• Tidak ada hasil yang ditemukan

CRITICAL REVIEW JURNAL ANALISA LOKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "CRITICAL REVIEW JURNAL ANALISA LOKASI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

(2)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Critical Review “Penentuan Lokasi Industri Olahan Karet UIKM di Kabupaten Sijunjung” sebagai tugas dari mata kuliah Analisis Lokasi dan Keruangan.

Penulis berterima kasih kepada seluruh pihak yang banyak membantu dalam proses penyusunan dan penyelesaian makalah ini dari awal hingga akhir. Dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah Analisis Lokasi dan Keruangan Bapak Arwi Yudhi Koswara, ST. dan Ibu Velly Kukinul, ST., MT., M.Sc yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini kiranya masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota dan dapat memberikan masukan informasi serta wacana yang bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.

Surabaya, 12 Maret 2016

(3)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

iii

DAFTAR ISI

COVER ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Review Jurnal ... 1

1.2 Tujuan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Teori Lokasi ... 6

2.2 Teori Lokasi Industri ... 7

2.3 Faktor-Faktor Penetuan Lokasi Industri Olahan Karet UIKM ... 11

2.4 Sistem Informasi Geografis ... 12

BAB III PEMBAHASAN ... 13

3.1 Alasan Pemilihan Lokasi ... 13

3.2 Faktor-Faktor Penentuan Lokasi ... 14

3.3 Implikasi Teori Lokasi dengan Lokasi Terpilih ... 15

3.4 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal ... 17

BAB IV PENUTUP ... 19

4.1 Kesimpulan ... 19

4.2 Lesson Learned ... 20

(4)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Review Jurnal

Pemberlakuan otonomi daerah menuntut setiap Pemerintah Daerah dapat mengembangkan berbagai potensi unggulan daerah agar mampu meningkatkan PDRB daerah dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu sektor yang memberikan peranan cukup besar dalam peningkatan PDRB daerah adalah sektor pertanian terutama subsektor perkebunan. Integrasi antara sektor pertanian dan industri diharapkan memberikan nilai tambah dan daya jual yang tinggi. Namun kegiatan industri pengolahan hasil pertanian masih bertumpu pada daerah perkotaan sedangkan daerah hinterland (Kabupaten) lebih berperan dalam penyediaan (supply) bahan baku pertanian. Berdasarkan hal tersebut maka Pemerintah Daerah mengembangkan kegiatan UIKM (Usaha Industri Kecil dan Menengah) yang pengelolaan usahanya dilakukan oleh para petani (masyarakat) bekerjasama dengan pihak pemerintah. Lokasi industri harus memberikan unit cost terendah atau memberikan efisiensi yang maksimum agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah.

Pada saat ini sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan karet merupakan mata pencaharian utama masyarakat di Kabupaten Sijunjung. Produksi karet tertinggi berada di Kecamatan Kamang Baru yaitu 16.627 ton atau 33,18% dari produksi total Kabupaten. Perkebunan karet di Kabupaten Sijunjung keseluruhannya dikelola oleh rakyat dengan luas lahan rata-rata ± 2 Ha dan produksi rata-rata 50-150 kg/minggu. Namun sayangnya, di Kabupaten Sijunjung belum terdapat industri pengolahan karet sehingga rantai pemasaran bahan mentah karet sangat panjang dan memberikan nilai keuntungan yang kecil bagi petani karet di Kabupaten Sijunjung. Maka dari itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Sijunjung telah merencanakan pembangunan kawasan peruntukan industri di Kecamatan Kamang Baru dan IV Nagari sebagaimana yang tertuang dalam RTRW Kabupaten Sijunjung Tahun 2011-2030. Akan tetapi, penentuan lokasi industri tersebut dikaji kembali kedalam analisis faktor-faktor penentuan lokasi industri.

Salah satu pelopor teori lokasi yaitu Alfred Weber yang menganalisis pemilihan lokasi industri berdasarkan 3 faktor yaitu biaya transportasi, biaya tenaga kerja dan aglomerasi. Selain ketiga faktor tersebut terdapat beberapa faktor lain seperti bahan mentah, tenaga kerja, transportasi, aksesibilitas, ketersediaan sarana pendukung, harga lahan, topografi, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya (Soehardi, 1987: 43-44).

(5)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

2 lahan industri olahan karet, aksesibilitas, sarana pendukung, nilai lahan, biaya transportasi dan

kebijakan RTRW Kabupaten Sijunjung. Adapun hasil analisa tiap variabel adalah sebagai berikut:

1. Analisis Kesesuaian Lahan Industri Olahan Karet

Analisis kesesuaian lahan industri olahan karet UIKM dalam penelitian ini menggunakan metode scoring untuk menilai potensi lahan yaitu dengan memberikan bobot (skor) masing masing indikator. Adapun tabel hasil analisa kesesuaian lahan industri adalah sebagai berikut.

Sumber: Jurnal Penentuan Lokasi Industri Olahan Karet UIKM di kabupaten Sijunjung, 2016

2. Analisis Sarana Pendukung

(6)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

3 dibagi menjadi beberapa kelas data sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Adapun tabel hasil

analisa terhadap sarana pendukung adalah sebagai berikut.

