• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan pada Ny.L dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Eliminasi di RSUD. dr.Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Asuhan Keperawatan pada Ny.L dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Eliminasi di RSUD. dr.Pirngadi Medan"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

di RSUD.dr.Pirngadi Medan

Karya Tulis Ilmiah (KTI)

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan

Program Studi DIII Keperawatan

Oleh

Siti Nurul Idrus

112500098

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

(2)
(3)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny.L dengan Gangguan

Kebutuhan Dasar Eliminasi di RSUD. dr. Pirngadi Medan”. Karya Tulis Ilmiah ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan Keperawatan di Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan.

Dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari semua pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan.

2. Ibu Erniyati S.Kep, Ns, MNS, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan.

3. Bapak Ismayadi S.Kep, Ns, M.Kes, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan meluangkan waktu serta pikiran dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Ibu Siti Zahara Nasution S.Kp, MNS, selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberi masukan dalam Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep, selaku ketua prodi DIII Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan.

6. Kedua orangtua Bapak dan Ibu (Idrus Salam & Adigunda), kakak, adik dan abang Parningotan Batubara yang tidak pernah lelah memberikan dukungan moril maupun materil dan dengan penuh kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

(4)

penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukan dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Medan, Junii 2014 Penulis

(5)

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

Bab I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat ... 3

Bab II Pengelolaan Kasus ... 4

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Eliminasi ... 4

1. Pengakjian ... 13

2. Diagnosa ... 17

3. Perencanaan... 18

B. Asuhan Keperawatan Kasus ... 19

1. Pengakajian ... 19

2. Analisa Data ... 28

3. Rumusan Masalah ... 29

4. Perencanaan... 30

5. Implementasi ... 34

6. Evaluasi ... 34

Bab III Kesimpulan dan Saran ... 37

A. Kesimpulan ... 37

B. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke adalah penyebab utama mengalami ketidakmampuan jangka panjang (cacat). Setiap tahunnya terdapat kurang lebih 795.000 orang yang menderita serangan stroke. Jumlah tersebut, 600.000 jiwa adalah serangan pertama, dan 165.000 jiwa mengalami serangan ulang. Hamper ¾ stroke yang terjadi, dialami oleh mereka dengan usia diatas 65 tahun. Resikonya selalu meningkat lebih dari dua kali lipat pada setiap dekadenya. Dimana dekade sebelumnya terjadi pada usia diatas 55 tahun. Menurut WHO menyebutkan tahun 2011 terdapat 15.000.000 orang di dunia yang mengalami stroke setiap tahunnya. Dari jiwa tersebut, 5 juta jiwa meninggal dunia dan 5 juta jiwa mengalami cacat total permanen. Sedangkan, di Indonesia menurut menteri kesehatan Indonesia, stroke adalah penyebab kematian yang utama di Indonesia. Porsinya mencapai 15,4% dari total penyebab kematian. Artinya, 1 dari 7 orang yang meninggal adalah karena stroke (Pamudi, 1991).

Eliminasi merupakan pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk feses. Eliminasi juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk proses pengeluaran feses yang bila hal itu tidak terjadi maka akan timbul rasa ketidaknyamanan pada manusia itu dan juga berakibat timbulnya gejala- gejala penyakit. Organ-organ yang berperan dalam pembuangan eliminasi adalah Saluran Gastrointestinal yakni saluran tersebut panjang (kurang lebih 9 meter) yang terlibat dalam proses mencerna makanan, yang dimulai dari mulut sampai anus. Saluran ini akan menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk diserap serta bercampur dengan enzim dan zat cair melalui proses pencernaan, baik dengan cara mengunyah, menelan, dan mencampur menjadi zat-zat gizi (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

(7)

tahun menggunakan laksatif sedikitnya satu kali seminggu. Jika konstipasi tidak diobati akan menyebabkan impaksi fekal dan megakolon. Perlu diingatkan pada lansia bahwa kebiasaan BAB normal berkisar antara 3 kali sehari sampai 3-5 hari sekali tergantung tonus usus pasien, tingkat aktivitas dan asupan makanan. Penanganan jangka pendek diatasi dengan obat laksatif kuat, sedangkan jangka panjang mencakup diet tinggi serat dan asupan cairan yang adekuat. Jika terjadi impaksi fekal dilakukan pengeluaran feses manual yang diikuti enema minyak dan sabun lunak (Aziz Alimul, 2006).

Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanya pada usia lanjut. Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4%-30% pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar 34% wanita dan pria 26%. Menurut national helth interview survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Indonesia mengeluh menderita konstipasi terutama anak anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas (Pamudi, 1991).

Oleh karena itu setiap individu mempunyai pola defekasi yang berbeda. Hal ini berhubungan dengan jumlah asupan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Jika asupan nutrisi kurang dari kebutuhan maka akan menyebabkan konstipasi dan gangguan eliminasi. Khususnya lansia, penurunan fisiologis sistem GI menyebabkan lansia rentan untuk terjangkit konstipasi tetapi hal ini bisa dicegah dengan mencukupi asupan nutrisi bagi tubuh. Maka permasalahan di atas menjadi prioritas masalah yang diangkat dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Prioritas Masalah Gangguan Kebutuhan Dasar Eliminasi di RSUD. Dr. Pirngadi Medan”.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

(8)

C. Manfaat

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk kebutuhan klien

Dapat membantu meningkatkan kesehatan lansia dalam upaya pencegahan dan perawatan konstipasi

2. Untuk Penulis

(9)

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar

Eliminasi

2.1Sistem tubuh yang berperan dalam Eliminasi Alvi

Eliminasi produk sisa yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar, karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal (Potter & Perry, 2006).

