• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Buras Pedaging pada Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Buras Pedaging pada Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih Kabupaten Bogor"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM

BURAS PEDAGING PADA KELOMPOK TANI SEHATI DI

DESA SIRNAGALIH KABUPATEN BOGOR

MELPI PIRGO SERLI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Buras Pedaging pada Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Melpi Pirgo Serli

(4)

ABSTRAK

MELPI PIRGO SERLI. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Buras Pedaging pada Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI.

Ayam Buras merupakan salah satu alternatif pilihan pangan bergizi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Peningkatan produksi ayam buras tidak sebanding dengan peningkatan jumlah konsumsi yang semakin meningkat menyebabkan permintaan daging ayam buras saat ini belum dapat terpenuhi. Salah satu cara agar permintaan daging ayam buras dapat dipenuhi yaitu dengan mengubah sistem pemeliharaan ayam buras. Kelompok Tani Sehati merupakan salah satu Kelompok Tani yang memanfaatkan peluang untuk membudidayakan ayam buras dengan menggunakan sistem pemeliharaan yang intensif. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis kelayakan usaha dari Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih Kabupaten Bogor. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis kualitatif untuk menganalisis kelayakan aspek nonfinansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, serta aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dan analisis kuantitatif yang didasarkan pada kriteria investasi dan analisis nilai pengganti. Hasil dari analisis kelayakan menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam buras pedaging pada Kelompok Tani Sehati layak untuk dijalankan.

Kata kunci : kelayakan, ayam buras, Kelompok Tani Sehati

ABSTRACT

MELPI PIRGO SERLI. Financial Feasibility Analysis of Native Chicken Farm at Sehati Farmers Group in Sirnagalih Village Bogor Regency. Supervised by TINTIN SARIANTI.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM

BURAS PEDAGING PADA KELOMPOK TANI SEHATI DI

DESA SIRNAGALIH KABUPATEN BOGOR

MELPI PIRGO SERLI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Buras Pedaging pada Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih Kabupaten Bogor

Nama : Melpi Pirgo Serli

NIM : H34090092

Disetujui oleh

Tintin Sarianti, SP, MM Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. Ketua Departemen Agribisnis

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah karunia dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 sampai Februari 2013 ini ialah studi kelayakan, dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Buras Pedaging pada Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh anggota Kelompok Tani Sehati yaitu Bapak Mahpudin, Ibu Tati, Bapak Dedi, Bapak Epi, dan anggota kelompok lainnya selaku responden yang telah memberikan waktu luangnya serta informasi untuk pengumpulan data, Bapak Maksal selaku perwakilan unit pelaksana teknis (UPT) yang telah memberikan informasi dan data mengenai kelompok ternak yang ada di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari. Terima kasih kepada teman satu bimbingan dan sahabat-sahabat Agribisnis 46 atas dukungan dan semangat yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua serta seluruh keluarga atas perhatian, doa, dan dukungan yang tiada hentinya dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

(9)

DAFTAR ISI

Kajian studi kelayakan berdasarkan aspek nonfinansial 8 Kajian studi kelayakan berdasarkan aspek finansial 12

(10)

Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) 83

SIMPULAN DAN SARAN 85

Simpulan 85

Saran 86

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 PDRB Peternakan Tahun 2006-2010 Menurut Provinsia 1 Tabel 2 Data Populasi Ternak Di Provinsi Jawa Barat 2010-2011a 2 Tabel 3 Populasi Ayam Buras Kabupaten Bogor 2010-2011a 3 Tabel 4 Populasi Ayam Buras Kecamatan Kabupaten Bogor 2012a 3 Tabel 5 Data Kelompok Peternak Ayam Buras Kabupaten Bogor 2012a 4 Tabel 6 Kandungan Zat Gizi Ayam Per 100 Grama 5 Tabel 7 Rincian Biaya Investasi Kelompok Tani Sehati 68

Tabel 8 Rincian Biaya Instalasi Air 69

Tabel 9 Rincian Biaya Variabel Kelompok Tani Sehati 73 Tabel 10 Rincian Biaya Tetap Kelompok Tani Sehati 75 Tabel 11 Rincian Penerimaan Kelompok Tani Sehati 78 Tabel 12 Nilai Sisa Usaha Peternakan Kelompok Tani Sehati 79

Tabel 13 Rincian Biaya Penyusutan Investasi 80

Tabel 14 Hasil Analisis Kriteria Kelayakan Investasi 83 Tabel 15 Hasil Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) 85

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Jenis Ayam Buras Dan Ayam Ras 15

Gambar 2 Fungsi Investasi 19

Gambar 3 Kurva Tingkat Bunga, Investasi, dan Tabungan 20

Gambar 4 Fungsi Biaya 25

Gambar 5 Hubungan Antara NPV dan IRR 31

Gambar 6 Kerangka Pemikiran Operasional 34

Gambar 7 Lingkungan Lokasi Kandang 53

Gambar 8 Persiapan Kandang 54

Gambar 9 DOC yang Telah Dikandangkan 54

Gambar 10 Ayam 30 Hari Kandang Tanpa Pemanas 55

Gambar 11 Pengobatan Terhadap Penyakit 57

Gambar 12 Penimbangan Ayam Siap Dijual 57

Gambar 13 Semawar Untuk Pemanas DOC 59

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Aktivitas Peternakan Pada Kelompok Tani Sehati 89 Lampiran 2 Biaya Reinvestasi Kelompok Tani Sehati 92 Lampiran 3 Proyeksi Laba Rugi Kelompok Tani Sehati 93

Lampiran 4 Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) 94

Lampiran 5 Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Ayam 97 Lampiran 6 Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Ayam 100

(13)

Latar Belakang

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi Pertanian pada PDB atas dasar harga berlaku (2008-2011**) memberikan kontribusi terbesar kedua menurut Lapangan Usaha dari 9 sektor. Sembilan sektor tersebut adalah sektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan), sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan baik migas maupun non migas, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Salah satu subsektor pertanian yang terus berkembang dalam pembangunan nasional adalah subsektor peternakan. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor Peternakan terhadap PDB. Nilai PDB subsektor peternakan terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2008 kontribusi peternakan pada PDB sebesar 83 276.1 miliar rupiah, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2009 menjadi 104 883.9 miliar rupiah dan terus meningkat hinga tahun 2010 menjadi 119 094.9 miliar rupiah (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011).

Salah satu provinsi di Indonesia yang memberikan kontribusi terhadap subsektor peternakan adalah Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki peranan pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam sektor peternakan. Data PDRB peternakan tahun 2006-2010 menurut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 PDRB peternakan tahun 2006-2010 (atas dasar harga berlaku) menurut provinsia

Provinsi 2006b 2007b 2008b 2009c 2010d Total

Jawa Timur 13 951 15 871 19 081 21 061 23 290 93 254

Jawa Tengah 7 005 8 876 10 271 11 515 12 888 50 555

Jawa Barat 7 642 8 074 9 852 11 903 11 985 49 456

Sumatera Utara 3 294 3 646 4 477 5 116 5 752 22 285

Lampung 2 595 2 939 3 615 4 165 4 102 17 416

Aceh 2 798 2 921 3 150 3 361 3 604 15 834

Bali 1 989 2 183 2 441 2 958 3 302 12 873

NTT 1 799 2 018 2 269 2 504 2 824 11 414

(14)

Tabel 1 menunjukkan bahwa PDRB peternakan untuk Provinsi Jawa Barat terus mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga tahun 2010 dengan total PDRB Peternakan sebesar 49 456 miliar rupiah. Provinsi Jawa Barat dilihat dari total PDRB Peternakan memberikan kontribusi terbesar ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Perkembangan subsektor peternakan tidak terlepas dari peranan ternak unggas. Menurut jenisnya, ternak dikelompokkan menjadi ternak besar (sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda), ternak kecil (kambing, domba, babi), ternak unggas (ayam buras, ayam ras peterlur, ayam ras pedaging, itik) dan aneka ternak (kelinci, burung puyuh, merpati) (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Salah satu jenis ternak yang banyak dikembangkan di Provinsi Jawa Barat) adalah ternak unggas yaitu ayam buras. Data populasi ternak di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Data populasi ternak di Provinsi Jawa Barat 2010-2011a

Jenis 2010b 2011b

Ternak Besar

sapi potong 327 750 422 989

sapi perah 120 475 139 970

kerbau 139 730 130 157

kuda 13 929 14 080

Ternak Kecil

kambing 1 801 320 2 016 867

domba 6 275 299 7 041 437

babi 8 327 9 846

Ternak Unggas

ayam buras 27 394 516 27 396 416

ayam ras peterlur 11 252 390 11 930 515

ayam ras pedaging 497 814 154 583 263 441

itik 9 871 091 9 310 715

Aneka Ternak

kelinci 107 681 171 880

burung puyuh 314 777 422 828

merpati 78 552 147 690

aSumber: Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (data diolah); b Ekor

(15)

kemudian meningkat pada tahun 2011 menjadi 27 396 416 ekor. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Provinsi Jawa Barat banyak yang membudidayakan ayam buras. Salah satu kabupaten di Jawa Barat yang membudidayakan ayam buras adalah Kabupaten Bogor. Data populasi ayam buras di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Populasi ayam buras Kabupaten Bogor tahun 2010-2011a

Tahun Populasi b Persentase pertumbuhan

2010 1 318 299

8.97%

2011 1 436 530

aSumber: Dinas Peternakan Jawa Barat 2010-2011; b Ekor

Tabel 3 menunjukkan jumlah populasi ayam buras di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 sebanyak 1 318 299 ekor, kemudian meningkat pada tahun 2011 menjadi 1 436 530 ekor. Laju pertumbuhan populasi ayam buras di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 sampai 2011 cukup besar yaitu 8.97%. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Kabupaten Bogor terus menambah populasi ternak ayam buras untuk dibudidayakan. Salah satu wilayah di Kabupaten Bogor yang masyarakatnya banyak bergerak dalam usaha budidaya ayam buras adalah Kecamatan Tamansari.

