggi dan mudah diganti sel baru yang

telah dibekukan jika terjadi kontaminasi (Abcam, 2007). Sel T47D memiliki

mekanisme antiapoptosis dan karsinogenesis lebih kuat daripada sel MCF-7.

Beberapa protein yang terlibat dalam stimulasi pertumbuhan sel ini termasuk

caspase-3 subunit p12, protein nuklir Hcc-1, G1/S-specific cyclin-D3, cathepsin B,

protein CDV3 homolog, N (G), N(G)-dimethylarginine dimethylaminohydrolase 2,

dan prohibitin (Aka, et al., 2012).

2.2.3 Sel Vero

Sel Vero ATCC CCL-81 merupakan sel epitel non kanker (sel normal). Sel

ini berasal dari organ ginjal monyet hijau asal Afrika. Sel Vero merupakan sel

monolayer berbentuk poligonal dan pipih, immortal, non tumorigenic fibroblastic

cell. Sel ini melekat erat pada substrat yang berbahan polistirena dengan membentuk

(41)

diferensiasi sel, sitotoksisitas, dan transformasi sel yang diinduksi oleh berbagai

senyawa kimia (Goncalves, et al., 2006).

2.2.4 P-glycoprotein

P-glycoprotein (Pgp) merupakan protein ABC-transporter pada manusia yang

termasuk dalam subfamili MDR/TAP (Allen, et al., 2002). Pgp dikenal dalam

beberapa sebutan, yaitu ABCD1, ATP-binding cassette sub-family B member 1,

MDR1, dan PGY1 (Choi, et al., 2005). ABCD1 atau Pgp termasuk dalam

ATP-dependent efflux pump yang memiliki substrat spesifik, antara lain: obat (colchicine

dan tacrolimus), agen kemoterapi (etoposide, adriamycin, dan vinblastine), lipid,

steroid, xenobiotik, peptide, bilirubin, cardiac glycoside (digoxin), glucocorticoids

(dexamethasone), dan agen terapi HIV tipe 1 (inhibitor protease dan nonnucleoside

reverse transcriptase) (Kitagawa, 2006). Di dalam tubuh, Pgp dapat ditemukan pada

sel usus, hati, tubula ginjal dan capillary endothelial (Deng, et al., 2001).

P-glycoprotein adalah sebuah glikoprotein transmembran yang memiliki 10 -

15 kDa N-terminal glycosylation dengan bobot 170-kDa dikode oleh gen MDR1

(Kitagawa, 2006). Gen ini dicirikan dengan pompa efflux obat dan anggota dari

keluarga ATP-binding transport (Choi, et al., 2005). Dalam sistem organ, Pgp

berpengaruh terhadap absorbsi, distribusi, dan eliminasi obat (Matheny, et al., 2001).

Kemampuan Pgp sebagai effluxpump berguna dalam detoksifikasi senyawa-senyawa

yang masuk ke dalam sel. Senyawa yang termasuk substrat dari Pgp akan diikat dan

dikeluarkan dari dalam sel. Aktivitas Pgp sangat bergantung pada aktivasi Pgp oleh

ATP melalui pembentukkan kompleks Pgp-ATP (Conseil, et al., 1998). Hidrolisis

ATP oleh ATPase memberikan energi aktivasi pada Pgp (Choi, et al., 2005).

(42)

agen tersebut terhadap sel kanker. Pada kondisi ekspresi berlebihan, Pgp dapat

menyebabkan resistensi obat terutama agen kemoterapi pada jenis kanker payudara

seperti doksorubisin (Mechetner, et al., 1998). Pgp akan mengikat doksorubisin

sebagai salah satu substratnya untuk dikeluarkan dari dalam sel (Wong, et al., 2006).