Organ saluran pencernaan dibagi menjadi dua bagian, yaitu: organ saluran gastrointestinal bagian atas dan organ saluran gastrointestinal bagian bawah. 2.1.1 Saluran gastrointestinal bagian atas

a. Mulut

Mulut merupakan jalan masuk yang dilalui makanan pertama kali untuk sistem pencernaan. Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan gigi dan lidah serta kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan. Secara umum, mulut terdiri dari 2 bagian atas bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, dan pipi, dan rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum, dan mandibularis di sebelah belakang dan bersambung dengan faring. Palatum terdiri atas palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris, serta terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lender. Di rongga mulut, makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dengan cara dicabik dan dikunyah, serta secara kimiawi melalui peran dari enzim di saliva (Tarwoto dan Wartonah, 2010). b. Faring

(10)

dielakang rongga mulut, didepan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

c. Esophagus

Begitu makanan memasuki bagian atas esophagus, makanan berjalan melalui sfingter esophagus bagian atas, yang merupakan otot sirkular, yang mencegah udara memasuki esophagus dan makanan mengalami refluks (bergerak ke belakang) kembali ke tenggorok. Bolus makanan menelusuri esofagus yang panjangnya kira-kira 25 cm. Makanan didorong oleh gerakan peristaltik lambat yang dihasilkan oleh kontraksi involunter dan relaksasi otot halus secara bergantian. Pada saat bagian esofagus berkontraksi di atas bolus makanan, otot sirkular di bawah (atau di depan) bolus berkontraksi. Kontraksi-relaksasi otot halus yang saling bergantian ini mendorong makanan menuju gelombang berikutnya. Dalam 15 detik, bolus makanan bergerak menuruni esofagus dan mencapai sfingter esofagus bagian bawah. Sfingter esofagus bagian bawah terletak diantara esofagus dan lambung (Potter & Perry, 2006).

d. Lambung

(11)

2.1.2 Saluran gastrointestinal bagian bawah a. Usus halus

Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus. Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter sekitar 2,5 cm dan panjang 6 m. Usus halus dibagi menjadi tiga bagian: duodenum,jejunum,dan ileum. Kimus bercampur dengan enzim-enzim pencernaan saat berjalan melalui usus halus. Segmentasi (kontraksi dan relaksasi otot halus secara bergantian) mengaduk kimus, memecah makanan lebih lanjut untuk dicern. Pada saat kimus bercmpur, gerakan peristaltic berikutnya sementara berhenti sehingga memungkinkan absorbs kimus berjalan perlahan melalui usus halus untuk memungkinkan absorbs. Enzim di dalam usus halus memecah lemak, protein dan karbohidrat menjadi unsure-unsur dasar. Nutrisi hamper seluruhnya diabsorbsi oleh duodenum dan jejunum. Ileum mengabsorbsi vitamin-vitamin tertentu, zat besi dan garam empedu. Apabila fungsi ileum terganggu, proses pencernaan akan mengalami perubahan besar (Potter & Perry, 2006).

b. Usus besar

Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia memiliki panjang 1,5 meter dan berbentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar dibagi menjadi 3 daerah, yaitu: kolon asenden, kolon tranversum dan kolon desenden (Tarwoto dan Wartonah, 2010)

c. Rectum

Rectum meupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada baggian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang, maka otot sfingter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus (Tarwoto dan Wartonah, 2010). 2.2Proses defekasi

(12)

a. Refleks defekasi intrinsiks

Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rectum sehingga terjadi distensi rectum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus, secara sistematis spinter interna relaksasi maka terjadilah defekasi.

b. Refleks defekasi parasimpatis

Feses yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rectum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi. Dorongan usus juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma, dan kontraksi oto elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok (Tarwoto dan Wartonah, 2006).

2.3 Pola Defekasi

(13)

2.4Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses Defekasi

Banyak faktor yang mempengaruhi proses eliminasi fekal, diantara nya dibawah ini:

Tabel 1. Faktor yang Mempengruhi Eliminasi

Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi

Faktor yang Meningkatkan Eliminasi Faktor yang Merusak Eliminasi

Lingkungan yang bebas stress

Kemampuan untuk mengikuti pola defekasi pribadi, privasi

Diet tinggi serat

Asupan cairan normal (jus buah, cairan hangat)

Olahraga (berjalan)

Kemampuan untuk mengambil posisi jongkok

Diberikan laksatif dan katartik secara tepat

Stress emosional (ansietas atau depresi)

Gagal mencetuskan refleks defekasi, kurang waktu atau kurang privasi. Diet tinggi lemak, tinggi karbohidrat Asupan cairan berkurang

Imobilitas atau tidak aktif

Tidak mampu jongkok akibat imobilitas, usia lanjut, deformitas musculoskeletal, nyeri, dan nyeri selama defekasi.

Penggunaan analgetik narkotik, antibiotic, dan anastesi umum, serta penggunaan katartik yang berlebihan.

1. Usia

Perubahan dalam tahapan perkembangan yang mempengaruhi status eliminasi terjadi disepanjang kehidupan. Sistem GI pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan dan eliminasi (Potter & Perry, 2006).

(14)

Tabel 2. Perubahan Normal pada Saluran GI akibat Proses Penuaan

Perubahan Normal pada Saluran GI akibat Proses Penuaan

Bagian

Saluran GI Perubahan Penyebab

Esophagus Motlitas menurun, khususnya pada sepertiga bagia esophagus bawah

Degenerasi sel-sel saraf

Lambung Penurunan dalam sekresi asam Degenerasi mukosa lambung Media lambung yang bersifat

basa menyebabkan malabsorbsi zat besi.

Kehilangan sel-sel parietal menyebabkan hilangnya faktor intrinsic, yang dibutuhkan untuk absorbs vitamin B12,

walaupun enzim pencernaan menurun, sisa enzim yang tersedia cukup untuk proses pencernaan.

