• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Prosedur Penagihan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Mekanisme Prosedur Penagihan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Binjai"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

TENTANG

MEKANISME PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK PADA

KANTOR PELAYANAN PAJAK BINJAI

Diajukan

O L E H

NAMA : USMAN RAMBE

NIM : 052600081

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menamatkan Studi Pada PRODIP III

Administrasi Perpajakan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri, diperlukan kesadaran

masayarakat wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan membayar pajak

secara jujur dan bertanggung jawab. Peningkatan kesadaran wajib pajak dalam

membayar pajak perlu diimbangi dengan peningkatan pelayanan. Terhadap wajib

pajak yang belum mematuhi kewajiban perpajakannya perlu dipertegas pelaksanaan

pemiksaan dan penerapan sanksi perpajakan demikian juga dengan sangsi pidana

perpajakan dan penagihan pajak.

Sistem perpajakan yang dianut oleh negara indonesia adalah sistem”Self

Assesment”, wajib pajak diberi kepercayaan sepenuhnya dalam menghitung,

memperhitungkan, membayar dan melapor sendiri jumlah pajak yang terutang

dengan harapan penerimaan negara dari sektor pajak semakin meningkat. Fiskus

sebagai pengawas dapat melakukan tindakan apabila diperoleh data-data atau

ketentuan yang tidak sesuai dilaporkan wajib pajak sebagaimanya semestinya.

Dalam undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan, tercantum sebab-sebab direktorat jenderal pajak menerbitkan

STP (Surat Tagihan Pajak), SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar),

SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) diantaranya pajak

(3)

terdapat kekurangan pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung dan wajib pajak

dikenakan sangsi administrasi dan lain-lain.

Kendala yang sering dihadapi oleh petugas penagihan adalah alamat wajib

pajak tidak dikenal atau tidak tepat, wajib pajak pindah tempat tinggal dan tidak

memberitaukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, atau juga wajib menghilang

tanpa jejak, serta wajib pajak yang berbelit-belit memberikan keterangan pada waktu

dilakukan pemeriksaan oleh wajib pihak pajak. Hal tersebut disebabkan karena

tingkat kepatuhan wajib pajak dalam masyarakat system assessment masih rendah

sekali, maka salah satu satu tindakan atau tugas direktorat jenderal pajak adalah

meninkatkan tindakan tindak melakukan prosedur penagihan.

Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan, maka wajib pajak dapat

melakukan penghitungan atas pajak yang terutang dan apabila wajib pajak melanggar

ketentuan yang diataur dalam undang-undang perpajakan,maka Direktorat Jenderal

Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). Surat

Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan putusan banding. Dari

keenam surat diatas merupakan jalan dasar tindakan atau sarana administrasi bagi

Direktorat Jenderal Pajak. Tindakan penagihan dilakukan apabila wajib pajak tidak

atau kurang membayar pajak terutang.

Tunggakan pajak semakin hari semakin besar seiring lajunya tingkat

(4)

dikirim Surat Ketetapan Pajak (SKP) berupa Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Tambahan (SKPKBT).

Apabila pajak tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan,

maka fiskus melakukan tindakan yang diawali dengan Surat Teguran yang dikelurkan

segera setelah 7 hari sejak saat jatuh tanggal tempo pembayaran pajak. Apabila wajib

pajak belum melunasi pajaknya, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) menerbitkan Surat

Paksa yang ditandatangani oleh kepala KPP yang dilakukan setelah lewat 21 hari

sejak tanggal surat teguran. Kalau pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi

dalam jangka waktu 1x24 jam sesudah tanggal pemberitauan surat paksa, maka KPP

segera menerbitkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP). Setelah dilakukan

penyitaan dan wajib pajak bejum juga melunasi hutang pajaknya maka setelah 10 hari

sejak tanggal pelaksaaan SPMP, kepala KPP mengajukan permintaan penetapan

tanggal pelelangan barang wajib pajak kepada Kantor Lelang negara setempat.

Dengan memperhitungkan dan berdasarkan urain diatas, maka penulis tertarik

untuk melihat,mengamati, mempelajari dan memahami pelaksanaan penagihan

perpajakan. Dalam penelitian yang dilakukan, penulis ingin mengetahui juga kendala

atau hal apa saja yang telah dilakukan seksi penagihan.

Penelitian yang dilakukan adalah di Kantor Pelayanan Pajak Binjai, sebab

ditempat itu penulis lebih mudah mendapatkan bahan-bahan dan data-data yang

diperlukan dikarenakan penulis pernah melaksanakan PKL selama satu bulan.

(5)

Untuk itulah penulis ingin mengetahui lebih jauh penulisan PKLM yang

berjudul ”MEKANISME PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK BINJAI”

B. TUJUAN DAN MANFAAT

1. Tujuan PKLM ( Praktik Kerja Lapangan Mandiri )

Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan PKLM adalah :

1) Untuk mempelajari secara lebih mendalam prosedur pelaksanaan

penagihan terhadap wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Binjai.

2) Untuk melihat sekilas perubahan modernisasi administrasi perpajakan

yang berhubungan pada struktur yang lama.

3) Untuk mengetahui tentang kendala-kendala yang terjadi dalam penagihan

pajak.

4) Untuk mengetahui peranan penagihan yang dilakukan Kantor Pelayanan

Pajak Binjai terhadap penerimaan pajak.

2. Manfaat PKLM

Praktik kerja lapangan mandiri ini tentunya sangat bermanfaat bagi semua

pihak, di antaranya adalah :

1. Bagi Mahasiswa

a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai

(6)

b. Untuk memperdalam pengertian tentang penagihan pajak.

c. Untuk mendapatkan sesuatu yang baru dan mengaplikasikan teori terhadap

masalah yang nyata dalam kehidupan.

d. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan mendapatkan pengetahuan

dibidang perpajakan khususnya penagihan.

e. Mengembangkan cara berpikir dan bertindak serta meningkatkan daya

penalaran mahasiswa dalam penyajian laporan cara terpadu dan ilmih.

f. Dengan pelaksanaan praktik kerja lapangan ini diharapkan mahasiswa

mendapat pengetahuan dan pengalaman yang berguna dalam perwujudan pola

kerja yang dihadapi setelah menamatkan studi.

2. Pihak Universitas

a. Meningkatkan hubungan antara Universitas Sumatera Utara dengan instansi

pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak.

b. Supaya Universitas dapat lebih berperan dalam menyesuaikan kegiatan

pendidikannya sesuai dengan peraturan-peraturan yang sekarang diterapkan di

Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan di FISIP USU.

c. Menjalin kerjasama yang baik antara pihak Kantor Pelayanan Pajak dengan

Perguruan Tinggi khususnya Program Diploma III Administrasi Perpajakan

FISIP USU.

d. Sebagai umpan balik perkembangan Kantor Pelayanan Pajak dan pihak

(7)

3. Pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

a. Memberikan sumbangan pikiran serta saran yang dipandang perlu bagi

kemajuan dan kemudahan bagi pihak-pihak yang memerlukan terutama

Kantor Pelayanan Pajak Binjai.

b. Sebagai sarana untuk melihat kemampuan mahasiswa yang bersangkutan

dengan tanggung jawab dan kerja sama yang baik.

c. Peningkatan kerjasama yang lebih baik antara pihak Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Binjai dengan pihak Universitas.

d. Membantu pihak Kantor Pelayanan Pajak dalam hal Sosialisasi Perpajakan

kepada masyarakat wajib pajak melalui mahasiswa peserta PKLM yang akan

mengabdikan ilmu Perpajakan kepada masyarakat.

C. RUANG LINGKUP

Dalam laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, yang menjadi ruang

lingkup penulisan adalah:

1. Latar belakang terjadinya prosedur pelaksanaan Penagihan.

2. Ketentuan pelaksanaan dan Dasar Hukum Penagihan.

3. Proses tahapan Penagihan Pajak yang di laksanakan oleh wajib pajak di

(8)

D. METODE PKLM

Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, maka penulis

menggunakan metode sebagai berikut :

1. Persiapan

Di dalam tahap ini penulis akan melakukan lebih kurang selama 2 bulan di

mulai dari penentuan PKLM, penentuan judul, mencari bahan proposal, konsultasi

dengan dosen, serta proses administrasi untuk melakukan PKLM.