Tabel 4 Populasi ayam buras per kecamatan Kabupaten Bogor tahun 2012a

Kecamatan Ayam Burasb

Cisarua 188 556

Nanggung 120 554

Pamijahan 99 654

Cibungbulang 79 419

Tamansari 78 737

Megamendung 78 412

Cigombong 32 175

Gunung Sindur 49 341

Klapanunggal 11 733

Ciomas 7 882

Parung Panjang 30 047

Tenjo 4 220

Ciawi 41 342

Dramaga 13 067

(16)

Tabel 4 menunjukkan bahwa Kecamatan Tamansari merupakan salah satu kecamatan yang memiliki jumlah populasi ayam buras terbanyak kelima dengan jumlah populasi sebesar 78 737 ekor. Masyarakat Kecamatan Tamansari membudidayakan ayam buras secara berkelompok maupun perorangan. Salah satu kelompok peternak yang mengembangkan usaha ayam Buras di Kecamatan Tamansari adalah Kelompok Tani Sehati. Kelompok Tani Sehati melakukan budidaya ayam buras secara berkelompok dengan sistem pemeliharaan yang intensif. Kelompok Tani Sehati merupakan kelompok yang paling banyak membudidayakan ayam buras di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari. Data kelompok peternakan ayam buras di Kabupaten Bogor tahun 2012

Tabel 5 Data kelompok peternakan ayam buras Kabupaten Bogor tahun 2012a

Kecamatan Desa Nama Kelompok Ternak Jumlahb

Tamansari Sirnagalih Sehati 1 500

Megamendung Sukakarya Bina Karya 400

Cigombong Ciburuy Motekar 389

Cisarua Citeko Jembar Alam 200

Gunung Sindur Rawa Kalong Tani Maju 100

Klapanunggal Nambo Hidayah Alam 200

Parung Panjang Parung Cemani Laras 200

Tenjo Tapos Suka Makmur 200

Ciawi Ciawi Tani Makmur 200

Dramaga Sinarsari Harapan Mulya 200

Ciomas Parakan Sugih 34

aSumber: Buku Data Peternakan Tahun 2012 (data diolah); b Ekor

Tabel 5 menunjukkan bahwa Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari merupakan kelompok yang paling banyak membudidayakan ayam buras dengan jumlah populasi 1 500 ekor. Jenis ayam buras yang di budidayakan oleh Kelompok Tani Sehati adalah ayam buras. Ayam buras sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Menurut Sujionohadi dan Setiawan (2003), jenis ayam buras sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Kutai. Pada saat itu, ayam buras merupakan salah satu jenis

upeti dari kadipaten-kadipaten untuk pusat kerajaan. Sistem upeti ini salah

satu mekanisme yang menyebabkan ayam buras terjaga kelestariaannya. Keharusan menyerahkan upeti ini menyebabkan ayam buras selalu dibudidayakan.

(17)

terhadap penyakit dibandingkan dengan ayam ras, sehingga penggunaan

obat-obat kimia untuk ayam buras juga relatif lebih sedikit dibandingkan

dengan ayam broiler. Selain itu ayam buras lebih tahan terhadap perubahan

cuaca atau iklim, sehingga selama ini cara pemeliharaan ayam buras

umumnya masih bersifat ekstensif atau tradisional yaitu makanan ayam buras diberikan dari sisa makanan dapur dan lainnya di sekitar pekarangan rumah bahkan bebas berkeliaran tanpa dikandangkan. Hal inilah yang membedakan ayam buras dengan ayam ras. Ayam ras hanya dapat dibudidayakan dengan sistem pemeliharaan yang intensif, karena ayam ras rentan terhadap perubahan cuaca atau iklim. Jika dibandingkan dengan kandungan zat gizi ayam broiler dan ayam buras. Ayam buras memiliki kandungan lemak yang rendah dan protein yang tinggi dibandingkan ayam broiler.

Tabel 6 Kandungan zat gizi ayam per 100 grama

Jenis Energi (kkal) Protein (gr) Lemak (gr)

Ayam buras 246 37.9 9

Ayam broiler 295 37 14.7

aSumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dalam Cahyono 2002

Tabel 6 menunjukkan bahwa daging ayam buras lebih banyak memiliki kandungan protein yaitu 37.9 gr dibandingkan ayam broiler yaitu sebesar 37 gr dan memiliki kandungan lemak yang lebih rendah yaitu 9 gr dibandingkan ayam broiler yaitu 14.7 gr. Ayam buras juga lebih sehat dibandingkan ayam broiler karena ayam buras mempunyai kadar kolesterol yang lebih rendah, sehingga orang yang mengkonsumsi daging ayam buras

tidak menyebabkan gemuk. Jika dilihat dari kelebihan-kelebihan yang

dimiliki ayam buras, ayam buras memiliki peluang usaha cukup besar, karena masyarakat lebih menyukai telur maupun daging ayam buras dibandingkan ayam broiler (Sudaryani dan Santosa 2003). Selain itu jumlah konsumsi ayam buras per kapita per tahunnya terus meningkat. Jumlah konsumsi ayam buras pada tahun 2009 sebesar 0.501 kg/kapita meningkat pada tahun 2010 menjadi 0.602 kg/kapita dan terus meningkat hingga tahun 2011 menjadi 0.626 kg/kapita (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin terbukanya peluang usaha peternakan ayam buras. Permasalah penting yang menyebabkan ayam buras tidak lebih berkembang dibandingkan dengan ayam broiler yaitu teknik pemeliharaan yang digunakan. Teknik pemeliharaan ayam buras biasanya dilakukan secara ekstensif sehingga menyebabkan sulitnya untuk melakukan pengawasan dan pengendalian penyakit karena umumnya ayam buras dibiarkan bebas berkeliaran, sehingga akan menyebabkan tingkat mortalitas yang tinggi (Sudaryani dan Santosa 2003).

(18)

pemeliharaan ayam buras dengan cara intensif mampu memberikan penghasilan yang berarti bagi pengusaha atau peternak. Hal ini dikarenakan, jika pemeliharaan ayam buras dilakukan secara intensif maka ternak akan mendapatkan pemeliharaan yang baik yaitu ayam akan dikandangkan terus menerus selama hidupnya. Makanan, minuman, dan kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh peternak. Menurut Sudaryani dan Santosa (2003) pendapatan usaha ayam buras dengan pemeliharaan secara intensif akan lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan cara ekstensif. Selain itu usaha ternak ayam buras dengan cara berkelompok akan mampu mengurangi biaya produksi, karena input yang digunakan akan dibeli dalam jumlah yang banyak, sehingga biaya yang dikeluarkan akan lebih murah.

Kelompok Tani Sehati ini mencoba untuk mengubah cara pandang masyarakat setempat bahwa ternak ayam buras pedaging memiliki peluang usaha jika dibudidayakan secara intensif. Usaha peternakan ayam buras pedaging yang dilakukan dengan cara intensif perlu mengeluarkan biaya yang cukup besar dalam hal pembuatan kandang dan peralatan. Untuk memastikan bahwa peternakan ayam buras pada Kelompok Tani Sehati telah memenuhi berbagai aspek kelayakan usaha, perlu dilakukan analisis kelayakan usaha peternakan ayam buras pedaging pada Kelompok Tani Sehati baik dari aspek nonfinansial maupun aspek finansial.

Perumusan Masalah

Potensi pasar daging ayam dapat dilihat dari laju petambahan jumlah penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun menyebabkan meningkatnya tuntutan ketersediaan bahan pangan, baik hewani maupun hayati. Meningkatnya pendidikan dan pendapatan masyarakat juga akan mempengaruhi peningkatan konsumsi daging ayam. Di samping itu, daya serap pasar daging ayam juga dapat dilihat dari

preferensi masyarakat, hari-hari besar keagamaan, dan bermacam-macam

pesta rakyat. Kelezatan dagingnya sudah dikenal sehingga selalu dapat meningkatkan jumlah permintaan akan daging ayam buras (Sudaryani dan Santosa 2003). Oleh sebab itu, ayam buras memiliki peran penting untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang terus meningkat.