Usus halus Sel-sel pegabsorbsi lebih sedikit

Asorbsi tidak dipengaruhi secara signifikan

Usus besar Peristltik menurun

Peristaltic berkurang Sensasi saraf lebih tumpul

Peningkatan kantung-kantung pada dinding usus yang

melemah disebut divertikulosis.

Konstipasi

Sinyal defekasi hilang

Hati Ukuran berkurang Kapasitas penyimpanan dan

(15)

Beberapa lansia mungkin tidak lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak lagi mampu mengunyah makanan dengan baik. Makanan yang memasuki saluran GI, hanya dikunyah sebagian dan tidak dapat dicerna karena jumlah enzim pencernaan di dalam saliva dan volume asam lambung menurun seiring dengan proses penuaan. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan yang mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan enzim lipase.

Pengososngan esophagus yang melambat dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dibagian epigaster abdomen. Lansia juga kehilangan tonus tonus otot pada otot dasar perineum dan sfingtera anus. Walaupun integritas sfingter eksterna tetap utuh, lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengontrol pengeluaran feses. Beberapa lansia kurang menyadari kebutuhannya untuk berdefekasi akibat melambatnya impuls saraf sehingga mereka cenderung mengalami konstipasi (Potter & Perry, 2006).

2. Diet

Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang di konsumsi individu mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang, menciptakan gerakan peristaltik dan menimbulkan refleks defekasi. Makanan-makanan berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi:

a. Buah-buahan mentah (apel, jeruk, dll). b. Buah-buahan yang diolah (prum)

c. Sayur-sayuran (bayam, kangkung, kubis) d. Sayur-sayuran mentah (seledri, mentimun) e. Gandum utuh (sereal,roti)

(16)

3. Asupa Cairan

Asupan cairan yang tidak adekuaat atau gangguan yang menyebabkan kehilangan cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter feses. Cairan mengencerkan isi usus, memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang menurun memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus minum 6-8 gelas (1400-2000 ml) cairan setiap hari. Minuman yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltik.

4. Aktifitas Fisik

Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktifitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses defekasi.

5. Faktor pskologis

Fungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan akibat stress emosional yang lama. Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau marah, muncul respon stress, yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan. Untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan tersebut, proses pencernaan dipercepat dan peristaltic meningkat. Efeknya yaitu dapat menyebabkan diare dan distensi gas.

6. Pengobatan

Obat-obat untuk meningkatkan defekasi telah tersedia. Laksatif dan katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Walaupun sama, kerja laksatif lebih ringan dari pada katartik. Apabila digunkan dengan benar, laksatif dan katartik mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman. Namun penggunaan katartik dalam waktu jangka yang lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang responsif terhadap stimulasi yang diberikan oleh aksatif.penggunaan laksatif yang berlebihan juga menyebabkan diare berat yang dapat menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.

7. Gaya hidup

(17)

8. Penyakit

Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit yang berhubungan langsung dengan sistem pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.

9. Nyeri

Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tdak menimbulkan nyeri. Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, epesiotomi akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.

10.Kerusakan sesori dan motoris

Kerusakan pada sistem sensori dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensori dalam berdefekasi. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya (Potter & Perry, 2006).

2.5 Masalah Defekasi

Masalah yang umum pada defekasi antara lain: konstipasi, diare, hemoroid, impaksi, inkontinensia, flatulen. Yang akan dibahas disini adalah konstipasi.

Konstipsi adalah gangguan eliminasi yang diakibatkan oleh pngeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak teratur, penggunaan laksatif yang lama, stress psikologi, obat-obatan, kurang aktivitas, dan usia. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses di absorbs. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rectum (Potter & Perry, 2006).

Penyebab umum konstipasi yaitu:

1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi dapat menyebabkan konstipasi.

(18)

3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olah raga yang teratur menyebabkan konstipasi.

4. Pemakaian laksatif yang berat menyebabkan hilangnya refleks defekasi normal.

5. Obat penenang, zat besi, diuretik, antacid dalam kalsium atau aluminium dapat menyebabkan konstipasi.

6. Lansia mengalami perlambatan peristaltik, kehilangan elastisitas otot abdomen, dan penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengonsumsi makanan rendah serat.

7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI, seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan diverticulitis (Potter & Perry, 2006).

Proses Keperawatan Eliminasi Fekal: Konstipasi

1. Pengkajian

Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan, perawat melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik abdomen, menginspeksi karakteristik feses, dan meninjau kembali hasil pemeriksaan yang berhubungan.

a. Riwayat Keperawatan

Riwayat keperawatan memfasilitasi peninjauan ulang pola dan kebiasaan defekasi klien. Gambaran yang klien katakana sebagai “normal” atau atau “tidak normal” mungkin berbeda dari faktor dan kondisi yang cenderung meningkatkan eliminasi normal.

1. Pola defekasi : Frekuensi, pernah berubah

2. Perilaku defekasi : Penggunaan laksatif, cara memperthankan pola 3. Deskripsi feses :Warna, bau, dan tekstur

4. Diet : Makanan yang mempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan pola makanan yang teratur atau tidak.

5. Cairan : Jumlah dan jenis minuman per hari 6. Aktivitas : kegiatan yang sehari-hari

(19)

8. Penggunaan medikasi : obat-obatan yag memengaruhi defekasi

9. Stress: stress berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau bagaimana menerima.

10.Pembedahan/penyakit menetap (Tarwoto dan Wartonah, 2006) b. Pemeriksaan fisik

Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi.

1. Mulut

Pengkajian meliputi inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien. Gigi yang buruk atau struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan mengunyah.