Sumber: Jurnal Penentuan Lokasi Industri Olahan Karet UIKM di kabupaten Sijunjung, 2016

3. Analisis Aksesibilitas

Analisis aksesibilitas bertujuan untuk mengetahui tingkat aksesibilitas lokasi industry karet dari jalan. Adapun indikator yang digunakan dalan analisis aksesibilitas ini adalah sarana jalan dan fungsi jalan. Adapun tabel hasil analisa aksesibilitas adalah sebagai berikut.

Sumber: Jurnal Penentuan Lokasi Industri Olahan Karet UIKM di kabupaten Sijunjung, 2016

4. Analisis Nilai Lahan

Analisis nilai lahan bertujuan agar lokasi terpilih memiliki nilai lahan yang paling minimum. Nilai lahan dalam penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan yaitu kedekatan dengan infrastruktur dan kedekatan dengan jaringan jalan. Adapun tabel hasil analisa nilai lahan adalah sebagai berikut.

(7)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

4 Adapun tabel hasil pembobotan semua variabel dan indikator adalah sebagai berikut:

Sumber: Jurnal Penentuan Lokasi Industri Olahan Karet UIKM di kabupaten Sijunjung, 2016

5. Analisis Biaya Transportasi Minimum

Pada penelitian ini diasumsikan harga bahan bakar solar yang digunakan pada mobil pick up L300 adalah Rp 7.500,-/liter dan 1 liter solar dapat menempuh jarak 10 km. Hal ini berarti bahwa biaya bahan bakar (biaya transportasi) yang harus dikeluarkan petani dari lokasi industri ke jalan adalah Rp 750,-/km. Adapun tabel biaya transportasi dari jalan ke lokasi industri karet adalah sebagai berikut:

Sumber: Jurnal Penentuan Lokasi Industri Olahan Karet UIKM di kabupaten Sijunjung, 2016

Adapun tabel hasil analisa biaya transportasi dari kebun karet ke jalan adalah sebagai berikut:

Sumber: Jurnal Penentuan Lokasi Industri Olahan Karet UIKM di kabupaten Sijunjung, 2016

Berdasarkan hasil overlay maka total biaya transportasi diklasifikasikan menjadi 3 kriteria yaitu rendah, sedang dan tinggi seperti yang terdapat pada tabel berikut ini:

(8)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

5 6. Evaluasi Lokasi industri Olahan Karet UIKM Terpilih dengan RTRW Kabupaten Sijunjung

Dari hasil analisa diatas, maka didapatkan bahwa calon lokasi industri karet UIKM mayoritas terdapat pada 7 Kecamatan (Kamang Baru, Lubuk Tarok, Koto VII, Tanjung Gadang, Sumpur Kudus, Sijunjung, Kupitan) atau 31 Nagari. Sebagian besar lahan pada 7 Kecamatan tersebut merupakan semak belukar dan kebun campuran. Keunggulan lokasi tersebut antara lain dekat dengan sarana jalan (0-1.000 m dari jalan), dekat dengan sungai (500-1.000 m dari sungai), dilalui oleh jalan arteri primer, kolektor dan lokal primer, tersedia jaringan listrik, bukan daerah rawan bencana, jauh dari permukiman penduduk, produksi karet cukup besar, dan berada pada kemiringan lereng kurang dari 25%.

Jika dilakukan evaluasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sijunjung Tahun 2011-2030 menjelaskan bahwa lokasi industri agro di Kabupaten Sijunjung diarahkan di Kecamatan IV Nagari dan Kamang Baru khususnya Kiliran Jao. Namun, setelah dilakukan analisa dengan teknik overlay peta, diketahui bahwa penetapan Kecamatan Kamang Baru khususnya Nagari Sungai Lansek dan Nagari Takung merupakan wilayah potensial industri sesuai dengan hasil penelitian. Dan Kecamatan IV Nagari tidak sesuai direkomendasikan karena produksi karet di daerah tersebut sangat rendah dan tidak bisa menjamin kontinuitas produksi karet. Selain itu, Kecamatan IV Nagari tidak cocok karena jaraknya yang dekat dengan permukiman penduduk. Selain arahan RTRW, daerah Kecamatan Kamang Baru khususnya Nagari Sungai Lansek dan Nagari Takung cocok direkomendasikan sebagai daerah industri olahan karet UIKM di Kabupaten Sijunjung karena dekat dengan sumber bahan mentah, tersedianya transportasi, ekat dengan sarana jalan (0-1.000 m dari jalan), dekat dengan sungai (500-1.000 m dari sungai), dilalui oleh jalan arteri primer, kolektor dan lokal primer, tersedia jaringan listrik, bukan daerah rawan bencana, jauh dari permukiman penduduk, produksi karet cukup besar, dan berada pada kemiringan lereng kurang dari 25%.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui pembahasan analisis Penentuan Lokasi Industri Olahan karet UIKM di Kabupaten Sijunjung dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG).