(19)

terkait dengan pembudidayaan ayam buras pedaging. Besarnya dana yang diperoleh yaitu Rp150 000 000. Besarnya dana yang dikeluarkan untuk usaha peternakan ayam buras pedaging ini belum dilakukan analisis kelayakan usaha baik dari sarjana membangun desa (SMD) maupun dari pihak Kelompok Tani Sehati. Oleh karena itu penelitian mengenai kelayakan usaha menjadi penting untuk dilakukan, mengingat besarnya biaya investasi yang dikeluarkan dengan menggunakan sumber modal dari pemerintah. Selain itu, dalam menjalankan usahnya Kelompok Tani Sehati tidak terlepas dari lingkungan bisnis yang senantiasa berubah. Sehingga terdapat beberapa ketidakpastian yang memungkinkan terjadinya

perubahan-perubahan dari variabel input dan output yang tentunya dapat

mempengaruhi kelayakan usaha dari aspek finansial. Oleh karena itu, perlu

dilakukan analisis switching value untuk melihat seberapa besar perubahan

-perubahan pada variabel input dan output produksi, terutama pada harga jual ayam buras pedaging dan harga pakan ayam buras pedaging yang boleh terjadi agar usaha peternakan ayam buras pedaging pada Kelompok Tani Sehati masih tetap layak untuk dijalankan.

Berdasakan kondisi yang dijelaskan pada uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kelayakan usaha budidaya ayam buras pedaging

kelompok tani sehati di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor jika dilihat dari aspek nonfinansial, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum serta aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan?

2. Bagaimana kelayakan usaha budidaya ayam buras pedaging

kelompok tani sehati di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor jika dilihat dari aspek finansial?

3. Seberapa besar perubahan maksimum yang boleh terjadi pada

variabel-variabel yang penting seperti penurunan harga jual ayam

buras pedaging dan peningkatan harga pakan ayam buras pedaging pada usaha peternakan ayam buras pedaging Kelompok Tani Sehati agar masih tetap layak untuk dijalankan?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian

pada Kelompok Tani Sehati adalah sebagai berikut:

1.Menganalisis kelayakan usaha budidaya ayam buras pedaging

Kelompok Tani Sehati di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor berdasarkan aspek nonfinansial.

2.Menganalisis kelayakan usaha budidaya ayam buras pedaging

Kelompok Tani Sehati berdasarkan aspek finansial.

3.Menganalisis besar perubahan maksimum yang boleh terjadi pada

variabel-variabel yang penting seperti penurunan harga jual ayam

(20)

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1. Menjadi bahan referensi dan bahan bacaan yang memberikan

manfaat ilmu bagi para pembaca.

2. Menjadi bahan masukan bagi pemilik usaha ternak untuk melakukan pengembangan bisnis yang dimiliki sehingga dapat berkembang dari skala usaha maupun kualitas usaha.

3. Menjadi bahan pembelajaran untuk menambah pengalaman bagi penulis dalam mempraktekkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mencakup usaha ayam buras yang dilakukan oleh Kelompok Ternak Sehati di Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Peneliltian ini difokuskan pada penilaian kelayakan finansial dan nonfinansial. Kelayakan nonfinansial yang akan dibahas dibatasi pada aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum serta aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Sedangkan kelayakan finansial yang akan dibahas dibatasi pada perhitungan laba rugi, kriteria kelayakan investasi yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C dan tingkat pengembalian atau Payback Periode. Selain itu dilakukan juga analisis nilai pengganti (switching value).

TINJAUAN PUSTAKA

Kajian Studi Kelayakan Usaha

Kajian mengenai studi kelayakan usaha dilihat dipilih berdasarkan

penelitian- penelitian yang membahas mengenai analisis kelayakan usaha

pada bisnis yang bergerak di bidang pertanian.

Kajian studi kelayakan berdasarkan aspek nonfinansial

Beberapa penelitian terdahulu yang melakukan analisis kelayakan usaha diantaranya dilakukan oleh Saputra (2011) dan Sianturi (2011). Saputra (2011) meneliti mengenai kelayakan investasi pada peternakan ayam broiler sedangkan Sianturi (2011) meneliti mengenai kelayakan usaha ayam ras petelur. Pada penelitian yang dilakuan Saputra (2011) dan Sianturi (2011) jenis ayam yang dijadikan penelitian berbeda yaitu ayam ras pedaging (broiler) dan ayam ras petelur. Akan tetapi terdapat kesamaan

diantara keduanya yaitu sama-sama ingin melihat kelayakan usaha yang

(21)

nonfinansial yang dilihat adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial serta lingkungan.

1. Aspek Pasar

Dari sisi aspek pasar penelitian Saputra (2011) mengenai ayam broiler milik Bapak Marhaya dilihat dari sisi permintaan, penawaran, dan pemasaran output. Pada peternakan Bapak Marhaya sudah terjalin kerjasama dengan perusahaan Dramaga Unggas Farm. Berapapun jumlah ternak yang diusahakan oleh Bapak Marhaya, Dramaga Unggas Farm pasti akan membeli ayam broiler tersebut. Sehingga untuk pasar ayam broiler Bapak Marhaya sudah terjamin, karena sudah memiliki pasar yang tetap. Pemasaran output yang dilakukan oleh Bapak Marhaya hanya kepada Dramaga Unggas Farm saja. Hal ini dilihat dari saluran pemasaran ayam broiler pada peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya. Menurut Saputra (2011) usaha peternakan Bapak Marhaya layak berdasarkan aspek pasarnya. Hal tersebut dilihat dari permintaan ayam broiler kepada Bapak Marhaya oleh Dramaga Unggas Farm. Sedangkan pada penelitian Sianturi (2011) mengenai ayam ras petelur pada Dian Layer Farm yang dilihat dari peluang pasar dan bauran pemasarannya. Peluang pasar Dian Layer Farm memiliki prospek yang baik. Hal ini dikarenakan tidak adanya pesaing DLF dalam usaha peternakan ayam ras petelur disekitar daerah peternakan yaitu Desa Sukadamai. Selain itu, jumlah permintaan telur kepada DLF terus meningkat, hal ini dilihat dari informasi

permintaan telur atau market share dari DLF. Menurut Sianturi

(2011) DLF juga layak secara pasar, karena dilihat dari jumlah permintaan dan penawaran yang ada sehingga dapat meningdikasikan adanya peluang pasar serta bauran pemasaran yang dilakukan oleh DLF. Hingga saat ini DLF belum mampu memenuhi keseluruhan permintaan yang ada di perusahaan. Dari penelitian Saputra (2011) pada usaha peternakan Bapak Marhaya yang pasarnya sudah terjamin dan penelitian Sianturi (2011) pada DLF yang belum ada jaminan pasar yang pasti, keduanya menyimpulkan bahwa usaha yang dijalankan oleh Bapak Marhaya maupun DLF layak secara aspek pasar dilihat dari apabila output dari usaha tersebut masih memiliki permintaan maka usaha tersebut dapat dikatakan layak secara pasar. Hasil analisis dari kedua penelitian tersebut dapat ditarik sebuah indikator layaknya aspek pasar adalah masih adanya permintaan dari output yang dihasilkan.

2. Aspek Teknis

(22)

Kualitas air di lokasi kandang memenuhi standar baku. Luasan produksi usaha peternakan ayam broiler Bapak Marhaya sebanyak 6 000 ekor ayam broiler, yang mana sudah memenuhi skala ekonomis minimum. Letak sumber bahan baku yang dipakai peternakan milik Bapak Marhaya adalah pasokan dari sebuah perusahaan kemitraan Dramaga Unggas Farm yang terletak di jalan Raya Dramaga, sehingga mudah untuk dijangkau. Sarana prasarana dan pemeliharaan yang dilakukan pada peternakan Bapak Marhaya sudah sesuai dengan teori budidaya ayam yang kebanyakan dilakukan oleh peternakan lainya. Sehingga menurut Sianturi (2011) usaha peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya layak secara teknis. DLF mampu memenuhi persyaratan yang ideal dalam aspek teknis sehingga layak secara teknis. Sedangkan pada penelitian Sianturi (2011) kelayakan aspek teknis dilihat dari lokasi kandang, budidaya dan teknologi saja. Tidak jauh berbeda dengan penelitian Saputra (2011) dimana untuk melihat lokasi kandang yang baik dan strategis yaitu apabila kandang yang didirikan berada jauh dari tempat pemukiman warga, kemudian budidaya ayam ras petelur yang dilakukan oleh DLF sudah sesuai dengan prosedur. Teknologi yang digunakan oleh DLF yaitu mesin pembuat pakan dan saluran instalasi air yang memudahkan dalam proses produksi. Menurut Saputra (2011) DLF telah memenuhi persyaratan yang ideal dalam aspek teknis. Sehingga usaha DLF secara teknis dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Dari kedua hasil penelitian Saputra (2011) dan Sianturi (2011) kelayakan aspek teknis secara tidak langsung dapat dikatakan layak apabila lokasi kandang yang didirikan berada jauh dari tempat pemukiman warga, kemudian budidaya yang dilakukan harus sudah sesuai dengan idealnya atau umumnya budidaya usaha ternak yang dilakukan, serta teknologi yang digunakan sudah tepat guna. Hasil kedua