2. Abdomen

Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit. Inspeksi juga mencakup memeriksa adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh drah vena, stoma dan lesi. Dalam kondisi normal, gelombang peristaltik yang terlihat dapat merupakan tanda adanya obstruksi usus. Distensi abdomen terlihat sebagai suatu tonjolan abdomen ke arah luar yang menyeluruh. Gas di dalam usus, tumor berukuran besar, atau cairan di dalam rongga peritoneum dapat menyebabkan distensi. Distensi abdomen terasa kencang dan kulit tampak tegang, seakan di regangkan.

(20)

usus yang bernada tinggi dan hiperaktif (bising usus 35 kali atau lebih per menit) terjadi pada obstruksi usus dan gangguan inflamasi.

Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa atau area nyeri tekan. Penting bagi klien untuk rileks. Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu hasil palpasi organ atau masa yang berada di bawah abdomen tersebut.

Perkusi mendeteksi lesi, cairan atau gas di dalam abdomen. Pemahaman tentang lima bunyi perkusi juga memungkinkan identifikasi struktur abdominal yang berada dibawah abdomen. Gas atau flatulen menghasilkan bunyi timpani. Masa, tumor, dan cairan menghasilkan bunyi tumpu dalam perkusi.

3. Rectum

Perawat menginspeksi daerah di sekitar anus untuk melihat adannya lesi, perubahan warna, inflamasi, dan hemoroid. Kelainan harus dicatat dengan cermat. Untuk memeriksa rectum, perawat melakukan palpasi dengan hati-hati. Perawat harus mempalpasi semua sisi dinding rectum klien dengan metode tertentu untuk mengetahui adanya nodul atau tekstur yang tidak teratur. Mukosa rectum normalnya lunak dan halus. Mendorong jari telunjuk yang terlalu jauh dapat menyebabkan ketidak nyamanan.

c. Keadaan feses

(21)

Tabel 3. Karakteristik Feses

Karakteristik Feses

Karakteristik Normal Abnormal Penyebab Abnormal

Warna

Bau

Konsistensi

Bentuk

Unsur-unsur

Bayi: kuning,orang

dewasa : coklat

Bau menyengat,

Makanan yang tidak dicerna, bakteri mati, lemak, pigmen empedu, mukosa usus, air.

Putih atau warna tanah liat.

Hitam atau warna ter (melena)

Darah, bus, materi asing, lendir, cacing.

Kurangnya kadar empedu, perdarahan

saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluran cerna bagia bawah

Malabsorbsi lemak

Darah didalam feses dan infeksi.

Diare, penurunan absorbsi.Konstipasi.

Obstruksi dan peristaltik yang cepat.

Internal bleeding, infeksi, tertelan benda, iritasi, atau inflamasi.

(Aziz Alimul, 2006)

d. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik

(22)

Spesiemen feses. Perawat bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan bahwa spesimen diambil dengan akurat, diberi label dengan benar pada wadah yang tepat, dan dikirim ke laboratorium tepat waktu. Institusi menyediakan wadah khusus untuk tempat spesimen feses. Beberapa pemeriksaan memerlukan penempatan spesimen didalam pengawetan kimia. Pemeiksaan diagnostik meliputi kolonoskopi, endoskop fiberoptik, rontgen dengan kontras.

2. Diagnosa keperawatan

Gangguan eliminasi bowel: konstipasi. 2.1Kemungkinan berhubungan dengan :

a. Kelemahan otot abdomen

b. Eliminasi atau defekasi tidak adekuat (misalnya, tepat waktu, posisi saat defekasi)

c. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur d. Imobilisasi

e. Menurunnya aktifitas fisik. f. Stress

g. Kurang privasi

h. Menurunnya mobilitas intestinal i. Perubahan atau pembatasan diet 2.2Kemungkinan data yang ditemukan

a. Menurunnya bising usus b. Mual

c. Nyeri abdomen

d. Perasaan penuh atau tekanan pada rectum e. Nyeri saat defekasi

f. Kelelahan umum

g. Adanya masa pada abdomen bagian kiri bawah

h. Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar 2.3Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :

(23)

c. Dialysis ginjal

d. Pembedahan abdomen e. Paralisis

f. Ceder spinal cord g. Imobilisasi yang lama 2.4Tujuan yang diharapkan

a. Pasien kembali ke pola normal dari fungsi fekal

b. Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab konstipasi.

Gangguan eliminasi bowel: konstipasi di tandai dengan

3. Perencanaan

Rencana keperawatan harus menetapkan tujuan dan criteria hasil dengan menggabungkan kebiasaan atau rutinits eliminasi klien sebanyak mungkin. Apabila kebiasaan menyebbkn masalah eliminasi, perawat membantu klien untuk mempelajari pola eliminasi yang baru. Pola defekasi bervariasi pada setiap individu. Karena alasan ini, perawat dan klien harus banyak bekerja sama untuk merencanaka intervensi yang efektif.

Apabila klien tidak mampu melakukan suatu fungsi atau aktivitas, atau mengalami kelemahan akibat penyakit, sangat penting melibatkan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan. Seringkali anggota keluarga memiliki kebiasaan eliminasi yang sama tidak efektifnya dengan klien. Dengan demikian, penyuluhan kepada klien dan keluarga merupakan bagian dari rencana asuhan yang sangat penting (Potter & Perry, 2006).

Tujuan perawatan klien dengan masalah eliminasi meliputi hal-hal berikut: 1. Memahami arti dari eliminasi normal.

2. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup 3. Membantu latihan secara teratur

4. Mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur 5. Mempertahankan defekasi secara normal

(24)

B. Asuhan Keperawatan Dasar

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

I. IDENTITAS PASIEN

a. Nama : Ny. L

b. Tempat / tanggal lahir : Padang Sidempuan ( 65 tahun ) c. Jenis kelamin : Perempuan

d. Status Perkawinan : Janda

e. Agama : Islam

f. Pendidikan : SD

g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

h. Alamat : Jl. Kelapa Lk. 19 Belawan i. Tanggal Masuk RS : 01-05-2014

j. No. Register : 00.92.11.49

k. Ruang/kamar : Neurologi/ Melati 2 Lt. 3 l. Golongan darah : B

m. Tanggal pengkajian : 04-06-2014 n. Tanggal operasi : -

o. Diagnosa Medis : Stroke

II. KELUHAN UTAMA

Pasien dengan keluhan tidak bisa berjalan, dan belum BAB selama dirawat di RS.

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARAN

A. Provocative/palliative 1. Apa penyebabnya

tiba-tiba saat bangun tidur, badan pasien sebelah kiri terasa kaku dan sukar di gerakkan.

2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan Beristirahat

(25)

1. Bagaimana dirasakan

pasien mengatakan akhir-akhir ini memang agak sulit untuk berjalan, cepat lelah.

2. Bagaimana dilihat

pasien tampak lemah dan kaku pada bagian kaki dan tangan sebelah kiri.

IV. Region

1. Dimana lokasinya

Dibagian kaki dan tangan sebelah kiri 2. Apakah menyebar

Tidak menyebar V. Severity

Pasien mengatakan kaku pada bagian kaki dan tangan sebelah kiri, dan mengganggu aktifitasnya.

VI. Time

Pasien mengatakan kekakuan di bagian tubuhnya terjadi secara tiba-tiba disaat pasien bangun tidur.

VII. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Penyakit yang pernah dialami

Menurut penuturan Ny.L baru pertama kali mengalami penyakit seperti yang dideritanya sekarang tetapi sewaktu Ny.L masih muda, Ny. L pernah di rawat di RS karena terserang penyakit magh. Ny. L mengatakan ia di beri obat oleh dokter dan mematuhi semua anjuran yang dikatakan oleh dokter.

B. Pengobatan/ tindakan yang dilakukan

Pasien baru pertama kali mengalami penyakit seperti yang dideritakannya sekarang dan belum pernah mendapat pengobatan sebelumnya

C. Pernah dirawat/dioperasi

(26)

D. Lama dirawat

Pasien pernah dirawat 4 hari di RS E. Alergi

Tidak ada riwayat alergi

VIII. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

A. Orang tua

Kedua orang tua pasien tidak pernah mengalami penyakit yang serius sehinggah harus dirawat di rumas sakit

B. Saudara kandung

Anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama C. Penyakit keturunan yang ada

Tidak ada riwayat penyakit keturunan

D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Tidak ada riwayat keluarga dengan gangguan jiwa E. Anggota keluarga yang meninggal

Kedua orang tua pasien dan suami pasien

(27)

Ket:

: Laki – laki : menikah

: Perempuan : anak

: meninggal : tinggal serumah

: Pasien

X. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL

A. Presepsi pasien tentang penyakitnya

Pasien mengatakan penyakit yang dideritanya sekarang karena usia nya yang semakin lanjut.

B. Konsep Diri:

- Gambaran diri: Pasien menyukai semua bagian tubuh nya - Ideal diri : Pasien berharap tetap bisa menjadi ibu

yang baik bagi anak-anak nya.

- Harga diri : Pasien adalah seorang ibu yang baik bagi anak-anak nya.

- Peran diri : Pasien adalah ibu yang bertanggung jawab di rumah mengurus anak-anak nya.

- Identitas : Pasien adalah seorang ibu dari ke tiga orang anak nya.

C. Keadaan emosi:

Pasien mampu mengendalikan emosi nya dengan baik D. Hubungan sosial :

- Orang yang berarti

Orang yang berarti dan berpengaruh dalam hidup pasien saat ini adalah ketiga anak nya.

- Hubungan dengan keluarga

(28)

- Hubungan dengan orang lain

Pasien mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik dengan orang-orang disekitarnya.

- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Pasien tidak mempunyai hambatan berinteraksi dengan orang lain.

E. Spiritual:

- Nilai dan keyakinan

Ny. L berkeyakinan seorang muslim - Kegiatan ibadah

Pasien sering berdo’a dan membaca ayat-ayat Al_Qur’an

XI. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Keadaan Ny.L tampak lemas, penglihatan Ny.L masih jelas, begitupun pendengarannya, masih dapat mendengar dengan jelas. kulit sudah keriput, kaki dan tangan kaku.

B. Tanda-tanda vital

- Suhu tubuh : 37oC

- Tekanan darah: 120/90 mmHg - Nadi : 90 x/i

- Pernafasan : 22 x/i - Nyeri : 5

- TB : 155 cm

- BB : 50 kg C. Pemeriksaan Head to toe

1. Kepala dan rambutBentuk

- Bulat, tidak ada benjolan, tidak ada pembengkakan - Ubun-ubun : Simetris

(29)

2. Rambut

- Penyebaran dan keadaan rambut: Rambut ikal dan penyebaran merata

- Bau: Rambut tidak bau dan tidak ber aroma - Warna kulit : Berwarna kuning langsat 3. Wajah

- Warna kulit: Kuning langsat

- Struktur wajah: Simetris, tidak ada kelainan 4. Mata

- Kelengkapan dan kesimetrisan: Bola mata simetris, pergerakan bola mata normal

- Palpebra: Tidak ada

- Konjungtiva dan sklera: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

- Pupil: Isokor, reflex cahaya +/+

- Cornea dan iris: tidak ada pengapuran katarak, tidak ada odema, tidak ada tanda peradangan.