2. Studi Literatur

Di dalam tahap ini yang akan dilakukan oleh Penulis adalah mencari dan

mengumpulkan data-data dari berbagai sumber seperti buku-buku, undang-undang,

peraturan-peraturan, majalah dan koran yang dapat dijadikan referensi dan literatur

yang ada kaitannya dengan penulisan laporan Penagihan.

3. Observasi Lapangan

Untuk memperoleh data-data yang aktual dan terpercaya maka penulis

mengumpulkan bahan laporan dengan mengadakan Riset ke lapangan, tempat

mengadakan Praktik Kerja Lapangan yang dimulai dari mencari Key Person,

mengetahui waktu untuk memberikan surat pengantar dan lain-lain.

4. Pengumpulan Data

Di dalam tahap ini penulis mengumpulkan data melalui data dokumentasi di

mana penulis meminta dokumen yang berhubungan dengan objek PKLM. Dokumen

tersebut dapat berupa struktur organisasi, data-data tentang penunggak pajak dan

(9)

5. Analisa Data dan Evaluasi

Analisa data dalam PKLM ini dilakukan secara deskriptif yang dapat diartikan

sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau

mendiskusikan keadaan subjek atau objek PKLM secara sistematis, aktual dan akurat

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

6. Metode Pengumpulan Data

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan

dalam pelaksanaan PKLM. Penulis menggunakan beberapa metode yaitu:

a. Wawancara (Interview)

Dalam metode ini penulis mencari dan mengumpulkan data dan

keterangan dengan melakukan tanya jawab kepada petugas yang

mengetahui dan memahami permasalahan dalam penulisan ini.

b. Studi Kasus (Case Studi)

Studi yang dilakukan dengan pengamatan langsung atau kegiatan yang

dilakukan dalam pencatatan terhadap tiap fenomena yang menjadi objek

praktik.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam laporan pelaksanaan PKLM ini penulis menguraikan penulisan

tersusun secara sistematika. Adapun sistematika yang akan dilakukan dalam

(10)

BAB 1: PENDAHULUAN

Di dalam bab ini penulis menguraikan hal-hal yang menjadi latar belakang

PKLM, tujuan, dan manfaat PKLM, ruang lingkup, metode PKLM, dan

sistematika penulisan laporan.

BAB II: GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

Penulis menjelaskan gambaran umum objek/lokasi PKLM, sejarah singkat, visi

dan misi, serta struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak.

BAB III: GAMBARAN DATA PRAKTIK

Pada bab ini penulis membahas mengenai ketentuan, tata cara atau prosedur

Penagihan dan tata cara pelaksanaan di Kantor Pelayanan Pajak Binjai.

BAB IV: ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini berisi analisa penulis dan pembahasan-pembahasan mengenai

Mekanisme Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak Binjai.

BAB V: PENUTUP

Bab ini terdiri dari dua hal kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan intisari

yang mencakup seluruh objek pembahasan yang dibahas dalam PKLM.

Sedangkan saran merupakan hal-hal, ide-ide, atau gagasan yang harus dilakukan

dalam melaksanakan solusi atas masalah yang dibahas dari objek pembahasan

(11)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Binjai

Sebelum tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak Binjai bernama Kantor Inspeksi

pajak Medan. Sejak tanggal 1 juni 1976, Kantor Inspeksi Pajak dipecah pemerintah

menjadi dua bagian yaitu :

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berdomisili di jalan Sukamulia No.17-A

Medan yang daerah kerjanya terdiri dari :

a. Kecamatan Medan Timur

b. Kecamatan Medan Barat

c. Kecamatan Medan Labuhan

d. Kecamatan Medan Deli

e. Kecamatan Medan Belawan

f. Kecamatan Binjai

g. Kecamatan Medan Langkat

2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan yang berdomisili di jalan Diponegoro

No.30-A Medan yang daerah kerjanya terdiri dari :

a. Kecamatan Medan Deli

b. Kecamatan Medan Belawan

(12)

3. Kantor Pelayanan Pajak Binjai yang berdomisili di jalan Binjai Km 7 Kodam

1/BB, dimana daerah kerjanya terdiri dari :

a. Kecamatan Medan Tuntungan

b. Kecamatan Medan Sunggal

c. Kotamadya Binjai

d. Kabupaten Langkat

e. Kabupaten Karo

Kantor Pelayanan Pajak Binjai pindaj sejak tanggal 1 November 2004 dan

aktif tanggal 1 Desember 2004 yang berdomisili di JL. Jambi No.1 Rambung Barat.

Sedangkan Kotamadya Tebing tinggi dan Kabupaten Deli Serdang menjadi Kantor

Pelayanan Pajak Tebing Tinggi sesuai dengan surat keputusan Menteri Keuangan

No.Kep.785/KMK.01/1993 Tanggal 3 Agustus 1993, Kantor Pelayanan Pajak pada

jajaran Kanwil 1 SUMBAGUT terhitung tanggal 1 April 1994 menjadi 4 (empat)

Kantor Pelayanan Pajak yang baru dibentuk yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat

3. Kantor Pelayanan Pajak medan Timur

4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai

Sekarang Kantor Pelayanan Pajak Binjai terletak di Jalan Jambi No.1

(13)

B. Struktur Organisasi

Kantor Pelayanan Pajak Binjai memakai Struktur Organisasi garis lini staff

yang dipimpin oleh seorang kepala Kantor Pelayanan Pajak. Pegawainya merupakan

Pegawai Negeri Departemen Keuangan. Untuk lebih jelasnya, penulis menguraikan

tugas-tugas dan fungsi yang terdapat pada struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak

Binjai, yaitu yang dikepalai oleh kepala Kantor Pelayanan Pajak yang terdiri dari Sub

Bagian Tata Usaha dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang

Kepala Seksi.

C. Tugas Dan Fungsi Organisasi 1. Sub Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha terdiri dari beberapa bagian :

a. Urusan Tata Usaha dan kepegawaian mempunyai tugas melakukan

urusan Tata Usaha kepegawaian dan laporan.

b. Masalah kepegawaian merupakan salah satu hal sangat penting karena

menyangkut hak-hak dari pada setiap pegawai yang mempunyai tugas

a) Mengurus masalah kenaikan pangkat seorang pegawai yang

berprestasi baik.

b) Mengurus gaji berkala setiap pegawai.

c) Mengurus setiap penempatan yang pindah tempat atau mutasi

d) Mengurus masalah cuti setiap pegawai sesuai dengan peraturan

(14)

e) Mengatasi hal-hal lainnya yang menyangkut hak dari pada seorang

pegawai

c. Urusan keuangan mempunyai tugas melakukan urusan keuangan

d. Urusan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan urusan rumah

tangga dan perlengkapan.

2. Seksi Pengolahan Data

Seksi pengelolaan data dan informasi terdiri dari:

a. Sub Seksi Data Masukan dan data keluaran mempunyai tugas

melakukan tata usaha data masukan dan data pengeluaran serta

mengecek kelengkapan dan kelancaran format data masukan dan data

keluaran.

b. Sub Seksi Pengolahan Data dan Menyajikan Informasi, mempunyai

tugas melakukan urusan pengolahan data penyajian informasi.

c. Sub Seksi Pengolahan Potensi Pajak dan Ektensifikasi wajib pajak,

mempunyai tugas melakukan urusan penggalian potensi pajak dan

mencari data untuk ekstensifikasi wajib pajak serta penyusunan

monografi pajak.

3. Seksi Tata Usaha Perpajakan

Seksi tata usaha perpajakan terdiri dari :

a. Sub Seksi Pendaftaran Wajib Pajak, mempunyai tugas melakukan

(15)

b. Sub Seksi Pendaftaran Wajib Pajak, mempunyai tugas penerimaan

dan pengecekan Surat Pemberitahuan pajak.

c. Sub Seksi Ketetapan dan Kearsipan Wajib pajak, mempunyai tugas

melakukan urusan penerbitan SKP dan kearsipan berkas wajib pajak.

Fungsi Tata Usaha Perpajakan:

a) Pendafraran Wajib Pajak.

b) Penatausahaan Penerimaan dan Pengecekan Surat Pemberian

Tahunan.

c) Pengurusan Arsip Berkas Wajib pajak.

d) Penyiapan bagan penerbitan Surat Ketetapan pajak (SKP).