penelitian, indikator yang dilihat pada aspek teknis berbeda-beda,

namun indikator utama aspek teknis dapat dikatakan layak dilihat dari penentuan lokasi usahanya. Apabila lokasi usahanya sesuai dengan usaha yang dijalankan maka secara teknis dapat dikatakan layak, selain lokasi usaha indikator kedua adalah akses terhadap sarana dan prasarana, kemudahan dalam akses terhadap sarana dan prasarana juga akan menentukan layak atau tidaknya suatu usaha berdasarkan aspek teknisnya, indikator ketiga adalah dilihat dari proses budidaya yang dilakukan. Apabila budidaya yang dilakukan menghasilkan suatu output maka secara teknis dapat dikatakan layak.

3. Aspek Manajemen

(23)

sederhana, akan tetapi mampu membuat kegiatan pembesaran ayam broiler mampu berjalan dengan lancar. Dilihat dari pengelolaannya usaha milik Bapak Marhaya juga layak secara manajemen yaitu sudah mampu menghasilkan output dari usaha yang dijalankannya. Penelitian yang dilakukan Sianturi (2011) aspek manajemen yang dilakukan sudah sangat baik. Struktur organisasi yang dimiliki

sudah terdapat job description masing-masing pekerja dan

wewenang yang cukup jelas sehingga memberikan kemudahan dan koordinasi diantara karyawan. Sehingga DLF layak secara manajemennya. Dari kedua penelitan tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha milik Bapak Marhaya dan DLF layak secara manajemen apabila mampu menjalankan usaha dengan baik dan menghasilkan output dari usaha yang dijalankan tersebut. Indikator layaknya aspek manajemen dari kedua penelitian tersebut dapat dilihat dari struktur organisasinya. Meskipun struktur organisasinya sederhana maupun tidak sederhana apabila dalam menjalankannya dapat menghasilkan output dari usaha yang dijalankan, maka secara manajemen usaha tersebut dapat dikatakan layak.

4. Aspek Hukum

Pada aspek hukum penelitian Saputra (2011) Sampai saat ini Bapak Marhaya belum terdaftar sebagai peternak ayam broiler di Dinas Kabupaten Bogor. Ijin yang dilakukan baru berupa ijin lisan dari masyarakat sekitar melalui Kepala Desa. Sedangkan pada penelitian Sianturi (2011) perusahaan DLF telah memiliki ijin yang cukup dalam menjalankan usahanya, akan tetapi ada beberapa ijin yang perlu diurus agar tidak terjadi permasalahan nantinya. Dari kedua penelitan aspek hukum usaha Bapak Marhaya dan DLF layak dilakukan dilihat dari ijin yang dimiliki walaupun belum semuanya terpenuhi, tetapi setidaknya dari lingkungan sekitar dan Kepala Desa sudah memberikan ijin. Sehingga akan memudahkan untuk memproses ijin selanjutnya. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan indikator layaknya aspek hukum yang utama dilihat dari ijin masyarakat sekitar, RT/RW, serta kepala desa. Apabila ijin tersebut sudah didapatkan maka usaha tersebut layak untuk dijalankan. Indikator selanjutnya adalah hukum lainnya yang diperlukan pada usaha yang dijalankan. Apabila semua hukum yang harus dilakukan sudah dimiliki maka usaha tersebut dapat dikatakan layak secara aspek hukum.

5. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

(24)

timbulnya permasalahan dengan warga dan sebagai bentuk tanggung jawab sosial, Bapak Marhaya memberikan ayam broiler

saat panen pada rumah-rumah warga yang berada disekitar lokasi

kandang ternak. Pada aspek ekonominya dilihat dari penyerapaan tenaga kerja. Sedangkan pada penelitian Sianturi (2011) juga layak secara aspek sosial, hal ini dikarenakan lokasi DLF yang berada diatas bukit dan sedikit terlindungi oleh pepohonan yang dapat mengurangi bau. Selain itu DLF memiliki tenag kerja khusus untuk membersihkan kotoran ayam setiap harinya agar kandang tetap bersih dan terhindar dari penyakit, dan juga DLF memanfaatkan limbah kotorannya dengan baik yaitu dijadikan pupuk kandang sama halnya pada peternakan milik Bapak Marhaya. Aspek ekonominya dilihat dari penyerapan tenaga kerja yang dimiliki oleh Bapak Marhaya. Serta aspek lingkungannya dilihat dari bagaimana Bapak Marhaya mengelola limbah dari usaha yang dijalankannya. Dari kedua penelitian indikator aspek sosial adalah dilihat dari dampak yang ditimbulkan dari adanya usaha yang dijalankan dan bagaimana menanganinya. Indikator aspek ekonomi dilihat dari penyerapan tenaga kerja dari adanya usaha. Indikator aspek lingkungan adalah bagaimana pengelolaan limbah yang dihasilkan dari usaha yang dijalankan. Apabila suatu usaha dapat menangani dampak dari usahanya dengan baik, dan mampu menyerap tenaga kerja, serta mampu mengelola limbah yang dihasilkannya dengan baik maka secara aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan layak untuk dijalankan.

Kajian studi kelayakan berdasarkan aspek finansial

Kajian Pada penelitian ini juga akan melakukan analisis aspek kelayakan nonfinansial. Analisis kelayakan nonfinansial tidak jauh berbeda dengan penelitan sebelumnya. Pada aspek finansial akan dilakukan perhitungan semua biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh, dan akan dimasukan kedalam arus kas (cashflow). Arus kas (cashflow) ini terdii dari komponen arus penerimaan (inflow) dan arus pengeluaran (outflow). Hasil arus kas yang diperoleh akan dilakukan analisis aspek

finansial melalui analisi laba rugi, penilian kriteria investasi yaitu Net

Present Value (NPV), Interna Rate of Return (IRR), Net B/C, dan Payback

Period (PP), serta dilakukan perhitungan analisis nilai pengganti (switching

value). Perbedaan pada penelitian ini dilakukan pada peternakan ayam buras pedaging Kelompok Tani Sehati, dimana pada penelitian terdahulu kepemilikan usaha hanya dimiliki oleh pemilik sehingga keuntungan secara pasti akan dikuasai oleh pemilik usaha. Berbeda halnya dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada usaha ternak kelompok dengan modal yang digunakan berasal dari pemerintah. Selain itu juga, perbedaan pada penelitian sebelumnya dimana usaha yang dijalankan memiliki jumlah ternak yang lebih banyak dari pada Kelompok Tani Sehati, dan juga usaha peternakan ayam buras pedaging pada Kelompok Tani Sehati ini baru

(25)

-perubahan baik dari komponen arus penerimaan (inflow) maupun dari arus pengeluaran (outflow). Sehingga pada penelitian ini hanya dilakukan analisis nilai pengganti (switching value) saja. Hasil dari analisis nilai pengganti akan terlihat komponen mana yang lebih sensitif terhadap layak atau tidaknya usaha peternakan ayam buras pedaging pada Kelompok Tani Sehati.

1. Analisis laporan laba rugi

Perhitungan laba rugi per tahun digunakan untuk melihat pendapatan bersih setelah dikurangi nilai bunga dan pajak. Penelitian terdahulu yang menganalisis laporan laba rugi untuk menilai analisis kelayakan usahanya yaitu Karmidi (2012) yang meneliti tentang analisis kelayakan peternakan ayam broiler pada kemitraan inti plasma studi kasus plasma Agus Suhendar dan penelitian Matjuri (2012) yang meneliti tentang analisis kelayakan usaha ayam broiler berkualitas organik pada perusahaan CV Tritunggal Sejahtera. Pada kedua penelitian modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri sehingga dalam perhitungan laporan laba rugi tidak ada biaya bunga. Hasil penelitian Matjuri (2012) CV Tritunggal Sejahtera memperoleh keuntungan sebesar Rp93 404 438 pe tahun. Pada penelitian Karmidi (2012) peternakan Agus

Analisis kriteria penilaian investasi ini diperoleh dari hasil

perhitungan cashflow. Ada beberapa penelitian yang melakukan

analisis kelayakan usaha dengan menilai analisis kriteria investasi yang dilakukan. Penelitian Mariyah (2010) melakukan analisis finansial budidaya ayam petelur di Kalimantan Timur dengan hasil NPV pada skala usaha pemeliharaan 5 000 ekor ternak sebesar Rp232 226 621 dan NPV pada skala usaha pemeliharaan 90 000 ekor sebesar Rp2 698 694 890. Hasil perhitungan NPV yang didapatkan berdasarkan jumlah ternak yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar skala usaha yang dijalankan maka hasil NPV yang diperoleh semakin besar pula. IRR yang diperoleh pada skala pemeliharaan 5 000 ekor sebesar 47% dan IRR pada skala pemeliharaan 90 000

ekor sebesar 30%. Hasil Net B/C rasio pada skala pemeliharaan 5

000 ekor adalah 2.27 yang artinya benefit yang diperoleh adalah

2.27 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Net B/C rasio pada

skala pemeliharaan 90 000 ekor adalah 1.53 yang artinya benefit

yang diperoleh adalah 1.53 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan.