- Visus: <3 meter, pasien mengalami gangguan panggilan jarak jauh.

- Tekanan bola mata : Tidak ada tekanan pada bola mata. 5. Hidung

- Tulang hidung dan posisi seputum nasi: Anatomis, simetris - Lubang hidung: Bersih, tidak ada polip

- Cuping hidung: tidak di temukan pernafasan cuping hidung 6. Telinga

- Bentuk telinga: Simetris kanan/kiri - Ukuran telinga: Simetris kanan/kiri - Lubang telinga: Bersih dan tidak berbau

- Ketajaman pendengaran: Pendengaran tidak ada kelainan 7. Mulut dan faring

(30)

- Kedaan gusi dan gigi: Ditemui karang gigi, dan gigi pasien sudah tidak lengkap lagi

- Keadaan lidah: Lidah bersih, kekuatan otot lidah baik, fungsi pengecapan baik.

- Orofaring: Ovula simetris 8. Leher

- Posisi trachea: Kedudukan trachea normal, tidak ada massa dan nyeri tekan

- Thyroid: Tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid - Suara: suara kurang jelas

- Kelenjar limfe: tidak ada pembengkakan - Vena jugularis: teraba, kuat dan teratur - Denyut nadi karotis : teraba, kuat dan teratur 9. Pemeriksaan integument

- Kebersihan: Bersih

- Kehangatan: Hangat (normal) - Warna: kuning langsat

- Turgor: kembali >2 detik - Kelembaban: Lembab

- Kelainan pada kulit: tidak terdapat kelainan pada kulit 10.Pemeriksaan thoraks/dada

- Inspeksi thoraks: Normal anterior posterior

- Pernafasan (frekuensi, irama): frekuensi 22 x/i, irama teratur, suara nafas vesikuler

- Tanda kesulitan bernafas: tidak terdapat pernafasan dengan menggunakan cuping hidung

11.Pemeriksaan paru

Ny.S tidak mengeluhkan batuk, sesak napas, tidak ada suara tambahan dan tidak ada riwayat sakit asma

(31)

- Perkusi: resonan

- Auskultasi: vesikuler: intensitas rendah. 12.Pemeriksaan jantung

- Inspeksi: tidak ada tonjolan dan massa

- Palpasi: palpasi area epigastrik, dibawah processus xipoideus, tidak ada pulsasi

- Perkusi: suara resonans jantung di atas paru, berubah “dullness” diatas jantung

- Auskultasi: denyut teratur 13.Pemeriksaan sistem kardiovaskuler

Ny.S tidak mengeluhkan nyeri pada dadanya. Denyut nadi normal, begitupun dengna tekanan darahnya.

14.Pemeriksaan sistem gastrointestinal

Ny.S tidak dapat mencerna makanan dengan baik, kadang – kadang perut Ny.S tepatnya di ulu hati terasa sakit jika Ny.S jarang makan, BAB 5 hari sekali. Perut Ny.S terasa tegang dan keras saat di palpasi.

15.Pemeriksaan genitourinary

Ny.S tidak mengeluhkan saat berkemih. Urine keluar dengan lancar.

16.Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas (kesimetrisan, kekuatan otot, edema)

Saat dilakukan pengkajian Ny.l dapat menggerakkan kedua kaki dan tangannya, walaupun bagian kaki dan tangan sebelah kiri kaku untuk di gerakka. Kekuatan otot ekstremitas atas kanan 5 dan kiri 1. Kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 5 dan kiri 3.

17.Pemeriksaan neurologi (nervus cranialis)

(32)

18.Fungsi motorik dan sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas dingin, getaran)

- Diberikan sentuhan di bagian tubuh (kaki, tungkai, lengan dan wajah) dengan menggunakan kapas gulung, Ny. L mengatakan “ya” dan dapat merasakan lokasi sentuhan tersebut

- Diberikan tes tajam tumpul di bagian tubuh sama seperti di atas dengan menggunakan ujung pulpen tajam dan ujung belakang pulpen tumpul, Ny. L dapat merasakan dan mengatakan “tajam” dan “tumpul”

- Diberikan tes panas dan dingi di bagian tubuh dengan menggunakan tabung reaksi yang berisi air panas dan air dingin, Ny. L dapat merasakan nya.

XII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

1. Pola makan dan minum

Ny.S makan 2 kali sehari (pagi dan sore hari). Ny.L mengatakan tidak selera untuk makan hanya 4-6 sendok saja, sedikit sayur dan lauk tidak bisa makan yang terlalu pedas, makan nasi keras. Ny.L minum air teh hangat dan teh manis tetapi jarang minum, sekitar 1-2 gelas perhari, tidak suka minum banyak karena sering BAK. 2. Perawatan diri

Tubuh, pakaian,rambut dan kuku Ny. L terlihat bersih 3. Pola kegiatan/ aktivitas

(33)

4. Pola Eliminasi

- BAK : lancar, frekuensi 5-7 kali sehari, tidak ada rasa tertahan, warna urin kuning.

- BAB : Ny.L mengatkan susah untuk BAB, frekuensi 1 x 5 hari, perut teraba keras, terasa tidak nyaman, saat BAB sakit, feses keras, warnanya coklat kehitaman.

2. Analisa Data

No Data Etiologi Problem

1. Ds :

Ny. L mengatakan susah untuk BAB, frekuensi 1x5 hari, perut terasa penuh

Do:

• Feses keras

• Tekanan pada rectum

Pola BAB tidak teratur

Nafsu makan menurun

Perut terasa penuh

Pembesaran abdomen

Tekanan pada rectum

Pengeluaran feses sulit dan nyeri

Ny. L mengatakan tidak selera makan, saat makan hanya 4-6 sendok saja, sedikit minum hanya 1-2 gelas per hari.