4. Seksi PPh Orang Pribadi

Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi terdiri dari :

a. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa PPh orang Pribadi,

mempunyai tugas melakukan penatausahaan dan pengcekan SPT serta

memantau dan menyusun laporan efektifitas masa PPh Orang Pribadi.

b. Sub Seksi Verifikasi PPh Orang Pribadi, mempunyai tugas melakukan

urusan verifikasi atau SPT Masa dan Tahunan PPh Orang Pribadi

serta Wajib pajak yang tidak terdaftar dan yang tidak memasukan

Surat Pemberitahuan Tahunan.

Fungsi Pajak Penghasilan Orang Pribadi terdiri dari :

(16)

b) Penerimaann Penatausahaan dan pengecekan SPT Masa PPh

OrangPribadi

c) Penyusunan laporan efektivitas masa pembayaran PPh Orang

Pribadi.

d) Verifikasi atas SPT Masa Tahunan PPh Orang Pribadi, Wajib

Pajak yang tidak terdaftar dan tidak memasukan SPT.

5. Seksi Pajak Penghasilan(PPh) Badan terdiri dari :

Seksi pajak penghasilan Badan terdiri dari:

a. Sub Seksi pengawasan masa pembayaran PPh, mempunyai tugas

melakukan urusan pemantauan, penatausahaan masa pembayaran,

pengolahan, penyusunan laporan efektifitas masa pembarab urusan

penerimaan, penatausahaan dan pengecekan SPT Masa PPh Badan.

b. Sub Seksi Verifikasi PPh Badan mempunyai tugas melakukan urusan

verifikasi atas SPT Masa dan Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak yang

tidak terdaftar dan tidak memasukkan SPT

Fungsi Pajak Penghasilan Badan terdiri dari :

a) Pemantauan dan Penatausahaan Pembayaran masa PPh Badan.

b) Penerimaan, penatausahaan dan pengecekan SPT masa Badan.

c) Pengolahan dan Penyusunan laporan efektifitas pembayaran Masa

Badan

d) Verifikasi atas SPT Masa dan Tahunan PPh Badan, wajib pajak yang

(17)

6. Seksi Pemotongan Dan Pemungutan PPh

Seksi Pemotongan Dan Pemungutan PPh, terdiri dari :

a. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa Potongan dan Pemungutan

Pajak Penghasilan, mempunyai tugas melakukan urusan pengusutan,

penatausahaan masa pembayaran, pengolahan penyusutan laporan

efektivitas masa pembayaran, rekaan, sewa, bunga, deviden, dan

royalti.

b. Sub seksi Verifikasi potongan dan pemungutan Pajak Penghasilan,

mempunyai tugas melakukan urusan Verifikasi atas surat

pemberitahuan (SPT) Masa PPh rekaan sewa, bunga, deviden, dan

royalti wajib Pajak yang tidak terdaftar dan tidak memasukkan SPT.

Fungsi Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan terdiri dari :

a) Pemantauan dan Penatausahaan pembayaran pemotongan dan

pemungutan Pajak Penghasilan (PPh)

b) Penerimaan, Penatausahaan, dan Pengecekan SPT Masa atas

potongan dan pungutan PPh

c) Pengolahan dan Penyusunan Laporan efektivitas masa pembayaran

atas Potongan dan pemungutan PPh Badan

d) Verifikasi atas SPT Masa dan Tahunan atas Potongan dan

Pemungutan PPh, Wajib Pajak yang tidak terdaftar dan yang tidak

(18)

7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak langsung Lainnya

Seksi PPn dan pajak langsung lainnya terdiri dari :

a. Sub Seksi PPN dan industri mempunyai tugas melakukan urusana

penerimaan, penatausahaan dan melakukan SPT Masa, memantau dan

menatausahakan Masa Pembayaran, Pengolahan dan menyusun

laporan pengembangan PKP dan keputusan SPT masa serta melakukan

konfirmasi faktur pajak pada sektor industri

b. Sub Seksi PPN jasa dan PTLL, mempunyai tugas melakukan urusan

penerimaan, penatausahaan, dan pengecekan SPT Masa, memantau

dan menatausahakan Masa pembayaran, pengolahan dan menyusun

laporan perkembangan PKP serta kepatuhan SPT Masa dan melakukan

konfirmasi faktur pajak pada sektor PPN Jasa dan PTLL

c. Sub Seksi perdagangan, mempunyai tugas melakukan urusan

penerimaan, penatausahaan penerimaan masa, pengolahan dan

menyusun laporan perkembangan PKP pada sektor perdagangan.

d. Sub Seksi verifikasi PPN dan PTLL, mempunyai tugas melakukan

urusan verifikasi atas SPT Masa PPN, PPnBM, PTLL, PKP yang tidak

terdaftar dan tidak memasukkan SPT.

8. Seksi Penagihan

Seksi Penagihan terdiri dari :

a. Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak mempunyai tugas melakukan

(19)

b. Sub Seksi Penagihan mempunyai tugas mempersiapakan Surat

Teguran dan melakukan Penagihan Paksa

Fungsi Seksi Penagihan terdiri dari :

a) Penatausahaan Piutang Pajak

b) Penyiapan Surat teguran dan Pengurusan Penagihan Paksa

9. Seksi Penerimaan Keberatan

Seksi Penerimaan Keberatan terdiri dari :

a. Sub Seksi Tata Usaha Penerimaan Restitusi, mempunyai tugas

melakukan urusan Tata Usaha, Penyusunan Laporan Penerimaan

Pajak, Pembukuan Restitusi, membuat reguster pemindahbukuan,

mengolah dan menatausahakan bermacam-macam penerimaan pajak

serta mempersiapakan Surat Keputusan pengembalian kelebihan

pembayaran pajak dan surat perintah membayar pajak.

b. Sub Seksi rekonsiliasi, mempunyai tugas melakukan urusan

rekonsiliasi penerimaan pajak, pengolahan dan penyaluran surat

teguran pajak dan surat penghitungan pajak.

c. Sub seksi keberatan PPh, mempunyai tugas melakukan urusan

penyelesaian keberatan perselisihan pajak penghasilan

d. Sub Seksi PPN dan PTLL, mempunyai tugas melakukan urusan

(20)

Fungsi penerimaan keberatan, terdiri dari :

a) Rekonsiliasi dan Pengolahan Surat Setoran Pajak (SSP)

b) Penatausahaan Penerimaan Pajak

c) Pengurusan Restitusi

d) Penyelesaian Keberatan Pajak

e) Penyelesaian perselisihan Pajak

10. Kantor Penyuluhan Pajak (KPP)

Kantor Penyuluhan Pajak terdiri dari :

a. Urusan Tata Usaha, mempunyai tugas melaksanakan urusan Tata

Usaha kepegawaian, keuangan dan rumah tangga

b. Kelompok Tenaga Fungsional Penyuluhan Pajak, mempunyai tugas

melakukan penyuluhan serta konsultasi di bidang perpajakan sesuai

dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Fungsi Kantor Penyuluhan Pajak terdiri dari :

a) Penyuluhan di bidang PPh, PPN, PPnBM, PTLL, serta PBB kepada

masyarakat.

b) Pelayanan konsultasi di bidang PPh, PPN, PPnBM, serta PBB kepada

masyarakat.

11. Kelompok Tenaga Fungsional Verifikasi Pajak

Tugasnya adalah melaksanakan verifikasi pajak sesuai dengan peraturan

(21)

terdiri dari sejumlah tenaga verifikator pajak dalam jabatan fungsional yang ditunjuk

oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP

12. Kelompok Tenaga Fungsional Pejabat Sita Pajak Negara

Tugasnya adalah melaksanakan penagihan pajak negara sesuai dengan peraturan

(22)
(23)

D. SEKILAS MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN

Semenjak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan

program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan yang

secara singkat biasa disebut modernisasi. adapun jiwa dari program modernisasi ini

adalah pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan

yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi

yang handal dan terkini. strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima

sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak. jika program modernisasi

ini ditelaah secara mendalam, termasuk perubahan-perubahan yang telah, sedang, dan

akan dilakukan, maka dapat dilihat bahwa konsep modernisasi ini merupakan suatu

terobosan yang akan membawa perubahan yang cukup mendasar dan revolusioner.

Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi adminsitrasi perpajakan

perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif.