2.Untuk mengkritisi isi jurnal tentang penentuan lokasi industri olahan karet dan pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG).

3. Untuk mengetahui beberapa landasan teori dalam analisis lokasi industri.

(9)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dari sudut pandang geografi industri, industri merupakan integrasi antara komponen komponen fisik alam seperti bahan baku, topografi, geologi dan sebagainya dengan sub sistem manusia yang terdiri dari tenaga kerja, mesin dan peralatan, transportasi, kebijakan pemerintah, dan sebagainya untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan industri. Penentuan lokasi industri merupakan elemen penting dalam perekonomian wilayah terutama yang berkaitan dengan aspek tata ruang. Pemilihan lokasi yang baik akan memberikan efisiensi dalam bidang produksi maupun pemasaran sehingga pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Syafrizal, 2008).

2.1

Teori Lokasi

Teori lokasi merupakan suatu teori yang dikembangakn untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan industri dengan cara yang konsisten dan logis. Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tat ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha/ kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2006). Secara umum, pemilihan lokasi oleh suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti bahan baku lokal, permintaan local, bahan baku yang dapat dipindahkan, dan permintaan dari luar(Hoover dan Giarratani, 2007).

Von Thunen mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (Pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal dipusat pasar dan semakin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Semakin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, semakin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin.

(10)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

7 produk yang diusahakan yang pada akhirnya menentukan sewa ekonomi tanah (land

rent). Namun kecenderungan saat ini adalah pusat kota umumnya didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa, sedikit ke arah luar diisi oleh kegiatan industri kerajinan (home industry) bercampur dengan perumahan sedang/kumuh. Perumahan elite justru mengambil lokasi lebih kearah luar lagi (mengutamakan kenyamanan). Industri besar umunya berada di luar kota karena banyak pemerintah kota yang melamar industri besar dan yang berpolusi mengambil lokasi dalam kota.

2.2 Teori Lokasi Industri

Dalam menentukan lokasi industri karet pada jurnal ini, digunakan konsep dasar teori lokasi Weber. Weber memberikan analisis pemilihan lokasi paling ekonomis (optimal) dengan menghasilkan ongkos angkut dan ongkos tenaga kerja yang penjumlahannya bernilai minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.

Teori lokasi yang dikemukakan oleh Alfred Weber berawal dari tulisannya yang

berjudul “Uber den Standort der Industrien” pada tahun 1909. Prinsip teori Weber adalah: “bahwa penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko

biaya atau ongkosnya paling murah atau minimal (least cost location)”. Asumsi Weber

yang bersifat prakondisi antara lain :

1. Wilayah yang seragam dalam hal topografi, iklim dan penduduknya. Keadaan penduduk yang dimaksud adalah menyangkut jumlah dan kualitasnya.

2. Ketersediaan sumberdaya bahan mentah. Invetarisasi sumberdaya bahan mentah sangat diperlukan dalam industri.

6. Manusia itu berpikir rasional. Weber menyusun model yang dikenal dengan sebutan segitiga lokasional (locationaltriangle).

Menurut Weber, untuk menentukan lokasi industri ada tiga faktor penentu yaitu: a. Titik Material.

(11)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

8 Ketiga faktor di atas oleh Weber diukur dengan ekuivalensi ongkos transport.

Weber juga masih mengajukan beberapa asumsi lagi yaitu : a. Hanya tersedia satu jenis alat transportasi.

b. Lokasi pabrik hanya ada di satu tempat.

`c. Jika ada beberapa macam bahan mentah maka sumbernya juga berasal dari beberapa tempat.

(1) (2) (3)

Segitiga Weber dalam menentukan lokasi industri (Sumber: Ilmu Pengetahuan populer, 2000)

Keterangan: M = pasar

P = lokasi biaya rendah R1, R2 = bahan baku Gambar

(1) : apabila biaya angkut hanya didasarkan pada jarak, tanpa memperhatikan biaya transportasi

(2) : apabila biaya angkut bahan baku lebih mahal daripada biaya angkut hasil industri (3) : apabila biaya angkut bahan baku lebih murah daripada biaya angkut hasil industri

(12)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

9 Upah dan gaji bersifat mutlak harus ada dalam industri yakni untuk membayar

para tenaga kerja. Upah buruh disamping ada upah baku, ada upah sebagai produk dari persaingan antar penduduk.

Selain itu, Weber juga mengelompokkan industri menjadi dua, yaitu industri yang weight losing (industri yang hasil produksinya memiliki berat yang lebih ringan daripada bahan bakunya). Dengan indeks material > 1, maka biaya transportasi bahan baku menuju pabrik akan lebih mahal apabila dibandingkan dengan biaya transportasi produk jadi menuju pasaran (market). Oleh karena itu, lokasi pabrik seharusnya diletakkan di dekat sumber bahan baku (resources oriented). Sebaliknya, bagi industri yang berjenis weight gaining, maka lokasi industri lebih baik diletakkan di dekat pasar. Penggunaan kedua prinsip untuk menentukan lokasi industri di atas akan mengalami kesulitan apabila berat benda yang masuk ke dalam perhitungan tidak jauh berbeda.