Hasil perhitungan IRR dan Net B/C pada skala usaha yang lebih

besar akan menghasilkan IRR dan Net B/C yang semakin kecil.

(26)

3. Analisis nilai pengganti (switching value)

Setelah melakukan analisis kriteria investasi perlu dilakukan analisis nilai pengganti (switching value) untuk melihat variabel

atau komponen inflow atau outflow manakah yang paling

mempengaruhi kelayakan suatu usaha yang dijalankan. Analisis nilai pengganti ini merupakan lanjutan dari analisis sensitivitas. Namun pada analisis sensitivitas diperlukan data historis untuk

menentukan perubahan-perubahan pada komponen inflow dan

outflow. Sehingga penelitian pada analisis kelayakan finansial usaha peternakan ayam buras pedaging pada Kelompok Tani Sehati ini hanya digunakan analisis nilai pengganti dikarenakan tidak

adanya data historis sebelumnya yang mengindikasikan perubahan

-perubahan pada komponen inflow dan outflow. Penelitian yang

melakukan perhitungan switching value pada analisis kelayakan

usaha yaitu Komalasari (2008) yang meneliti tentang analisis finansial peternakan ayam broiler terpadu. Pada penelitian Komalasari (2008), usaha peternakan ayam broiler terpadu tersebut

dengan kapasitas 25 000 ekor. Perubahan-perubahan pada

komponen inflow adalah penurunan harga jual ayam broiler dan

perubahan pada komponen outflow adalah kenaikan harga DOC

ayam broiler. Hasil penelitian Komalasari (2008) menunjukkan

hasil perhitungna analisis switching value pada perubahan

penurunan harga jual ayam broiler yang masih dapat terjadi yaitu sebesar 11.08% dan kenaikan harga DOC yang boleh terjadi yaitu

sebesar 62.73%. Dari hasil analisis switching value

mengindikasikan bahwa usaha peternakan ayam broiler terpadu lebih sensitif bila terjadi perubahan penurunan harga jual ayam broiler dibandingkan dengan terjadinya kenaikan harga DOC. Pada analisis nilai pengganti guna melihat perubahan maksimum yang boleh terjadi agar usaha peternakan ayam buras pedaging pada Kelompok Tani Sehati agar masih tetap layak untuk dijalankan. Variabel yang akan dilihat perubahannya yaitu dari komponen

inflow (penurunan harga jual ayam buras pedaging) dan outfow

(peningkatan harga pakan ayam buras pedaging). Dari hasil tersebut akan terlihat seberapa besar perubahan maksimum yang akan terjadi.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Jenis-Jenis Ayam Buras

(27)

ayam buras diawali dengan masuknya ayam ras ke Indonesia. Untuk memudahkan pembedaanya maka kelompok ayam domestik disebut ayam buras (bukan ras). Ayam buras berasal dari hasil domestikasi (ayam tidak

komersial/liar) empat spesies, yakni Gallus varius (ayam hutan hijau),

Gallus gallus (ayam hutan merah), Gallus lavayetti (ayam hutan jingga

ceyklon). Setelah sekian lama mengalami perkembangan pada kondisi lingkungan yang berbeda maka terbentuklah beraneka ragam jenis ayam buras dengan karakteristik yang khas pada setiap jenis. Dari situlah muncul jenis ayam kampung, kedu, nunukan, pelung, bekisar, dan ayam hias. Gambar skema jenis ayam buras dan ayam ras yang ditulis secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema jenis ayam buras dan ayam ras

Sumber: Bambang Cahyono 2002

Menurut Cahyono (2002), ciri khas dari setiap jenis ayam buras

berbeda-beda, hal ini dapat diterangkan sebagai berikut:

1. Ayam Hias

Ayam hias banyak macamnya dengan ukuran badan dan warna bulu yang beragam pula. Ayam ini umumnya tidak dipotong sebagai unggas penghasil daging maupun telur. Jenis ini lebih cocok dipelihara sebagai ternak kesayangan, karena memiliki warna, bulu,

suara, ataupun bentuk badan yang menarik. Jenis - jenis ayam hias

antara lain ayam katai dan bekisar. Ayam bekisar merupakan hasil persilangan antara ayam hutan hijau jantan dengan ayam kampung betina, sedangkan ayam katai terdiri dari katai hitam, katai putih, katai nanking, katai berbulu kukuk, katai inggris dan katai jepang.

Ayam Ras Tipe Pedaging

Ayam Buras

Keluarga Ayam

Ayam Hias

Ayam Kampung

Ayam Nunukan

Ayam Kedu

Ayam Pelung

Tipe Penghibur

Tipe Dwiguna

Tipe Dwiguna

Tipe Dwiguna Tipe Dwiguna

Tipe Petelur

(28)

2. Ayam Kampung

Menurut Cahyono (2001), ayam kampung memiliki ukuran tubuh yang kecil dan bentuknya agak ramping. Berat badannya mencapai 1.4 kg pada umur 4 bulan, dan produksi telurnya mencapai 135 butir/tahun. Berat badan ayam kampung yang disukai masyarakat

berkisar 0.8-1.2 kg. Jenis ayam kampung ini memiliki bulu warna

putih, hitam, cokelat, kuning kemerahan, kuning, atau kombinasi

dari warna-warna tersebut. Pada ayam jantan memiliki jengger

yang bergerigi dan berdiri tegak, serta berukuran agak besar. Sedangkan pada ayam betina memiliki jengger kecil dan tebal, tegak, serta berwarna merah cerah. Pada ayam jantan memiliki pial (gelambir) yang berukuran sedang dan berwarna merah cerah, sedangkan pada ayam betina memiliki pial sangat kecil dan berwarna merah cerah. Warna kulit kuning pucat, muka merah, kaki agak panjang dan kuat. Jenis ayam kampung merupakan tipe ayam dwiguna, yaitu dapat diusahakan untuk pedaging maupun untuk petelur.

3. Ayam Nunukan

Ayam nunukan diduga berasal dari dataran Cina. Jenis ayam ini pada mulanya dikembangkan di daerah nunukan di pulau Tarakan, Kalimantan Timur. Ciri khas ayam nunukan adalah pada anakannya, yang sampai umur 12 minggu tidak berbulu (berbulu kapas). Jenis ini dapat dibudidayakan untuk pedaging dan petelur.

Dagingnya tebal dan berat badannya rata-rata mencapai 20 - 30%

lebih berat dari ayam kampung yaitu ayam jantan dewasa 3.4 – 4.2

kg, dan betina dewasa 1.6 – 1.9 kg. Produksi telurnya yaitu 120

-130 butir/tahun. Ayam nunukan dewasa memiliki warna bulu yang

bermacam-macam, yaitu merah tua, merah muda, merah

kekuningan dengan bulu hitam pada sayap dan ekor. Bentuk jengger ada yang besar, tebal, agak kecil dan tipis. Bulu sayap ekor ayam betina tumbuh sempurna, sedangkan jantan tidak sempurna (bulu ekor pendek tampak seperti daging), kulit dan paruhnya berwarna kuning (Cahyono 2002).

4. Ayam Kedu

Ayam Kedu bermula di desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Warna bulu ayam kedu ada yang hitam, putih dan lurik. Ayam kedu hitam yang masih muda berbulu hitam mengkilap, tetapi bila telah dewasa warna bulu pada bagian kepala

dan leher berubah menjadi kemerah-merahan dan bulu kepalanya

(29)

pendek, kulit kaki agak mulus, tapak kaki berdaging tebal, bertelur agak lambat (setelah berumur 6 bulan), ukuran badan besar dan daging tebal, ayam betina umur 2 tahun beratnya mencapai 2,5 kg,

sedangkan jantan umur 2 tahun beratnya antara 3 - 3,5 kg

(Cahyono, 2002).