Perubahan-perubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang berikut:

1. struktur organisasi

2. Business process dan teknologi informasi dan komunikasi

3. Manajemen sumber daya manusia

(24)

D.1 STRUKTUR ORGANISASI.

Untuk kegiatan law enforcement, dikembangkan program pemeriksaan

berbasis analisis resiko (risk analysis), sehingga sumber daya yang ada dapat secara

efektif melakukan pemeriksaan berdasarkan skala prioritas dengan membuat

segmentasi resiko yang dihadapi. Untuk menerapkan keadilan bagi seluruh Wajib

Pajak dan besarnya potensi yang dapat digali, maka DJP meluncurkan program

penggalian potensi Wajib Pajak non-filer, yaitu Wajib Pajak yang berhenti

mengirimkan SPT. Masih dalam dalam rangka law enforcement, DJP juga

mengembangkan sistem yang dapat menghimpun berbagai data dari pihak ketiga

yang terkait dengan tugas DJP dalam menghimpun penerimaan negara, yang

dinamakan Third Party Data Project. Di samping itu, guna menjadikan fungsi

penagihan lebih efektif dan efisien, saat ini juga Struktur Kantor Pusat DJP (KP DJP)

ikut disesuaikan berdasarkan fungsi agar sesuai dengan unit vertikal di bawahnya. Ke

depannya KP DJP dirancang sebagai Pusat Analisis dan Perumusan Kebijakan

(Center of Policy Making and Analysis) atau hanya menjalankan tugas dan pekerjaan

yang sifatnya non operasional. Untuk mengantisipasi perkembangan dunia bisnis

yang begitu cepat, maka dibentuk direktorat transformasi yang bertugas untuk selalu

melakukan pemikiran dan perbaikan di bidang business process, pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi, serta penyempurnaan organisasi dan sumber

daya manusia. Untuk itu struktur KP DJP dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu

direktorat yang menangani day-to-day operation (1 sekretariat + 9 direktorat), dan

(25)

memperkuat beberapa fungsi yang dianggap penting, maka dibentuk beberapa

direktorat baru untuk menangani intelijen dan penyidikan perpajakan, ekstensifikasi

perpajakan, dan hubungan masyarakat (public relations), serta beberapa subdirektorat

baru yang menangani penelitian perpajakan, kepatuhan internal, dan transfer pricing.

Mengingat besarnya skala perubahan yang akan dilakukan dalam program ini

dan adanya keterbatasan resources yang dimiliki, termasuk di antaranya keuangan,

sumber daya manusia (SDM), dan infrastuktur, maka implementasi program

modernisasi pada kantor operasional pajak harus dilakukan secara bertahap. Sebagai

tahap pertama, dibentuk Kantor Wilayah (Kanwil) dan 2 KPP WP Besar pada bulan

Juli 2002 untuk mengadministrasikan 300 Wajib Pajak Badan terbesar di seluruh

Indonesia sebagai pilot project. Karena program modernisasi yang diterapkan pada

KPP WP Besar dianggap cukup berhasil, maka konsep yang kurang lebih sama

dicoba untuk diterapkan pada KPP lain secara bertahap, di mana sampai dengan akhir

2007, 22 Kanwil dan 202 KPP (3 KPP WP Besar, 28 KPP Madya, dan 171 KPP

Pratama) telah berhasil dimodernisasi. Pada akhir 2006, struktur organisasi KP DJP

disempurnakan bersamaan dengan penerapan sistem administrasi modern. Pada tahun

2008, seluruh kantor di luar Jawa dan Bali akan dimodernisasi dengan dibentuknya

128 KPP Pratama untuk menggantikan seluruh kantor pajak yang ada di daerah

(26)

D.2 BUSINESS PROCESS DAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Kunci perbaikan birokrasi yang berbeli-belit adalah perbaikan business

process, yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja. Untuk itu, perbaikan

business process merupakan pilar penting program modernisasi DJP, yang diarahkan

pada penerapan full automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi, terutama untuk pekerjaan yang sifatnya klerikal. Diharapkan dengan full

automation, akan tercipta suatu business process yang efisien dan efektif karena

administrasi menjadi cepat, mudah, akurat, dan paperless, sehingga dapat

meningkatkan pelayanan sehingga dapat mengurangi kontak langsung pegawai DJP

dengan Wajib Pajak untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya KKN. Di samping

itu, fungsi pengawasan internal akan lebih efektif dengan adanya built-in control

system, karena siapapun dapat mengawasi bergulirnya proses administrasi melalui

sistem yang ada.

Langkah awal perbaikan business process adalah penulisan dan dokumentasi

Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap kegiatan di seluruh unit DJP.

Sampai dengan akhir tahun 2007, sekitar 1900 SOP di lingkungan DJP telah berhasil

diidentifikasikan, ditulis, dan dijadikan acuan pelaksanaan tugas dan pekerjaan bagi

para pegawai. Selain penulisan SOP, perbaikan business process dilakukan antara

lain dengan penerapan e-system dengan dibukanya fasilitas e-filing (pengiriman SPT

secara online melalui internet), SPT (penyerahan SPT dalam media digital),

(27)

NPWP secara online melalui internet). Semua fasilitas tersebut diciptakan guna

memudahkan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk

sistem administrasi internal saat ini terus dilakukan pengembangan dan

penyempurnaan Sistem Informasi DJP (SIDJP). Salah satu fitur penting sistem

tersebut adalah case management dan workflow system yang digunakan untuk

administrasi persuratan, proses pelayanan, serta pengadministrasian account Wajib

Pajak. Sistem informasi manajemen internal seperti Sistem Kepegawaian, Sistem

Informasi Keuangan dan Akuntansi, Sistem Pelaporan, dan Key Performance

Indicator (KPI) juga terus dikembangkan.

Untuk kegiatan law enforcement, dikembangkan program pemeriksaan

berbasis analisis resiko (risk analysis), sehingga sumber daya yang ada dapat secara

efektif melakukan pemeriksaan berdasarkan skala prioritas dengan membuat

segmentasi resiko yang dihadapi. Untuk menerapkan keadilan bagi seluruh Wajib

Pajak dan besarnya potensi yang dapat digali, maka DJP meluncurkan program

penggalian potensi Wajib Pajak non-filer, yaitu Wajib Pajak yang berhenti

mengirimkan SPT. Masih dalam dalam rangka law enforcement, DJP juga

mengembangkan sistem yang dapat menghimpun berbagai data dari pihak ketiga

yang terkait dengan tugas DJP dalam menghimpun penerimaan negara, yang

dinamakan Third Party Data Project. Di samping itu, guna menjadikan fungsi

penagihan lebih efektif dan efisien, saat ini juga tengah dikembangkan dan

(28)

D.3MANAJEMENSUMBERDAYAMANUSIA(SDM)

Departemen Keuangan secara keseluruhan telah meluncurkan program

Reformasi Birokrasi sejak akhir tahun 2006. Fokus program reformasi ini adalah

perbaikan sistem dan manajemen SDM, dan direncanakan perubahan yang dilakukan

sifatnya lebih menyeluruh. Hal ini perlu dan mendesak untuk dilakukan, karena

disadari bahwa elemen yang terpenting dari suatu sistem organisasi adalah

manusianya. Secanggih apapun struktur, sistem, teknologi informasi, metode dan alur

kerja suatu organisasi, semua itu tidak akan dapat berjalan dengan optimal tanpa

didukung SDM yang capable dan berintegritas. Harus disadari bahwa yang perlu dan

harus diperbaiki sebenarnya adalah sistem dan manajemen SDM, bukan semata-mata

melakukan rasionalisasi pegawai, karena sistem yang baik dan terbuka dipercaya

akan bisa menghasilkan SDM yang berkualitas. Diharapkan ke depannya DJP dengan

system administrasi perpajakan modern akan dapat didukung oleh sistem SDM yang

berbasis kompetensi dan kinerja.