Pgp atau ABCD1 pertama kali diujikan sebagai multidrug resistance dan terbukti

sebagai penyebab resistensi obat kemoterapi (Juliano, et al., 1976). Mekanisme

pemompaan oleh Pgp dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Pgp memompa senyawa-senyawa (2a, 2b, 2c) yang termasuk substratnya

untuk dikeluarkan dari dalam sel. Ekspresi berlebih dari Pgp ini dapat menyebabkan

resistensi obat pada terapi kanker payudara (Matheny, et al., 2001).

Gambar 2.1 Mekanisme pemompaan oleh Pgp (Matheny, et al., 2001)

Penghambatan aktivasi dan ekspresi Pgp memegang peranan penting dalam

keberhasilan terapi kanker (Zhou, et al., 2006). Penghambatan aktivitas Pgp dapat

melalui beberapa mekanisme, antara lain penghambatan substrat Pgp secara langsung

dengan berikatan pada Pgp-binding domain dan penghambatan hidrolisis ATP oleh

ATPase melalui ikatan substrat dengan ATP. Penghambatan ini dapat dilakukan

menggunakan senyawa flavonoid dan polifenol melalui dua sisi ikatan pada

ATP-Membran

sel Sekresi obat

Ekstraselular

(43)

binding sites dan steroid interacting region dimana ATPase berikatan dengan Pgp

cytosolic domain (Kitagawa, 2006).

Deng, et al., (2001) melaporkan bahwa aktivasi NF-κB sebagai akibat

adanya stimulus dari lingkungan berupa stress, paparan agen sitotoksik, heat shock,

iradiasi, stress genotoksik, inflamasi, paparan sitokin, dan faktor pertumbuhan dapat

meningkatkan ekspresi Pgp. NF-κB yang aktif mampu berikatan dengan promoter

gen MDR1 sehingga proses ekspresi Pgp dapat berjalan. Inaktivasi NF-κB mampu

menghambat ekspresi Pgp.

2.3 Penanganan Kanker

Penanganan kanker ada dua macam, yaitu pencegahan dan penghambatan

kanker. Upaya pencegahan kanker disebut kemopreventif. Senyawa

kemopreventif dibagi menjadi dua kategori, yaitu blocking agent dan suppressing

agent. Blocking agent mencegah karsinogen mencapai target aksinya, baik melalui

penghambatan aktivasi metabolisme maupun menghambat interaksi dengan target

makromolekul seperti DNA, RNA, atau protein. Sedangkan suppressing agent

menghambat pembentukan malignan dari sel yang telah terinisiasi pada tahap

promosi atau progresi (Surh, 1999).

Kemopreventif dibagi menjadi tiga golongan, yaitu primer, sekunder, dan

tersier. Kemopreventif primer adalah mencegah terjadinya sel kanker sejak tahap

premalignan. Usaha pencegahan saat karsinogenesis pada tahap awal malignan

(44)

untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi setelah terapi untuk malignan

primer. Upaya penyembuhan (kuratif) kanker, antara lain kemoterapi menggunakan

obat-obatan, seperti golongan siklofosfamid, methotreksat, dan 5-flurourasil. Pada

dasarnya kinerja obat-obatan tersebut sama, yaitu menghambat proliferasi sel

sehingga sel tidak jadi memperbanyak diri. Kemoterapi bisa diberikan secara tunggal

ataupun kombinasi dengan harapan bahwa sel-sel yang resisten terhadap obat

tertentu juga bisa merespon obat yang lain sehingga bisa diperoleh hasil yang lebih

baik. Dampaknya pada pasien biasanya rambut rontok, selera makan menurun, serta

rasa lemah dan letih (Sharma, 2000).

Terapi hormon digunakan untuk jenis kanker yang berkaitan dengan hormon,

misalnya kanker payudara (berkaitan dengan hormon estrogen) pada wanita dan

kanker prostat (berkaitan dengan hormon androgen) pada pria. Terapi hormon pada

dasarnya berusaha menghambat sintesis steroid sehingga sel tidak dapat membelah.