Pada intinya, lokasi akan optimal apabila pabrik berada di sentral, karena biaya transportasi dari manapun akan rendah. Biaya tersebut berkaitan dengan dua hal, yaitu transportasi bahan mentah yang didatangkan dari luar serta transportasi hasil produksi yang menuju ke pasaran.

Weber juga menjelaskan mengenai adanya gejala aglomerasi industri. Gejala aglomerasi merupakan pemusatan produksi di lokasi tertentu. Pemusatan produksi ini dapat terjadi dalam satu perusahaan atau dalam berbagai perusahaan yang mengusahakan berbagai produk. Gejala ini menarik industri dari lokasi biaya angkutan minimum, karena membawakan berbagai bentuk penghematan ekstern yang disebut Aglomeration Economies. Tentu saja perpindahan ini akan mengakibatkan kenaikan biaya angkutan, sehingga dilihat dari segi ini tidak lagi optimum. Oleh karena itu, industri tersebut baru akan pindah bila penghematan yang dibawa oleh Aglomeration Economies lebih besar daripada kenaikan biaya angkutan yang dibawakan kepindahan tersebut.

Perkembangan suatu kawasan (region) berasal dari satu titik, yaitu pusat kota yang dalam tahap selanjutya bersifat menyebar. Setiap perkembangan yang terjadi pada suatu kawasan, terutama dalam kaitannya dengan sektor industri, akan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya. Maka, dapat dikatakan pula bahwa perkembangan suatu kawasan mempunyai dampak terhadap perkembangan kota yang berada di sekitarnya.

(13)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

10 transportasi ini sangat penting bagi suatu kawasan untuk menyediakan aksesibilitas bagi

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari akan barang dan jasa, serta untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi. Semakin kecil biaya transportasi antara lokasi bahan baku menuju pabrik dan dari pabrik menuju pasaran (market), maka jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut bahan baku maupun hasil produksi juga akan semakin rendah.

(14)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

11 Sedangkan kurva kedua menunjukan kondisi sebaliknya. Kurva ini menunjukkan

Weight Gaining Industry. Dalam kondisi ini kurva ongkos angkut input mempunyai sudut yang lebih kecil dari kurva ongkos angkut output. Kurva ongkos angkut total miring ke arah pasar, sehingga lokasi optimal adalah pasar, karena menunjukkan ongkos angkut minimum. Kurva Weight Gaining Industry ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

2.3

Faktor-Faktor Penetuan Lokasi Industri Olahan Karet UIKM

Pembangunan industri olahan karet UIKM biasanya mempertimbangkan beberapa faktor berikut (Siswita, 2013):

1. Sumber air: air umpan boiler, dan untuk air pengolahan

2.Jauh dari permukiman: slab/ojol memiliki bau yang menyengatsehingga dapat mengganggu

kenyamanan masyarakat di sekitarnya.

3. Dekat dengan bahan baku: agar dapat meminimasi biaya transportasi. 4. Keadaan tanah lokasi: bukan daerah rawan bencana banjir dan longsor. 5. Ada aliran sungai: berfungsi untuk mengalirkan limbah cair (sudah diolah).

6. Ketersediaan sarana dan prasana jalan: mempermudah distribusi bahan baku dan barang

jadi karet.

(15)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

12

2.4 Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sebuah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk menangkap, mengumpulkan, menyimpan, mengambil, mengubah, menganalisis, dan menampilkan data geospasial dari dunia nyata untuk tujuan tertentu (Chang, 2008; Burrough et.al, 1998). Beberapa software SIG yang tersedia di pasar yaitu ArcGIS, GeoMedia, MapInfo, ERDAS, IDRISI dan Autocad Map. Dari sekian banyak software, ArcGIS dari Enviromental Systems Research Institute (ESRI) adalah yang paling populer (Dong, 2008). Sistem Informasi Geografis digunakan sebagai platform untuk membantu perencana mencapai tujuan mereka. GIS dapat menyediakan platform perencanaan yang diperlukan untuk visualisasi, pemodelan, analisis, dan kolaborasi.

(16)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

13

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Alasan Pemilihan Lokasi

Kabupaten Sijunjung merupakan salah satu kabupaten yang terletak di bagian timur Provinsi Sumatera Barat dan menjadi jalur utama penghubung antar Provinsi Riau dan Provinsi Jambi. Saat ini, Kabupaten Sijunjung terdiri dari 8 Kecamatan, 60 Nagari dan 1 desa dengan 280 Jorong dan 1 dusun. Salah satu tiang perekonomian di Kabupaten Sijunjung adalah perkebunan karet. Luas lahan perkebunan yang dikelola secara intensif di Kabupaten Sijunjung adalah 120.358 ha atau 38,44%dari total luas wilayah. Produksi karet tertinggi berada di Kecamatan Kamang Baru yaitu 16.627 ton atau 33,18% dari produksi total Kabupaten. Perkebunan karet di Kabupaten Sijunjung keseluruhannya dikelola oleh rakyat dengan luas lahan rata-rata ± 2 Ha dan produksi rata-rata 50-150 kg/minggu.