Sebelum melakukan langkah perbaikan di bidang SDM, DJP melakukan

pemetaan kompetensi (Competency Mapping) untuk seluruh 30.000 pegawai DJP

guna mengetahui sebaran kuantitas dan kualitas kompetensi pegawai. Meskipun

program mapping ini masih terbatas mengidentifikasikan ‘soft’ competency saja,

tetapi informasi yang didapat cukup membantu DJP dalam merumuskan kebijakan

kepegawaian yang lebih fair. Kemudian seluruh jabatan harus dievaluasi dan

dianalisis untuk selanjutnya ditentukan job grade dari masing-masing jabatan

(29)

yang kemudian dikaitkan juga dengan pengembangan sistem pengukuran kinerja

masing-masing pegawai. Sebagai catatan, pembuatan dan dokumentasi SOP untuk

seluruh proses pekerjaan dapat dimanfaatkan juga sebagai standar penilaian kinerja.

Secara bersamaan dilakukan penilaian terhadap seluruh pegawai secara lebih

obyektif dan konsisten sekaligus standar kompetensi jabatannya melalui proyek

assessment center. Selisih (gap) antara hasil penilaian pegawai dengan standar

kompetensi jabatan yang didudukinya dijadikan dasar perancangan program

capacity building (termasuk pendidikan dan pelatihan) yang lebih fokus dan terarah.

Saat ini, DJP sedang mengembangkan berbagai program pelatihan melalui metode

Adult Learning Principles.

Semua itu nantinya akan dimanfaatkan untuk membuat sistem jenjang karir,

khususnya sistem mutasi dan promosi, serta sistem remunerasi yang lebih jelas, adil,

dan akuntabel. Dengan sistem dan manajemen SDM yang lebih baik dan terbuka akan

dapat menghasilkan SDM yang juga lebih baik, khususnya dalam hal produktivitas

dan profesionalisme. Dapat dilihat bahwa perbaikan remunerasi hanyalah salah satu

bagian akhir dari program reformasi birokrasi yang sebelumnya didahului dengan

perbaikan di berbagai bidang yang dapat meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas

sistem manajemen sumber daya manusia.

D.4PELAKSANAANGOODGOVERNANCE

Elemen terakhir adalah pelaksanaan good governance, yang seringkali

(30)

untuk memandu pelaksanaan tugas dan pekerjaannya, serta yang lebih penting lagi,

konsistensi implementasi rambu-rambu tersebut. Dalam praktik berorganisasi, good

governance biasanya dikaitkan dengan mekanisme pengawasan internal (internal

control) yang bertujuan untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan ataupun

penyelewengan dalam organisasi, baik itu dilakukan oleh pegawai maupun pihak

lainnya, baik disengaja maupun tidak.

DJP dengan program modernisasinya senantiasa berupaya menerapkan

prinsip-prinsip good governance tersebut. Salah satunya adalah dengan cara

pembuatan dan penegakan Kode Etik Pegawai yang secara tegas mencantumkan

kewajiban dan larangan bagi para pegawai DJP dalam pelaksanaan tugasnya,

termasuk sanksi-sanksi bagi setiap pelanggaran Kode Etik Pegawai tersebut. Selain

itu pemerintah telah menyediakan berbagai saluran pengaduan yang sifatnya

independen untuk menangani pelanggaran atau penyelewengan di bidang perpajakan,

seperti Komisi Ombudsman Nasional. Dalam lingkup internal DJP sendiri, telah

dibentuk dua Subdirektorat yang khusus menangani pengawasan internal di bawah

Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, yaitu

Subdirektorat Kepatuhan Internal yang sifatnya lebih ke pencegahan (preventif) dan

Subdirektorat Investigasi Internal yang sifatnya lebih ke pengusutan dan

penghukuman (reaktif). Lebih jauh lagi, pembentukan complaint center di

masing-masing Kanwil modern untuk menampung keluhan Wajib Pajak merupakan bukti

komitmen DJP untuk selalu meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajaknya

(31)

Sebenarnya good governance tidak hanya terbatas pada masalah integritas,

tetapi juga menyangkut efisiensi dan efektivitas, serta profesionalisme dan

akuntabilitas organisasi. Salah satu contoh konkritnya adalah penerapan manajemen

organisasi modern melalui pembuatan dan penerapan siklus perencanaan,

implementasi, dan evaluasi, yang disertai alat ukur yang jelas untuk menilai

keberhasilan program tersebut. Alat ukur tersebut dapat berupa Key Peformance

Indicators (KPI) untuk aktivitas rutin organisasi, atau Policy Measures untuk

kebijakan baru. Dalam ilmu manajemen dikenal ungkapan “what gets measured, gets

managed”. Sejak tahun 2005, DJP telah mencoba menetapkan beberapa KPI untuk

mengukur kinerja kantor operasionalnya selain variabel penerimaan perpajakan yang

biasa dipakai. Untuk tahun 2008, DJP telah menyusun strategic plan organisasi yang

lebih komprehensif dengan memakai konsep balanced score card.

Sebagai bagian dari evaluasi kinerja, Kantor pajak modern selalu mengadakan

survey kepuasan WP setiap tahunnya, dengan hasil yang sangat positif. Akan tetapi

sebagian masyarakat maupun stakeholders meragukan hasil survey internal dengan

alasan bias, kurang obyektif, adanya unsur ketakutan responden, dsb. Untuk itu sejak

tahun 2005, DJP mencoba mengadakan survey yang lebih obyektif dengan

menggunakan lembaga survey independen, yaitu AC Nielsen, dan tidak dibiayai oleh

DJP, melainkan disponsori oleh AusAID. Metode Survey Persepsi Kepuasan Wajib

Pajak yang digunakan adalah pengisian kuesioner melalui 2 tahap, yaitu tahap

(32)

Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus yang mengadministrasikan perusahaan PMA,

Perusahaan Go Public, Badan dan Orang Asing, serta BUMN (ketika survey

dilakukan KPP BUMN masih berada di bawah Kanwil ini), KPP Madya di Batam

dan Jakarta Pusat, serta KPP (kanyor pelayanan Pajak) Pratama di lingkungan Kanwil

DJP Jakarta Pusat. Hasilnya selengakapnya dapat dilihat sebagai berikut:

2005 81

KPP Waj ib Paj ak Besar Kanw il DJP Waj ib Paj ak Besar

2007

KPP Waj ib Paj ak Besar Kanw il DJP Waj ib Paj ak Besar

2007

Survey kepuasan untuk Kanwil Khusus telah dilakukan pada tahun 2006 oleh AC Nielsen memakai metode kualitatif dengan hasil yang juga sangat memuaskan

Contoh hasil survey atas Kepuasan Wajib Pajak KPP PW Besar tahun 2005

D.5 MANFAAT MODERNISASI BAGI WAJIB PAJAK

Secara singkat, program modernisasi diharapkan dapat memberi manfaat bagi Wajib

Pajak sebagai berikut :

a. Pelayanan yang lebih baik, terpadu, dan personal, melalui:

b. Konsep One Stop Service yang melayani seluruh jenis pajak (PPh, PPN, PBB &

BPHTB)

c. Adanya tenaga Account Representative (AR) dengan tugas antara lain :

(33)

- mengingatkan WP atas pemenuhan kewajiban perpajakannya

- update atas peraturan perpajakan yang terbaru

SDM yang professional:

- adanya fit and proper test dan competency mapping

- pelaksanaan kode etik yang tegas dan konsisten

(34)

BAB III

GAMBARAN PENAGIHAN PAJAK

A. KETENTUAN UMUM

I. Dasar Hukum

Dasar hukum Penagihan Pajak antara lain adalah :

a) Undang-undang Nomor.16 Tahun 2000 Pasal 18 menyatakan bahwa surat

Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat

Ketetapan Pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT),Surat Keputusan

Pembetulan, Surat Keberatan, Keputusan banding yang menyebkan jumlah

pajak yang dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan.

b) Undang-undang Republik Indonesia No.19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak

dengan surat paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor.19 tahun 2000.

c) Keputusan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) No. Kep. 645/PJ/2002 tentang

bentuk, jenis, kode kartu, formulir, surat-surat dan buku yang digunakan dalam

pelaksanaan penagihan dengan surat paksa.

II. Pengertian Pajak

Pengertian Pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2008 adalah kontribusi

(35)

memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung yang digunakan untuk kepentingan negara bagi pembangunan negara.

Pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli pajak diantaranya adalah :

Menurut Rochmat Soemitro (dalam Mardiasmo;1995) Pajak adalah iuran

rakyat kepada negara yang diwajibkan membayar pajak berdasarkan Undang-undang

dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut P.J.A Adriani (dalam Barata;1998) pajak adalah iuran kepada negara

(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk

dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Ray N. Sommer, Hersel M. Andersen dan Horace R. Brock (dalam

Barata;1998) pajak adalah pengalihan sumber-sumber dari sektor swasta ke sektor

pemerintah, yang wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan

lebih dahulu dan tanpa mendapatkan imbalan yang langsung, sehingga pemerintah

dapat melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial.

Menurut Edwin R.A. Seligman dalam buku Essay In Taxation yang

diterbitkan di amerika menyatakan : “Tax is compulsary contribution from the

(36)

adanya kontribusi seseorang yang ditujukan kepada negara tanpa adanya manfaat

yang ditujukan secara khusus pada seseorang. Memang, bagaimanapun juga pihak itu

ditujukan manfaatnya kepada masyarakat.

Menurut DR. Soeparaman Soemahamidjaja dari disertasinya yang berjudul

Pajak berdasarkan azas gotong royong menyatakan bahwa pajak adalah iuran wajib

pajak berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan

norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif

dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari defenisi di atas tidak tampak istilah

“dipaksakan” karena bertitik tolak pada istilah “iuran wajib”. Sisi lainnya yang

berhubungan dengan kontra prestasi menekankan pada mewujudkan kontra prestasi

itu diperlukan pajak.

Menurut Philip E. Taylor dalam buku The Economic of Public Finance

memberikan batasan pajak seperti di atas hanya menggantikan without reference

dengan with little reference.

1. Fungsi Pajak

Fungsi pajak menurut Mardiasmo (1995;2) menyimpulkan bahwa fungsi pajak

adalah :

a) Fungsi penerimaan (Budgeter), yaitu pajak sebagai sumber dana bagi

pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

b) Fungsi mengatur (Reguler), yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur dan

(37)

2. Jenis-jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (1995;6) ada tiga macam pengelompokan pajak yaitu:

a) Menurut golongannya :

1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib

pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)

2) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan

atau dilimpahkan pada orang lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

b) Menurut Sifatnya :

1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,

dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)

2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa

memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai

Barang Mewah (PPnBM).

c) Menurut Lembaga Pemungutnya :

1) Pajak Pusat (negara), yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

(38)

2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak Daerah terdiri dari :

a. Pajak daerah TK 1 (propinsi)

b. Pajak daerah TK 2 (kotamadya/kabupaten).

3. Pajak Penghasilan (PPh)

Menurut Udang-undang Nomor.17 Tahun 2000 Pasal 4 ayat (1) mengatakan

bahwa Pengertian Penghasilan adalah : tambahan kemampuan ekonomis yang

diterima atau diperoleh dari wajib pajak yang berasal dari dalam maupun dari luar

Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan dengan nama

atau dalam bentuk apapun.

Dari pengertian penghasilan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

pengertian pajak penghasilan adalah : iuran resmi yang dipungut dari masyarakat

yang berpenghasilan atau atas penghasilan, atau atas penghasilan yang diterima atau

diperoleh dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup

berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan.

Yang menjadi subjek pajak adalah :

a. Orang pribadi

Warisan yang belum terbagi, satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

b. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan Komanditir, perseroan

lainnya, badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah

(39)

firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis lembaga, dana

pensiun, dan bentuk usaha lainnya.

c. Bentuk usaha tetap (BUT)

Subjek pajak terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

Subjek pajak dalam negeri :

a) Orang pribadi yang bertempat tinggal atau orang pribadi yang berada di

Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi

yang dalam suatu tahun pajak berada dan mempunyai maksud untuk

bertempat tinggal di Indonesia

b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

c) Warisan yang belum terbagi

Subjek Pajak luar negeri :

a) Badan Perwakilan

b) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain

dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang

bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat

bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menerima atau memperoleh

penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia, serta negara yang

bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

c) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh menteri keuangan

(40)

d) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh

menteri keuangan dengan syarat bukan Warga Indonesia dan tidak

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untk

memperoleh penghasilan di Indonesia.

Yang tidak termasuk objek pajak :

a) Bantuan atau sumbangan

b) Harta hibahan

c) Warisan

d) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan

dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa dan lain-lain.

e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima dalam bentuk natura atau kenikmatan dari pemerintah.

f) Laba dari perseroan komanditir yang modalnya tidak terbagi atas saham.

g) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badabn sebagai pengganti

atau sebagai pengganti penyertaan modal.

h) Iuran yang diterima dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh

menteri keuangan.

i) Penghasilan yang diperoleh dari perusahaan modal ventura berupa pembagian

laba dari badan pasangan usaha yang didrikan di Indonesia.

(41)

5. Pengertian Penagihan Pajak

Menurut Rochmat Soemitro, (dalam Hadi, 1988;67) diartikan bahwa

penagihan adalah perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena

wajib pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai

pembayaran pajak.

Menurut Moeljo Hadi, (1988;67) mengemukakan ada empat unsur penagihan :

a) Serangkaian Tindakan

Yaitu bahwa penagihan dilakukan tahap demi tahap dari diterbitkan surat

teguran, surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan dan permohonan

jadwal waktu, tempat, tanggal, bulan pelelangan pada kantor lelang negara.

b) Aparatur Direktorat Jenderal Pajak

Yaitu juru sita pajak negara yang telah memenuhi syarat yang telah

ditentukan, telah mendapat pendidikan khusus, diangkat serta telah disumpah

lebih dahulu sebelum tugas.

c) Wajib pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh.

Yaitu utang pajak yang terdapat dalam surat teguran pajak (STP), surat

ketetapan pajak (SKP), surat ketetapan pajak tambahan (SKPT).

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau

sangsi administrasi berupa bunga dan denda.

SKP (Surat ketetapan pajak) Adalah surat ketetapan yang meliputi SKPKB

(42)

d) Menurut Undang-undang Perpajakan.

Yaitu tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan serta penagihan pajak

negara dengan surat paksa.

Apabila perkataan pembayaran/penyetoran pajak dibandingkan dengan

penagihan, maka perkataan pajak dimaksud bahwa aktifitas dan inisiatifnya

dari wajib pajak, sedangkan perkataan penagihan pajak inisiatifnya dan

aktifitasnya datang dari pihak fiskus.

6. Utang Uajak.

Adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa

bunga denda atau kenaikan tang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat

sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

7. Penanggung Pajak

Adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas paembayaran

pajak, termasuk wakil menjalankan hak dan memenuhi kewajiban pajak menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan.

III. Tujuan Penagihan

Adapaun tujuan penagihan pajak adalah sebagai berikut :

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perajakan :

a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

(43)

d) Memberikan kepercayaan terhadap wajib pajak akan melaksanakan hak

dan kewajiban (Self Assessment)

IV. Pelaksanaan Penagihan Pajak

Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Penagihan pasif

dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan pajak. Adalah

tindakan yang dilakukan oleh kantor pelayanan pajak (KPP) dengan cara

dapat melakaukan pencatatan, pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa

dan pembayaran lainnya yang dilakukan oleh wajib pajak.

2. Penagihan Aktif

Adalah penagihan pajak yang dilakukan melalui Surat Paksa diatur dalam

Undang-undang Nomor.19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah

dengan Undang-undang Nomor.19 Tahun 2000 pasal (7) ayat (1) adalah :

surat paksa diterbitkan apabila :

a) Penanggung pajak tidak melunasi hutang pajak dan kepadanya telah

diterbitkan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang

sejenisnya.

b) Terhadap penanggung pajak telah di laksanakan penagihan seketika

(44)

c) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum

dalam keputusan persetujuan sangsuran atau penundaan pembayaran

pajak.

V. Dasar penagihan Pajak

Menurut Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000 pasal 18 (1) menyatakan

bahwa surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan kurang

bayar tambahan, surat keputusan pembetulan, surat keberatan, keputusan banding

yang menyebabkan jumlah yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar

penagihan pajak.

Setiap wajib pajak sebelum melakukan pembayaran, ia wajib mendaftarkan

dirinya kepada direktorat jenderal pajak dalam wilayah wajib pajak bertempat tinggal

atau berkedudukan untuk mendapatkan Nomor pokok wajib pajak dari KPP. Tugas

administrasi perpajakan tidak lagi melakukan kegiatan pada tugas merampungkan

atau menetepkan surat pemberitahuan pajak, guna menentukan jumlah yang terutang

dan jumlah ppajak yang seharusnya di bayar pada fiskus, namun tugasnya sekarang

adalah melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan dan penerapan sanksi

administrasi.