5. Ayam pelung

Ayam pelung biasanya dipelihara sebagai hewan klangenan, terutama yang jantan. Suara pelung jantan tergolong indah dan merdu yaitu suara yang nyaring, panjang dan berirama sedangkan yang betina biasa saja. Ayam pelung dapat dijadikan sebagai ayam petelur dan pedaging. Memiliki tubuh yang besar dan daging tebal serta produksi telur sebanyak 144 butir/tahun. Berat badan betina pada umur 2 bulan mencapai 370 g, jantan 395 g. Pada umur 5 bulan berat badan ayam betina mencapai 1,6 kg dan jantan 1,8 kg.

Berat telur ayam pelung per butir rata-rata 41 g. Ayam pelung

memiliki warna bulu hitam dan kuning, kulit karkas berwarna kuning pucat, karkas dari ayam jantan bulat memanjang dan betina bulat lonjong. Kaki agak panjang dan kuat, pada ayam jantan memiliki jengger agak besar, berdiri tegak dan bagian pinggirnya bergerigi, sedangkan betina kecil, tebal dan berwarna merah (Cahyono 2002).

Usaha Peternakan Ayam Buras

Perkembangan ayam buras saat ini tidak sebagus perkembangan ayam ras, begitupula dengan konsumsi ayam buras pedaging saat ini memang tidak sebanyak akan konsumsi ayam ras pedaging. Hal ini dikarenakan, produksi yang dilakukan saat ini diperoleh dari pemeliharaan secara umbaran di halaman rumah. Kalaupun ada yang khusus membesarkan ayam buras, populasi yang dipelihara tidak terlalu banyak, paling hanya puluhan ekor saja. Menurut Ade M. Zulkarnain, Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) bisnis ayam buras sangat menjanjikan. Peternak di Sukabumi itu pernah mensurvei ke beberapa pusat perdagangan ayam buras di Jatinegara, Pulogadung, dan Pademangan semua di Jakarta. Hasilnya " Permintaan dan pasokan tidak seimbang", ujarnya. Ada banyak faktor yang membuat pasar ayam buras terbuka lebar. Di antaranya, ayam buras telah menembus pasar swalayan di berbagai kota besar di Pulau Jawa. Sehingga citra ayam buras di pasar tradisional perlahan mulai luntur. Cita rasa daging ayam buras sangat lezat dan gurih yang jauh mengungguli ayam ras, hal ini membuat ayam buras diminati oleh masyarakat. Selain itu, banyak rumah makan dan restoran menyajikan menu berbahan baku ayam buras. Baik itu dimasak menjadi ayam goreng, ayam sayur, atau aneka olahan daging (Trubus Exo, 2010).

(30)

dilakukan oleh peternak maksimal 10.000 ekor untuk satu orang peternak. Hal senada juga dikemukakan oleh Menteri Pertanian Suswono bahwa peternakan ayam buras hanya diperuntukkan pada peternakan rakyat (Trubus Exo, 2010).

Perkembangan usaha ternak ayam buras dilakukan dengan cara memperbaiki kondisi pemeliharaan yang lebih baik dengan memperhatikan kondisi ayam dan lingkungan. Perkembangan usaha ternak ayam buras yang semakin meningkat dilihat dari semakin banyaknya rumah makan yang menjual masakan ayam buras sebagai menu utama. Oleh karena itu perlu dilakukannya sistem pemeliharaan ayam buras yang intensif.

Sistem Pemeliharaan Ayam Buras

Pemeliharaan ayam buras pada umumnya dilakukan sebagai hewan ternak hanya untuk konsumsi dan hobbi. Menurut Nurcahyono (2002) sistem pemeliharaan ayam buras dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu diantaranya:

1. Sistem pemeliharaan ekstensif

Sistem pemeliharaan secara ekstensif yaitu ayam buras dibiarkan

bebas berkeliaran mencari makanan sendiri. Ayam-ayam ini pada

sore hari akan pulang ke kandang. Sistem pemeliharaan secara ekstensif ini keuntungan tidak dipedulikan. Ayam hanya berfungsi sebagai piaraan sampingan, jika keadaan mendesak, ayam dijual atau dipotong.

2. Sistem pemeliharaan semiintensif

Sistem pemeliharaan semiintensif yaitu kebutuhan ayam terhadap pakan sebagiaan disediakan oleh pemelihara. Pada pagi hari ayam diberi pakan sekadarnya, lalu dilepas untuk mencari pakan sendiri pada siang hari. Meskipun dilepas diluar kandang, ayam ini masih dibatasi ruang geraknya oleh pagar di sekitar kandang. Sistem ini telah memungkinkan ayam terlindung dari serangan pemangsa. Pada sore hari ayam akan masuk ke kandang. Biasanya ayam diberi pakan lagi.

3. Sistem pemeliharaan intensif

Sistem pemeliharaan secara intensif yaitu semua kebutuhan ayam disediakan oleh pemeliharanya. Ayam tidak lagi dibiarkan mencari pakan di lingkungan sekitar, karena kebutuhan hidup ayam disediakan di dalam kandang. Pemeliharaan secara intensif lebih baik dibandingkan dengan pemeliharaan secara ekstensif maupun semiintensif. Hal ini agar peternak lebih fokus terhadap usaha ternak yang dijalankannya. Sehingga hasil yang dihasilkan akan lebih baik dari pada pemeliharaan yang ekstensif.

Teori Investasi

(31)

pasti akan mengeluarkan biaya investasi. Biaya investasi yang dikeluarkan biasanya berjumlah besar misalnya membeli lahan, membuat gedung atau pabrik, dan lain sebagainya. Untuk memenuhi hal tersebut maka harus diperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan investasi yaitu aspek uang yang merupakan aspek yang ditanam dan diharapkan manfaatnya dikemudian hari, aspek waktu yang digunakan untuk menilai kelayakan. Investasi adalah awal dari kegiatan ekonomi maupun kegiatan bisnis bagi pelaku usaha yang menjalankannya. Investasi dapat dilakukan oleh semua pihak baik oleh masyarakat sebagai kegiatan bisnis dan pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan untuk pelayanan kebutuhan bagi masyarakat. Masyarakat melakukan investasi dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yaitu barang dan jasa, dan untuk memenuhi keinginan. Investasi sangat erat hubungannya dengan tingkat suku bunga. Besarnya tingkat suku bunga akan membuat seseorang membuat suatu pilihan terhadap uang yang dimilikinya. Seseorang yang mempunyai uang akan memutuskan untuk menginvestasikan uangnya pada kegiatan bisnis atau menabung uangnya ke pada bank tertentu, yang nantinya akan dilihat pilihan mana yang akan memberikan manfaat terbesar dari uang yang dimiliki.

Gambar 2 Fungsi investasi

Sumber: Mankiw 2007

Kurva pada Gambar 2 menggambarkan fungsi investasi. Kurva fungsi investasi berbentuk miring ke bawah. Dari pola hubungan antara investasi dan tingkat suku bunga dapat ditarik kesimpulan bahwa permintaan investasi merupakan fungsi dari suku bunga dan hubungan antara dua variabel itu merupakan hubungan negatif. Hal ini mempunyai arti bahwa

bila hal-hal lain tetap (ceteris paribus), pada tingkat suku bunga yang lebih

rendah volume investasi akan lebih besar, sedangkan pada tingkat suku bunga yang lebih tinggi volume investasi akan lebih rendah. Tingkat suku bunga dan investasi sangat berhubungan dalam hal pengambilan keputusan seseorang dalam melakukan suatu usaha. Uang yang dimiliki akan

Tingkat suku bunga (r)

Investasi (I) Fungsi investasi

(32)

digunakan untuk suatu usaha dimana nantinya akan memberikan manfaat atau menabungkan uangnya dan akan mendapatkan manfaat juga. Namun, apabila menabungkan uang ke bank besarnya manfaat sesuai dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Sedangkan, apabila menginvestasikan uang untuk suatu usaha atau kegiatan bisnis, besarnya tingkat suku bunga yang akan diperoleh dapat lebih kecil ataupun lebih besar dari tingkat suku bunga.

Gambar 3 Kurva tingkat bunga, investasi, dan tabungan

Sumber: Mankiw 2007

Pada Gambar 3 menjelaskan hubungan antara tingkat suku bunga, investasi, dan tabungan. Semakin tinggi tingkat bunga, maka keinginan untuk melakukan investasi juga semakin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayarkan untuk dana investasi tersebut sebagai biaya untuk penggunaan dana. Makin rendah tingkat bunga maka pengusaha akan terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana semakin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan seimbang akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi.