Dalam penentuan lokasi yang tepat untuk pembangunan industri olahan karet di Kabupaten Sijunjung digunakan bantuan Sistem Informasi Geografis yang memadukan data spasial dan non spasial melalui Spatial Analyst. Data-data dari masing-masing variabel penelitian diberi bobot sesuai dengan kelas data. Bobot yang digunakan sesuai dengan skala Likert, yaitu nilai 1-5 dengan nilai 1 untuk kelas ketidaksesuaian dan untuk nilai 5 untuk kelas kesesuaian. Adapun faktor atau variabel yang dianalisa dengan menggunakan bantuan aplikasi ArcGIS untuk penentuan lokasi industri adalah sebagai berikut:

1. Analisis Kesesuaian Lahan Industri Olahan Karet: digunakan untuk mengetahui nilai potensi lahan yaitu dengan memberi bobot atau skor untuk masing-masing indikator. Adapun indikator dalam analisa kesesuaian lahan diantaranya adalah: kemiringan lereng, curah hujan, geologi, tata guna lahan, produksi karet, jarak terhadap permukiman, jarak terhadap sungai, jumlah petani karet, dan daerah rawan bencana. 2. Analisis Sarana Pendukung: analisis ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan

sumber-sumber yang dapat menunjang keperluan teknis industri seperti ketersediaan jaringan listrik dan sumber air.

(17)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

14 atau pick up dan belum ada jalur khusus untuk proses distribusi. Fungsi jaringan jalan

yang menjadi pertimbangan dalam penentuan lokasi terdiri dari arteri primer, kolektor primer dan lokal primer.

4. Analisis Nilai Lahan: bertujuan agar lokasi yang terpilih memiliki nilai lahan yang paling minimum. Nilai lahan dalam penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan yaitu kedekatan dengan infrastruktur dan kedekatan dengan jaringan jalan. Semakin dekat lokasi industri dengan infrastruktur dn jaringan jalan, maka nilai lahan diasumsikan semakin tinggi dan sebaliknya.

5. Analisis Biaya Transportasi Minimum: bertujuan untuk mengetahui biaya transportasi yang dikeluarkan selama proses industri maupun distribusi.

Dari semua analisa yang telah dilakukan, terdapat 7 Kecamatan (Kamang Baru, Lubuk Tarok, Koto VII, Tanjung Gadang, Sumpur Kudus, Sijunjung dan Kupitan) atau 31 Nagari yang layak sebagai lokasi industri olahan karet UIKM di Kabupaten Sijunjung dengan alasan diantaranya adalah 7 Kecamatan tersebut merupakan daerah yang dekat dengan sarana jalan (0-1000 m dari jalan), dekat dengan sungai (500-1000 m dari sungai), dilalui oleh jalan arteri primer; kolektor: dan lokal primer, tersedia jaringan listrik, bukan daerah rawan bencana, jauh dari permukiman penduduk, produksi karet cukup besar dan berada pada kemiringan lereng kurang dari 25%. Tetapi, apabila dilakukan evaluasi peruntukan lahan dengan RTRW Kabupaten Sijunjung dan menghasilkan bahwa daerah yang diarahkan sebagai kawasan agro industri menurut RTRW Kabupaten Sijunjung tahun 2011-2030 adalah Kecamatan IV Nagari dan Kamang Baru. Setelah dilakukan analisa overlay dengan ArcGIS, terdapat kecocokan antara arahan RTRW Kabupaten Sijunjung dengan lokasi industri hasil penelitian yaitu di Kecamatan Kamang Baru, terutama Nagari Sungai Lansek dan Nagari Takung. Alasan yang mendasari adalah jaringan transportasi yang mudah dan dekat dengan sumber bahan mentah, kesesuaian dengan peruntukan RTRW, tersedia jaringan listrik, dekat dengan sungai, jauh dari permukiman penduduk, produksi karet cukup besar dan kemiringan lereng kurang dari 25%.

3.2 Faktor-Faktor Penentuan Lokasi

Pembangunan industri olahan karet UIKM biasanya mempertimbangkan beberapa faktor berikut (Siswita, 2013):

(18)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

15

 Jarak dari permukiman: slab/ojol memiliki bau yang menyengat sehingga dapat mengganggu

 kenyamanan masyarakat di sekitarnya.

 Dekat dengan bahan baku: agar dapat meminimasi biaya transportasi.

 Keadaan tanah lokasi: bukan daerah rawan bencana banjir dan longsor.

 Ada aliran sungai: berfungsi untuk mengalirkan limbah cair (sudah diolah).

 Ketersediaan sarana dan prasana jalan: mempermudah distribusi bahan baku dan barang jadi karet.

 Tenaga kerja: ±5 orang (berdasarkan studi banding pada CV. Batang Ombilin).