Sulit BAB

Abdomen keras

Bising usus tidak terdengar

(34)

Do :

• Bising usus tidak

terdengar

• Abdomen teraba keras keras

Perut terasa penuh

Nafsu makan menurun

Menurunnya intake makanan 3. Ds :

Ny. L dating RS, dengan keluhan tangan dan kaki sebelah kiri tidak bisa digerakkan

Do:

• Kekuatan otot

ekstremitas atas kanan :5 dan kiri :1, Kekuatan otot ekstremitas bawah kanan :5 dan kiri :3 • ADL klien dibantu

maksimal oleh keluarga

Pembuluh darah pecah

Perdarahan

Hemiparese

Gangguan mobilitas fisik

Ganggua mobilisasi

3. Rumusan masalah keperawatan :

1. Gangguan kebutuhan dasar eliminasi 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan 3. Gangguan mobilitas fisik Diagnose keperawatan

1. Gangguan pola eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur ditandai dengan perasaan penuh atau tekanan pada rectum. 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hilangnya nafsu

(35)

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular sekunder ditandai dengan kekuatan otot kaki dan lengan lemah.

Prioritas masalah keperawatan :

Gangguan pola eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur ditandai dengan perasaan penuh atau tekanan pada rectum .

4. Perencanaan

1. Pasien memahami dan menelan makanan serta cairan yang dibutuhkan untuk meningkatkan pengeluaran feses yang lunak dan berbentuk.

2. Pasien memiliki jadwal defekasi yang teratur

Hasil yang diharapkan: 1. Konstipasi menurun 2. Pola eliminasi teratur 3. Feses lunak dan berbentuk

4. Mengeluarkan feses tanpa bantuan 5. Tidak adanya nyeri saat defekasi

Rencana Tindakan Rasional

1. instruksikan pasien untuk

lebih banyak mengonsumsi makanan

yang menstimulasi peristaltic (gandum, roti,

apel, selada, seledri

2. Berikan cairan adekuat (6 – 8 gelas )

3. Dorong pasien mengambil

1. Makanan yang mengandung tinggi serat meningkatkan peristaltic dan membantu menggerakkan isi usus di dalam saluran GI, dengan meningkatkan masa feses dan kandungan cairannya. 2. Membantu feses lebih lunak

(36)

waktu untuk defekasi 30 sampai 60 menit ssetelah sarapan.

4. Berikan pendidikan

kesehatan :

a. Personal hygiene b. Kebiasaan diet c. Aktifitas

d. Kebiasaan buang air besar

5. Minta pasien mengatakan komitmennya untuk berupaya melakukan defekasi dalam 5 menit

setelah merasakan keinginan untuk defekasi

sensitife pada pag hari dan setelah makan.

4. Mengurangi / menghindari inkontinensia

5. Kontrak tentang perilaku yang dilakukan antara klien

dan perawat memperlihatkan

keberhasilan modifikasi perilaku.

Hari /

tanggal Dx Perencanaan Keperawatan

Rabu / 19 Juni 2013

2 Tujuan:

1. Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal

Hasil yang di harapkan:

1. Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan 2. Melaporkan keadekuatan tingkat energi

Rencana Tindakan Rasional

1. Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.

2. Dukung anggota keluarga untuk

menyediakan makanan

1. Menjaga pola makan pasien sehingga klien makan secara teratur

(37)

kesukaan klien.

3. Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi

4. Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.

5. Pastikan pola diet yang pasien sukai atau tidak disukai.

6. Pasien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.

meningkatkan nafsu makan pasien.

3. Dengan pemberian porsi yang besar dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.

4. Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama

perawatan.

5. Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien

6. Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan

Hari /

tanggal Dx Perencanaan Keperawatan

Rabu / 19 Juni 2013

3 Tujuan :

Mampu mempertahankan kekuatan otot Kriteria Hasil :

− Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian yang terkena/kompensasi.

− Mempertahankan integritas kulit. − Kebutuhan ADL terpenuhi.

Rencana Tindakan Rasional

1. Kaji kemungkinan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.

2. Kaji tanda-tanda vital.

1. Mengidentifikasi

kekuatan/kelemahan yang dapat memberikan

informasi mengenai pemulihan.

(38)

3. Ubah posisi pasien minimal setiap 2 jam.

4. Ajarkan pasien latihan rentang gerak aktif dan pasif, libatkan keluarga dalam melakukan tindakan.

5. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.

Inspeksi kulit terutama pada daerah yang tertekan dan menonjol secara teratur, lakukan massage pada daerah tertekan, sanggah tangan dan pergelangan pada kelurusan alamiah.

umum klien melalui tanda-tanda vital.

3. Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan. 4. Meminimalkan atrofi

otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.

5. Mencegah abduksi bahu dan fleksi siku.

(39)

6. Implementasi dan Evaluasi

2.Meinstruksikan pasien untuk lebih banyak mengonsumsi makanan yang menstimulasi peristaltic. 3.Memerikan cairan adekuat (6–8

gelas)

4.Mendorong pasien mengambil waktu untuk defekasi 30 sampai 60 menit setelah sarapan.