(45)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN EVALUASI

1. SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 Pasal 14 (I)

Yaitu surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi

berupa bunga atau denda.Surat tagihan pajak dikeluarkan apabila :

a. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

b. Dari hasil penelitian SPT (Surat Pemberitahuan) terdapat kekurangan pembayaran

pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.

c. Wajib pajak dikenakan sanksi atau administrasi berupa denda atau bunga.

d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang pajak pertambahan

nilai (PPN) tahun 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk

dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak atau (PKP)

tetapi membuat faktur pajak atau pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai

(46)

2. SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR (SKPKB) Undang-umdang Nomor.16 tahun 2000 Pasal 13 (1)

Yaitu surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang

terhutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajaknya

sanksi administrasi, jumlah yang masih harus di bayar. Direktorat jenderal pajak

dapat menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dalam hal sebagai

berikut :

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaaan atau keterangan pajak yang terutang

bayar.

b. Apabila surat pemberitahuan (SPT) tidak disampaikak dalam jangka waktu

sebagaimana ditentukan menurut undang-undang dan setelah ditegur secara

tertulis tidak disampaikan pada waktu sebagaimana ditentukan dalam surat

teguran.

c. Apabila berdasarakan hasil pemeriksaan mengenai pajak pertambahan nilai (PPN)

dab pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) ternyata tidak seharusnya

dikompensasikan selisih lebih pajak, tidak seharusnya dikenakan tarif 0 %.

3. SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR TAMBAHAN Udang-undang Nomor.16 Tahun 2000 Pasal 15 (1)

Surat Paksa yaitu surat perintah dengan paksa kepada penanggung pajak

(47)

A. Dari segi isinya

a) Berkepala kata-kata “Atas nama keadilan” yang dengan undang-undang yang

bunyinya yaitu “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

b) Nama wajib pajak, keterangan cukup tentang alas an yang menjadi dasar

penagihan, perintah membayar.

c) Dikeluarkan atau ditanda tangani oleh pajak yang berwenang.

B. Dari segi karekteristik

a) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dan putusan hakim dalam perkara.

b) Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

c) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak.

d) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan atau penyanderaan.

Apabila pajak yang masih harus dibayar, tidak dilunasi dalam jangka waktu

1x24 jam sesudah tanggal jatuh pemberitahuaan surat paksa maka Kantor Pelayanan

Pajak (KPP) segera menerbitkan surat sita, kendatipun wajib pajak belum juga

melunasi hutang pajaknya, maka lewat 10 hari sejak tanggal pelaksanaan surat

perintah melakukan penyitaan, kepala (KPP) mengajukan permintaan jadwal waktu

dan tempat pelelangan ke kantor lelang negara setempat.

Sistem self assessment adalah salah satu sistem pemungutan pajak dimana

wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada

pada kedua belah pihak, yaitu wajib pajak dan fiskus. Sistem ini telah dilaksakan

(48)

kepada wajib pajak untuk menghitung, memungut, membayar, dan melapotkan

sendiri jumlah pajak terutang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

perpajakn.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sebelum sistem ini, di indonesa

diberlakukan sistem Offical Assessment. Namun, sistem tersebut tidak efesien, dan

menimbulkan kecenderungan masyarakat Wajib pajak kurang bertanggung jawab,

dan sering terjadi perlawanan pajak dengan cara menghindar dari kewajiban

perpajakannya. Dengan menyadari kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh

sistem-sistem tersebut, malka kita sekarang menggunakan sistem Self Assessment.

Hal penting yang mempengarui keberhasilan sistem Self Assessment adalah

tingkat kepatuhan wajib pajak. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak berdasarkan sistem

self assessment adalah :

1. Adanya kepastian hukum

2. Perhitungan sederhana dan mudah dimengerti oleh wajib pajak

3. Lebih mencerminkan asas keadilan dan merata

4. Memperkecil kemungkinan Wajib Pajak tidak mampu membayar pajak akibat

penghitungan yang terlalu besar.

Sesuai dengan sistem self assessment yang berlaku sekarang ini wajib pajak

diwajibkan untuk menghitung, melapor, serta membayar hutang pajaknya. Apabila

terdapat kekeliruan atau kasalahan dalam melakukan penghitungan pajak atau wajib

(49)

pajak yang harus dibayar menjadi lebih besar, barulah Direktorat Jenderaj Pajak

(Dirjen Pajak) menerbitkan surat Ketetapan pajak yang dapat berupa :

1. Surat Tagihan Pajak (STP)

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

4. Surat Keputusan Pembetulan

5. Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding.

Kelima jenis yang dimaksud merupakan dasar tindakan atau sarana

administrasi bagi direktorat jenderal pajak untuk melakukan penagihan pajak.

Tindakan Penagihan dilakukan apabila wajib pajak tidak atau kurang membayar

pajaknya yang terutang, yang besarnya dalam pelaksanaannya akan diawali dengan:

a) Surat Teguran

Apabila pelaksanaan penagihan pajak diawali dengan penerbitan surat teguran

setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Surat teguran tidak dapat

diterbitkan apabila terhadap penanggung pajak telah disetujui untuk mengangsur

ataupun menunda pembayaran pajaknya.

b) Surat Paksa

Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh

penanggung pajak setelah lewat 21 hari sejak tanggal diterbitkannya surat

(50)

c) Surat Pelaksanaan Melakukan Penyitaan (SPMP)

Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh

penanggung pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak surat paksa diberitahukan, maka

segera akan diterbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan.

d) Kesempatan Terakhir

Dalam hal ini wajib pajak diberikan kesempatan selama 10 hari setelah jatuh

tempo, untuk melunasi kewajiban-kewajibannya sebagai wajib pajak.

e) Lelang

Apabila hutang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak

dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal

pelaksanaan penyitaan, akan segera dilaksanakan pengumuman lelang, dan

segera dilakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor

lelang.

4. Penagihan Seketika dan Sekaligus.

Dalam arti pajak suatu peristiwa atau keadaan yang mendesak dan untuk

menjaga kemungkinan terjadinya sesuatu yang akan mengakibatkan pajak yang

terutang tidak dapat ditagih, maka fiskus diberi wewenang untuk melakukan

(51)

Keadaan ini merupakan suatu penyimpangan dari ketentuan yang diatur dalam pasal 9

ayat (3) UU NO 16 Tahun 2000 yang berbunyi :

“STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan

Keberatan, Putusan Banding yang menyebkan jumlah pajak yang harus

dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal

diterbitkan.”

Namun Fiskus dapat menyimpang dari jangka waktu 1 bulan sebagaimana

disebut, dengan alasan-alasan sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat 2 UU No.16

tahun 2000 yaitu :

a) Penanggung pajak akan meninggalkan indonesia untuk selamanya- lamanya atau

berniat untuk itu.

b) Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai

dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan penatausahaan atau

pekerjaan yang dilakukan di indonesa.

c) Terdapat tanda- tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan

usahanya.

d) Badan usaha akan dibubarkan oleh negara

e) Terjadimya penyatuan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau

terdapat tanda- tanda kepemilikan.

Logika hukum dan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal

(52)

jumlah pajak yang harus dibayar bertambah dimaksud ialah dalam rangka pengenaan

dan pengawasan penerimaan negara di sektor perpajakan.

Apabila urusan-urusan yang ada pada pasal 20 ayat 2 Undang-undang

Nomor.16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), maka Kepala

Kantor Pelayanan Pajak segera menerbitkan Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika

dan Sekaligus.

Prinsip-prinsip penagihannya menyimpang dalam arti bahwa pelaksanaaanya

dikakukan tanpa menyimpulkan apakah STP, SKPKB, SKPKBT telah jatuh tempo

atau belum, bahkan dapat menyimoang dari jadwal waktu penagihan pajak.

5. Pengertian Juru Sita Pajak dan Tugasnya

1) Juru Sita Pajak adalah pelaksanaan tindakan penagihan pajak yang meliputi

penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan

pembayaran

2) Tugas-tugas juru sita pajak

Menurut pasal 5 ayat 1dan 2 UU No 19 Tahun 2000 juru sita pajak bertugas :

a. Peritahukan Surat Paksa

b. Melaksakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkMelaksanakan

Surat Perintah penagihan seketika dan sekaligus

c. Memban surat perintah melaksanakan penyitaan.