Didalam penelitian jurnal, faktor-faktor yang digunakan dalam penentuan lokasi industri olahan karet UIKM menggunakan ArcGIS ini dengan menggunakan faktor-faktor sebagai berikut:

 Kesesuaian Lahan Industri Olahan Karet

 Sarana Pendukung

 Aksesibilitas

 Nilai Lahan

 Biaya Transportasi

 Kesesuaian dengan arahan RTRW Kabupaten Sijunjung

3.3 Implikasi Teori Lokasi dengan Lokasi Terpilih

(19)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

16 Pada dasarnya prinsip teori Weber adalah meminimalkan pengeluaran biaya untuk

mencapai keuntungan maksimal dengan cara menekan biaya transportasi, memperhatikan upah pekerja dan aglomerasi industri. Sebuah industri harus memperhatikan ketiga faktor tersebut untuk menentukan lokasi industri yang tepat. Lokasi industri yang tepat adalah dimana lokasi tersebut memiliki biaya transportasi yang paling murah dan upah minimal regional pada suatu kawasan murah sehingga bisa memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Besar biaya transportasi ditentukan berdasarkan dua hal yaitu jarak yang harus ditempuh dan bobot barang mentah ataupun jadi.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam penentuan lokasi industri, yaitu ketersediaan lahan, kemudahan akses dengan sumber bahan baku, ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan sarana komunikasi, ketersediaan air, ketersediaan listrik, ketersediaan tenaga kerja dan keadaan sosial ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa Teori Weber dalam menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar dengan keterkaitan biaya transportasi. Dalam penentuan lokasi industri olahan karet UIKM di Kabupaten Sijunjung ini telah memperhatikan beberapa faktor dalam penentuan lokasi industri olahan karet UIKM yaitu diantaranya adalah jarak dengan permukiman, jarak dengan sungai, ketersediaan sumber air, ketersediaan listrik, kedekatan dengan bahan baku, keadaan tanah lokasi (kerawanan terhadap bencana) dan aspek tenaga kerja.

(20)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

17 Karena lokasi yang terpilih sesuai dengan teori segitiga Resources Oriented, maka

dapat disimpulkan bahwa hasil penentuan lokasi olahan karet UIKM di Kabupaten Sijunjung sesuai dengan teori sifat lokasi Weber yaitu Weight Loosing Industry. Teori ini dikarenakan sifat saat berat bahan baku karet lebih besar dari berat hasil produksi olahan karet.

Selain teori segitiga lokasional, Weber juga mengungkapkan tentang aglomerasi industri didalam teorinya. Aglomerasi adalah gabungan atau kumpulan dua atau lebih berbagai macam kegiatan dalam satu lokasi atau kawasan tertentu. Tujuan dibentuknya aglomerasi industri diantaranya untuk mempercepat pertumbuhan industri dan memberikan kemudahan bagi kegiatan industri. Pada hasil jurnal, lokasi yang terpilih guna pendirian industri olahan karet UIKM adalah dua lokasi yang berada dalam satu Kecamatan yaitu Nagari sungai Lansek dan Takung. Dengan keberadaan lokasi terpilih yang berdekatan dan beroperasi dalam pengolahan bahan baku industri yang sama yaitu karet, maka teori aglomerasi dapat digunakan dalam pembangunan lokasi industri di Nagari Sungai Lansek dan Nagari Takung. Aglomerasi industri olahan karet ini bertujuan untuk meminimalkan biaya ataupun modal untuk kegiatan industri karet karena fasilitas pendukung kegiatan industri karet dan prasarana jalan menuju lokasi dapat dijadikan satu untuk dua lokasi industri, memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong kegiatan industri agar terpusat dan berlokasi di kawasan tersebut, dan menyediakan fasilitas lokasi industri yang berwawasan lingkungan.

3.4 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal

Dalam penulisan dan penelitian jurnal, terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan diantaranya adalah:

(+) Di dalam jurnal, penulis mengungkapkan terdapat 7 faktor penentuan lokasi industri olahan karet UIKM yang diantaranya adalah jarak dengan permukiman, jarak dengan aliran sungai, ketersediaan air, jarak dengan sumber bahan baku, tenaga kerja,keadaan tanah lokasi dan sarana prasaran berupa jalan. Di dalam jurnal, penulis sudah menggunakan ketujuh faktor

Keterangan

M : Pasar

P : Lokasi Biaya Terendah

(21)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

18 tersebut dalam menentukan lokasi industry olahan karet terpilih yang diolah menggunakan

analisa Sistem Informasi Geografis dengan teknik scoring dan weighted overlay.

(-) Didalam penentuan lokasi, pasti terdapat landasan teori berupa penjelasan teori lokasi terkait. Di dalam jurnal, peneliti tidak memberikan penjelasan maupun asumsi tentang teori lokasi industri yang dikemukakan oleh Alfred Weber secara jelas dan rinci. Sehingga kurang membantu pembaca dalam sinkronisasi ketepatan antara faktor yang digunakan dalam penentuan lokasiindustri olahan karet dan hasil analisa faktor dengan teori lokasi Weber. (-) Penentuan lokasi industri tepat menggunakan tinjaun teori lokasi Alfred Weber. Namun pada jurnal, peneliti tidak menjelaskan dan melakukan penelitian terhadap konsep teori Weber yang berhubungan dengan aglomerasi terhadap lokasi yang terpilih. Padahal terdapat dua lokasi yang terpilih dan dengan jarak berdekatan serta merupakan kegiatan industri yang sama sangat memungkinkan untuk melakukan aglomerasi.