Terapi ini membawa dampak negatif bila diaplikasikan pada wanita yang masih

dalam usia subur karena dapat menghambat siklus menstruasi. Radioterapi

menggunakan sinar-X dengan dosis tertentu dapat merusak DNA dan memaksa sel

untuk berapoptosis. Efek negatif yang ditimbulkan hampir sama dengan kemoterapi

(Sharma, 2000; Wargasetia, 2005).

2.3.1 Penanganan kanker payudara

Upaya penyembuhan kanker payudara dapat digolongkan secara

pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, radioterapi, dan terapi gen (Jong, 2005;

Sharma, 2000; Wargasetia, 2005).

Penentuan stadium kanker payudara sangat penting sebagai panduan

(45)

stadium 0 (tumor in situ, sel-sel kanker berada pada tempatnya di dalam jaringan

payudara yang normal), stadium 1 (tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm dan

belum menyebar keluar payudara), stadium 2A (tumor dengan garis tengah 2-5 cm

dan belum menyebar ke kelenjar getah bening, ketiak, atau tumor dengan garis

tengah kurang dari 2 cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak),

stadium 2B (tumor dengan garis tengah lebih besar dari 5 cm dan belum menyebar

ke kelenjar getah bening ketiak atau tumor dengan garis tengah 2-5 cm tetapi sudah

menyebar ke kelenjar getah bening ketiak), stadium 3A (tumor dengan garis tengah

kurang dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak disertai

perlengketan satu sama lain atau perlengketan ke struktur lainnya, atau tumor dengan

garis tengah lebih dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak),

stadium 3B (tumor telah menyusup keluar payudara, yaitu ke dalam kulit payudara

atau ke dinding dada atau telah menyebar ke kelenjar getah bening di dalam dinding

dada dan tulang dada), dan terakhir stadium 4 (tumor telah menyebar keluar daerah

payudara dan dinding dada, misalnya ke hati, tulang, atau paru-paru) (American

Cancer Society, 2014).

Kemoterapi merupakan salah satu pengobatan yang bertujuan mematikan

ataupun memperlambat pertumbuhan sel kanker. Jenis agen kemoterapi yang sering

digunakan pada kanker payudara antara lain kemoterapi neoajuvan, ajuvan, dan

paliatif (Yudissanta, dkk., 2012). Obat kemoterapi yang biasanya diberikan dalam

upaya penyembuhan kanker payudara ada dalam bentuk tunggal dan kombinasi.

Beberapa bentuk tunggal yang biasanya diberikan antara lain docetaxel (Anonim,

(46)

yang biasanya diberikan antara lain antrasiklin-cyclophosphamide,

taxanes-cyclophosphamide, dan antrasiklin-cyclophosphamide-taxol (Anonim3

2.3.1.1Doksorubisin

, 2014).

Doksorubisin merupakan golongan antibiotik antrasiklin sitotoksik yang

diisolasi dari Streptomyces peucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan

secara luas untuk mengobati kanker payudara. Senyawa ini menunjukkan

kemampuan yang kuat dalam melawan kanker dan telah digunakan sebagai obat

kemoterapi kanker sejak akhir tahun 1960-an (Singal, et al., 1998). Struktur kimia

doksorubisin ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur kimia doksorubisin

Doksorubisin memiliki aktivitas antineoplastik dan spesifik untuk fase S

dalam siklus sel. Mekanisme aktivitas antineoplastiknya belum diketahui dengan

pasti. Mekanisme aksi doksorubisin kemungkinan melibatkan ikatan dengan DNA

melalui interkalasi di antara pasangan basa serta menghambat sintesis DNA dan

RNA. Kemungkinan mekanisme yang lain adalah melibatkan ikatan dengan lipid

membran sel yang akan mengubah berbagai fungsi selular dan berinteraksi dengan

topoisomerase II membentuk kompleks pemotong DNA. Doksorubisin telah

digunakan pada beberapa pengobatan jenis tumor seperti kanker payudara,

(47)

Hodgkin, dan non-Hodgkin baik dalam aplikasi tunggal maupun kombinasi dengan

beberapa agen antitumor lainnya (Tyagi, et al., 2004).