Studi Kelayakan Bisnis

Bisnis atau proyek adalah suatu proses kegiatan investasi yang direncanakan untuk dilaksanakan, dengan menggunakan berbagai sumber daya yang ada dengan tujuan untuk menghasilkan suatu produk atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen, dan dari proses tersebut diharapkan akan memberikan benefit atau manfaat di masa yang akan datang kepada pemilik selama jangka waktu tertentu. Proyek merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada

Tingkat suku bunga (r)

Investasi (I) Fungsi investasi

I(r) Tabungan

(S)

Tingkat suku bunga

(33)

untuk memperoleh manfaat. Gittinger (1986), mengungkapkan bahwa kegiatan pertanian merupakan suatu kegiatan investasi yang mengubah

sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat

menghasilkan keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah

beberapa periode tertentu. Secara umum bisnis maupun proyek yang

dilakukan pasti membutuhkan sejumlah uang yang disebut biaya-biaya yang

dikeluarkan demi keperluan proyek dengan harapan dapat memberikan manfaat. Suatu kegiatan investasi merupakan suatu kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan

mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit. Sejumlah uang

yang dikeluarkan untuk keperluan bisnis ataupun proyek harus diperhitungkan, guna melihat apakah bisnis yang dilakukan memberikan manfaat atau tidak. Studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dari suatu kegiatan usaha atau proyek selama umur bisnis atau proyek tersebut (Ibrahim 1998). Penentuan panjangnya umur bisnis berdasarkan tingkat kemampuan kegiatan bisnis ada tiga cara (Nurmalina et al 2010):

1. Umur ekonomis suatu bisnis merupakan ukuran umum yang sering

dipakai, ditetapkan berdasarkan jangka waktu (periode) yang kira

-kira sama dengan umur ekonomis dari aset terbesar yang ada di bisnis.

2. Umur Teknis suatu bisnis merupakan ukuran untuk memudahkan

perhitungan, biasanya digunakan untuk bisnis yang besar atau bergerak diberbagai bidang sehingga akan lebih mudah

menggunakan umur teknis dari unsur-unsur investasi. Umur teknis

umumnya lebih panjang dari umur ekonomis. Tetapi hal ini tidak berlaku apabila adanya keusangan teknologi

3. Untuk bisnis yang umur teknis/ekonomis lebih dari 25 tahun

biasanya umur bisnis ditentukan selama 25 tahun karena nilai-nilai

sesudah 25 tahun jika di discount rate dengan tingkat suku bunga

lebih besar dari 10% maka present value akan kecil sekali karena

nilai DF-nya kecil mendekati nol.

Studi kelayakan proyek merupakan suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek bisnis yang biasanya merupakan proyek investasi. Laporan studi kelayakan bisnis yang telah dibuat dibutuhkan oleh berbagai pihak, antara lain (Umar 1997):

1. Pihak Investor

Studi kelayakan yang telah dibuat dan ternyata layak untuk dilaksanakan, maka jika usaha tersebut membutuhkan dana dapat mengajukannya kepada investor. Calon investor yang ditawarkan tentu akan mempelajari laporan studi kelayakan bisnis yang telah dibuat karena calon investor mempunyai kepentingan langsung sehubungan dengan keuntungan yang akan diperoleh serta jaminan keselamatan atas modal yang ditanamkan.

2. Pihak Kreditor

(34)

mempertimbangkan sisi-sisi lain, misalnya bonafitditas dan

tersedianya agunan yang dimiliki perusahaan sebelum memutuskan untuk memberikan kredit atau tidak.

3. Pihak Manajemen Perusahaan

Pembuatan suatu studi kelayakan bisnis dapat dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan selain dibuat sendiri oleh pihak internal perusahaan. Guna untuk pengambilan keputusan yang akan dilakukan selanjutnya terhadap bisnis yang dijalankan.

4. Pihak Pemerintah dan Masyarakat

Studi kelayakan bisnis yang disusun perlu memperhatikan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah karena bagaimanapun pemerintah secara langsung maupun tidak langsung

dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Proyek-proyek bisnis

yang membantu kebijakan pemerintah inilah yang diprioritaskan untuk dibantu, misalnya dengan subsidi dan keringanan lain. Bagi masyarakat hasil studi kelayakan bisnis merupakan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat.

5. Bagi Tujuan Pembangunan Ekonomi

Dalam menyusun studi kelayakan bisnis perlu juga menganalisis manfaat yang akan didapat atau biaya yang akan ditimbulkan oleh

proyek terhadap perekonomian nasional. Proyek-proyek yang

diusulkan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) pada umumnya masih bersifat makro (secara umum masih

didasarkan pada skala prioritas dan kebutuhan dari masing-masing

daerah) yang masih memerlukan penjabaran dan penelaahan serta

penilaian dari segi analisis proyek sampai seberapa jauh proyek

-proyek yang diusulkan ini dapat memberikan benefit, baik yang

bersifat social benefit maupun financial benefit.

Studi kelayakan proyek merupakan penelitian-penelitian tentang dapat

tidaknya suatu proyek jika dilaksanakan akan berhasil. Indikator keberhasilan dalam menilai sebuah proyek yang berjalan beragam. Penentuan keberhasilan pelaksanaan proyek tergantung dari sudut pandang subyek yang melakukan kegiatan investasi. Investor swasta akan menganggap suatu proyek berhasil dilaksanakan apabila memberikan manfaat ekonomis bagi pihak pelaksana, sedangkan menurut pemerintah

atau lembaga- lembaga nonprofit akan cenderung kearah manfaat sosial

yang dirasakan masyarakat secara luas. Ibrahim (1998) mengatakan

layaknya suatu gagasan usaha/proyek dalam arti financial benefit maupun

dalam arti social benefit hal ini tergantung dari segi penilaian yang

dilakukan. Proyek-proyek yang dinilai dari segi social benefit pada umunya

adalah proyek-proyek yang benefitnya dihitung dari segi manfaat yang

diberikan proyek tersebut terhadap perkembangan perekonomian masyarakat secara keseluruhan. Kegiatan usaha/proyek yang dinilai dari

segi financial benefit adalah usaha-usaha yang dinilai dari segi keuntungan

yang dapat diperoleh bagi pelaksana bisnis.

(35)

evaluasi kepada pihak manajemen. Laporan hasil evaluasi investasi kepada pihak manajemen adalah sebagai bahan pengambilan keputusan manajemen apakah rencana investasi tersebut layak atau tidak layak dilaksanakan (Sinaga 2009). Menurut Gittinger (1986) rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek, disebut sebagai "siklus proyek".

Siklus ini merupakan tahap-tahap atau urutan-urutan yang dilalui didalam

kegiatan suatu bisnis yaitu:

1. Identifikasi

Tahap pertama dalam suatu siklus adalah mendapatkan proyek

-proyek yang potensial. usulan-usulan mengenai bisnis bisa datang

dari beberapa sumber, yaitu dari para ahli dalam bidang teknis dan

pimpinan-pimpinan setempat yang dikenal (Gittinger 1986).

Setelah identifikasi potensi bisnis dilakukan, maka perlu diidentifikasi berbagai tempat atau lokasi yang dirasakan dan diperkirakan dapat memberikan keuntungan bila dilakukan kegiatan bisnis di lokasi tersebut. Ide untuk pengadaan kegiatan

bisnis yang baru juga diperoleh dari usulan-usulan untuk

memperluas kegiatan-kegiatan yang telah ada, teknologi baru yang

mungkin dapat diterapkan pada bisnis tersebut (Nurmalina et al

2010).

2. Persiapan dan Analisa

Setelah dilakukan identifikasi atas proyek, maka dimulailah proses

persiapan yang lebih mendetail, serta analisa daripada rencana

-rencana proyek. Tahap ini meliputi semua kegiatan yang perlu dilakukan terhadap pelaksanaan suatu bisnis yang akan dilaksanakan. Hal ini biasanya diawali dengan pembuatan studi kelayakan bisnis dari kegiatan bisnis di lokasi tertentu yang sudah ditentukan, meliputi berbagai aspek seperti aspek teknis, aspek pasar, aspek finansial dan lainnya (Nurmalina et al 2010). Langkah pertama yang biasa digunakan dalam persiapan dan analisa suatu proyek adalah melakukan studi kelayakan yang akan memberikan informasi yang cukup untuk menentukan dimulainya perencanaan

yang lebih lanjut. Studi kelayakan harus menegaskan tujuan-tujuan

daripada proyek secara jelas dan harus difokuskan pada persoalan

apakah cara-cara yang dipilih sudah sesuai untuk mencapai tujuan

tersebut, dan studi kelayakan akan membantu perencana bisnis

meniadakan alternatif-alternatif lain yang tidak menguntungkan.

Apabila hasil studi kelayakan telah menunjukkan proyek yang mana yang lebih menguntungkan, maka perencanaan dan analisa

dapat dimulai secara terperinci (Gittinger 1986). Persiapan

-persiapan dari suatu rencana harus disiapkan dan direncanakan secara baik, agar penundaan pelaksanaan dapat dicegah dan sumberdaya dapat dihemat. Pengaturan waktu atas studi kelayakan harus dipertimbangkan.