(-) Selain itu, peneliti tidak menjelaskan keterkaitan hasil analisa lokasi yang terpilih yang memiliki biaya transportasi minimum dan dekat dengan sumber bahan baku dengan teori Segitiga lokasional milik Weber.

(-) Peneliti juga tidak membahas serta menjelaskan tentang teori sifat lokasi industri berdasar teori Weber yaitu Sifat teori Loosing Weighted Industry dan Gaining Weighted Industry pada hasil penelitiannya.

(-) Didalam jurnal, peneliti tidak menampilkan data tentang jarak lokasi industri terpilih ke kebun

(22)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

19

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Salah satu tiang perekonomian di Kabupaten Sijunjung adalah perkebunan karet. Luas lahan perkebunan yang dikelola secara intensif di Kabupaten Sijunjung adalah 120.358 ha atau 38,44% dari total luas wilayah. Produksi karet tertinggi berada di Kecamatan Kamang Baru yaitu 16.627 ton atau 33,18% dari produksi total Kabupaten. Perkebunan karet di Kabupaten Sijunjung keseluruhannya dikelola oleh rakyat dengan luas lahan rata-rata ± 2 Ha dan produksi rata-rata 50-150 kg/minggu. Akan tetapi, di Kabupaten Sijunjung belum terdapat daerah industri pengolahan karet sehingga pada penelitian jurnal ini akan menganalisis faktor-faktor penentuan lokasi industri olahan karet UIKM dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan menggunakan metode analisa dengan bantuan Sistem Informasi Geografis. Analisa yang digunakan dengan GIS menggunakan teknik pembobotan (scoring) dan weighted overlay.

Menurut Alfred Weber, lokasi industri yang baik akan berada dekat dengan barang mentah apabila berat barang mentah lebih besar dibandingkan dengan berat barang jadi agar biaya yang dikeluarkan ketika mengangkut barang tersebut menjadi lebih murah daripada harus didekatkan kearah pasar maupun kearah pekerja. Lain halnya dengan lokasi industri yang sebaiknya dekat dengan pasar, ketika berat barang jadi lebih besar dibandingkan dengan bahan mentah, maka lokasi industri harus dekat dengan pasar supaya meminimalkan biaya transportasi untuk mengangkut barang tersebut. Dan sebuah industri juga akan mendekatkan lokasi indsutri kearah upah pekerja yang minimal agar keuntungan yang diraih bisa menjadi maksimal. Weber menyusun model yang dikenal dengan sebutan segitiga lokasional (locationaltriangle). Menurut Weber, untuk menentukan lokasi industri ada tiga faktor penentu yaitu titik material, titik konsumsi dan titik tenaga kerja. Teori segitiga lokasional tersebut terdiri dari:

a. Resources Oriented merupakan teori yang menyatakan bahwa jarak lokasi industri lebih dekat dengan sumber bahan baku dan jauh dari pasar karena bobot bahan baku lebih berat daripada bobot hasil industri. Sehingga biaya angkut atau biaya transportasi bahan baku lebih minimum daripada biaya angkut hasil produksi untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal.

(23)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

Dalam penelitian jurnal, faktor yang digunakan dalam menentukan lokasi industri olahan karet UIKM adalah faktor kesesuaian lahan, faktor aksesibilitas, faktor sarana prasana pendukung, faktor nilai lahan dan faktor biaya transportasi minimum. Hasil analisa dengan Sistem Informasi Geografis terhadap 5 faktor tersebut maka didapatkan lokasi terpilih yang akan didirikan industri olahan karet yaitu di Kecamatan Kamang Baru khususnya Nagari Sungai Lansek dan Nagari Takung. Pemilihan ini dikarenakan kedua daerah tersebut sesuai peruntukannya dengan RTRW Kabupaten Sijunjung 2011-2030 yaitu sebagai kawasan agro industri. Selain itu lokasi yang terpilih memiliki beberapa keunggulan ditinjau dari hasil analisa faktor penentuan lokasi yang digunakan yaitu berada pada daerah datar, memiliki lahan produksi karet cukup besar, berada jauh dari permukiman (> 2km), dekat dengan sungai (< 2km), bukan daerah rawan bencana, tersedia jaringan listrik dan dekat dengan jalan. Selain keunggulan tersebut, hal yang menjadi prioritas terpilihnya lokasi adalah lokasi memiliki biaya transportasi minimum dan dekat dengan bahan baku. Kondisi tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Weber yaitu Teori Resources Oriented dimana industri olahan karet UIKM memiliki jarak yang lebih dekat dengan sumber bahan baku karena bobot bahan baku lebih besar daripada bobot hasil produksi. Sehingga biaya angkut atau biaya transportasi bahan baku lebih kecil dibandingkan biaya angkut hasil produksi. Selain itu, lokasi terpilih juga sesuai untuk peruntukan Aglomerasi industri untuk meningkatkan pertumbuhan industri dan meminimalisir biaya pelakasanaan kegiatan industri.