(53)

6. Kendala-kendala yang dihadapi juru sita pajak :

a. Juru Sita tidak diperbolehkan masuk rumah

b. Juru sita tidak diperbolehkan menyita barang wajib pajak

c. Wajib pajak atau wakilnya tidak mau mendatangani beruta acara sita

d. Pembuktian barang-barang yang bukan milik wajib pajak.

7. Penyitaan terhadap barang-barang wajib pajak atau penanggung pajak.

Penyitaan adalah serangkaian indakan untuk mengambil atau menyimpan

dibawah pengawasannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak

bergerak untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.

Barang-barang wajib pajak yang boleh disita :

1) Barang gerak yang boleh disita antara lain :

a) Semua barang yang ada di dalam rumah penanggung pajak

b) Semua barang gerak yang ada di toko penanggung pajak

c) Semua barang gerak yang ada di tempat usaha penanggung pajak

d) Semua barang gerak yang ada di kantor penanggung pajak

2) Barang tak gerak yang boleh disita :

a) Rumah tinggal, bangunan kontor, bangunan perusahaan, gudang, dan

sebagainya, baik yang disewakan maupun yang dikontrakkan kepada yang

orang lain.

(54)

Barang-barang wajib pajak yang tidak boleh disita (dikecualikan)

1) Barang-barang yang tidak boleh disita :

a) Tempat tidur beserta perlengkapannya dari penanggung pajak

b) Perlengkapan penanggung pajak dan yang bersifat dinas

c) Alat-alat pertukangan yang termasuk usaha penanggung pajak

d) Persediaan makanan dan minuman untuk satu bulan yang berada dirumah

e) Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanangung pajak

f) Ternak yang semata-mata dipergunakan untuk semata-mata untuk

menjalankan perusahaan penanggung pajak

8. Penjualan Dengan Lelang

Pengertian Lelang

Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan dengan cara penawaran naik

atau turun dan tertulis melalui usaha mengumpulkan orang.

Persiapan Melakukan Lelang

1) Permintaan Jadwal Waktu Tempat Pelelangan

Jika setelah 10 hari sejak tanggal Surat Perintah melakukan Penyitaan (SPMP)

wajib pajak belum juga melunasi utang pajak maka Kantor Pelayanan Pajak

(KPP) mengajukan permintaan penetapan tanggal dan tempat pelelangan, kepada

kantor lelang negara setempat.

2) Pengeluaran Surat Pemberitahuan akan dilakukan pelelangan.

Apabila waktu dan tempat pelelangan sudah ditentukan oleh juru sita pajak harus

(55)

a) Surat Teguran

b) Surat Paksa

c) Laporan Surat Paksa

d) Surat Pemberitahuan akan dilakukan Penyitaan

e) Surat Perintah Melakukan penyitaan

f) Berita Acara Pelaksanaan Sita

g) Pemberitahuan Penyetoran Barang Gerak atas nama wajib pajak

h) Permintaan Jadwal waktu dan tempat Pelelangan

i) Surat Pembeeritahuan akan dilakukan Pelelangan

j) Bukti-bukti Pemilikan daru barang yang disita

k) Daftar Perincian untang pajak terdiri dari : paokok pajak, bunga atau denda

(56)

JADWAL WAKTU PELAKSANAAN

JADWAL WAKTU PELAKSANAAN

PENAGIHAN PAJAK

SKPKB/SKPKBT/STP/SK

Pembetulan / SK Keputusan

Banding / Putusan Banding

SURAT

TEGURAN

Waktu 7 hari setelah

Jatuh Tempo

SURAT PAKSA

Waktu 21 hari sejak

tanggal diterbitkannya

14 hari sejak Tanggal

Pengumuman

Lelang

PENGUMUMAN

LELANG

Waktu 14 hari sejak

tanggal pelaksanaan

Penyitaan

KESEMPATAN

TERAKHIR

Waktu 10 hari sejak

(57)

9. Pelaksanaan Penagihan Pajak dilakukan sebagai berikut :

a. KP. RIKPA 4.7 dikeluarkan apabila dipenuhi salah satu urusan sebaimana

tercantum dalam pasal 20 undang-undang nomor 16 tahun 2000.

b. KP. RIKPA 4.7 dikeluarkan tanpa memperhatikan apakah STP/ SKPKB/

SKPKBT/ SK. Pembetulan / SK. Keberatan / Putusan banding wajib pajak telah

lewat jatuh tempo atau belum.

c. KP. RIKPA 4.7 dapat dikeluarakan tanpa memperhatikan apakah telah diberikan

Surat Teguran (KP. RIKPA 4.6 atau belum).

d. Perkataan “Seketika dan Sekaligus” Mengandung pengertian bahwa seluruh utang

pajak harus dilunasi atau sekaligus dalam waktu yang bersama sebagaimana yang

ditentukan dalam KP. RIKPA 4.7.

e. Istilah Seketika dan Sekaligus dan diartikan bahwa penagihan itu harus dilakukan

dalam waktu 2 x 24 jam sejak disampaikan pada waktu pajak dilunasi.

f. Sejalan dengan itu, apabila wajib pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejakl KP.

RIKPA 4.7 disampikan pada wajib pajak, belum juga melunasi utang pajaknya,

maka segera akan dilakukan tindakan penagihan dengan surat paksa.

g. Dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah disampaikan surat paksa utang pajak

belum juga dilunasi oleh wajib pajak, maka Seketika itu juga Kontor Pelayanan

Pajak menyelesikan SPMP ( surat pelaksanaan melakukan penyitaan )dan apabila

jangka waktu 2 x 24 jm telah melaksakan penyitaan dengan disaksikan 2 orang

(58)

h. Berita Acara pelaksanaan Sita segera dibuat, ditandatangani oleh juru sita pajak

dan para saksi ikut menandatangani serta wajib pajak.

i. Apabila dalam waktu 2 x 24 jam sesudah dibuat berita acara pelaksanaan sita,

utang pajak belum juga dilunasi, maka kepala kantor pelayanan pajak segara

mengajukan permintaan jadwal waktu dan tempat Pelelangan kepada kepala

kantor lelang negara setempat, dengan permintaan khusus agar terhadap kasus ini

diberikan prioritas utama berkaitan dengan keadaan yang mendesak.

j. Setelah dokumen-dokumen yang diperlukan lengkap diserahkan kepada kantor

lelang negara, maka kepala KPP diberitahukan pelaksanaan lelang.

k. Sebelum dilakukan pelaksanaan lelang, terlebih dahulu dilakukan pengumuman

lelang sesuai dengan prosedur yang berlaku.

10. Kendala dalam Penagihan Pajak

Tunggakan pajak semakin hari semkin membesar seiring lajunya tingkat

pemeriksaan sedangkan tingkat pencairan masih rendah. Akumulasi tunggakan sejak

tahun 1983 dan sebelumnya sampai akhir tahun 2007 diperkirakan mencapai angka

12 triliyun lebih. Pengurangan tunggakan pajak dapat terjadi karena adanya beberapa

1. SK Pembetulan / SK Keberatan / Putusan Banding.

2. Pembayaran utang pajak.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang berjudul “Peranan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas” bertujuan untuk mengetahui

3.3.1 Pelaksanaan Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majalaya Dibutuh peran aktif dari fiskus untuk mewujudkan penerimaan pajak yang. optimal dalam penerapan

“Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dilihat Dari Penerimaan Tunggakan Pajak Oleh Seksi Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam Tahun 2011-2014”..

Laporan Kerja Praktek, Alfin Ferdiansyah, 2010, Tinjauan atas Prosedur Penagihan Tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung

“Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dilihat Dari Penerimaan Tunggakan Pajak Oleh Seksi Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam Tahun 2011-2014”..

Kepatuhan Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam Dilihat Dari Penerimaan Tunggakan Pajak Oleh Seksi Penagihan Tahun 2012-2014”.

Adapun faktor-faktor penghambat yang berkaitan dengan penagihan seketika dan sekaligus pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai adalah : Alamat Wajib Pajak tidak

Judul : Pengaruh Penagihan Pajak Melalui Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bekasi. Penagihan