3. Penilaian

Setelah suatu proyek dipersiapkan, biasanya dilakukan suatu pengkajian atau suatu penilaian tersendiri. Hal ini memberikan

(36)

rencana suatu proyek, akan tetapi mungkin akan melibatkan

informasi baru apabila spesialis-spesialis dari team penilaian

merasa bahwa sebagaian data diragukan atau sebagaian dari asumsi itu tidak tepat. Apabila team penilai menyimpulkan bahwa rencana proyek tersebut masuk akal, investasi bisa diteruskan. Tetapi jika team penilai menemukan kekurangan yang cukup serius, kemungkinan perlu bagi analis untuk merubah rencana proyek atau mengembangkan suatu rencana yang sama sekali baru (Gittinger 1986).

4. Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan ini merupakan tahap yang terpenting dalam suatu siklus yang direncanakan, karena apabila suatu proyek sudah direncanakan dengan baik akan tetapi tidak dilaksanakan maka

proyek tersebut tentunya tidak akan terealisasi. Hal-hal yang perlu

diperhatikan di dalam tahap ini adalah bahwa bisnis yang akan dilaksanakan harus diusahakan untuk dapat mencapai manfaat yang telah ditetapkan, bisnis yang akan dilaksanakan mempunyai pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya, baik pengaruh positif maupun negatif. Pelaksanaan bisnis harus fleksibel mengingat bahwa keadaan yang selalu terus berubah. Perubahan ini dapat bersifat teknis, perubahan harga, perubahan lingkungan ekonomi dan politik yang nantinya akan merubah cara pelaksanaan dari suatu bisnis yang telah direncanakan (Nurmalina et al 2010).

5. Evaluasi

Tahap paling akhir dalam siklus suatu pengembangan kegiatan bisnis adalah evaluasi. kegiatan bisnis yang telah dilaksanakan perlu dilakukan tahap evaluasi secara sistematis apakah bisnis yang telah dilakukan berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan, dan apakah masih memberikan manfaat selama umur bisnis tersebut masih ada. Evaluasi yang dilakukan diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pelaksana bisnis untuk menilai apakah masukan yang dapat digunkan untuk rencana bisnis yang akan datang. Evaluasi suatu bisnis tidak harus dilakukan pada periode akhir bisnis, tetapi dapat dilakukan pada saat bisnis yang sedang berjalan (Nurmalina et al 2010).

Teori Biaya dan Manfaat

Gittinger (1986) mendefinisikan biaya adalah segala sesuatu yang dapat mengurangi tujuan dari bisnis yang dijalankan. Biaya yang dikeluarkan sebelum bisnis berjalan dan selama kegiatan operasional bisnis berlangsung. Boediono (1998) menyatakan bahwa biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari

(37)

Gambar 4 Fungsi biaya sumber : Boediono 1998

Gambar 4 menunjukkan bahwa biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya variable serta total biaya. Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu. Biaya jenis ini tidak pernah berubah dalam hubungannya dengan jumlah satuan yang diproduksikan. Komponen biaya tetap meliputi sewa, penyusutan, pajak, dan sebagainya. Biaya variabel

(Variabel Cost) adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding

degan bertambahnya volume kegiatan. Jenis biaya ini jumlahnya bertambah

sesuai dengan bertambahnya volume produksi sehingga biaya-biaya per

satuannya cenderung bertambah pula. Biaya total (Total Cost) adalah jumlah total biaya tetap (Fixed Cost) dan total biaya variabel (Variabel Cost).

Komponen biaya variabel meliputi biaya-biaya seperti bahan baku dan

tenaga kerja langsung. Biaya adalah suatu korbanan yang mengurangi manfaat yang mungkin diterima. Biaya dapat dibedakan menjadi:

1. Biaya modal, merupakan dana untuk investasi yang penggunannya

bersifat jangka panjang. Contoh biaya modal seperti dana yang digunakan untuk pembelian tanah, pembuatan bangunan maupun pabrik, serta pembelian mesin. Biaya modal yang dikeluarkan biasanya dalam jumlah besar dimana dapat dikatakan sebagai biaya investasi dalam menjalankan suatu usaha. Jumlah uang yang dikeluarkan dalam hal pembelian tanah, pembuatan bagunan maupun pabrik pasti membutuhkan dana atau modal dalam jumlah yang besar.

2. Biaya operasional atau modal kerja, merupakan kebutuhan dana

yang diperlukan pada saat kegiatan proyek mulai dilaksanakan. Contoh biaya operasional seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. Biaya operasional ini nantinya akan dibagi menjadi dua komponen biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap ini akan dikeluarkan setiap kali melakukan suatu proses

Biaya TC

TVC

TFC

(38)

produksi dan besaran biaya yang dikeluarkan tidak diperngaruhi apabila terdapat penambahan input seperti jumlah input yang digunakan. Adapun biaya tetap ini seperti biaya sewa lahan dan lain

sebagainya. Biaya variable ini selalu berubah-ubah tergantung dari

input yang digunakan seperti jumlah bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan output.

3. Biaya lainnya, merupakan biaya selain biaya modal dan

operasional yang dikeluarkan selama proyek berjalan. Contoh dari biaya lainnya seperti pajak.

Jenis biaya dalam evaluasi proyek pada umumnya dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung (Ibrahim 1998). Biaya langsung adalah biaya yang berhubungan langsung dengan kepentingan proyek, seperti biaya investasi, biaya operasi, dan biaya pemeliharaan proyek. Biaya tidak langsung adalah biaya yang perlu diperhitungkan dalam menganalisis proyek, seperti biaya polusi udara karena adanya proyek, biaya untuk mengatasi pencemaran, bising, dan berbagai biaya lainnya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi dampak negatif atas keberadaan proyek.Manfaat adalah suatu hasil yang diperoleh dari kegiatan bisnis yang dapat menambah pendapatan suatu kegiatan bisnis. Gittinger (1986) menyatakan bahwa manfaat adalah segala sesuatu yang membantu suatu tujuan bisnis. Dilihat dari sifatnya, manfaat proyek dapat digolongkan menjadi (Ibrahim 1998) :

1. Manfaat langsung (direct benefits)

Manfaat langsung adalah manfaat yang diterima sebagai akibat adanya proyek. Semua manfaat yang diperoleh sebagai tujuan utama dalam pembangunan proyek dinamakan juga manfaat langsung.

2. Manfaat tidak langsung (indirect benefits)

Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang timbul sebagai

dampak yang bersifat multiplier effects dari proyek yang dibangun

terhadap kegiatan pembangunan lainnya.

Usaha peternakan ayam buras juga pasti terdapat biaya-biaya yang

dikeluarkan dan manfaat yang diterima dari kegiatan usaha tersebut. Biaya tetap yang dikeluarkan pada usaha ternak ayam buras dengan pemeliharaan secara intensif, salah satunya adalah sewa kandang (jika status kandang adalah sewa). Sedangkan biaya variabel yang dikeluarkan adalah biaya pembelian pakan ternak, DOC, dan biaya pemeliharaan. Manfaat atau penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usaha ternak ayam buras ini adalah hasil penjualan ayam buras dan kotorannya. Sehingga penerimaannya adalah hasil perkalian antara jumlah ayam buras yang dihasilkan dikalikan dengan harga ayam buras.

Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis

Faktor-faktor yang perlu dinilai dalam menyusun studi kelayakan

bisnis adalah menyangkut beberapa aspek yang mungkin saling terlibat

antara satu dengan lainnya. Aspek-aspek yang berkaitan satu sama lainnya

Gambar

Tabel 1  PDRB peternakan tahun 2006-2010 (atas dasar harga berlaku) menurut provinsia
Tabel 2  Data populasi ternak di Provinsi Jawa Barat 2010-2011a
Tabel 4  Populasi ayam buras per kecamatan Kabupaten Bogor tahun 2012a
Tabel 5  Data kelompok peternakan ayam buras Kabupaten Bogor tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Mengidentifikasi data sesuai dengan masalah yang dianalisis yaitu emosi tokoh utama yaitu Elektra baik emosi positif maupun emosi negatif tokoh dalam novel Supernova

Tabel 6 menunjukkan bahwa, pada tanaman sirsak umur 12 MST, perlakuan tanpa skarifikasi (S1) adalah nyata menghasilkan volume akar tertinggi daripada perlakuan

Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik

Keterbukaan dalam artinya adalah prosedur dan tata cara pelayanan, persyaratan, unit kerja pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, perincian biaya

Berdasarkan hasil analisis video terhadap subjek penelitian kedua, diperoleh beberapa keunggulan dari subjek penelitian kedua, antara lain: Sudah percaya diri berdiri

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS ALAT PERAGA MAKET KUDA-KUDA SISTEM BONGKAR PASANG PADA MATA KULIAH KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG III.. Skripsi, Surakarta:

Kenyataan bahwa dunia pendidikan perlu penyesuaian terhadap globalisasi adalah sebuah keniscayaan yang harus diterima Pendidik agar perannya tidak tergerus oleh

Dalam periode Maret-September 2014 jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada bulan September 2014 mengalami penurunan dibandingkan dengan