5.Memberikan pendidikan tantang a. Personal hygiene

b. Kebiasaan diet c. Aktifitas

d. Kebiasaan buang air besar 6. Meminta pasien mengatakan

komitmennya untuk berupaya melakukan defekasi dalam 5 menit setelah merasakan keinginan untuk defekasi

7. Mengukur tanda-tanda vital 8. Member terapi cairan NaCl 0,9%

S : klen mengatakan sudah bisa BAB hari ini O:

- Klien mampu menyebutkan pentingnya sayur, buah, dan minum banyak untuk

Tujuan sebagian teratasi - Konstipasi menurun - Pola eliminasi mulai

teratur

- Feses lunak dan berbentuk - Klien mulai

menggerak-gerakkan lengan dan kaki nya P:

Intervensi dilanjutkan - Member terapi sesuai

(40)

Hari/

tanggal

Dx Implementasi Evaluasi

Kamis 05 Juni 2014

2 1. Memantau KU pasien

2. Meinstruksikan klien untuk lebih banyak mengonsumsi makanan yang menstimulasi peristaltic (gandum, roti, apel, selada, seledri)

3. Memerikan cairan adekuat (6 – 8 gelas)

4. Mengukur tanda-tanda vital 5. Member terapi cairan NaCl

0,9%

S : Pasien mengatakan sudah selera untuk makan O:

- Pasien mampu

menyebutkan pentingnya sayur, buah

- NaCl 0,9% 20 tetes/menit

- TD: 120/90 mmHg - HR: 90 x/i

- RR: 22 x/i - T: 37oC A:

Tujuan sebagian teratasi - Pasien sudah mulai

selera makan P:

Intervensi dilanjutkan - Member terapi sesuai

(41)

Hari/

Tanggal No

Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi

Kamis 05 Juni 2014

3 a. Mengkaji tanda-tanda vital. b. Mengubah posisi pasien

minimal setiap 2 jam. c. Memantau kekuatan otot

pasien

d. Mengajarkan pasien latihan rentang gerak aktif dan pasif, libatkan keluarga dalam melakukan tindakan.

S= Klien mengatakan anggota gerak bagian kiri sudah mulai dapat digerakan.

O= Kekuatan otot

ekstremitas atas kanan 5 dan kiri 3. Kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 5 dan kiri 3. A= Masalah sebagianteratasi

(42)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Eliminasi merupakan pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk feses. Konstipasi merupakan penurunan frekuensi defekasi, yang di ikuti oleh pengeluaran feses yang keras dan kering.

Dari pengkajian yang dilakukan terhadap Ny.L ditemukan prioritas masalah dengan kebutuhan dasar eliminasi fekal : konstipasi. Ditemukan data-data Ny.L selama; BAB 1 kali dalam 5 hari, perasaan penuh pada perut sehingga malas makan, feses keras dan sakit pada saat BAB. Hal ini sesuai dengan tanda-tanda dari konsep konstipasi. Pada dasarnya pola devekasi bevariasi pada setiap individu disebabkan karena usia, diet, intake cairan aktivitas, gaya hidup, nyeri, dan fisiologi.

B. Saran

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika.

Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Pamudi, H.A. 1991. national helth interview survey.

Potter, P.A. & Perry.A.G. 2006. Buku AjarFundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Tarwoto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.

(44)

Lampiran

CATATAN PERKEMBANGAN

Implementasi

dan Evaluasi

Kepererawatan Tindakan Keperawatan Evaluasi

Hari/

− Memantau KU pasien − Memberikan pendidikan

kesehatan kepada pasien tentang penyakit stroke.

− Membantu pasien untuk mengganti posisi setiap dua jam sekali

− Memberikan pendidikan

kesehatan tentang nutrisi kepada pasien − Mengukur tanda-tanda

vital pasien

S= pasien mengatakan belum mengerti

A= Masalah belum teratasi

(45)

2 Kamis,

− Mendengarkan tentang keluhan pasien terhadap penyakitnya

− Memberikan pendidikan

kesehatan tentang nutrisi kepada pasien − Mengajarkan kepada

pasien latihan rentang gerak aktif dan pasif − Mengukur tanda-tanda

vital pasien

− Mengajarkan pasien

untuk melakukan gerakan-gerakan yang sederhana.

S=pasien mengatakan sudah sering untuk mencoba

melakukan gerakan- gerakan ringan pada bagian tubuh sebelah kiri. O=Keluarga sering

membantu pasien untuk merobah posisi pasien setiap dua jam. kekuatan otot Ektremitas atas

A= masalah teratasi sebagian

P= Intervensi di lanjutkan 3 Jum'at,

06-06-2014

10.15

11.30

− Memberikan pendidikan

kesehatan tentang nutrisi kepada pasien − Mengatur/mengubah

posisi pasien setiap dua jam

− Mendorong klien

S= Sudah mulai napsu makan dan sudah bisa BAB hari ini O= Perut tidak teraba keras

(46)

12.30

13.00

13.40

mengambil waktu untuk defekasi 30 sampai 60 menit setelah sarapan. − Mengukur tanda-tanda

vital pasien

Gambar

Tabel 2. Perubahan Normal pada Saluran GI akibat Proses Penuaan
Tabel 3. Karakteristik Feses

Referensi

Dokumen terkait

Ditemukan data – data Ny.S selama; BAB 1 kali dalam 5 hari, Pola BAB tidak teratur, pengeluaran feses sulit dan nyeri, perasaan penuh pada perut, nafsu makan, feses keras,

dilakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan dasar pasien, pada diagnosa pertama. penulis melakukan pemantauan terhadap pola pernapasan, dari hasil

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidak mampuan bergerak , keterbatasan

Y yaitu Mengajarkan pola makan hidup sehat pada pasien, mendiskusikan bersama klien kemungkinan penyebab hilangnya nafsu makan, menimbang berat badan setiap hari, membantu dan

Pada tahap pengkajian data yang ditemukan pada klien Tn.I dengan gangguan kebutuhan dasar Imobilisasi, klien mengatakan nyeri di daerah luka bakar, klien terlihat gelisah,

e. Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar. Pasien kembali ke pola normal dari fngsi bowel.. Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan factor

Saat mengidentifikasi diagnosa keperawatan, perawat menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau gangguan

Maka muncul masalah keperawatan Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal ditandai dengan Klien mengatakan sulit untuk bergerak khususnya