Efek samping yang timbul segera setelah pengobatan dengan doksorubisin

adalah mual, imunosupresi, dan aritmia yang sifatnya revesibel serta dapat dikontrol

dengan obat-obat lain. Efek samping yang paling serius dalam jangka waktu yang

lama adalah hepatotoksik (Ekowati, et al., 2013) dan cardiomyopathy yang diikuti

dengan gagal jantung (Tyagi, et al., 2004). Berdasarkan hasil penelitian restrospektif,

diketahui bahwa toksisitas kardiak akibat pemberian doksorubisin merupakan efek

samping yang bergantung pada dosis. Mekanisme yang memperantarai toksisitas

kardiak tersebut diduga disebabkan oleh terbentuknya spesies oksigen reaktif,

meningkatnya kadar anion superoksida dan pengurasan ATP yang kemudian

menyebabkan luka jaringan kardiak (Wattanapitayakul, et al., 2005). Permasalahan

yang sering timbul pada penggunaan doksorubisin dalam terapi kanker terutama

kanker payudara adalah resistensi obat yang menjadi penyebab kegagalan terapi.

Pengeluaran obat yang disebabkan oleh adanya pompa efflux Pgp menjadi salah satu

penyebab utama resistensi obat ini (Mechetner, et al., 1998).

Doksorubisin termasuk obat golongan antrasiklin yang merupakan substrat

Pgp. Doksorubisin akan dikenali oleh Pgp dan selanjutnya segera dikeluarkan dari

dalam sel sehingga menurunkan konsentrasi efektif doksorubisin dalam sel kanker.

Mekanisme pemompaan oleh Pgp sangat bergantung pada aktivasi protein tersebut

dan penekanan ekspresi Pgp. Oleh karena itu, inaktivasi Pgp dan penekanan

ekspresinya mampu mengatasi permasalahan resistensi sel kanker terhadap

doksorubisin (Mechetner, et al., 1998; Zhou, et al., 2006; Wong, et al., 2006).

Gambar

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian
Gambar 2.1 Mekanisme pemompaan oleh Pgp (Matheny, et al., 2001)
Gambar 2.2 Struktur kimia doksorubisin
Tabel 2.1 Beberapa tumbuhan yang berpotensi sebagai antikanker
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah andaliman memiliki efek sitotoksisitas yang poten terhadap sel kanker serviks HeLa.. EEBA memiliki indeks selektivitas

Kurkumin dan analognya diuji aktivitas penghambatan terhadap sel kanker payudara T47D dengan pengamatan profil pertumbuhan sel menggunakan metoda MTT.. Induksi apoptosis oleh

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Uji Aktivitas Antikanker

Kultur sel HeLa atau HeLa cell line merupakan continuous cell line yang diturunkan dari sel epitel kanker leher rahim (cervix) seorang wanita penderita kanker leher rahim

Populasi sel dalam suatu tumor tidak homogeny, tetapi heterogen, walaupun semua berasal dari satu sel yang sama. Heterogenitas ini terjadi karena sel-sel kanker

dengan mikroskop inverted dengan perbesaran 10x10) setelah pemberian ekstrak dari konsentrasi tertinggi hingga terendah Morfologi sel kanker serviks HeLa (dilihat dengan

Kata Kunci : Antikanker, Rumput Bambu, Zeolit NaX, Sel T47D Upaya untuk mengobati kanker payudara salah satunya menggunakan obat herbal antikanker yaitu akar rumput bambu dan

Imunositokimia merupakan suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya ekspresi suatu protein spesifik atau antigen dalam sel dengan menggunakan antibodi spesifik yang