Dalam penentuan lokasi, perlu sangat memperhatikan faktor-faktor penentuan lokasi serta keterkaitannya dengan teori lokasi yang terkait. Hal ini dimaksudkan agar lokasi yang terpilih benar-benar sesuai dengan peruntukannya dan dapat memberikan manfaat serta keuntungan yang maksimal.

4.2 Lesson Learned

Dari review jurnal Penentuan Lokasi Industri Olahan Karet UIKM di Kabupaten Sijunjung, maka dapat diperoleh beberapa pelajaran diantaranya adalah sebagai berikut:

(24)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

21 dimiliki pada peta. Mengingat semakin berkembangnya teknologi dan informasi, maka

pemanfaatan SIG akan semakin diperlukan.

2. Dalam penentuan lokasi industri, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penentuan lokasi itu sendiri seperti pada lokasi industry memperhatikan kesesuaian lahan (topografi, jarak dengan permukiman, jarak dengan sungai, ), sarana pendukung (ketersediaan listrik dan air), aksesibilitas, nilai lahan dan biaya transportasi minimum.

3. Teori Weber sangat bermanfaat untuk mempertimbangkan lokasi industri yang tepat supaya mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan melihat beberapa aspek untuk di pertimbangkan.

4. Pada dasarnya penentuan lokasi industri harus menimbang penentuan lokasi dimana biaya produksi dan biaya distribusi dapat diminimalkan sekecil mungkin sehingga dapat memperoleh keuntungan yang maksimal

5. Penentuan lokasi industri bisa didekatkan kearah sumber bahan mentah apabila bobot bahan mentah lebih berat dibandingkan dengan bobot bahan jadi.

6. Penentuan lokasi industri bisa didekatkan kearah pasar apabila bobot bahan mentah lebih ringan dibandingkan dengan bobot bahan jadi.

7. Menurut Weber, penentuan lokasi industri juga harus mempertimbangkan faktor tenaga kerja. Penentuan lokasi industri bisa didekatkan kearah tenaga kerja apabila upaya minimum tenaga kerja pada suatu kawasan rendah.

(25)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 2016

22

DAFTAR PUSTAKA

Bahri, T. S. (2014). Analisis Kelayakan Lokasi dan Finansial Pembangunan Industri Pengolahan Kakao di Pesisir Timur Provinsi Aceh. Agrisep Vol 15 No.1, 38-46.

Christian, Shelly, Bitta Pigawati. (2015). Penentuan Lokasi Industri Olahan Karet UIKM di Kabupaten Sijunjung. Biro Penerbit Planologi Undip Volume 11 (1): 76-87. Maret 2015.

http://geografi-geografi.blogspot.co.id/2010/11/teori-lokasi-industri-pertimbangan.html. Diakses pada: Hari Sabtu, 12 Maret 2016.

https://utariardian.wordpress.com/2012/09/28/teori-lokasi-von-thunen/. Diakses pada: Hari Sabtu, 12 Maret 2016.

http://jembatan4.blogspot.co.id/2013/07/teori-lokasi-dan-teori-ekonomi-modern.html. Diakses pada: Hari Sabtu, 12 Maret 2016.

Purnomo, D. (2012, Agustus 9). Aglomerasi Industri. Retrieved from Smartzone:http://pinterdw.blogspot.com/2013/08/aglomerasi-industri.html. Diakses Hari Senin, 14 Maret 2016.

Gambar

Gambar

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian tahap kedua dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Weighted Linear Combination (WLC) untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan

Kota Samarinda masih relevan dengan Teori Von Thunen karena harga lahan yang. rendah selalu berada di lokasi perkebunan dan menjauh dari pusat

mana yang paling berpengaruh terhadap penentuan lokasi pusat perbelanjaan di China. Dengan menggunakan metode analytic hierarchy process (AHP) dilakukan

Kemudahan dan mobilitas (aksesibilitas) atau kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Penetapan lokasi industri di Kabupaten Banyuasin akan memberikan kemudahan dari

Ketiga kota ini dipilih karena mengakomodir implementasi dari teori Hotelling yang lebih menekankan pada perebutan wilayah pasar antar jenis pasar dibandingkan dengan

Penilaian tahap ketiga (kelayakan rekomendasi) dilakukan dengan metode overlay peta hasil penilaian tahap sebelumnya dengan Peta Rencana Umum Tata Ruang Kota Banjarbaru 2000-2010

Pada makalah ini akan dibahas jurnal mengenai nilai lahan di daerah sekitar pusat kota atau CBD di Surabaya, khususnya CBD industri yaitu SIER (Surabaya Industrial

Isard yang tetap menitikberatkan pada lokasi industri dikaitkan dengan biaya angkutan Tercipta Beberapa teori lokasi, antara lain oleh Weber, yang mengkaitkan